PERENCANAAN JEMBATAN GANTUNG TUGU SOEHARTO KELURAHAN SUKOREJO KECAMATAN GUNUNGPATI SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

(1)

BAB IV

ANALISIS DATA

4.1 TINJAUAN UMUM

Analisis data diperlukan untuk mendapatkan parameter-parameter yang dibutuhkan dalam perancangan jembatan. Data yang diambil adalah data yang didapat dari instansi maupun dari sumber pustaka. Dalam proses perencanaan jembatan, setelah dilakukan pengumpulan data dilanjutkan dengan dilakukan analisis untuk penentuan bentang maupun kelas jembatan dan lain-lain serta melakukan perhitungan detail jembatan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam perancangan jembatan ini meliputi :

1. Analisis Lalu Lintas 2. Analisis Hidrologi 3. Analisis Tanah

4.2 ANALISIS LALU LINTAS

Besarnya volume lalu-lintas yang ada sangat mempengaruhi lebar efektif jembatan, Perbandingan banyaknya lalu lintas yang melewati jalur jalan tersebut akan menjadi dasar perancangan geometri jalan dan lebar rencana jembatan.

4.2.1 Analisis Data Lalu Lintas

Data sekunder lalu lintas ruas jalan Menoreh diperoleh dari tahun 2002-2007 adalah seperti tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 LHR Ruas Jalan Menoreh (Kendaraan/hari)

No. Jenis

Kendaraaan Karakteristik

Volume Kendaraan/hari

2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kend Kend Kend Kend Kend Kend

1. Motorcycle MC 1455 1117 1398 1017 1514 1728

2. Car LV 566 506 508 612 516 606

3. MiniBus LV 317 311 339 306 395 411

4. MicroTruck LV 95 97 98 97 94 108

5. Truck 2 axl MHV 67 105 102 142 194 200

6. Non motor

trafffic 1492 1493 1455 1555 1543 1534

Jumlah 3992 3629 3900 3729 4256 4587


(2)

Dari Tabel 4.1 di atas LHR dikelompokkan menurut jenis kendaraan jalan perkotaan berdasarkan buku MKJI 1997 menjadi sebagai berikut :

Tabel 4.2 LHR Ruas Jalan Menoreh Berdasarkan Jenis Kendaraan

4.2.2 Pertumbuhan Lalu Lintas

Perkiraan pertumbuhan lalu lintas dapat dihitung dengan menggunakan dua macam metode yaitu :

4.2.2.1 Metode Eksponensial

Perhitungan pertumbuhan lalu lintas dengan metode eksponensial dihitung berdasarkan LHRT, LHRo serta umur rencana (n). Rumus umum yang dipergunakan adalah

LHRT = LHRo (1+i)n Dimana :

LHRT = LHR akhir umur rencana LHRo = LHR awal umur rencana n = umur rencana (tahun)

i = angka pertumbuhan

Dengan menggunakan data sekunder maka nilai pertumbuhan (i) dapat dihitung dan hasil perhitungannnya ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Kend SMP Kend SMP Kend SMP Kend SMP Kend SMP Kend SMP

1 Kendaraan Ringan (LV) 1 978 978 914 914 945 945 1015 1015 1005 1005 1125 1125

2

Kendaraan Berat

Menengah (MHV) 1.3 67 87.1 105 136.5 102 132.6 142 184.6 194 252.2 200 260

3 Sepeda Motor (MC) 0.5 1455 727.5 1117 558.5 1398 699 1017 508.5 1514 757 1728 864

Jumlah - 1793 - 1609 - 1777 - 1708 - 2014 - 2249

Jenis Kendaraan EMP

2007 Jumlah Kendaraan


(3)

Tabel 4.3 Angka Pertumbuhan Lalu lintas Metode Eksponensial No. Tahun LHR LHRo LHRT n I

(smp/jam) (smp/jam) (%)

1. 2002 1793 - - - -

2. 2003 1609 1793 1609 1 -10,3

3. 2004 1777 1609 1777 2 10,44

4. 2005 1708 1777 1708 3 -3,88

5. 2006 2014 1708 2014 4 17,92

6. 2007 2249 2014 2249 5 11,67

Pertumbuhan (i) 5,18

Dari hasil perhitungan dengan metode eksponensial didapat angka pertumbuhan (i) sebesar 5,18 %.

4.2.2.2 Metode Regresi Linier

Perkiraan pertumbuhan lalu lintas menggunakan regresi linier merupakan metode penyelidikan data dan statistik. Analisis tingkat pertumbuhan lalu lintas dengan meninjau data LHR yang lalu, yaitu dari tahun 2002 sampai tahun 2007 lebih jelas tentang pertumbuhan lalu lintas pada ruas jalan tersebut, dapat dilihat pada tabel hubungan antara tahun dan LHR.

Tabel 4.4 Angka Pertumbuhan Lalu Lintas Metode Regresi Linier LHR (smp)

Y

2002 1 1793 -2.5 -65.33 6.25 163.325

2003 2 1609 -1.5 -249.33 2.25 373.995

2004 3 1777 -0.5 -81.33 0.25 40.665

2005 4 1708 0.5 -150.33 0.25 -75.165

2006 5 2014 1.5 155.67 2.25 233.505

2007 6 2249 2.5 390.67 6.25 976.675

21 11150 0 0 17.5 1713

Tahun X

xr x

x = − y yyr 2

x

− −

y x .

