Perbup Nomor 42 Tahun 2011 tentang Izin Usaha Kesehatan Masayarakat Veteriner

BUPATI PAKPAK BHARAT
PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT
NOMOR 42 TAHUN 2011
TENTANG
IZIN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PAKPAK BHARAT,
Menimbang

: a.

b.

c.

Mengingat

: 1.

2.


3.
4.

5.

6.
7.
8.

bahwa untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap pengguna
bahan makanan yang berasal dari hewan dan unggas, perlu diadakan
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap
usaha pemotongan hewan, penjualan daging hewan serta usaha
pemotongan unggas;
bahwa pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada huruf “a”, bertujuan untuk melindungi
kepentingan konsumen dan ketertiban umum;
bahwa untuk memenuhi maksud tersebut pada huruf “a” dan “b”
diatas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Bupati Tentang Izin
Usaha Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2824);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Negara Nomor 3699);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5049);
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Negara Nomor 3253);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu
di Daerah;
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pakpak Bharat (Lembaran
Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 59);

1

9.

Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rincian Tugas Pokok
dan Fungsi Masing-Masing Jabatan pada Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Pakpak Bharat (Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat
Tahun 2009 Nomor 4);
10. Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pendelegasian
Sebagian Wewenang Pengurusan Perizinan dan Non Perizinan
Kepada Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan

Penanaman Modal Kabupaten Pakpak Bharat (Berita Daerah
Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Berita
Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 3).
Memperhatikan :

1.

2.
3.
4.

Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
18 tahun 1979 dan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
05/Ins/Um/3/1979 tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan
Ternak Sapi/Kerbau Bunting dan Sapi/Kerbau Betina Bibit;
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan
Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan;
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
557/Kpts/TN.520/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan

Unggas dan Usaha Pemotongan Unggas;
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
413/Kpts/TN.310/7/1986 tentang Pemotongan Hewan Potong dan
Penanganan Daging Serta Hasil Ikutannya;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan

: PERATURAN
BUPATI TENTANG
MASYARAKAT VETERINER

IZIN USAHA KESEHATAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1.
2.

3.
4.

Daerah adalah Kabupaten Pakpak Bharat.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat.
Bupati adalah Bupati Pakpak Bharat.
Dinas Pertanian dan Perkebunan adalah Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
Pakpak Bharat.
5. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan adalah Kepala Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat.
6. Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan Penanaman Modal selanjutnya disebut
KP2SP-PM adalah Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan Penanaman Modal
Kabupaten Pakpak Bharat.
7. Kepala KP2SP-PM adalah Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan
Penanaman Modal Kabupaten Pakpak Bharat.
8. Petugas adalah pegawai yang ditunjuk oleh Kepala KP2SP-PM yang bertugas
melaksanakan rangkaian proses pelayanan perizinan dan non perizinan di KP2SP-PM
mulai dari melayani informasi dan pengaduan, menerima dan menolak berkas,
memverifikasi berkas, mencetak dan mengolah data perizinan dan membantu tim
teknis.

9. Tim Teknis adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur-unsur Satuan Kerja Perangkat
Daerah teknis terkait yang mempunyai kewenangan untuk memberikan pelayanan
perizinan.
10. Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan
hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak

2

langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
11. Rumah Potong Hewan selanjutnya disingkat RPH adalah suatu bangunan atau kompleks
pemotongan hewan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong
hewan selain unggas untuk konsumsi masyarakat luas.
12. Rumah Potong Unggas selanjutnya disingkat RPU adalah suatu bangunan atau
kompleks pemotongan hewan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat
memotong unggas untuk konsumsi masyarakat luas.
13. Hewan potong adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi .
14. Unggas adalah ayam, bebek, angsa, entok, burung dara, kalkun, burung puyuh, belibis,
itik dan merpati.
15. Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang telah di potong dan layak di
komsumsi.

16. Usaha pemotongan hewan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang /
badan yang melaksanakan pemotongan hewan di rumah potong hewan.
17. Kandang adalah suatu bangunan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah guna
mengistirahatkan atau menempatkan sementara hewan yang akan di potong serta
untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan hewan potong.
18. Angkutan daging adalah kendaraan bermotor khusus yang di sediakan oleh Pemerintah
Daerah untuk mengangkut daging dari rumah potong hewan ke tempat penjualan
daging.
19. Pemeriksaan hewan adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum di sembelih
yang selanjutnya disebut Ante-Mortem.
20. Pemeriksaan daging adalah pemeriksaan daging dan bagian-bagiannya setelah
disembelih yang selanjutnya disebut Post-Morten.
21. Kemajiran suatu kondisi ternak Besar Betina Bertanduk yang tidak dapat menghasilkan
keturunan.
22. Pemeriksaan Kemajiran suatu kegiatan untuk mengetahui kondisi ternak khususnya
ternak betina bahwa ternak tersebut tidak produktif/ tidak menghasilkan keturunan.
23. Fasilitas lainnya adalah pemeriksaan ternak potong, kandang, pemeriksaan daging dan
angkutan daging.
24. Pemotongan darurat adalah pemotongan ternak yang di lakukan secara terpaksa karena
kecelakaan sehingga keadaannya sangat menghawatirkan.

