Prosiding Mandailing Natal

PENELITIAN KEPROSPEKAN DAN OPTIMALISASI BAHAN GALIAN UNTUK
WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MANDAILING NATAL,
PROVINSI SUMATERA UTARA
Mangara P. Pohan , Ridwan Arief , Yuman Pertamana
Kelompok Penyelidikan Konservasi dan Unsur Tanah Jarang
SARI
Bahan galian yang terdapat di suatu daerah tidak dapat begitu saja ditambang, tetapi harus dikaji terlebih
dahulu baik secara teknis maupun non teknis agar kegiatan pertambangan tersebut tidak menimbulkan
permasalahan, baik terhadap kegiatan pertambangan itu sendiri maupun terhadap sosial dan lingkungan.
Selain itu kegiatan pertambangan juga memerlukan penerapan kaidah konservasi agar diperoleh manfaat
bahan galian yang terencana, optimal dan terhindar dari penyia-nyiaan.
Penelitian Keprospekan dan Optimalisasi Bahan Galian untuk Wilayah Pertambangan di daerah
Kabupaten Mandailing Natal bertujuan untuk mengevaluasi prospek tidaknya bahan galian di suatu
daerah untuk dijadikan Wilayah Pertambangan dan evaluasi bahan galian lain serta mineral ikutannya.
Penelitian untuk bahan galian batubara, emas aluvial, besi, dan batuan peridotit ditinjau dari
potensi, infrastruktur dan keadaan geologi, tidak dimungkinkan untuk dijadikan suatu daerah Wilayah
Pertambangan. Untuk bahan galian mangan di daerah S. Binuang dan S. Bulubadak, Desa Ranto Sore
berdasarkan potensi yang diketahui, mangan hanya dapat dijadikan penambangan rakyat.
Potensi bahan galian lain kaolin hasil dari pelapukan mineral aluminium silikat terjadi akibat
ubahan hidrotermal di daerah Bukir Godang dan kaolin pada lapisan batubara di daerah penelitian tidak
prospek untuk diusahakan.

Kandungan Cu pada beberapa tailing hasil pengolahan tambang rakyat sebesar 14616 ppm dari
Tambang Pionggu, 9420 ppm dari Tambang Dingin dan 7684 ppm dari Tambang Ubi cukup tinggi,
diperlukan kajian dan penelitian khusus untuk mengolah kembali Cu agar tidak terbuang sia-sia.
Daerah Subun-subun, A. Rotap, Prospek Nalanjae, Prospek Nalanjulu, Tambang Habo, Tambang
Pionggu, Sunda Parit dan Tambang Ubi, berdasarkan (Sk.126/Menhut-Ii/2004) termasuk Kawasan Hutan
Lindung. Sedangkan dari hasil penyelidikan dan penelitian terdahulu serta hasil analisis conto, daerahdaerah tersebut prospek untuk ditindak lanjuti. Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia, Nomor 24 Tahun 2010, pasal 5 ayat 1 dan melihat lokasi, kesampaian daerah, lingkungan dan
infrastruktur, daerah tersebut kemungkinan berpotensi untuk dijadikan sebagai Wilayah Pertambangan.
PENDAHULUAN
Kegiatan pertambangan merupakan suatu
tahapan kegiatan yang diawali dengan
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi,penambangan,
pengangkutan
/
penjualan dan diakhiri dengan rehabilitasi lahan
pasca tambang. Namun demikian, deposit bahan
tambang yang terdapat pada suatu daerah tidak
dapat begitu saja ditambang, tetapi harus dikaji
terlebih dahulu apakah deposit tersebut layak

untuk ditambang. Hal ini bertujuan untuk
menghindari timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan yang tidak diharapkan maupun
terjadinya konflik kepentingan penggunaan
lahan yang sering berlarut-larut dalam
pemecahannya.
Selain
itu
kegiatan
pertambangan juga memerlukan penerapan

kaidah konservasi agar diperoleh manfaat bahan
galian yang terencana, optimal dan mencegah
pemborosan
dan untuk mewujudkan dan
tercapainya pemanfaatan bahan galian secara
bijaksana dengan sasaran untuk mensejahterakan
masyarakat serta melaksanakan pembangunan
yang berkelanjutan.
Untuk mengkaji hal tersebut di atas

Kelompok Program Penelitian Konservasi, Pusat
Sumber Daya Geologi, Badan Geologi
berdasarkan tugas pokok dan fungsinya dengan
biaya Anggaran DIPA 2010 melakukan
penelitian di daerah Kabupaten Mandailing
Natal, Provinsi Sumatera Utara dengan tujuan
mengetahui keprospekan suatu bahan galian
untuk dijadikan wilayah pertambangan.
GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN

1. Morfologi
Morfologi daerah ini secara umum terdiri
dari tiga satuan :
a. Satuan morfologi pedataran
Terletak disebelah barat daerah penelitian
(daerah pantai) disusun oleh endapan gambut,
dan aluvial.
b. Satuan morfologi perbukitan rendah
Terletak diantara satuan morfologi pedataran
dengan satuan morfologi perbukitan terjal,

dicirikan oleh perbukitan rendah dan
bergelombang dengan kemiringan berkisar
antara 15 – 30 %, disusun oleh batuan
gunungapi berupa tufa, breksi lava dan sedimen
Kuarter.
Daerah ini umumnya telah ditanami oleh
kelapa sawit.
c. Satuan morfologi perbukitan terjal
Menduduki bagian timur daerah penelitian
merupakan hutan primer yang cukup rapat
dengan ketinggian berkisar antara 200 m hingga
502 m diatas permukaan laut, terdiri dari batuan
gunungapi dan batuan terobosan yang relatif
keras dan kompak. Kemiringan lereng berkisar
60-80%.
2. Geologi Umum
Secara
umum
stratigrafi
Kabupaten