Σ

=

Xr = 3,5

6 21

= = Σ

n x

Yr = 1858,33

6 11150=

= Σ

n y

x b na y= + Σ Σ

11150 = 6.a +b.0

a = 1858,33

6 11150 =


(4)

2 _ _

_

x b x a y

x = Σ + Σ Σ

1713 = a.0 + b.17,5

b = 97,88

5 , 17 1713=

i = x100%

a b

i = 100% 5,27%

33 , 1858

88 , 97

= x

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode regresi linier didapat angka pertumbuhan (i) sebesar 5,27 %. Hasil kedua metode di atas angka pertumbuhan (i) pertahun yang diambil adalah angka pertumbuhan terbesar yaitu 5,27 %.

4.2.3 Penentuan LHR Tahun Rencana

Dari survey lapangan yang dilakukan pada tanggal 3 April 2008, dapat diketahui besarnya volume lalu lintas untuk menganalisis kapasitas ruas jalan tersebut. Survey dilaksanakan pada jam–jam tertentu, pencatatan dilakukan dalam interval waktu 15 menit. Hal ini untuk mempermudah pelaksanaan survey di lapangan yang diperkirakan pada jam–jam sibuk dan jam–jam tidak sibuk yaitu pada jam:

• 06.00 – 08.00

• 12.00 – 14.00

• 17.00 – 19.00

Adapun pelaksanaan survey meliputi :

• penentuan jenis kendaraan

• waktu

• asal – tujuan

Berdasarkan MKJI, perencanaan jalan perkotaan untuk menilai setiap kendaraan ke dalam satuan mobil penumpang (smp) maka harus dikalikan dengan faktor equivalensinya (emp), yaitu:

• HV = 1,3 (bus, truk 2 as, truk 3 as)

• LV = 1,0 (mobil penumpang, mikrobis, pick up)

• MC = 0,5 ( sepeda motor)


(5)

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Survey Bulan April 2008 di Jalan Menoreh

Pukul Motor Mobil Truk Bus Pukul Motor Mobil Truk Bus

06.00 - 06.15 19 7 5 5 07.00 - 07.15 20 8 4 4

06.15 - 06.30 18 6 5 5 07.15 - 07.30 19 7 6 4

06.30 - 06.45 18 6 3 5 07.30 - 07.45 19 7 4 4

06.45 - 07.00 17 8 3 4 07.45 - 08.00 18 7 2 5

Jumlah (kend/jam) 72 27 16 19 Jumlah

(kend/jam) 76 29 16 17

Jumlah (smp/jam) 36 27 20,8 24,7 Jumlah

(smp/jam) 38 29 20,8 22,1

Total (smp/jam) 108,5 Total (smp/jam) 109,9

Pukul Motor Mobil Truk Bus Pukul Motor Mobil Truk Bus

12.00 - 12.15 19 7 3 3 13.00 - 13.15 18 6 4 4

12.15 - 12.30 18 6 5 5 13.15 - 13.30 17 5 4 4

12.30 - 12.45 18 6 3 5 13.30 - 13.45 17 5 4 6

12.45 - 13.00 17 6 3 6 13.45 - 14.00 18 5 2 5

Jumlah (kend/jam) 72 25 14 19 Jumlah

(kend/jam) 70 21 14 19

Jumlah (smp/jam) 36 25 18,2 24,7 Jumlah

(smp/jam) 35 21 18,2 24,7

Total (smp/jam) 103,9 Total (smp/jam) 98,9

Pukul Motor Mobil Truk Bus Pukul Motor Mobil Truk Bus

17.00 - 17.15 19 7 5 3 18.00 - 18.15 18 6 6 4

17.15 - 17.30 18 6 5 3 18.15 - 18.30 17 7 6 4

17.30 - 17.45 18 4 5 5 18.30 - 18.45 19 5 4 4

17.45 - 18.00 19 4 2 4 18.45 - 19.00 18 3 1 3

Jumlah (kend/jam) 74 21 17 15 Jumlah

(kend/jam) 72 21 17 15

Jumlah (smp/jam) 37 21 22,1 19,5 Jumlah

(smp/jam) 36 21 22,1 19,5

Total (smp/jam) 99,6 Total (smp/jam) 98,6

Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Survey Bulan April 2008 di Jalan Simongan

Pukul Motor Mobil Truk Bus Pukul Motor Mobil Truk Bus

06.00 - 06.15 19 7 5 4 07.00 - 07.15 20 8 6 5

06.15 - 06.30 18 6 5 5 07.15 - 07.30 19 7 6 5

06.30 - 06.45 18 6 3 5 07.30 - 07.45 19 7 4 6

06.45 - 07.00 18 8 2 4 07.45 - 08.00 19 8 3 6

Jumlah (kend/jam) 73 27 15 18 Jumlah

(kend/jam) 77 30 19 22

Jumlah (smp/jam) 36,5 27 19,5 23,4 Jumlah

(smp/jam) 38,5 30 24,7 28,6


(6)

