peritonitis tb

(1)

Mekanisme Antioksidan terhadap Inflamasi pada Rongga Mulut

Oleh :

Monica Fradisha Zukhri G991616061 Pembimbing:

drg. Widya Susanti, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI

2017

PENDAHULUAN

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan dan tidak bisa saling dipisahkan. Masalah yang timbul pada kesehatan gigi dan mulut akan berdampak pada menurunnya kualitas hidup seseorang. Menurut WHO, kesehatan gigi dan mulut masih menjadi masalah di banyak daerah di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang.


(2)

Berdasarkan data dari WHO tahun 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak dan dewasa, selain itu 15-20% orang dewasa di usia pertengahan (35-44 tahun) mengalami penyakit yang dapat berakibat pada hilangnya gigi, dan sekitar 30% dari populasi usia 65-74 tahun sudah tidak mempunyai gigi asli (WHO, 2011). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi penduduk Indonesia yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut adalah 25,9% atau meningkat dari data tahun 2007 yang sebanyak 23,5%.

Masalah kesehatan gigi dan mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia selain karies adalah penyakit periodontal. Penyakit periodontal diderita oleh manusia 2 hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Newman et al., 2012). Dari hasil survey yang dilakukan oleh Scheffler di Amerika menunjukkan 75% dari populasi penduduk Amerika mengalami penyakit periodontal. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Kementrian Kesehatan RI tahun 2011 menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut termasuk karies dan penyakit periodontal menjadi masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup tinggi yaitu sebesar 60% (Depkes RI, 2011).

Penyakit periodontal memiliki prevalensi cukup tinggi pada semua kelompok umur di Indonesia yaitu 96,58% (Tampubolon, 2010). Penyakit periodontal merupakan suatu inflamasi yang mengenai jaringan pendukung gigi yang terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Faktor utama penyebab penyakit periodontal adalah bakteri gram negatif anaerob terutama Agregatibacter actynomicetemcommitans, Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia (Carranza et al., 2006). Sedangkan faktor sekunder penyakit periodontal antara lain faktor anatomi gigi, iatrogenik, kalkulus, trauma, cedera kimiawi dan daya kunyah berlebihan (Eley, 2010).

Dengan banyaknya kasus-kasus inflamasi periodontal yang ditemukan, menandakan bahwa masih kurangnya kesadaran pasien untuk menjaga kesehatan gigi, dan masih kurangnya penanganan klinisi dalam penanganan terhadap inflamasi pada gigi. Untuk itu, masih diperlukannya pengetahuan lebih lanjut mengenai manajemen preventif maupun kausatif dari inflamasi periodontal. Tidak hanya farmakoterapi, tetapi juga diperlukan non farmakoterapi, seperti pemberian antioksidan sebagai terapi preventif dan kausatif.


(3)

A. Inflamasi pada periodontal

Penyakit periodontal merupakan suatu inflamasi yang mengenai jaringan pendukung gigi yang terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Faktor utama penyebab penyakit periodontal adalah bakteri gram negatif anaerob terutama Agregatibacter actynomicetemcommitans, Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia (Carranza et al., 2006). Sedangkan faktor sekunder penyakit


(4)

periodontal antara lain faktor anatomi gigi, iatrogenik, kalkulus, trauma, cedera kimiawi dan daya kunyah berlebihan (Eley, 2010).

Penyakit periodontal diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu gingivitis dan periodontitis. Kedua penyakit ini paling sering terjadi pada masyarakat (Chauhan et al., 2012). Gingivitis adalah inflamasi pada gingiva tanpa disertai kerusakan jaringan periodontal pendukung. Gambaran klinis gingivitis umumnya berupa jaringan gingiva berwarna merah dan lunak, mudah berdarah, adanya perbedaan kontur gingiva, adanya plak bahkan kalkulus tanpa disertai dengan kerusakan puncak alveolar. Jika tidak 3 diobati, maka gingivitis akan berlanjut menjadi periodontitis (Mustaqimah, 2008).

Periodontitis merupakan inflamasi pada jaringan periodontal yang ditandai dengan kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang alveolar. Secara klinis periodontitis ditandai dengan akumulasi plak baik supragingiva maupun subgingiva yang berhubungan dengan pembentukan kalkulus, inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan perlekatan periodontal dan tulang alveolar. Gingiva penderita periodontitis menjadi lebih lunak dan warnanya berubah dari coral pink menjadi merah mengkilat, stippling pada gingiva cekat menghilang dan terjadi perubahan margin gingiva yang membulat atau berbentuk kawah dan disertai dengan resesi gingiva (Carranza et al., 2006).