Mandailing Natal dapat dijelaskan secara singkat
sebagai berikut (N.M.S. Rock, dkk, 1983).
a. Permo – Karbon
Formasi Kuantan merupakan batuan yang
tertua di daerah ini, formasi ini bagian dari Grup
Tapanuli, tersebar di tepi bagian timur daerah
penelitian. Terdiri dari batusabak, kuarsit, wake,
filit, metabatugamping dan metagunungapi sekis
basa.
b. Perem Atas – Trias
Formasi Silungkang bagian dari Grup
Peusang,
terdiri
dari
batugamping,
metabatugamping basa, metatufa dan batupasir
gunungapi klastika. Batuan ini terdistribusi di
bagian timur daerah penelitian.
c. Jura Atas - Kapur
Serpentinit Peridotit dan Grup Woyla terdiri

dari Formasi Belokgadang dan Formasi
Muarasoma dibentuk oleh argilit, selangseling
tipis arenit dan argilit, metabatugamping,
batusabak,
metagunungapi,
metatufa,
metakonglomerat dan mungkin metawake dan
rijang radiolarit diperkirakan sebagai hasil
endapan laut. Batuan ini tersebar di bagian
tengah daerah penelitian.

d. Tersier
Zaman ini merupakan periode gunungapi
aktif dan banyak terbentuk cekungan sedimen,
diantaranya Cekungan Sumatera Tengah,
Cekungan Sumatera Utara (Cekungan Aceh
Baratdaya) dan Cekungan Sumatera Barat.
Penyebaran batuan ini sangat luas,
ditemukan di bagian tengah, bagian timur dan
tepi pantai barat, terdiri dari : Gunugg Api

Langsat, Formasi Barus, Formasi Gunungapi,
Kuarsa Porfir dan Gunungapi Tak Terbedakan.
e. Kuarter
Aluvium tersebar terutama di daerah pantai
dan sedikit di daerah timur, dibentuk oleh pasir,
kerikil dan lanau.
.
f. Batuan terobosan
Aktifitas batuan terobosan terdiri dari granit,
granodiorit dan diorit terbentuk selama Permo Trias ( Intrusi Muarasipongi) dan Tersier
( Aneka Terobosan dan Intrusi Timbahan).
Batuan intrusi ini sangat berperan dalam
pembentukan mineral di daerah Kabupaten
Mandailing Natal.
g. Struktur
Kabupaten Mandailing Natal, khusunya
Pulau Sumatera merupakan bagian tepi dari
kerak Benua Sunda yang terdiri dari endapan
busur magmatik kalk-alkaline volkanik berumur
Tersier sampai Resen. Akibat tumbukan miring

dari kerak samudera menghasilkan Sistem
Patahan Sumatera (SFS/Sumatra Fold System)
yang masih aktif sampai sekarang, termasuk
jenis major sesar geser kanan dan busur
magmatik berkembang pada bagian tengah dan
barat yang berumur Tersier-Kuarter dan bagian
timur merupakan cekungan belakang busur
(back arc basin) dengan sedimen tebal berumur
Tersier sampai Kuarter. Sedangkan pada bagian
barat berkembang sekuen pra-Tersier yang
terpecah-pecah dengan arah baratlaut-tenggara
masih dalam major Sistim Patahan Sumatera.
Banyak dari patahan terjadi akibat adanya
pergerakan dan reaktif kembali dari SFS, dalam
hal ini ditafsirkan sebagai tumbukan dalam
berhubungan dengan struktur dari tepi benua
(deep-seated sub-duction related continental
margin structures).
3. Pembentukan Bahan Galian
Secara

geologi
daerah
Kabupaten
Mandailing Natal termasuk pada busur
magmatik Sunda – Banda berumur Miosen –
Plistosen, merupakan busur magmatik paling
panjang dan paling produktif di Indonesia.

Busur ini membujur dari Utara Pulau Sumatera
menerus ke Pulau Jawa sampai kepulauan
disebelah timur Nusa Tenggara dan mengandung
potensi kira – kira 20% kandungan emas dan
14% tembaga dari seluruh potensi yang ada di
Indonesia (Carlile J.C dan Mitchell A.G.D.,
1994) Busur ini terbentuk oleh akibat adanya
tumbukan Lempeng Samudra India dengan
Lempeng
Eurasia
yang
mengakibatkan

terjadinya berbagai peristiwa geologi/tektonik,
seperti pertumbuhan busur kepulauan, kegiatan
magmatik atau gunungapi dan pembentukan
cekungan. Kejadian tersebut menghasilkan
batuan
sedimen,
batuan
gunungapi
berkomposisi andesitan sampai basalan bersifat
kalk – alkali dan batuan terobosan berkomposisi
asam serta Patahan Sumatera yang masih aktif
sampai sekarang dan termasuk jenis major sesar
geser kanan.
Pembentukan bahan galian logam, bahan
galian industri dan batubara di daerah
Kabupaten Mandailing Natal erat hubungannya
dengan proses geologi dan tektonik tersebut.
4. Potensi Bahan Galian
a. Batubara
Pada penelitian ini pengamatan endapan

bahan galian batubara dilakukan pada 3 lokasi,
yaitu di daerah : Desa Ranto Panjang, Desa Pulo
Padang dan Daerah Lubuk Kapundung.