Pukul Motor Mobil Truk Bus Pukul Motor Mobil Truk Bus

12.00 - 12.15 19 7 5 4 13.00 - 13.15 18 6 6 5

12.15 - 12.30 18 6 5 6 13.15 - 13.30 17 5 4 5

12.30 - 12.45 18 6 3 7 13.30 - 13.45 17 5 4 8

12.45 - 13.00 18 7 4 7 13.45 - 14.00 19 6 3 6

Jumlah (kend/jam) 73 26 17 24 Jumlah

(kend/jam) 71 22 17 24

Jumlah (smp/jam) 36,5 26 22,1 31,2 Jumlah

(smp/jam) 35,5 22 22,1 31,2

Total (smp/jam) 115,8 Total (smp/jam) 110,8

Pukul Motor Mobil Truk Bus Pukul Motor Mobil Truk Bus

17.00 - 17.15 19 7 7 4 18.00 - 18.15 18 6 8 5

17.15 - 17.30 18 6 5 4 18.15 - 18.30 17 7 6 5

17.30 - 17.45 18 4 5 7 18.30 - 18.45 19 5 4 6

17.45 - 18.00 20 5 3 5 18.45 - 19.00 19 4 2 4

Jumlah (kend/jam) 75 22 20 20 Jumlah

(kend/jam) 73 22 20 20

Jumlah (smp/jam) 37,5 22 26 26 Jumlah

(smp/jam) 36,5 22 26 26

Total (smp/jam) 111,5 Total (smp/jam) 110,5

Dari hasil survey didapat arus jam puncak di jalan Menoreh terjadi pada pukul 07.00 - 08.00 sebesar 109,9 smp/jam dengan persentase arah tujuan kendaraan 47%, sedangkan arus jam puncak di jalan Simongan sebesar 121,8 smp/jam dengan persentase arah tujuan kendaraan 60%.

Arus Jam Puncak = (47% x 109,9) + (60% x 121,8) = 125 smp/jam

Berdasarkan MKJI 1997 untuk jalan dalam kota, faktor k diambil 0,06.

Jadi, LHRT = ⎟

⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

k

puncak jam

Arus

= ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

06 , 0 125

= 2079 smp/hari

LHRT yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan data primer adalah 2079 smp/hari. Masa pembangunan selama 1 tahun, umur rencana 50 tahun. Maka LHR tahun rencana ( LHR 2059 ) :

LHR2059 = 2079 x (1 + 0,0527)51


(7)

4.2.4 Penentuan Kelas Jalan

Untuk menentukan kelas jalan mengacu pada buku Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan 2004 sebagai berikut :

Tabel 4.7 Klasifikasi Fungsi Jalan dan Kelas Jalan

Fungsi LHRT

(satuan smp/2 arah/hari) Kelas

Primer

Arteri 1

Kolektor >10000 < 10000

1 2

Sekunder

Arteri > 20000 < 20000

1 2 Kolektor > 6000

< 6000

2 3 Jalan lokal > 500

< 500

3 4

Sumber : Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, 2004 Berdasarkan perhitungan LHR Tahun Rencana bahwa ruas jalan tersebut digolongkan pada jalan Arteri Sekunder kelas 1 (LHRT rencana = 28534 smp/hari) > 20000 smp/hari.

Tabel 4.8 Penentuan Kecepatan Rencana

Tipe Kelas Kecepatan Rencana (km/jam)

Tipe I Kelas 1 100 ; 80

Kelas 2 80 ; 60

Tipe II

Kelas 1 60

Kelas 2 60 ; 50

Kelas 3 40 ; 30

Kelas 4 30 ; 20

Sumber : Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, 2004

Berdasarkan tabel di atas, maka kecepatan rencana yang disarankan untuk jalan tipe II kelas 1 adalah 60 km/jam.


(8)

4.2.5 Penentuan Geometri Jalan 4.2.5.1 Kapasitas Jalan

Direncanakan lebar lajur 3,25 meter 2/2UD. Rumus yang digunakan untuk menghitung kapasitas jalan perkotaan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, adalah sebagai berikut :

C = Co x FCw x FCSP x FCSF x FCCS

= 2900 x 0,93 x 1,00 x 0,94 x 1,00 = 2548 smp/jam

Dimana :

C = kapasitas (smp/jam). Co = kapasitas dasar (smp/jam).

FCw = faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas.

FCSP = faktor penyesuaian pemisah arah.

FCSF = faktor penyesuaian hambatan samping.

FCCS = faktor penyesuaian ukuran kota.

4.2.5.2Arus Jam Rencana (QDH) QDH = k x LHRT

= 0,06 x 28534 = 1712 smp/jam

Dimana :

QDH = Arus jam rencana.

k = 0,06 (MKJI 1997 untuk jalan dalam kota). LHRT = lalu lintas harian rata-rata tahunan.

4.2.5.3Derajat Kejenuhan (DS) pada Tahun Rencana Dengan membandingkan kedua di atas :

DS =

C QDH

DS = =

2548 1712


(9)

Dari hasil perhitungan nilai parameter tingkat kinerja jalan di atas, besarnya DS memenuhi persyaratan (DS ideal adalah ≤ 0,75), maka kondisi jalan dengan 2/2 UD masih layak dipergunakan sampai umur rencana hingga tahun 2059.