Periodontitis berdasarkan gejala klinis gambaran radiografis diklasifikasikan menjadi periodontitis kronis dan periodontitis agresif. Periodontitis kronis merupakan penyakit yang secara progresif berjalan lambat. Walaupun periodontitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada orang dewasa, penyakit ini juga dapat terjadi pada anak-anak dan remaja (Langlais, 2013). Periodontitis kronis disebut age-associated, bukan age-related. Dengan kata lain, bukan usia individu yang meningkatkan prevalensi penyakit tetapi durasi dari jaringan periodontal oleh akumulasi plak dan kalkulus secara kronis (Widyastuti, 2009).

Periodontitis terjadi karena adanya interaksi antara jaringan periodontal, plak dan saliva. Interaksi antar faktor tersebut menciptakan berbagai proses imunologik baik protektif maupun kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan periodontal akibat 4 periodontitis bisa disebabkan karena kerusakan langsung akibat toksin yang diproduksi bakteri pada plak, namun utamanya kerusakan disebabkan oleh respon inflamasi lokal dan aktifitas mediator inflamasi (Ritonga, 2005). Saliva telah dipelajari secara ekstensif


(5)

dalam hubungannya dengan penyakit periodontal karena sangat mudah dikumpulkan dan memungkinkan analisis pada beberapa penanda lokal atau sistemik seperti protein, enzim, sel host, hormon, produksi bakteri, komponen volatile dan ion (Wong, 2008).

Kim (2010) dalam penelitiannya mengatakan organisme yang terpapar serangan bakteri akan memicu respon imun antara patogen bakteri dan pejamu. Bakteri tersebut akan menyebabkan pelepasan sitokin seperti 1alfa (IL-1α) dan β, interleukin-6 (IL-interleukin-6), interleukin-8 (IL-8) dan tumor necrosis factor-αlpha (TNF-α) sehingga meningkatkan jumlah produksi polimorfonuklear (PMN). PMN yang diproduksi memiliki peran protektif terhadap jaringan periodontal. Namun PMN yang secara fungsional diaktifkan akan menunjukkan peningkatan produksi radikal bebas berupa Reactive Oxygen Species (ROS) dalam proses fagositosis melawan infeksi bakteri (Chapple, 1996).

B. Radikal bebas dan inflamasi pada periodontal

Radikal bebas adalah molekul yang terbentuk secara bebas dan mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Keadaan tersebut menyebabkan radikal bebas memiliki reaktivitas kimia yang sangat tinggi terhadap molekul lain. Kewujudan radikal bebas tidak selalu membawa kerusakan, bahkan radikal bebas juga membawa kebaikan kepada tubuh manusia. Seperti halnya radikal bebas merupakan senyawa yang penting dalam proses pematangan sel dalam tubuh. Selain itu, leukosit mengeluarkan radikal bebas untuk memusnahkan mikroorganisme patogen sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi (Bagchi, 1998). Namun, radikal bebas yang berlebihan juga dapat merusak sel-sel di dalam tubuh.

Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum yakni kurangnya antioksidan dan produksi radikal bebas yang berlebihan. Ketika SOR atau radikal bebas seperti O₂ dan H₂O₂ dilepaskan dari PMN selama fagositosis dapat menghilangkan patogen periodontal, dapat juga merusak pejamu. Produksi SOR dengan segera menyebabkan kerusakan jaringan, penyakit dan kematian sel.

Stres oksidatif dapat diukur dari enzim dalam antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), glutathion peroksidase (GPx), katalase dan lain sebagainya, yang


(6)

kedua antioksidan non-enzymatic seperti vitamin C, Vitamin E, uric acid. Berbagai enzim pada sel dan proses metabolik yang terkontrol, akan menjaga tubuh agar kerusakan oksidatif ditingkat sel tetap minimal. Pada saat produksi SOR meningkat, maka kontrol protektif tidak akan mencukupi sehingga memicu kerusakan oksidatif. Pada patogenesis penyakit periodontal terdapat suatu keadaan stres oksidatif. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukan tanda tingkatan dari stres oksidatif dalam darah subjek periodontitis berbeda dari subjek periodontal yang sehat.