25. Petugas Pemeriksa adalah Dokter Hewan Pemerintah yang ditunjuk atau petugas teknis
kesehatan hewan yang berada dibawah pengawasan dan tanggungjawab dokter hewan
pemerintah, untuk melakukan pemeriksaan ante mortem dan post mortem di Rumah
Potong Hewan atau Tempat Pemotongan Hewan/Unggas.
26. Jagal adalah orang yang bergerak dibidang pemotongan hewan dan penjualan daging
hewan.
27. Surat Izin adalah Surat Izin usaha pemotongan hewan, penjualan daging hewan dan
usaha pemotongan unggas.
28. Pengusaha penjualan daging adalah orang atau badan usaha yang bergerak dibidang
peredaran dan penjualan daging hewan.
BAB II
PERIZINAN
Bagian Pertama
Obyek Dan Subyek Perizinan
Pasal 2
(1) Obyek perizinan adalah penerbitan izin usaha pemotongan hewan, penjualan daging
hewan dan usaha pemotongan unggas.
(2) Subyek perizinan adalah perorangan atau perusahaan berbadan hukum.
(3) Subjek perizinan perusahaan berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:

a. Perseroan Terbatas (PT);
b. Persekutuan Komanditer (CV);
c. Koperasi;
d. Firma (Fa);
e. Bentuk Usaha Lainnya.

3

Bagian Kedua
Ketentuan Perizinan
Pasal 3
(1) Perorangan atau perusahaan berbadan hukum yang akan menyelenggarakan usaha
kesehatan masyarakat veteriner wajib memperoleh izin dari Bupati melalui KP2SP-PM;
(2) Usaha masyarakat veteriner meliputi :
a. Usaha Rumah Potong Hewan (RPH);
b. Usaha Rumah Potong Unggas (RPU);
c. Usaha Pelayanan Kesehatan Hewan atau Unggas, yaitu :
1. Praktek Dokter/Mantri Hewan;
2. Klinik Hewan;
3. Rumah Sakit Hewan.

Bagian Ketiga
Persyaratan Perizinan
Pasal 4
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat di peroleh melalui KP2SP-PM
dengan persyaratan sebagai berikut :
a. izin usaha rumah potong hewan :
1. Surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM;
2. Fotokopi KTP;
3. Fotokopi Surat Keterangan Kepemilikan Tanah;
4. Fotokopi Izin Gangguan (HO);
5. Surat Keterangan Kepemilikan Hewan;
6. Surat Keterangan Pemeriksaan Hewan, Khusus Untuk Betina;
7. Pasfoto ukuran 3 x 4 cm.
b. izin usaha rumah potong unggas :
1. Surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM;
2. Fotokopi KTP;
3. Fotokopi Surat Keterangan Kepemilikan Tanah atau Sertifikat Tanah;
4. Fotokopi Izin Gangguan (HO);
5. Pasfoto ukuran 3 x 4 cm.
c. izin usaha pelayanan kesehatan hewan :
1. Praktek Dokter/Mantri Hewan
a) surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM;
b) fotokopi KTP;
c) fotokopi surat penugasan;
d) fotokopi Ijasah;
e) pasfoto ukuran 3 x 4 cm.
2. Klinik Hewan
a) surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM;
b) akte pendirian yayasan;
c) surat izin dari dokter/mantri penanggung jawab;
d) riwayat pengalaman kerja oleh instansi tempat yang bersangkutan bekerja
(khusus untuk perorangan);
e) fotokopi Izin Gangguan (HO);
f) fotokopi Ijasah paramedis dari personilnya.
3. Rumah Sakit Hewan
a) surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM;
b) daftar perlengkapan;
c) daftar ketenagaan;
d) Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
(2) Persyaratan untuk perubahan, perpanjangan izin sama dengan persyaratan izin baru
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan melampirkan izin asli.
(3) Persyaratan penggantian izin karena hilang :
a. surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM;
b. fotokopi KTP;
c. surat keterangan hilang dari pihak berwajib;
d. dokumen pendukung lainnya.
4