Klasifikasi Perencanaan Jembatan Gantung Tugu Soeharto kelurahan Sukorejo kecamatan Gunungpati Semarang, dipergunakan jalan 2 lajur 2 arah tanpa median (2/2 UD) dengan kelas jalan arteri sekunder kelas 1, dan kecepatan rencana 60 km/jam.

Lebar Lajur = 2 x 3,25 m = 6,5 m Lebar Trotoar = 2 x 1,50 m = 3,0 m Lebar Bahu = 2 x 0,50 m = 1,0 m +

Lebar Jembatan = 10,5 m

4.3 ANALISIS HIDROLOGI

Data-data hidrologi yang diperlukan dalam merencanakan suatu jembatan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Peta topografi DAS

2. Peta situasi dimana jembatan akan dibangun 3. Data curah hujan dari stasiun pemantau terdekat

Data hidrologi diperlukan untuk mencari nilai debit banjir rencana yang kemudian digunakan untuk mencari clearence jembatan dari muka air tertinggi. Untuk lebih jelasnya data hidrologi akan diolah menurut cara-cara berikut ini :

4.3.1 Analisis Curah Hujan

Data curah hujan yang didapat, dihitung curah hujan rencana dengan distribusi

Gumbell. Sebagai pendekatan analisis frekuensi curah hujan ini hanya dikhususkan pada curah hujan maksimum dalam satu tahun. Dari data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah Semarang diambil dua lokasi stasiun, yaitu Petompon dan Ahmad Yani, curah hujan bulanan diambil dari data sepuluh tahunan yaitu dari tahun 1998 – 2007 adalah sebagai berikut :


(10)

Tabel 4.9 Data Curah Hujan Stasiun Petompon (mm/hari)

NO. TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Maksimum

1. 1998 2368 1972 2134 2206 1768 946 724 473 0 9 32 1880 2368

2. 1999 1828 1864 1612 1540 1864 974 920 352 146 50 328 2098 2098

3. 2000 1738 1576 1324 1432 1208 806 0 66 34 41 144 1414 1738

4. 2001 1792 1828 1900 1360 1160 820 666 0 6 29 376 1450 1900

5. 2002 2656 2206 2296 2422 1400 1352 1338 451 132 65 576 2278 2656

6. 2003 1558 3034 1828 2458 1160 1142 1296 0 48 0 512 2296 3034

7. 2004 2350 1990 1558 1864 1752 1170 1296 0 6 15 80 2296 2350

8. 2005 1630 1864 1666 1558 1304 1380 498 132 26 5 80 1450 1864

9. 2006 1612 2278 1324 1324 1144 960 1310 209 20 58 416 1846 2278

10. 2007 2171 1954 1270 1324 1480 0 0 242 0 8 152 1990 2171

Total 22457

Rata-rata 2245,70 Deviasi 389,729

k 2,590

XT (mm) 3255,099

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika

Tabel 4.10 Data Curah Hujan Stasiun Ahmad Yani (mm/hari)

NO. TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Maksimum

1. 1998 2845 1653 2010 720 1474 362 1082 129 0 0 576 721 2845

2. 1999 2773 1546 2310 480 1173 216 842 274 243 124 548 664 2773

3. 2000 2380 1427 900 1260 810 845 90 690 216 1230 1203 1025 2380

4. 2001 2190 967 1140 960 968 513 180 548 694 726 816 332 2190

5. 2002 1418 1256 1290 1050 274 630 750 190 395 843 1082 1242 1418

6. 2003 1114 2680 360 570 546 936 540 0 124 67 1262 1560 2680

7. 2004 1904 2862 900 1050 573 157 0 0 217 187 621 1583 2862

8. 2005 2590 2260 870 1170 548 307 314 0 304 243 182 245 2590

9. 2006 2176 2053 1080 810 326 210 523 235 124 1026 546 1524 2176

10. 2007 2375 2140 1140 1110 360 846 364 236 0 0 504 639 2375

Total 24289

Rata-rata 2428,90 Deviasi 436,701

k 2,590

XT (mm) 3559,956


(11)

Perhitungan curah hujan rencana distribusi Gumbell

Data yang digunakan untuk menghitung curah hujan rencana dengan Distribusi Gumbell ini adalah data hujan selama 10 tahun dari tahun 1998 – 2007. Debit banjir rencana ditentukan untuk periode ulang 50 tahun.

Rumus Subarkah 1980 :

Kr = 0,78 x

⎭ ⎬ ⎫ ⎩

⎨ ⎧

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − −

Tr

1 1

ln - 0,45 Tr => 50 tahun

Kr = -0,430

Untuk Stasiun Hujan Ahmad Yani R50 =

R+ Kr x Sx

= 2245,70 – 0,430 x 389,29 = 2078,11 mm

Untuk Stasiun Hujan Ahmad Yani R50 =

R+ Kr x Sx

= 2428,9 – 0,430 x 436,701 = 2241,12 mm

R50 diambil = 2159,615

2

12 , 2241 11 ,

2078 + =

mm

4.3.2 Analisis Debit Banjir ( Q )

Analisis debit banjir diperlukan untuk mengetahui besarnya debit banjir pada periode ulang tertentu. Periode ulang debit banjir yang direncanakan adalah 50 tahunan (QTr=Q50).