Pasien dengan penyakit periodontal mempunyai kadar PMN yang tinggi dan ROS yang berlebihan yang akan menyebabkan destruksi jaringan gingiva, ligamen periodontal dan tulang alveolar melalui berbagai cara termasuk merusak DNA dan merangsang pembentukan sitokin proinflamasi.

Perubahan keadaan gingiva dapat menyebabkan kematian sel dan pelepasan SOR dengan fagosit, menurunkan katalase (CAT) dan superoksida dismutase (SOD). Aktivasi sinyal inflamasi menyebabkan peningkatan senyawa oksigen reaktif (SOR) dan stres oksidatif, sehingga endotel yang teraktivasi menarik sel proinflamasi makrofag, menurunnya tingkat stres oksidatif dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan.

Senyawa oksigen reaktif (SOR) terdiri dari superoksida anion, hidroksil radikal, nitro oksidan dan hidrogen peroksida dapat diproduksi antara bakteri dan pejamu yang menyebabkan kerusakan jaringan. Pejamu mempunyai kemampuan untuk menghilangkan SOR dan menghambat destruksi jaringan yang disebabkan oleh reaksi inflamasi dengan menghasilkan antioksidan di dalam jaringan.

C. Antioksidan sebagai penanganan inflamasi pada periodontal

Adanya antioksidan sebagai salah satu sistem pertahanan tubuh, maka radikal bebas yang ada akan ternetralisir (Chapple, 1996). Antioksidan menetralisasi radikal bebas dalam tubuh dengan cara memberikan satu elektronnya sehingga terbentuk molekul yang stabil dan mengakhiri reaksi radikal bebas (Pendyala, 2008). Antioksidan merupakan salah satu senyawa yang dapat menghalangi proses oksidasi pada molekul yang berasal dari dalam tubuh ataupun dari asupan makanan.

Kondisi jaringan periodontal dipengaruhi oleh antioksidan internal yang diproduksi tubuh untuk menghindari terjadinya stres oksidatif yaitu gangguan


(7)

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang berpotensi menimbulkan kerusakan jaringan periodontal. Apabila kadar antioksidan dalam tubuh tidak mencukupi, maka jaringan periodontal tidak lagi mampu untuk mengatasi stres oksidatif, melindungi jaringan yang normal dan tidak mampu untuk mengontrol kerusakan yang dilakukan oleh bakteri (Anonim, 2010).

Mengingat pentingnya antioksidan bagi kesehatan tubuh maka diperlukan asupan aktioksidan tambahan yang berasal dari luar tubuh (eksternal) untuk mencukupi kebutuhan antioksidan dalam tubuh. Antioksidan di luar tubuh dapat diperoleh dalam bentuk sintetis dan alami. Antioksidan sintetis seperti buthylatedhydroxyoluene (BHT), buthylated hidroksianisol (BHA) dan ters-butylhydroquinone (TBHQ) secara efektif dapat menghambat oksidasi. Namun penggunaan antioksidan sintetik yang berlebihan justru dapat menyebabkan racun dalam tubuh dan bersifat karsinogenik, sehingga dibutuhkan antioksidan alami yang aman.

Di dalam tubuh manusia terdapat sejumlah mekanisme pertahanan antioksidan yang bertujuan untuk mengurangi oksidan-oksidan yang terbentuk serta memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Antioksidan adalah semua zat yang apabila berada dalam kepekatan yang lebih rendah dibandingkan dengan suatu substrat yang telah dioksidasi, secara signifikan akan menunda atau menghalangi pengoksidaan substrat tersebut.

Antioksidan berperan penting dalam tubuh manusia karena dapat menetralisasi radikal bebas dalam tubuh dengan cara memberikan satu elektronnya sehingga terbentuk molekul yang stabil dan mengakhiri reaksi radikal bebas. Antioksidan tidak hanya penting untuk menghalangi terjadinya tekanan oksidatif dan kerusakan jaringan, tetapi juga penting dalam mencegah peningkatan produksi proinflamatori sitokin, yang merupakan hasil pengaktifan dari respon pertahanan tubuh yang terjadi terus menerus. Beberapa kegunaan antioksidan adalah seperti berikut:

(1) Memutuskan rantai radikal bebas seperti yang dilakukan oleh vitamin E (alfa tokoferol), vitamin C (asam askorbat), vitamin A (beta karoten), uric acid dan bilirubin,

(2) Mencegah reaksi Fenton yang dilakukan oleh protein alami misalnya albumin, transferrin, laktoferrin, caeruloplasmin, haptoglobin dan asam askorbat


(8)

(3) Melalui enzim yang bersifat antioksidan yaitu enzim yang berfungsi dengan mengkatalis proses oksidasi molekul yang dilakukan oleh catalase dan glutathione peroxidase

(4) Mencegah terbentuknya radikal bebas

(5) Mengubah radikal bebas yang sangat reaktif menjadi kurang reaktif (6) Memperbaiki jaringan atau sel yang telah dirusak oleh radikal bebas

(7) Menyediakan lingkungan yang baik sehingga mendorong antioksidan bekerja dengan optimal.