(4) Persyaratan penggantian izin karena rusak :
a. surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM;
b. fotokopi KTP;
c. izin yang telah rusak;
d. dokumen pendukung lainnya.
Bagian Keempat
Tata Cara Memperoleh Izin
Pasal 5
Tata cara pengurusan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) adalah sebagai
berikut:
a. pemohon mengambil dan mengisi formulir yang telah disediakan oleh KP2SP-PM;
b. apabila pengurusan izin dikuasakan maka pemohon wajib melampirkan surat kuasa yang
bermeterai cukup dan ditandatangani oleh pemilik atau pengurus atau penanggungjawab
usaha.
c. formulir permohonan dan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat rangkap 3 (tiga).
d. petugas meneliti kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan yang diajukan oleh
pemohon;
e. berkas yang dinyatakan lengkap dan benar akan diproses lebih lanjut dengan membuat
resi penerimaan berkas;
f. apabila berkas belum lengkap maka petugas akan mengembalikan berkas permohonan
untuk dilengkapi kembali;
g. kepala KP2SP-PM menugaskan tim teknis dan/atau petugas untuk melakukan peninjauan
lapangan dan menerbitkan berita acara paling lama 2 (dua) hari kerja;
h. hasil dari peninjauan lapangan tim teknis untuk permohonan izin usaha sebagaimana
dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) huruf c angka 1, 2, dan 3 diserahkan kepada Kepala
Dinas Pertanian dan Perkebunan sebagai pertimbangan pemberian rekomendasi
penolakan atau persetujuan penerbitan izin paling lama 2 (dua) hari kerja setelah berita
acara hasil peninjauan lapangan terbit;
i. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan wajib melaporkan kepada Bupati melalui
KP2SP-PM alasan penolakan izin apabila tidak layak diterbitkan paling lama 5 (lima) hari
kerja setelah berita acara pemeriksaan lapangan terbit.
j. izin usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) huruf a dan b diterbitkan oleh
KP2SP-PM paling lama 5 (lima) hari kerja setelah berkas dinyatakan lengkap dan benar;
k. izin usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) huruf c angka 1, 2, dan 3
diterbitkan oleh KP2SP-PM paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah berkas dinyatakan
lengkap dan benar;
l. perubahan dan perpanjangan izin selesai paling lama 3 (tiga) hari kerja;
m. penggantian izin karena hilang dan atau rusak selesai paling lama 3 (tiga) hari kerja.
Pasal 6
Perorangan yang akan melakukan kegiatan sebagai jagal, wajib memperoleh izin dari Dinas
Pertanian dan Perkebunan setelah mendapatkan sertifikat dari Kantor Kementerian Agama
Daerah.
Pasal 7
Permohonan izin usaha ditolak apabila :
a. tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan;
b. mengganggu dan atau merusak keseimbangan lingkungan;
c. bertentangan dengan rencana tata ruang daerah dan atau kota;
d. bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 8
(1) Masa berlaku izin usaha kesehatan masyarakat veteriner berlaku selama 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang kembali;
(2) Permohonan perpanjangan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa izin berakhir.
5

BAB III
KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEMEGANG IZIN
Pasal 9
(1) Pemegang izin wajib menghubungi petugas pemeriksa sebelum melaksanakan
penyembelihan.
(2) Setiap hewan dan atau unggas yang hendak dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dibawa ke rumah potong hewan dan atau rumah potong unggas untuk
mendapatkan pelayanan pemeriksaan dan penyembelihan.
Pasal 10
Bagi pemegang izin usaha dilarang :
a. mengalihkan/memindahkan surat izin usaha kesehatan masyarakat veteriner tanpa
persetujuan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
b. melaksanakan usaha kegiatan lain diluar ketentuan yang diatur dalam surat izin usaha
kesehatan masyarakat veteriner;
c. membawa hewan potong ke RPH dan atau RPU, tanpa memiliki surat kepemilikan
hewan/ternak yang sah atau dokumen lain yang dipersamakan;
d. membawa hewan betina dalam keadaan bunting dan atau hewan betina produktif tanpa
surat keterangan dari dokter hewan pemerintah ke RPH untuk dipotong;
e. membawa hewan atau ternak yang masih terikat kontrak atau gaduhan dengan pihak
pemerintah, kecuali ada surat keterangan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan;
f. melanggar peraturan perundangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang berlaku.
BAB IV
PENCABUTAN IZIN
Pasal 11
(1) Izin usaha dicabut apabila :
a. pemegang izin tidak lagi menyelenggarakan usaha;
b. melanggar ketentuan yang berlaku;
(2) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menyampaikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang
waktu masing-masing 1 (satu) minggu.
(3) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan
Kepala KP2SP-PM.
BAB V
PENYELENGGARAAN PELAYANAN
Pasal 12
(1) Pemerintah daerah berwenang menyelenggarakan usaha kesehatan masyarakat
veteriner;
(2) Kewenangan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh
bidang kegiatan kesehatan masyarakat veteriner.
Pasal 13
(1) Kegiatan pemotongan hewan untuk konsumsi umum wajib dilaksanakan di Rumah