Berikut ini adalah data sungai Kaligarang dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, yang akan digunakan dalam perhitungan banjir rencana :

Luas DAS ( A ) = 22,38 km2

Panjang aliran sungai ( L ) = 35,7 km = 35700 m Perbedaan ketinggian ( H ) = 87,3 m

Kemiringan dasar sungai ( i ) = 0,00244


(12)

Kecepatan aliran (V) = 72. 6 , 0 ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ L H

= 72.

6 , 0 35700 3 , 87 ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡

= 1,95 m/det

Time concentration (TC) =

V L = 95 , 1 35700

= 18307,69 detik = 5,09 jam

Intensitas hujan (I) = 24 R x 67 , 0 24 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ C T = 24 615 , 2159 x 67 , 0 09 , 5 24 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

= 254,33 mm/jam

Debit banjir (QTr) = 0,278 (C.I.A)

= 0,278 (0,6 x 254,33 x 22,38)

= 949,22 m3/det

4.3.3 Analisis Tinggi Muka Air Banjir

Pada Analisis ini yang dihitung adalah tinggi muka air banjir yang dihasilkan oleh debit banjir 50 tahunan untuk mengetahui pengaruh tinggi muka air banjir rencana yang pada akhirnya dapat diperhitungkan tinggi jagaan (freeboard) dan tinggi jembatan itu sendiri.

Gambar 4.1 Penampang Melintang Sungai Kaligarang Q =

n

1

.R23.S12.A

R =

P A

dimana :

R = jari-jari hidrolis

S = kemiringan saluran (sloope) = 0,00244

h Q1

Q2

Q3 Q4 Q5

Q6 Q7

15500 7000 19000 2500 7000 15600 18300

4 700 20 59 35 44 3 810 35 55


(13)

A = luas penampang basah P = keliling basah

n = koefisien manning = 0,017 (keadaan saluran berbatu) maka,

n1 = 0,017

A1 = 15,5 ( h – 4,7 )

P1 = 15,5 + h – 4,7

R1 =

7 , 4 5 , 15 ) 7 , 4 ( 5 , 15 − + − h h

S1 = 0,00244

Q1 =

017 , 0

1

. 3

2 7 , 4 5 , 15 ) 7 , 4 ( 5 , 15 ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − + − h h

. 0,0024412.

{

15,5(h4,7)

}

n2 = 0,017

A2 =

(

2 4,7

)

.7

2

1

h = 3,5 ( 2h – 4,7 ) P2 = 8,5

R2 =

5 , 8 7 ). 7 , 4 2 ( 2 1 h

= 0,41 ( 2h – 4,7 )

S2 = 0,00244

Q2 =

017 , 0

1

.

{

(

)

}

3

2 7 , 4 2 41 ,

0 h− . 0,0024412.

{

3,5(2h4,7)

}

n3 = 0,017

A3 = 19 h

P3 = 19

R3 = h

S3 = 0,00244

Q3 =

017 , 0

1

.

{ }

3 2

h . 0,0024412.

{ }

19h

n4 = 0,017

A4 =

(

2 2,05

)

.2,5

2

1

h = 1,25 ( 2h – 2,05 )

P4 = 3,3

R4 = 0,38 ( 2h – 2,05 )

S4 = 0,00244

Q4 =

017 , 0

1

.

{

(

)

}

3

2 05 , 2 2 38 ,


(14)

n5 = 0,017

A5 =

(

2 5,6

)

.7

2 1

h

P5 = 7,155

R5 = 0,49 ( 2h – 5,6 )

S5 = 0,00244

Q5 =

017 , 0

1

.

{

(

)

}

3

2 6 , 5 2 49 ,

0 h− . 0,0024412.

{

3,5(2h5,6)

}

n6 = 0,017

A6 =

(

2 7,35

)

.15,6

2 1

h

P6 = 15,58

R6 = 0,5 ( 2h – 7,35 )

S6 = 0,00244

Q6 =

017 , 0

1

.

{

(

)

}

3

2 35 , 7 2 5 ,

0 h− . 0,0024412.

{

7,08(2h7,35)

}

n7 = 0,017

A7 =

(

2 7,36

)

18,3

2 1

h = 9,15 ( 2h – 7,36 )

P7 = 18,4 + h – 7,36

R7 =

36 , 7 4 , 18 ) 36 , 7 2 ( 15 , 9 − + − h h

S7 = 0,00244

Q7 =

017 , 0

1

. 3

2 36 , 7 4 , 18 ) 36 , 7 2 ( 15 , 9 ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − + − h h

. 0,0024412.

{

9,15(2h7,36)

}

Debit total saluran (Q) = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 + Q5 + Q6 + Q7 949,22 m3/dt = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 + Q5 + Q6 + Q7 Dengan coba-coba didapatkan nilai :

h = 4,86 m

Berdasar hasil perhitungan di atas, maka minimal tinggi jembatan dari dasar sungai adalah h + tinggi jagaan = 4,86 + 1,5 = 6,36 m.