Desa Ranto Panjang
Batubara umumnya berbentuk lensa-lensa
tipis tidak menerus, 2 seam, lapisan batubara
mempunyai arah dan kemiringan 210°/30° - 35°,
dengan ketebalan masing-masing 10 – 30 cm,
hitam kecoklatan, rapuh, pecah menyudut diapit
oleh lempung karbonan, ditutupi diatasnya oleh
batu lempung, batupasir dan lempung putih
keabuan di bawahnya. Singkapan batubara ini
terletak di pinggir jalan yang menghubungi Desa
Ranto Panjang dengan Desa Goting, berjarak ±
4 – 5 km dari Desa Goting dan ± 1,5 km dari
Desa Ranto Panjang.
Desa Pulo Padang
Daerah ini merupakan
bekas lokasi
penambangan batubara, sewaktu dilakukan
penelitian tidak terlihat kegiatan penambangan
dan saat ini di sebagian daerah ini telah menjadi
tambang emas aluvial yang diusahakan oleh
rakyat.
Batubara, tebal < 1 m, hitam kecoklatan,
kilap lilin, menyerpih, rapuh, pirit mengisi


rekahan dan banyak parting dengan ketebalan 5
cm-10 cm.
Untuk mencapai daerah ini sangat mudah,
singkapan batubara dapat ditemukan ± 200 m
kearah timur dari jalan yang menghubungi Desa
Pulo Padang dengan Desa Sinunukan, umumnya
wilayah ini telah ditanami karet dan sawit
rakyat.

Lubuk Kapundung
Di daerah dapat dijumpai 8 lapisan batubara
dengan ketebalan < 1 m, tidak semua lapisan
terlihat menerus sebagian besar membentuk
lensa-lensa (Foto 1).
Batubara umumnya
berwarna coklat kehitaman, mudah pecah dan
berlapis, parting, kadang diapit oleh lempung
karbonan. Batuan pengapit batubara terdiri dari
batupasir dan batulempung.
b. Mineral Logam

Emas aluvial
Endapan emas aluvial di daerah Kabupaten
Mandailing Natal tersebar luas di beberapa
daerah dan keberadaannya telah diketahui
semenjak tahun 1980, pada tahun 1992 mulai
diusahakan oleh penduduk setempat dengan
melakukan penggalian-penggalian.
J.F.W. Bowles dan B. Beddoe – Stephens
(1980) pada penelitian mengenai butiran emas di
daerah Sumatera, memperkirakan bahwa
endapan emas letakan dengan kandungan perak
rendah dari daerah Natal dan Batang Gadis
berasal dari kontak metamorfis tipe skarn akibat
intrusi batuan bersifat asam pada batusabak dan
batugamping dari rangkaian utama pegunungan
Sumatera. Tingginya kandungan tembaga secara
relatif pada butiran-butiran emas dan hadirnya
kandungan perak - timbal sebagai inklusi
memberikan arahan untuk mendukung teori ini.
Butiran emas umumnya pipih dan bentuknya
sangat tidak teratur akibat distorsi/pemutar
balikan dan bentuk asalnya seperti serpihan di
dalam batuan sekis (Bowles dan Beckinsale,
1979).
Endapan emas aluvial yang terendapkan di
Lembah Batang Natal membentuk daerah
sedimen Neogen auriferous yang sangat luas,
kondisi
ini
sangat
konduktif
untuk
memindahkan
pecahan-pecahan
kumpulan
kerikil yang halus dan membentuk kembali
endapan yang baru.
Lembah Batang Natal dapat dikualifikasikan
sebagai suatu watershed placers
(lembah
endapan letakan ?). Dimana endapan kerikil di

daerah hulu berasal dari proses fluvio-colluvial,
yang memberikan lembah ini kaya akan emas.
Daerah Natal dan Sinunukan menerima
penyebaran batu kerikil auriferous dari lembah
ini, dan dapat membentuk 4 jenis endapan :
endapan teras, kipas aluvial, endapan pantai dan
endapan rombakan.
Emas primer
Endapan emas primer di daerah Kabupaten
Mandailing Natal umumnya terbentuk bersama
dengan mineral logam dasar Cu, Pb, Z dan
kadang Fe. Beberapa tipe endapan emas primer
yang diketahui adalah : Tipe epitermal Au - Ag,
skarn (Au, Cu ± Pb ± Zn), sediment hosted Au
dan emas pada batuan metamorf.
Keberadaan endapan ini telah diselidiki
oleh penyelidik terdahulu terutama oleh PT
Sorikmas Mining dan menetapkan beberapa
daerah prospek seperti di daerah : Singalancar,
Pagargunung, Si Ayu, Mais, Tambang Hitam,
Tambang Ubi, Subun-subun, Tarutung, Nalanjae,
Nalanjulu dan A. Rotap.
Dengan adanya pembukaan jalan dan lahan
sawit di daerah Desa Bangun Saroha tersingkap
urat kuarsa yang diperkirakan mengandung emas
dan di Gunung Godang tersingkap breksi
hydrothermal, dengan urat-urat tipis dan pirit
tersebar.


Tembaga porfiri
Mineralisasi ini berhubungan dengan intrusi
tersier berupa kuarsa latit porfir dan feldspar
diorite porfiri.
Endapan
tembaga
dapat
ditemukan
diantaranya di daerah :

Mandagang,
hasil
pemboran
menunjukan kadar Cu, Au dan Mo
rendah, hasil terbaik pada kedalaman
135 m rata-rata kadar Au 0,05 ppm, Cu
832 ppm dan Mo 94 ppm (B. Thomas
dan R.E. Jones, 2000);

Namilas, Siadop (Cu, Au dan Mo);

Sorik Merapi : Mais dan Namilas
Roburan;

Sihayo, mineralisasi mengikuti zona
silisifikasi
berarah
timurlaut

baratdaya;

Rura Balancing dan Singalancar (Cu, Au
dan Mo).