Klasifikasi Antioksidan Secara garis besarnya antioksidan dapat dibedakan berdasarkan cara kerja, sumber produksi dan jenisnya. Antioksidan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu antioksidan enzimatik dan antioksidan non enzimatik.

a. Antioksidan enzimatik terdiri dari glutathione peroxidases, superoxide dismutases dan catalase yang berfungsi melindungi sel dari tekanan oksidatif.

b. Antioksidan non enzimatik terdiri dari :

1) Glutathione merupakan antioksidan yang sangat penting dan banyak terdapat di sitoplasma.

2) Bilirubin yaitu antioksidan yang terdapat di dalam darah.

3) Melatonin yaitu sejenis hormon yang merupakan antioksidan yang kuat. 4) Koenzim Q yang berperan sebagai antioksidan yang larut di dalam

membran lemak.

Antioksidan dapat diklasifikasikan juga berdasarkan sumbernya yaitu dari endogen (dari dalam tubuh) atau eksogen (melalui diet makanan). Contoh dari antioksidan endogen adalah seperti bilirubin, thiols seperti glutathione, N-acetyl cysteine, NADPH dan NADH, ubiquinone (koenzim Q10), uric acid serta enzim seperti superoxide dismutase (SOD) dan glutathione peroxidase. Contoh dari antioksidan eksogen adalah vitamin C, vitamin E, beta karoten dan polifenol.

Berdasarkan modifikasi Niki (1996), antioksidan dapat diklasifikasikan berdasarkan peranannya yaitu :


(9)

a) Antioksidan yang bertindak sebagai pencegah radikal bebas. Cara kerja antioksidan ini adalah dengan mencegah pembentukan radikal bebas melalui penguraian senyawa non radikal seperti H2O2 (contohnya catalase, glutathione peroxidase dan S-tranferase), chelation (Proses di mana molekul logam berikatan dengan radikal bebas) (contohnya Transferrin, ceruloplasmin, albumin, haptoglobin) dan mencegah O2 yang aktif (contohnya superoxide dismutase dan carotenoid).

b) Antioksidan yang bertindak sebagai pemusnah radikal bebas. Cara kerja antioksidan ini adalah dengan memusnahkan radikal bebas untuk menghalang rantai initiation dan menghancurkan rantai propagation. Contoh dari antioksidan ini adalah ubiquinol, vit A, vit E, carotenoid yaitu bersifat lipofilik sedangkan yang bersifat hipofilik adalah uric acid, asam askorbat, albumin dan bilirubin.

c) Antioksidan yang bertindak sebagai senyawa perbaikan jaringan. Cara kerja antioksidan ini adalah dengan memperbaiki membran jaringan yang rusak. Contoh dari antioksidan ini adalah DNA repair enzymes, protease, transferase dan lipase.


(10)

Sumber potensial antioksidan alami adalah dari tanaman yang mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A (beta karoten), flavonoid dan polifenol (Lie et al., 2012). Salah satu tanaman potensial yang dikembangkan sebagai sumber antioksidan alami adalah gambir. Rauf (2010) dalam penelitiannya mencoba mengukur aktivitas penangkapan radikal bebas melalui ekstrak gambir. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa antioksidan ekstrak gambir memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas yang lebih tinggi dibandingkan dengan antioksidan sintestis buthylatedhydroxyoluene (BHT).