4.3.4 Analisis Terhadap Penggerusan Dasar Sungai

Penggerusan (scouring) terjadi di dasar sungai di bawah abutment akibat aliran sungai yang mengikis lapisan tanah dasar sungai. Dalamnya penggerusan dihitung


(15)

dengan menggunakan metode Lacey. Analisis penggerusan sungai diperhitungkan untuk keamanan dari adanya gerusan aliran sungai.

• Jenis tanah dasar adalah pasir kasar (coarse sand), maka berdasarkan tabel 2.9 didapatkan faktor lempung lacey ( f ) = 1,5

• Bentang jembatan ( L ) = 90 m

• Lebar alur sungai ( W ) = 19 m

Rumusan yang dipakai untuk menganalisis gerusan sebagai berikut :

Untuk L > W → d = 0,473 x

33 , 0 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ f Q

dimana :

d = kedalaman gerusan normal dari muka air banjir (m)

Q = debit banjir maksimum (m3/det)

f = faktor Lempung Lacey yang merupakan keadaan tanah dasar

• Dari rumus Lacey : d = 0,473 x

33 , 0 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ f Q

= 0,473 x

33 , 0

5 , 1 949,22

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

= 3,974 m

• Karena kondisi aliran sungai Kaligarang adalah aliran lurus, maka : Kedalaman penggerusan maximum = 1,27 d (Tabel 2.11)

= 1,27 x 3,974

= 5,048 m dari muka air banjir Kedalaman penggerusan yang terjadi = d - h

= 3,974 m – 4,86 m = - 0,886 m

dmaks = 1,27 × 0,886 = 1,125 m

Jadi, kedalaman scouring maksimum adalah -1,125 m dari muka tanah (dasar sungai).

4.4 ANALISIS TANAH

Analisis tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik dan teknis tanah di lokasi untuk menentukan jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pada jembatan Tugu Soeharto. Pengetahuan yang lengkap mengenai karakteristik tanah dimana akan dibangun suatu bangunan adalah hal yang sangat penting mengingat seluruh beban baik beban sendiri bangunan maupun beban layan seluruhnya akan disalurkan ke tanah


(16)

melalui pondasi. Dalam proyek bangunan sipil, hampir tidak ada dua tempat yang memiliki karakteristik tanah yang persis sama. Oleh karena itu, untuk bangunan-bangunan yang dikategorikan sebagai bangunan-bangunan berat adalah mutlak dilakukan penyelidikan tanah untuk memastikan agar bangunan tersebut nantinya dapat berfungsi dengan baik dan stabil.

Pekerjaan sondir yaitu pekerjaan untuk mengetahui tahanan conus (conus resistance) yaitu dengan menggunakan alat sondir berupa sebuah kerucut dari besi yang ditekan ke dalam tanah pada titik-titik tertentu yang sudah ditentukan dengan gaya tertentu yang dapat dibaca skalanya untuk setiap jenis dan kedalaman tanah. Pekerjaan sondir dilakukan pada dua titik sondir. Pada pekerjaan sondir alat yang dipergunakan adalah sondir mesin hidrolis tipe Dutch Cone Penetrometer dengan kapasitas 10,00 ton dan tahanan konus (cone resistance) maksimum qc = 700,00 kg/cm2. Penyelidikan tanah dilakukan empat titik uji sondir yaitu S1, S2, S3, dan S4.

Tabel 4.11 Nilai Conus Resistance dan Total Friction pada Pekerjaan Sondir

No Titik Total Kedalaman ( m )

Conus Resistance

( kg/cm2 )

Total Friction

( kg/cm )

S1 - 2,00 0,0 s/d 250,0 265,00

S2 - 2,00 0,0 s/d 250,0 265,00

S3 - 4,40 0,0 s/d 230,0 240,00

S4 - 4,40 0,0 s/d 240,0 250,00

Sumber : Lab. Mektan Unika Soegijopranoto Penentuan jenis pondasi dilihat dari kedalaman lapisan tanah pendukung. Bentuk alternatif pondasi tertera pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.12 Jenis–jenis Pondasi

Jenis Pondasi Kedalaman Lapisan Pendukung Pondasi langsung

Pondasi sumuran Pondasi tiang beton Pondasi tiang baja

0 – 2 m 2 – 15 m 15 – 60 m

7 - ~ m

Sumber : Buku Pegangan Kuliah Rekayasa Pondasi 2, Undip

Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa tanah keras pada S1 dan S2 terletak pada kedalaman - 2,00 m, sedangkan tanah keras pada S3 dan S4 terletak pada kedalaman - 4,40 m, maka sebaiknya pondasi yang digunakan yaitu pondasi sumuran.


(1)

Perhitungan curah hujan rencana distribusi Gumbell

Data yang digunakan untuk menghitung curah hujan rencana dengan Distribusi Gumbell ini adalah data hujan selama 10 tahun dari tahun 1998 – 2007. Debit banjir rencana ditentukan untuk periode ulang 50 tahun.

