Tarekat syadziliyah dalam pemberdayaan pendidikan dan ekonomi: studi kasus tarekat syadziliyah di Kabupaten Blitar.

(1)

TAREKAT SYADZILIYAH DALAM PEMBERDAYAAN

PENDIDIKAN DAN EKONOMI PARA PENGIKUTNYA

(STUDI KASUS TAREKAT SYADZILIYAH DI KABUPATEN

BLITAR)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar

Magister Dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

M. ICHSAN AS’AD

NIM F 13214136

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : M.IchsanAs’ad

Judul tesis : Tarekat Syadziliyah Dalam Pemberdayaan Pendidikan Dan Ekonomi para Pengikutnya (Studi Kasus Tarekat Syadziliyah Di Kabupaten Blitar)

Tahun : 2017

Tarekat selama ini lebih dipersepsikan oleh sebagian orang sebagai

kegiatan-kegiatan yang hanya bersifat ritual atau wiridan saja, hal tersebut tidak

berlaku untuk tarekat Syadziliyah yang ada di Blitar, dikarenakan Tarekat Syadziliyah di Blitar mempunyai program-program kegiatan yang bersifat pemberdayaan terhadap pengikutnya baik dalam hal pendidikan maupun ekonomi. Dalam rangka memudahkan program-program tersebut Tarekat Syadziliyah melakukan pendataan untuk semua pengikutnya di kabupaten Blitar

Pengikut Tarekat Syadziliyah di kabupaten Blitar mengambil baiat dari pondok PETA Tulungagung, pondok PETA Tulungagung didirikan oleh KH.

Mustaqim bin Husain beliau mendapat ijazah Tarekat Syadziliyah dari KH. Abdul

Razak (Tremas) pada masa kepemimpinan KH. Mustaqim bin Husain ini lebih

dikenal dengan istilah babat alas. Sepeninggal KH. Mustaqim bin Husain

kemursyidan dilanjutkan oleh KH. Abdul Djalil bin Mustaqim, pada masa ini pondok PETA mengalami perkembangan yang sangat pesat, dan pada masa KH. Abdul Djalil bin Mustaqim ini dikenal dengan istilah pengembangan. Sepeninggal KH. Abdul Djalil bin Mustaqim dilanjutkan oleh KH. Charir Sholahuddin, pada masa ini dilakukan pendataan kepada murid Tarekat yang berada di bawah naungan pondok PETA Tulungagung, pada masa KH. Charir Sholahuddin ini lebih dikenal dengan istilah penataan.

Dalam rangka memudahkan pendataan terhadap pengikutnya, pondok PETA membentuk lembaga Sultan Agung 78 yang bertugas mendata jamaah, dari hasil pendataan yang dilakukan terhadap murid pondok PETA kemudian dipetakan potensi-potensi yang ada di setiap wilayah jamaah pondok PETA, salah satu yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan diberdayakan adalah kabupaten Blitar, program yang sudah dikembangkan dan diberdayakan dalam bidang ekonomi di kabupaten Blitar adalah dengan pertanian organik dan dengan kolam ikan gurami. Pemberdayaan dalam bidang pendidikan yang sudah terlaksana oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) PETA dengan melakukan kegiatan kejar paket A, B dan C. Dalam rangka mempermudah dan memperlancar proses pendataan murid pondok PETA Tulungagung pengurus ditingkat kabupaten selalu berkoordinasi dengan pengurus ditingkat pusat.


(7)

DAFTAR ISI SAMPUL

PERNYATAAN KEASLIAN…...……… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING……...………. ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI…..……… Iii PEDOMAN TRANSLITERASI………...……… Iv MOTTO ……….. Vi ABSTRAK……...………...…… Vii UCAPAN TERIMA KASIH…...……….. Ix DAFTAR ISI…...……….……. X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………...………... 1

B. IdentifikasidanBatasanMasalah …...………. 7

C. RumusanMasalah …....……….. 8

D. TujuanPenelitian …...………...………. 8

E. Kegunaan Penelitian ……...……… 9

F. PenelitianTerdahulu...……… 9

G. Metode Penelitian ………...……….... 12

1. JenisPenelitian …...………... 12

2. Lokasi Penelitian...………... 14

3. Sumber Data …...……….... 15

4. ProsedurPengumpulan Data …....………. 16


(8)

6. Validitas Data ... 20

7. Langkah-langkah Penelitian………...… 22

H. Sistematika Pembahasan ………... 25

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tarekat Syadziliyah ………..…...…………...

1. Pengertian Tarekat... 2. Sejarah Tarekat Syadziliyah... 3. Silsilah Tarekat Syadziliyah... 4. Ajaran Tarekat Syadziliyah...

26 26 29 32 33

B. Pemberdayaan Pendidikan ………...

1. Pengertian Pemberdayaan...

2. Pengertian Pemberdayaan Pendidikan ...

3. Strategi Pemberdayaan Pendidikan...

42 42 47 51 C. Pemberdayaan Ekonomi ………...

1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi...