5. Pertambangan
a. Batubara

Penambangan batubara pernah dilakukan di
daerah Desa Pulo Padang dan tidak dilanjutkan
lagi, tidak ada informasi yang diperoleh alasan
terhentinya penambangan batubara di daerah ini.
Bekas penggalian batubara dapat terlihat
dibeberapa lokasi dengan bukaan yang tidak
terlalu luas dan hasil penambangan berupa
batubara masih terlihat menumpuk di jalan
masuk ke lokasi bekas tambang. Saat dilakukan
peninjauan, daerah bekas penambangan batubara
ini dibeberapa tempat telah menjadi tambang
emas aluvial yang diusahalkan oleh rakyat
setempat.
b. Emas aluvial
Penambangan emas aluvial pernah
dilakukan di daerah Desa Sinunukan 1 oleh PT
SIOPA tahun 1992 dan oleh penduduk setempat
di beberapa lokasi diantaranya lembah-lembah
sungai dan teras aluvial.
Dengan berkembangnya perkebunan kelapa
sawit di daerah ini, rakyat yang umumnya
penduduk setempat melakukan penambangan
pada lembah-lembah sempit yang terdapat
diantara perkebunan kelapa sawit dengan
menggunakan
mesin
semprot.
Kegiatan
pertambangan ini dilakukan secara terangterangan, bagi hasil diatur dengan aturan sebagai
berikut : dari hasil emas yang diperoleh 13%
untuk pemilik tanah, sisanya dibagi dua antara
pemilik mesin semprot dengan pekerja yang
biasanya berjumlah 5 – 6 orang.
Penambangan
juga
dilakukan
pada
perkebunan karet dan lahan-lahan tidak
produktif dengan meninggalkan lobang-lobang
yang membentuk kolam tanpa direklamasi dan
di aliran Sungai Batang Natal. Selain di daerah
Sinunukan penambangan juga dilakukan
diantaranya di Desa Jambur Baru berlokasi ± 30
meter dari jalan raya yang menghubungi Kota
Panyambungan
dengan
Kota
Natal.
Penambangan dilakukan pada lahan sawit dan
sawah yang terletak di kaki bukit. Penggalian
dilakukan dengan mengupas tanah penutup,
kemudian endapan aluvial yang mempunyai
ketebalan ± 5 m dengan material kerikil-kerakal
dan boulder berukuran 30 cm-40cm digali
menggunakan alat sederhana atau alat semprot,
kemudian hisap untuk dilakukan pencucian.
c. Emas primer
Penambangan emas primer umumnya
dilakukan oleh penduduk di daerah Kecamatan
Muarasipongi dan Kecamatan Kotanopan. Untuk

mengetahui prospek tidaknya daerah tersebut
menjadi Wilayah Pertambangan, pengamatan
dilakukan pada Tambang Ubi, Pionggu, Parit
Sunda, Tambang Dingin dan beberapa daerah
dimana ditemukan urat kuarsa yang diduga
membawa mineralisasi.
Pada keempat daerah ini Tambang Ubi,
Pionggu, Parit Sunda dan Tambang Dingin
penambangan telah dilakukan oleh rakyat
setempat dan telah berlangsung lama, dengan
cara membuat lobang atau terowongan untuk
memperoleh batuan yang mengandung emas.
Umumnya mereka mencari batuan atau urat
yang diperkirakan kandungan emasnya tinggi
dengan menggunakan alat sederhana palu dan
pahat pada lobang-lobang sempit.
Pengolahan dilakukan tidak jauh dari daerah
penambangan dengan menggunakan glundungan
dan sebagai penggerak digunakan generator.
Daerah ini sebagian merupakan Hutan
Lindung dan tipe mineralisasi di daerah ini
adalah tipe skarn yang dimungkinkan untuk
dilakukan
penambangan
bawah
tanah.
Pengolahan yang dilakukan oleh para
penambang hanya bertujuan untuk memperoleh
bahan galian emas, mineral lainnya seperti
tembaga terbuang bersama tailing. Hasil
pengolahan berupa lumpur tailing ditampung
dan dimasukan kedalam karung dan ditumpuk
didekat pengolahan.
METODOLOGI
1. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dari berbagai
sumber meliputi: sumberdaya dan cadangan,
keterdapatan bahan galian, bahan galian yang
telah dan belum diusahakan, kemungkinan
terdapatnya bahan galian lain dan mineral
ikutan, Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan
oleh pusat maupun daerah otonom, dan dampak
pertambangan terhadap lingkungan.
2. Pengumpulan Data Primer
a. Pengambilan conto
Pengambilan conto dilakukan pada beberapa
lokasi dengan jumlah conto 51 conto terdiri dari
conto :

Batuan berupa urat kuarsa dan batuan
termineralisasi diperoleh dari singkapan
yang ditemukan dan dari lobang/lokasi
penambangan yang dilakukan oleh rakyat;

Batu besi tipe hematit dan magnetit;







b.
c.
d.
e.
f.
g.