Potong Hewan kecuali untuk keperluan adat, budaya dan agama.
(2) Setiap hewan yang akan dipotong harus diperiksa lebih dahulu kesehatannya oleh

petugas yang dihunjuk.
(3) Kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan setelah pemilik

hewan menunjukkan surat keterangan kepemilikan dari Kepala Desa yang bersangkutan.
(4) Daging dan atau bahan-bahan lain dari hewan dapat dipasarkan untuk dikonsumsi

masyarakat setelah dinyatakan layak oleh petugas yang dihunjuk yang melaksanakan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Daging dan atau bahan-bahan yang tidak layak untuk dikonsumsi masyarakat wajib
dimusnahkan oleh petugas yang dihunjuk atau Pejabat yang ditunjuk.

6

BAB VI
PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 14
(1) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap usaha kesehatan masyarakat
veteriner dilakukan oleh Bupati melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan dan dapat
bekerjasama dengan instansi lain yang terkait.
(2) Sebagai upaya pembinaan, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara
usaha kesehatan masyarakat veteriner diberikan teguran dan peringatan tertulis
sebanyak 3 (tiga) kali.
(3) Bupati melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan dapat meminta laporan tentang hal-hal
yang dianggap perlu kepada pimpinan usaha .
(4) Dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian usaha, petugas dari Dinas
Pertanian dan Perkebunan dapat melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu ditempat usaha
dan secara berkala melakukan penelitian terhadap persyaratan teknis kelayakan usaha.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang pembinaan, pengawasan dan pengendalian, diatur dengan
suatu Keputusan Bupati.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Bupati ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya
diatur dengan Keputusan Bupati.
Pasal 16
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini
dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat.
Ditetapkan di Salak
pada tanggal 02 Nopember 2011
BUPATI PAKPAK BHARAT,
dto
REMIGO YOLANDO BERUTU
Diundangkan di Salak
pada tanggal 02 Nopember 2011
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN PAKPAK BHARAT
dto
HOLLER SINAMO
BERITA DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN 2011
NOMOR 147

7

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT
NOMOR 42 TAHUN 2011
TENTANG
IZIN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
I.

UMUM
Bahwa untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap pengguna bahan
makanan yang berasal dari hewan dan unggas, perlu diadakan pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap usaha pemotongan hewan,
penjualan daging hewan serta usaha pemotongan unggas.
Dengan adanya pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
terhadap usaha kesehatan masyarakat veteriner maka kepentingan konsumen dan
ketertiban umum akan terjaga dengan baik.
Untuk maksud tersebut perlu diterbitkan suatu Peraturan Bupati yang mengatur
tentang pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan usaha kesehatan
masyarakat veteriner.
Dengan diberlakukannya Peraturan Bupati ini akan memberi kemudahan bagi
masyarakat yang ingin mendirikan usaha dan juga dalam hal kepastian hukum.

II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
: Cukup jelas
Pasal 2
: Cukup jelas
Pasal 3
: Cukup jelas
Pasal 4
: Cukup jelas
Pasal 5
: Cukup jelas
Pasal 6
: Cukup jelas
Pasal 7
: Cukup jelas
Pasal 8
: Cukup jelas
Pasal 9
: Cukup jelas
Pasal 10 : Cukup jelas
Pasal 11 : Cukup jelas
Pasal 12 : Cukup jelas
Pasal 13 ayat (3)
: Surat Kepemilikan dari Kepala Desa adalah surat keterangan asal
usul hewan/unggas yang dimiliki oleh masyarakat dari Kepala
Desa sebagai pejabat di desa yang mengetahui kondisi di
wilayahnya secara hukum.
Pasal 14 : Cukup jelas
Pasal 15 : Cukup jelas
Pasal 16 : Cukup jelas
TAMBAHAN BERITA DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN 2011 NOMOR 147

8