Rumus Subarkah 1980 : Kr = 0,78 x

⎭ ⎬ ⎫ ⎩

⎨ ⎧

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − −

Tr

1 1

ln - 0,45 Tr => 50 tahun Kr = -0,430

Untuk Stasiun Hujan Ahmad Yani

R50 = −

R+ Kr x Sx

= 2245,70 – 0,430 x 389,29 = 2078,11 mm

Untuk Stasiun Hujan Ahmad Yani

R50 = −

R+ Kr x Sx

= 2428,9 – 0,430 x 436,701 = 2241,12 mm

R50 diambil = 2159,615 2

12 , 2241 11 ,

2078 + =

mm

4.3.2 Analisis Debit Banjir ( Q )

Analisis debit banjir diperlukan untuk mengetahui besarnya debit banjir pada periode ulang tertentu. Periode ulang debit banjir yang direncanakan adalah 50 tahunan (QTr=Q50).

Berikut ini adalah data sungai Kaligarang dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, yang akan digunakan dalam perhitungan banjir rencana :

Luas DAS ( A ) = 22,38 km2

Panjang aliran sungai ( L ) = 35,7 km = 35700 m Perbedaan ketinggian ( H ) = 87,3 m

Kemiringan dasar sungai ( i ) = 0,00244


(2)

Kecepatan aliran (V) = 72.

6 , 0

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡

L H

= 72.

6 , 0

35700 3 , 87

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

= 1,95 m/det

Time concentration (TC) =

V L

= 95 , 1 35700

= 18307,69 detik = 5,09 jam

Intensitas hujan (I) = 24

R

x

67 , 0

24 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

C

T

= 24

615 , 2159

x

67 , 0

09 , 5

24 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

= 254,33 mm/jam Debit banjir (QTr) = 0,278 (C.I.A)

= 0,278 (0,6 x 254,33 x 22,38) = 949,22 m3/det

4.3.3Analisis Tinggi Muka Air Banjir

Pada Analisis ini yang dihitung adalah tinggi muka air banjir yang dihasilkan oleh debit banjir 50 tahunan untuk mengetahui pengaruh tinggi muka air banjir rencana yang pada akhirnya dapat diperhitungkan tinggi jagaan (freeboard) dan tinggi jembatan itu sendiri.

Gambar 4.1 Penampang Melintang Sungai Kaligarang

Q =

n

1

.R23.S12.A

R =

P A

dimana :

R = jari-jari hidrolis

S = kemiringan saluran (sloope) = 0,00244

h Q1

Q2

Q3 Q4 Q5

Q6 Q7

15500 7000 19000 2500 7000 15600 18300

4

700

20

59 35

44

3

810

35


(3)

A = luas penampang basah P = keliling basah

n = koefisien manning = 0,017 (keadaan saluran berbatu) maka,

n1 = 0,017

A1 = 15,5 ( h – 4,7 ) P1 = 15,5 + h – 4,7 R1 =

7 , 4 5 , 15 ) 7 , 4 ( 5 , 15 − + − h h

S1 = 0,00244 Q1 =

017 , 0

1

. 3

2 7 , 4 5 , 15 ) 7 , 4 ( 5 , 15 ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − + − h h

. 0,0024412.

{

15,5(h4,7)

}

n2 = 0,017

A2 =

(

2 4,7

)

.7 2

1

h = 3,5 ( 2h – 4,7 ) P2 = 8,5

R2 =

5 , 8 7 ). 7 , 4 2 ( 2 1 h

= 0,41 ( 2h – 4,7 ) S2 = 0,00244

Q2 = 017 , 0

1

.

{

(

)

}

3 2 7 , 4 2 41 ,

0 h− . 0,0024412.

{

3,5(2h4,7)

}

n3 = 0,017 A3 = 19 h P3 = 19 R3 = h

S3 = 0,00244 Q3 =

017 , 0

1

.

{ }

3 2

h . 0,0024412.

{ }

19h

n4 = 0,017

A4 =

(

2 2,05

)

.2,5 2

1

h = 1,25 ( 2h – 2,05 ) P4 = 3,3

R4 = 0,38 ( 2h – 2,05 ) S4 = 0,00244

Q4 = 017 , 0

1

.

{

(

)

}

3 2 05 , 2 2 38 ,


(4)

n5 = 0,017

A5 =

(

2 5,6

)

.7 2

1 −

h

P5 = 7,155

R5 = 0,49 ( 2h – 5,6 ) S5 = 0,00244 Q5 =

017 , 0

1

.

{

(

)

}

3 2

6 , 5 2 49 ,

0 h− . 0,0024412.

{

3,5(2h5,6)

}

n6 = 0,017

A6 =

(

2 7,35

)

.15,6 2

1 −

h

P6 = 15,58

R6 = 0,5 ( 2h – 7,35 ) S6 = 0,00244 Q6 =

017 , 0

1

.

{

(

)

}

3 2

35 , 7 2 5 ,

0 h− . 0,0024412.

{

7,08(2h7,35)

}

n7 = 0,017

A7 =

(

2 7,36

)

18,3 2

1 −

h = 9,15 ( 2h – 7,36 ) P7 = 18,4 + h – 7,36

R7 =

36 , 7 4 , 18

) 36 , 7 2 ( 15 , 9

− +

h h

S7 = 0,00244 Q7 =

017 , 0

1

. 3

2

36 , 7 4 , 18

) 36 , 7 2 ( 15 , 9

⎭ ⎬ ⎫ ⎩

⎨ ⎧

− +

h h

. 0,0024412.