Gambir merupakan sari getah yang diekstraksi dari ranting dan daun tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan cara pengepresan (Amos et al., 2004). Gambir menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia karena mampu memasok hingga 80% kebutuhan gambir dunia yang sekitar 90% produksi gambir Indonesia dihasilkan dari provinsi Sumatera Barat. Negara tujuan utama ekspor gambir Indonesia adalah India dan


(11)

Gambir merupakan produk yang sangat potensial untuk dikembangkan karena pemanfaatan gambir sangat luas sebagai bahan baku dalam indutri, seperti industri kosmetik, pewarna tekstil, food 7 additif dan industri farmasi. Di Indonesia gambir digunakan sebagai komponen menyirih dan campuran obat-obatan tradisional. Selain itu ekstrak gambir dengan kandungan polifenol tinggi dapat bersifat sebagai antioksidan (Isnawati, 2010).

Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan flavonoid. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk mengubah atau mereduksi radikal bebas (Giorgi, 2000). Katekin dan kuersetin merupakan senyawa flavonoid dari ekstrak gambir yang diketahui mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Ariani (2012) dalam penelitiannya mencoba mengisolasi katekin daun gambir sebagai functional food pada mie.

Katekin murni dari gambir dengan konsentrasi 50 ppm yang sengaja ditambahkan dalam produk olahan mie dapat menciptakan functional food baru yang memiliki kadar antioksidan tinggi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada saliva penderita periodontitis kronis terjadi peningkatan produksi radikal bebas ROS yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan kerusakan jaringan periodontal, untuk itu diperlukan pemberian antioksidan sebagai penetralnya.

Penelitian sebelumnya menemukan salah satu produk tanaman Indonesia yaitu gambir memiliki kandungan antioksidan yang cukup tinggi. Namun demikian belum ada penelitian yang melaporkan apakah ekstrak gambir efektif untuk mencegah stres oksidatif akibat penyakit periodontal, untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai sejauh mana daya antioksidan ekstrak gambir (Uncaria gambir Roxb) pada saliva penderita periodontitis kronis.


(12)

Kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas diduga menjadi penyebab berbagai penyakit termasuk periodontitis. Antioksidan merupakan jalur pertahanan tubuh pertama yang akan mencegah jaringan periodonsium dari serangan radikal bebas sehingga mempertahankan kondisi jaringan periodonsium yang sehat.

Bila pejamu terinfeksi dengan bakteri patogen, PMN yang ada di dalam tubuh akan direkrut untuk menghancurkan bakteri sehingga terjadi pengeluaran sitokin akibat proses tersebut. Polimorfonuklear berperan dalam terjadinya penyakit periodontal karena PMN adalah respon pejamu yang dominan dan merupakan sistem imun tubuh dari infeksi bakteri oral. Menurut Asman (1987), PMN akan memproduksi superoxide (O2 - ) melalui proses oksidatif sehingga jumlah PMN dan aktivitas oksidatif di jaringan periodonsium akan semakin meningkat.

Menurut Smalley (1998), untuk menghindari kerusakan oksidatif dari produksi superoxide (O2 - ) tersebut, maka antioksidan seperti superoxide dismutase (SOD) distimulasi untuk mengkonversikan superoxide (O2 - ) dengan hydrogen peroxide (H2O2) sehingga SOD berperan sebagai katalis untuk menukarkan superoxide dengan oksigen dan hydrogen peroxide.


(13)

Hydrogen peroxide akhirnya akan dihilangkan oleh enzim yang kedua terlibat disebut catalase yang lebih banyak terdapat di dalam sel intraselular dibanding sel ekstraselular. Catalase ini bertindak sebagai penghancur hydrogen peroxide dan superoxide. Secara ringkasnya dapat disimpulkan seperti di bawah :

12 2O2- + 2H+ SOD H2O2 +O2 2H2O2 catalase 2H2O+O2

Hydroxyl radical (OH− ) akan diproduksikan melalui reaksi yang melibatkan hydrogen peroxide dan logam seperti Fe2+ atau Cu2+ yang disebut reaksi Fenton dan secara ringkasnya dapat disimpulkan seperti di bawah :

Fe2+ + H2O2 → Fe3+ + OH· + OH− Fe3+ + H2O2 → Fe2+ + OOH· + H+ Mekanisme untuk mencegah hydroxyl radical (OH− ) yang akan merusak sel adalah dengan pengikatan radikal bebas dengan antioksidan dalam bentuk logam seperti lactoferrin, transferrin, haptoglobin dan albumin. Penghapusan hydroxyl radical (OH− ) juga dilakukan oleh vitamin C, uric acid dan reduce glutathione (GSH) yang banyak terdapat di dalam gingival crevicular fluid (GCF).