Lempung, berupa lempung karbonan dan
lempung
hasil
pelapukan
breksi
hidrothermal;
Tailing hasil pengolahan emas primer dari
tambang rakyat;
Konsentrat dulang dari tambang emas
aluvial;
Batubara dan lempung karbonan
Pengamatan geologi;
Mengukur luas, ketebalan dan posisi bahan
galian;
Lingkungan (diantaranya topografi, hutan
lindung, jarak terhadap sungai atau
pemukiman penduduk);
Tataguna lahan;
Aksesibilitas suatu bahan galian;
Pasar;
HASIL PENYELIDIKAN

Daerah Kabupaten Mandailing Natal
merupakan daerah perbukitan (sekitar 70 %),
dikenal sebagai daerah perkebunan karet, sawit,
kemiri, kopi, kemenyan dan persawahan
( Tanaman Bahan Makanan dan Tanaman
Perkebunan Rakyat). Daerah pantai barat
kabupaten ini terutama diperuntukan sebagai
lahan sawit, sehingga konsentrasi tanaman
kelapa sawit terdapat di Kecamatan Batahan,
Kecamatan Natal, Kecamatan Sinunukan dan
Kecamatan Muara Batang Gadis, karena
keempat kecamatan ini cocok dijadikan klaster
kelapa sawit (BPS Kabupaten Mandailing Natal,
2007). Untuk keperluan lahan sawit tersebut
dibeberapa daerah telah dikerjakan pembuatan
jalan dan pembukaan lahan. Untuk klaster
tanaman karet dikembangkan di Kecamatan
Panyabungan, Kecamatan Batang Natal, dan
Kecamatan Muara Batang Gadis, akan tetapi
tanaman karet ini juga ditanam oleh penduduk di
kecamatan lainnya. Klaster tanaman coklat
dikembangkan di Kecamatan Lingga Banyu,
Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Natal.
Sedangkan klaster kulit manis dikembangkan di
Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Batang
Natal, dan Kecamatan Tambangan. Sementara
itu klaster kopi dikembangkan di Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Muara Sipongi dan
Kecamatan Ulu Pungkut.
Prospek tidaknya suatu bahan galian dan
pemanfaatannya secara optimal untuk dijadikan
wilayah pertambangan ditentukan oleh beberapa
faktor diantaranya seperti;
kualitas dan

kuantitas bahan galian, keberadaan bahan galian
tersebut pada lahan-lahan seperti Kawasan
Hutan Lindung, Kawasan Pariwisata dan
kawasan lainnya, pangsa pasar atau nilai
ekonomis bahan galian tersebut saat itu dan
infrastruktur.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas
dan dari hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Batubara
Formasi pembawa batubara diperkirakan
Formasi Barus, formasi ini terdiri dari batupasir
abu-abu kecoklatan, halus sampai kasar, kompak, tebal 5 - 50 cm, kadang-kadang masif;
batulanau abu-abu terang yang sangat
dominan
pada
satuan
formasi
ini,
batulempung
abu-abu
gelap,
kadang
berkarbon.
Hasil analisis conto batubara di daerah
Desa Ranto Panjang memberikan hasil sebagai
berikut :

lapisan batubara teratas dengan ketebalan 20
cm dengan nomor conto MN 20/BB
mempunyai nilai kalori 7217 cal/gr, total
sulfur 0,72% dan moisture 3,95%;

lapisan lempung karbonan terletak diantara
lapisan batubara dengan nomor conto MN
21/BB ketebalan 60 cm mempunyai nilai
kalor 4045 cal/gr, total sulfur 1,03% dan
moisture 3,13%;

lapisan
batubara
bawah
dengan
ketebalan 30 cm dengan nomor conto
MN 23/BB memiliki nilai kalor 6940
cal/gr, total sulfur 1,81% dan moisture
3,11%.
Secara geologi batuan yang mengandung
batubara terdapat pada satuan batuan sedimen
yang sempit, diapit oleh perbukitan batuan
metagunungapi dan dataran aluvial pantai.
Diperkirakan daerah ini telah banyak mengalami
gangguan tektonik, terutama pada satuan batuan
pembawa lapisan batubara, oleh karena itu
lapisan batubara umumnya tidak menerus dan
kadang berbentuk lensa-lensa sehingga sulit
sekali untuk memperkirakan jumlah sumber
daya batubara yang ada.
Penyebaran batubara di daerah ini masuk ke
dalam wilayah klaster kelapa sawit, untuk
keperluan ini telah dikerjakan pembuatan jalan
dan pembukaan hutan.

Endapan batubara di Desa Ranto Panjang
dan Desa Pulo Padang mempunyai infrastruktur
cukup baik, jalan tanah dapat dilalui oleh roda
empat dan roda dua, tersedia jaringan listrik,
sebagian wilayah merupakan perkebunan kelapa
sawit dan kebun karet penduduk serta tidak
terlalu jauh dari pemukiman penduduk.
Penambangan pernah dilakukan oleh perusahaan
akan dan sudah lama berhenti, penawaran untuk
pengambil alihan telah dilakukan akan tetapi
sampai saat ini tidak ada kegiatan yang
dilakukan. Batubara yang telah ditambang
tertumpuk dijalan masuk daerah pertambangan
dan saat penelitian dilakukan daerah ini telah
menjadi daerah penambangan emas aluvial.
Endapan batubara di daerah Lubuk
Kapundung dapat dicapai dengan kendaraan
roda 4 dari Kota Natal sampai muara Batang
Parlapungan dengan jarak ± 45 km dan
dilanjutkan dengan perahu motor selama 4 – 5
jam sampai Desa Lubuk Kapundung kemudian
untuk mencapai singkapan batubara dapat
dilakukan dengan berjalan kaki atau naik roda 2
selama 1 jam melalui jalan setapak. Lokasi
batubara merupakan wilayah yang telah
diperuntukan lahan sawit.
Melihat kualitas dan kuantitas, pandangan
secara geologi dan lokasi keterdapatannya,
batubara di daerah ini kurang prospek untuk
dijadikan suatu wilayah pertambangan terutama
apabila dijadikan pertambangan sekala besar dan
apabila batubara di daerah ini akan
dimanfaatkan memerlukan penelitian lebih
lanjut secara keekonomian.
2. Emas primer
Hasil penyelidikan yang dilakukan PT
Sorikmas Mining dapat ditemukan beberapa
prospek endapan tipe epithermal dan tipe skarn,
diantaranya di daerah (Gambar 1) :
a. Kecamatan Muarasipongi : Prospek Subunsubun (conto urat kuarsa pada batuan granit
diperoleh kadar Au >60g/t, tipe endapan
diperkirakan tipe Skarn), Prospek A. Rotap,
Prospek Nalanjae dan Prospek Nalanjulu
(tipe epithermal, Ridwan Arief, 2007 ).
Pengambilan conto batuan dilakukan di
daerah Tambang Dingin, Tambang Habo,
Tambang Pionggu, Parit Sunda dan
Tambang Ubi.
Hasil analisis conto dijelaskan sebagai
berikut :