{

9,15(2h7,36)

}

Debit total saluran (Q) = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 + Q5 + Q6 + Q7 949,22 m3/dt = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 + Q5 + Q6 + Q7 Dengan coba-coba didapatkan nilai :

h = 4,86 m

Berdasar hasil perhitungan di atas, maka minimal tinggi jembatan dari dasar sungai adalah h + tinggi jagaan = 4,86 + 1,5 = 6,36 m.

4.3.4 Analisis Terhadap Penggerusan Dasar Sungai

Penggerusan (scouring) terjadi di dasar sungai di bawah abutment akibat aliran sungai yang mengikis lapisan tanah dasar sungai. Dalamnya penggerusan dihitung


(5)

dengan menggunakan metode Lacey. Analisis penggerusan sungai diperhitungkan untuk keamanan dari adanya gerusan aliran sungai.

• Jenis tanah dasar adalah pasir kasar (coarse sand), maka berdasarkan tabel 2.9 didapatkan faktor lempung lacey ( f ) = 1,5

• Bentang jembatan ( L ) = 90 m • Lebar alur sungai ( W ) = 19 m

Rumusan yang dipakai untuk menganalisis gerusan sebagai berikut : Untuk L > W → d = 0,473 x

33 , 0

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛

f Q

dimana :

d = kedalaman gerusan normal dari muka air banjir (m)

Q = debit banjir maksimum (m3/det)

f = faktor Lempung Lacey yang merupakan keadaan tanah dasar • Dari rumus Lacey :

d = 0,473 x

33 , 0

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛

f Q

= 0,473 x

33 , 0

5 , 1 949,22

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

= 3,974 m

• Karena kondisi aliran sungai Kaligarang adalah aliran lurus, maka : Kedalaman penggerusan maximum = 1,27 d (Tabel 2.11)

= 1,27 x 3,974

= 5,048 m dari muka air banjir Kedalaman penggerusan yang terjadi = d - h

= 3,974 m – 4,86 m = - 0,886 m

dmaks = 1,27 × 0,886 = 1,125 m

Jadi, kedalaman scouring maksimum adalah -1,125 m dari muka tanah (dasar sungai).

4.4 ANALISIS TANAH

Analisis tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik dan teknis tanah di lokasi untuk menentukan jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pada jembatan Tugu Soeharto. Pengetahuan yang lengkap mengenai karakteristik tanah dimana akan dibangun suatu bangunan adalah hal yang sangat penting mengingat seluruh beban baik beban sendiri bangunan maupun beban layan seluruhnya akan disalurkan ke tanah


(6)

melalui pondasi. Dalam proyek bangunan sipil, hampir tidak ada dua tempat yang memiliki karakteristik tanah yang persis sama. Oleh karena itu, untuk bangunan-bangunan yang dikategorikan sebagai bangunan-bangunan berat adalah mutlak dilakukan penyelidikan tanah untuk memastikan agar bangunan tersebut nantinya dapat berfungsi dengan baik dan stabil.

Pekerjaan sondir yaitu pekerjaan untuk mengetahui tahanan conus (conus resistance) yaitu dengan menggunakan alat sondir berupa sebuah kerucut dari besi yang ditekan ke dalam tanah pada titik-titik tertentu yang sudah ditentukan dengan gaya tertentu yang dapat dibaca skalanya untuk setiap jenis dan kedalaman tanah. Pekerjaan sondir dilakukan pada dua titik sondir. Pada pekerjaan sondir alat yang dipergunakan adalah sondir mesin hidrolis tipe Dutch Cone Penetrometer dengan kapasitas 10,00 ton dan tahanan konus (cone resistance) maksimum qc = 700,00 kg/cm2. Penyelidikan tanah dilakukan empat titik uji sondir yaitu S1, S2, S3, dan S4.

Tabel 4.11 Nilai Conus Resistance dan Total Friction pada Pekerjaan Sondir

No Titik Total Kedalaman ( m )

Conus Resistance

( kg/cm2 )

Total Friction

( kg/cm )

S1 - 2,00 0,0 s/d 250,0 265,00 S2 - 2,00 0,0 s/d 250,0 265,00 S3 - 4,40 0,0 s/d 230,0 240,00 S4 - 4,40 0,0 s/d 240,0 250,00

Sumber : Lab. Mektan Unika Soegijopranoto

Penentuan jenis pondasi dilihat dari kedalaman lapisan tanah pendukung. Bentuk alternatif pondasi tertera pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.12 Jenis–jenis Pondasi

Jenis Pondasi Kedalaman Lapisan Pendukung

Pondasi langsung

Pondasi sumuran

Pondasi tiang beton Pondasi tiang baja

0 – 2 m

2 – 15 m

15 – 60 m 7 - ~ m

Sumber : Buku Pegangan Kuliah Rekayasa Pondasi 2, Undip

Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa tanah keras pada S1 dan S2 terletak pada kedalaman - 2,00 m, sedangkan tanah keras pada S3 dan S4 terletak pada kedalaman - 4,40 m, maka sebaiknya pondasi yang digunakan yaitu pondasi sumuran.