Dengan adanya antioksidan yang berasal dari sistem pertahanan tubuh terdapat dalam serum, saliva dan GCF, hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan jaringan periodonsium. Jadi tubuh masih dapat bergantung kepada pertahanan antioksidan dari serangan ROS yang masih berada di bawah kondisi normal. Walaupun mekanisme kerja setiap antioksidan berbeda, namun peranannya adalah sama yaitu untuk melindungi sel dan jaringan supaya tetap sehat.


(1)

(3) Melalui enzim yang bersifat antioksidan yaitu enzim yang berfungsi dengan mengkatalis proses oksidasi molekul yang dilakukan oleh catalase dan glutathione peroxidase

(4) Mencegah terbentuknya radikal bebas

(5) Mengubah radikal bebas yang sangat reaktif menjadi kurang reaktif (6) Memperbaiki jaringan atau sel yang telah dirusak oleh radikal bebas

(7) Menyediakan lingkungan yang baik sehingga mendorong antioksidan bekerja dengan optimal.

Klasifikasi Antioksidan Secara garis besarnya antioksidan dapat dibedakan berdasarkan cara kerja, sumber produksi dan jenisnya. Antioksidan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu antioksidan enzimatik dan antioksidan non enzimatik.

a. Antioksidan enzimatik terdiri dari glutathione peroxidases, superoxide dismutases dan catalase yang berfungsi melindungi sel dari tekanan oksidatif.

b. Antioksidan non enzimatik terdiri dari :

1) Glutathione merupakan antioksidan yang sangat penting dan banyak terdapat di sitoplasma.

2) Bilirubin yaitu antioksidan yang terdapat di dalam darah.

3) Melatonin yaitu sejenis hormon yang merupakan antioksidan yang kuat. 4) Koenzim Q yang berperan sebagai antioksidan yang larut di dalam

membran lemak.

Antioksidan dapat diklasifikasikan juga berdasarkan sumbernya yaitu dari endogen (dari dalam tubuh) atau eksogen (melalui diet makanan). Contoh dari antioksidan endogen adalah seperti bilirubin, thiols seperti glutathione, N-acetyl cysteine, NADPH dan NADH, ubiquinone (koenzim Q10), uric acid serta enzim seperti superoxide dismutase (SOD) dan glutathione peroxidase. Contoh dari antioksidan eksogen adalah vitamin C, vitamin E, beta karoten dan polifenol.


(2)

a) Antioksidan yang bertindak sebagai pencegah radikal bebas. Cara kerja antioksidan ini adalah dengan mencegah pembentukan radikal bebas melalui penguraian senyawa non radikal seperti H2O2 (contohnya catalase, glutathione peroxidase dan S-tranferase), chelation (Proses di mana molekul logam berikatan dengan radikal bebas) (contohnya Transferrin, ceruloplasmin, albumin, haptoglobin) dan mencegah O2 yang aktif (contohnya superoxide dismutase dan carotenoid).

b) Antioksidan yang bertindak sebagai pemusnah radikal bebas. Cara kerja antioksidan ini adalah dengan memusnahkan radikal bebas untuk menghalang rantai initiation dan menghancurkan rantai propagation. Contoh dari antioksidan ini adalah ubiquinol, vit A, vit E, carotenoid yaitu bersifat lipofilik sedangkan yang bersifat hipofilik adalah uric acid, asam askorbat, albumin dan bilirubin.

c) Antioksidan yang bertindak sebagai senyawa perbaikan jaringan. Cara kerja antioksidan ini adalah dengan memperbaiki membran jaringan yang rusak. Contoh dari antioksidan ini adalah DNA repair enzymes, protease, transferase dan lipase.


(3)

Sumber potensial antioksidan alami adalah dari tanaman yang mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A (beta karoten), flavonoid dan polifenol (Lie et al., 2012). Salah satu tanaman potensial yang dikembangkan sebagai sumber antioksidan alami adalah gambir. Rauf (2010) dalam penelitiannya mencoba mengukur aktivitas penangkapan radikal bebas melalui ekstrak gambir. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa antioksidan ekstrak gambir memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas yang lebih tinggi dibandingkan dengan antioksidan sintestis buthylatedhydroxyoluene (BHT).