 Tambang Dingin, conto MN 30/R berasal
dari lobang yang telah ditinggalkan
penambang
menunjukan
nilai
kandungan Au 13 pbb, Cu 63 ppm dan
Pb, Zn, Ag, Au, As, Sb rendah. Conto
MN 42/R diperoleh dari hasil
penambangan, kandungan Au 344125
ppb, Cu 12940 ppm, As 3000 ppm dan
unsur
lainnya
rendah.
Endapan
diperkirakan tipe ephitermal dan skarn;
 Tambang Habo, conto MN 31/R
kandungan Au 1518 ppb, Cu 1842 ppm
unsur lainnya rendah. Tipe endapan
skarn (Ridwan Arief, 2007).
 Tambang Pionggu, jumlah conto yang
diambil di daerah ini 6 conto, hasil
analisis 2 conto menunjukan kandungan
Au dan Cu tinggi yaitu conto : MN 34/R
kandungan Au 6550 ppb, Cu 12866
ppm, MN 35/R kandungan Au 47237
ppb, Cu 11909 ppm. Tipe endapan skarn
(Consolidated Report, JIKA, 1985);
 Parit Sunda, hasil analisis 5 conto
menunjukan kadar Au dan Cu pada
conto; MN 46/R untuk Au 23415 ppb
dan Cu 10662 ppm, MN 47/R untuk Au
23771 ppb dan Cu 6058 ppm, MN 48/R
untuk Au 16711 ppb dan Cu 226 ppm,
MN 50/R untuk Au 6298 ppb dan Cu
7062 ppm dan MN 51/R untuk Au 9325
dan Cu 7985 ppm. Tipe endapan skarn
(Ridwan Arief, 2007);
 Tambang Ubi, hasil analisi 1 conto
menunjukan kadar Au 7140 ppb dan Cu
6526 ppm. Tipe endapan diperkirakan
skarn, merupakan satu zona dengan
Tambang Pionggu dan Parit Sunda.

Wilayah Kontrak Karya PT Sorikmas Mining
dan penambangan telah dilakukan oleh
penduduk setempat untuk bahan galian emas.

Daerah Subun-subun, A. Rotap, Prospek
Nalanjae, Prospek Nalanjulu, Tambang Habo,
Tambang Pionggu, Sunda Parit dan Tambang
Ubi, berdasarkan (Sk.126/Menhut-Ii/2004)
termasuk Kawasan Hutan Lindung. Sedangkan
dari hasil penyelidikan dan penelitian terdahulu
serta hasil analisis conto, daerah-daerah tersebut
prospek untuk ditindak lanjuti. Dengan mengacu
pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia,
Nomor 24 Tahun 2010, pasal 5 ayat 1 dan
melihat lokasi, kesampaian daerah, lingkungan
dan infrastruktur, daerah tersebut berpotensi
untuk dijadikan sebagai Wilayah Pertambangan.
Saat ini Tambang Habo, Tambang Pionggu,
Sunda Parit dan Tambang Ubi masuk kedalam

Dari 8 daerah prospek di Kecamatan
Kotanopan, 6 daerah prospek masuk dalam
Wilayah Hutan Lindung,
dilihat dari tipe
endapan 2 daerah prospek yang dapat ditindak
lanjuti menjadi Wilayah Pertambangan, yaitu
Blok II Muarasipongi, Kotanopan Anomali, A.
Nabonta dan A. Antunu, untuk Pagar Gunung
perlu dikaji dampak sosial dan lingkungan yang
akan
ditimbulkan
apabila
dilakukan
penambangan dikarenakan daerah ini dekat
dengan pemukiman.

b. Kecamatan Kotanopan
Penyelidikan terdahulu terutama yang
dilakukan oleh PT Sorikmas Mining ditemukan
beberapa daerah prospek dengan tipe endapan :
 Skarn, blok II Muarasipongi dengan hasil
analisis BLEG : Au 2.7 ppb – 194 ppb,
sedimen sungai : Au 0.05 ppm - 0.465 ppm,
Cu 254 ppm, Mo 19 ppm. Hasil analisis
contoh batu hanyutan Au 0.23 ppm, Cu 2420
ppm, As 249 ppm;
 Manto/Urat : Pagargunung (Pb dan Zn);
hasil pemboran JICA ditemukan 1 juta ton
dengan kadar 4.6% Zn, 1.2% Pb, 0.45% Cu
dan 68g/t Ag;
 Porpiri Cu, Au dan Mo;: Namilas, Siandop,
Mais dan Mandagang;
 Tipe Epitermal Au, porpiri Cu, Mo : A.
Nabonta dan A. Antunu, hasil analisis :
BLEG Au 11.7 ppb, Ag 351 ppb, Sedimen
sungai Au 0.06 ppm, Zn 499 ppm, batuan
maksimum 1.08g/t Au. Hasil analisis 10
contoh BLEG dari A. Nabontar Au 0.0004
ppb - 0.04 ppb, Ag 0.002 ppb - 0.037 ppb,
Cu 0.3 ppm - 10.8 ppm, dan sedimen sungai
Au 30 %.
Melihat lokasi dan infrastruktur
batuan serpentinit peridotit ini sangat
memungkinkan
untuk
diusahakan
menjadi wilayah pertambangan, akan
tetapi dari analisis kualitasnya batuan
ini tidak layak untuk diusahakan.
.
7. Mangan
Endapan mangan dapat ditemukan dalam
bentuk urat dan pada sedimen di daerah S.
Binuang dan S. Bulubadak, Desa Ranto Sore,
secara geologi endapan mangan termasuk dalam
Formasi Belok Gadang (Sumartono, 1984).
Hasil analisis conto urat kadar rata-rata Mn
39,12%; Fe 0,94%; Si 4,90%, Ba 1,09%, P

0,01% dan kadar rata-rata pada sedimen Mn
17,43%; Fe 0,28%; Si 16,17% dan Ba 0,04%.
Kadar mangan di daerah ini cukup baik terutama
pada urat, akan tetapi hasil penelitian terdahulu
dan peninjauan yang dilakukan potensi mangan
tidak ekonomis untuk ditambang dengan sekala
besar. Untuk dijadikan wilayah pertambangan
rakyat daerah ini sangat memungkinkan dilihat
dari lokasi, infrastruktur, sumber energi
(ketersediaan tenaga listrik) dan sumber daya
manusianya.
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
a. Sektor pertanian dan perkebunan berperan
signifikan dalam perekonomian Kabupaten
Mandailing Natal, sehingga beberapa daerah
dijadikan daerah-daerah klaster untuk
tanaman tertentu seperti :
 Daerah
pantai
barat
Kabupaten
Mandailing Natal terutama di daerah
Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal,
Kecamatan Sinunukan dan Kecamatan
Muara Batang Gadis diperuntukan
sebagai lahan sawit;
 Karet dikembangkan di Kecamatan
Panyabungan, Batang Natal, dan Muara
Batang Gadis;
 Tanaman coklat dikembangkan di
Kecamatan Lingga Banyu, Batang
Natal, dan Natal;
 Kulit manis
dikembangkan di
Kecamatan Kota Nopan, Batang Natal,
dan Tambangan;
 Kopi dikembangkan di Kecamatan Kota
Nopan, Muara Sipongi, dan Ulu
Pungkut;
b. Endapan batubara di daerah Kabupaten
Mandailing Natal umumnya tidak menerus,
ketebalan yang relatif kecil (< 0,50m),
penyebarannya tidak terlalu luas, kondisi
fisik batubara yang relatif lunak dan
menyerpih. Kualitas batubara sekitar 6500 –
7000 cal/gr, dari penelitian yang dilakukan
dan hasil penyelidikan terdahulu terhadap
kuantitas, pandangan secara geologi dan
lokasi keterdapatannya, batubara di daerah
ini kurang prospek untuk dijadikan suatu
wilayah pertambangan terutama apabila
dijadikan pertambangan sekala besar.

c. Endapan bahan galian logam terutama emas
primer umumnya terbentuk pada Formasi
Belokgadang dan Kelompok Woyla pada
tipe endapan skarn, porpiri ephitermal dan
manto.

dapat dipanen dan merupakan penunjang
ekonomi penduduk setempat akan sulit
daerah ini menjadi wilayah pertambangan
emas aluvial;
j.

d. Potensi bahan galian emas, tembaga, seng
dan
timah
hitam
berdasarkan
Sk.126/Menhut-Ii/2004 sebagian besar
masuk dalam Kawasan Hutan Lindung dan
Taman Nasional Batang Gadis.
e. Daerah Subun-subun, A. Rotap, Prospek
Nalanjae, Prospek Nalanjulu, Tambang
Habo, Tambang Pionggu, Sunda Parit dan
Tambang Ubi, berdasarkan (Sk.126/MenhutIi/2004) termasuk Kawasan Hutan Lindung.
Sedangkan dari hasil penyelidikan dan
penelitian terdahulu serta hasil analisis
conto, daerah-daerah tersebut prospek untuk
ditindak lanjuti. Dengan mengacu pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia,
Nomor 24 Tahun 2010, pasal 5 ayat 1 dan
melihat
lokasi,
kesampaian
daerah,
lingkungan dan infrastruktur, daerah tersebut
kemungkinan berpotensi untuk dijadikan
sebagai Wilayah Pertambangan.
f.

Prospek Singalancar, Kecamatan Natal,
Rura Balangcing, Kecamatan Batang Natal,
Sihayo 1, Kecamatan Muara Batang Gadis
dan
Dolok
Prospek,
Kecamatan
Panyambungan,
berdasarkan
Sk.126/Menhut-Ii/2004
masuk dalam
Taman Nasional Batang Gadis, sehingga
tidak dapat diusahakan;

g. Kandungan emas di daerah Gunung Godang
dan daerah S. Manisak < 13 ppb sehingga
tidak direkomendasikan untuk ditindak
lanjutkan;
h. Kandungan emas dan tembaga pada tailing
hasil pengolahan tambang rakyat masih
cukup tinggi, contoh tailing dari Tambang
Pionggu mengandung 11013 ppb Au dan Cu
14616 ppm, Tambang Dingin 10666 ppb Au
dan Cu 9420 ppm dan Tambang Ubi 9515
ppb Au dan 7684 ppm;
i.