Gambir merupakan sari getah yang diekstraksi dari ranting dan daun tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan cara pengepresan (Amos et al., 2004). Gambir


(4)

Gambir merupakan produk yang sangat potensial untuk dikembangkan karena pemanfaatan gambir sangat luas sebagai bahan baku dalam indutri, seperti industri kosmetik, pewarna tekstil, food 7 additif dan industri farmasi. Di Indonesia gambir digunakan sebagai komponen menyirih dan campuran obat-obatan tradisional. Selain itu ekstrak gambir dengan kandungan polifenol tinggi dapat bersifat sebagai antioksidan (Isnawati, 2010).

Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan flavonoid. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk mengubah atau mereduksi radikal bebas (Giorgi, 2000). Katekin dan kuersetin merupakan senyawa flavonoid dari ekstrak gambir yang diketahui mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Ariani (2012) dalam penelitiannya mencoba mengisolasi katekin daun gambir sebagai functional food pada mie.

Katekin murni dari gambir dengan konsentrasi 50 ppm yang sengaja ditambahkan dalam produk olahan mie dapat menciptakan functional food baru yang memiliki kadar antioksidan tinggi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada saliva penderita periodontitis kronis terjadi peningkatan produksi radikal bebas ROS yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan kerusakan jaringan periodontal, untuk itu diperlukan pemberian antioksidan sebagai penetralnya.

Penelitian sebelumnya menemukan salah satu produk tanaman Indonesia yaitu gambir memiliki kandungan antioksidan yang cukup tinggi. Namun demikian belum ada penelitian yang melaporkan apakah ekstrak gambir efektif untuk mencegah stres oksidatif akibat penyakit periodontal, untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai sejauh mana daya antioksidan ekstrak gambir (Uncaria gambir Roxb) pada saliva penderita periodontitis kronis.


(5)

Kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas diduga menjadi penyebab berbagai penyakit termasuk periodontitis. Antioksidan merupakan jalur pertahanan tubuh pertama yang akan mencegah jaringan periodonsium dari serangan radikal bebas sehingga mempertahankan kondisi jaringan periodonsium yang sehat.

Bila pejamu terinfeksi dengan bakteri patogen, PMN yang ada di dalam tubuh akan direkrut untuk menghancurkan bakteri sehingga terjadi pengeluaran sitokin akibat proses tersebut. Polimorfonuklear berperan dalam terjadinya penyakit periodontal karena PMN adalah respon pejamu yang dominan dan merupakan sistem imun tubuh dari infeksi bakteri oral. Menurut Asman (1987), PMN akan memproduksi superoxide (O2 - ) melalui proses oksidatif sehingga jumlah PMN dan aktivitas oksidatif di jaringan periodonsium akan semakin meningkat.

Menurut Smalley (1998), untuk menghindari kerusakan oksidatif dari produksi superoxide (O2 - ) tersebut, maka antioksidan seperti superoxide dismutase (SOD)


(6)

Hydrogen peroxide akhirnya akan dihilangkan oleh enzim yang kedua terlibat disebut catalase yang lebih banyak terdapat di dalam sel intraselular dibanding sel ekstraselular. Catalase ini bertindak sebagai penghancur hydrogen peroxide dan superoxide. Secara ringkasnya dapat disimpulkan seperti di bawah :

12 2O2- + 2H+ SOD H2O2 +O2 2H2O2 catalase 2H2O+O2

Hydroxyl radical (OH− ) akan diproduksikan melalui reaksi yang melibatkan hydrogen peroxide dan logam seperti Fe2+ atau Cu2+ yang disebut reaksi Fenton dan secara ringkasnya dapat disimpulkan seperti di bawah :

Fe2+ + H2O2 → Fe3+ + OH· + OH− Fe3+ + H2O2 → Fe2+ + OOH· + H+ Mekanisme untuk mencegah hydroxyl radical (OH− ) yang akan merusak sel adalah dengan pengikatan radikal bebas dengan antioksidan dalam bentuk logam seperti lactoferrin, transferrin, haptoglobin dan albumin. Penghapusan hydroxyl radical (OH− ) juga dilakukan oleh vitamin C, uric acid dan reduce glutathione (GSH) yang banyak terdapat di dalam gingival crevicular fluid (GCF).

Dengan adanya antioksidan yang berasal dari sistem pertahanan tubuh terdapat dalam serum, saliva dan GCF, hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan jaringan periodonsium. Jadi tubuh masih dapat bergantung kepada pertahanan antioksidan dari serangan ROS yang masih berada di bawah kondisi normal. Walaupun mekanisme kerja setiap antioksidan berbeda, namun peranannya adalah sama yaitu untuk melindungi sel dan jaringan supaya tetap sehat.