Dengan dijadikannya Daerah Kecamatan
Batahan, Kecamatan Natal dan Kecamatan
Sinunukan sebagai kluster kelapa sawit
dimana sebagian besar pohon sawit telah

Bahan galian besi di S. Manisak tidak
disarankan untuk ditambang dan endapan
besi di daerah Desa Batu Madingsing (Fe
total 55,40%) dapat dicapai dengan mudah
terletak ± 2 km dari jalan raya yang
menghubungi Kota Panyambungan dengan
Kota Natal melalui jalan sempit sampai
Desa Tornainjak dilanjutkan dengan jalan
kaki ± 1 km sampai Desa Batu Madingding.

k. Walupun dilihat dari lokasi, infrastruktur
ketersediaan energi dan sumber daya
manusia keterdapatan batuan serpentinit
peridotit dengan kandungan khrom pada
batuan serpentinit sebesar 949 ppm dan
MgO < 5,86 %, tidak layak dijadikan
Wilayah Pertambangan;
l.

Endapan bahan galian mangan di daerah
Desa Ranto Sore cukup baik (Mn 39,12%)
terutama pada urat, akan tetapi hasil
penelitian terdahulu dan peninjauan yang
dilakukan potensi mangan tidak ekonomis
untuk ditambang dengan sekala besar;

m. Keterdapatan endapan bahan galian lain
berupa kaolin hasil pelapukan batuan yang
mengandung mineral aluminium silikat
terjadi akibat ubahan hidrotermal di daerah
Bukit Godang dan endapan kaolin yang
terdapat diantara lapisan batubara tidak
prospek untuk diusahakan.
2. Saran
a. Batubara di daerah Kabupaten Mandailing
Natal apabila
akan dimanfaatkan
memerlukan penelitian lebih lanjut secara
keekonomian;
b. Dengan kandungan emas dan tembaga yang
cukup tinggi pada tailing, perlu penelitian
untuk dapat mengekstrak emas dan Cu dari
tailing, agar bahan galian tersebut tidak
terbuang sia-sia;
c. Kualitas endapan besi di Desa Batu
Madingding cukup baik dengan kandungan
Fe total 55,49%, untuk dijadikan wilayah
pertambangan perlu dilakukan kajian

mengenai potensi, dampak lingkungan dan
sosial bagi penduduk setempat dikarenakan
letak endapan bijih dekat pemukiman dan
sumber air bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
B. Thomas dan R.E. Jones, 2000, Laporan
Geologi Kontrak Karya PT. Sorikmas
Mining, PT. Sorikmas Mining;
Carlile J.C. and Mitchell A.G.G., 1994,
Magmatic arcs and associated gold and
copper mineralization in Indonesia, Journal
of Geochemical Exploration, Volume 50 –
NOS 1 – 3, March 1994, Elsevier;
Consolidated Report, 1985, Report on The
Cooperative Mineral Exploration of Nothern
Sumatra, Japan International Cooperation
Agency, Metal Mining Agency of Japan;
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
Sumatera
Utara,
2004,
Potensi
Pertambangan dan Energi Sumatera Utara,
Medan, Sumatera Utara;
J. F. W. Bowles, dan B. Beddoe – Stephens,
1980, Geochemistry of Gold Grains from
Sumatra in Relation to Their Provenence,
Applies Mineralogy Unit Report No. 255,
Geochemistry and Petrology Division,
Intitute of Geological Sciences, London;
J. Sopaheluwakan, 1985, Komoditi Strategis,
Khromit – Geologi Teknologi dan
Potensinya di Indonesia, Tulisan Ilmiah,
Riset, Jilid 6, No. 1, tahun 1985, Lembaga
Geologi dan Pertambangan Nasional – LIPI;
K. E. Porter and D. L. Edelstein, 2009, Copper
Statistic, U.S. Geological Survey, Last
Modification, October 27, 2009, USGS;
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
Sk.126/Menhut-Ii/2004
Tentang Perubahan Fungsi Dan Penunjukan
Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas
Dan Hutan Produksi Tetap Di Kabupaten
Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara
Seluas ±108.000 (Seratus Delapan Ribu)
Hektar Sebagai Kawasan Pelestarian Alam
Dengan Fungsi Taman Nasional Dengan
Nama Taman Nasional Batang Gadi;
Mandailing Natal dalam Angka 2007, BPS
Kabupaten Mandailing Natal;
N.M.S. Rock, D.T. Aldiss, dkk, 1983, Geologi
Lembar Lubuksikaping, Sumatra, Sekala 1 :
250.000,
Pusat
Penelitian
Dan
Pengembangan Geologi, Diektorat Jenderal

Pertambangan
Umum,
Departemen
Pertambangan Dan Energi;
Nurul Qomariah, 2010, Detik Finace, Harga
Emas
Lagi-lagi
Catat
Rekor,
www.detikfinance.com;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia,
Nomor
24 Tahun
2010, Tentang,
Penggunaan Kawasan Hutan;
Petrology of Ore Deposits, Lecture 12 Economic
Deposts – GY 303, www.d.umn.edu;
Ridwan Arief, 2007, Mandailing Natal Gold
Prospect, North Sumatra, Nusa Palapa
Mineral Exploration Team, 2007, tidak
diterbitkan;
Sorikmas Mining, 2000, PT, Laporan Geologi
Kontrak Karya Kab. Mandailing-Natal,
Sumatera
Utara,
Laporan
Triwulan
I/2000Wilayah Kontrak Karya Sumatera
Utara KW 96APK042;
Sumartono, 1984, An Investigation of The Belok
Gadang Manganese Deposits, Natal – North
Sumatra, Indonesia, M. Phil Thesis,
Department of Geology, Chelsea College
(University of London);

Foto 1. Singkapan batubara di Lubuk
Kapundung

Foto 2. Singkapan bijih besi di Desa Batu

Madingding

Gambar 1. Daerah prospek di daerah Kabupaten Mandailing Natal