2. Indikator Pemberdayaan Ekonomi...

53 53 57

BAB III PAPARAN DATA

A. Tarekat Syadziliyah Di Pesulukan Tarekat Agung (PETA)...

1. Sejarah Berdirinya Pondok PETA...

2. Menerima Ijazah Tarekat Syadziliyah ...

3. Biografi Pendiri Dan Mursyid Pondok PETA...

60 60 65 70


(9)

4. Rantai Silsilah Tarekat Syadziliyah Pondok PETA... 74

B. Lembaga Dibawah Naungan Pondok PETA

1. Sultan Agung 78... 2. Sultan Fattah...

75 82

BAB IV ANALISIS DATA

A. Pemberdayaan Pendidikan...…... 88

B. Pemberdayaan Ekonomi ……... 95

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 108 B. Saran-saran …... 109


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia pasti memiliki suatu permasalahan yang sedang dihadapi dalam kehidupannya.Masalah yang dihadapi individu sangat beragam, mengenai permasalahan keluarga, kesulitan ekonomi, pekerjaan, hingga permasalahan yang kecil. Setiap jenjang perkembangan seseorang mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, tua hingga akan menghadapi kematian, setiap orang pasti memiliki suatu permasalahan dalam kehidupanya. Sebuah perkembangan tidak berakhir dengan tercapainya kematangan fisik. Sebaliknya, perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan dari bayi setelah lahir hingga tua. Perubahan-perubahan badaniah yang terjadi sepanjang hidup mempengaruhi sikap, proses kognitif, dan setiap perilaku individu.Hal ini berbanding lurus bahwasanya sebuah permasalahan yang harus diatasi juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu sepanjang rentang kehidupan.

Secara psikologis, manusia memang sangat sulit dipisahkan dengan agama. Manusia terkadang merasa membutuhkan kehadiran Tuhan dalam setiap langkah kehidupannya, pada waktu manusia terhimpit dalam berbagai permasalahan manusia akan senatiasa meminta bantuan Tuhan dalam untaian

doanya. Kebutuhan dasar spiritual (spiritual needs) ini jika terpenuhi akan


(11)

2

manusia dari perasaan cemas, hampa dan takut.1Kebutuhan tersebut membuat

individu mengarah pada jalan spiritual untuk menetralisir permasalahan kehidupan yang sedang dihadapinya.

Islam adalah salah satu agama samawi yang diturunkan kemuka bumi ini melalui nabi Muhammad SAW. Pokok-pokok ajaran yang dibawa oleh malaikat Jibril yang dijelaskan kepada nabi Muhammad SAW ditengah-tengah para sahabat Nabi, dapat disimpulkan menjadi tiga ajaran pokok, yaitu: iman, islam dan ihsan. Dari beberapa ajaranya, masing-masing memiliki aliran-aliran yang lahir dari ijtihad para ulama, seperti halnya ilmu tasawuf.Ilmu tasawuf adalah ilmu yang membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan akhlak yang fitri, menekankan sifat basyariah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi

sifat-sifat kerohanian dan mengikuti syariat Rasulullah SAW.2

Kehidupan yang bertumpu dalam rasionalitas dan materialistis membuat manusia semakin mengalami kekeringan batiniah dan merindukan hal hal yang bersifat religius.Ilmu pengetahuan dan teknologi menyuguhkan kenikmatan lahiriah, namun batin manusia selalu gelisah dan gersang.Setelah manusia berhasil memenuhi kebutuhan ekonomi dan ambisi duniawinya, rasionalisme justru mulai digugat, saat itulah kehidupan sufistik menawarkan kesejukan yang bersifat batiniah yang mereka cari.

Apalagi sekarang ini sudah memasuki era modern yang serba praktis dan rasional, tentu akan mendorong pada perubahan sikap keagamaan pada

1

Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 96

2


(12)

3

diri seseorang. Keinginan untuk cepat sukses ingin menjadi orang kaya dan mencapai derajat yang tinggi di masyarakat, bahkan disisi Allah sekalipun.Hal ini merupakan fenomena yang biasa ditemukan dalam masyarakat modern saat ini. Kemampuan akal untuk mencerna tiap hadis dan

ayat al-Qur’an yang seharusnya membuat setiap orang mampu termotivasi

namun saat ini malah menjadi senjata guna mengotak-atik makna ibadah, amal, pahala, dan yang menyangkut tentang sifat Rohman dan Rohim-Nya Allah SWT.Beberapa orang lebih memilih jalan keagamaan untuk mengatasi masalahnya, orang-orang yang beragama menjalankan perintah-perintah atau beribadah menurut agama yang diyakininya.Secara psikologis, manusia memang sangat sulit dipisahkan dengan agama. Dalam hal ini, gaya atau pola hidup seseorang didasarkan menurut agama yang dipeganginya. Karena agama menyangkut nilai baik dan buruk, maka dalam segala aktifitas seseorang sesungguhnya berada dalam kerangka nilai-nilai keagamaan itu. Manusia selalu membutuhkan kehadiran Tuhan dalam setiap langkah kehidupannya, dalam suatu penyelesaian masalahpun manusia akan senatiasa meminta bantuan Tuhan dalam untaian doanya.

Suatu ajaran keagamaan atau spiritual dan perilaku-perilaku beragama diajarkan dalam sebuah lembaga-lembaga yang bertujuan untuk menguatkan keagamaan dan membentuk emosi individu yang stabil.Dewasa ini, suatu ajaran ketenangan batin yang menjadi faktor utama penyelesaian masalah secara positif diajarkan pada suatu tarekat-tarekat tertentu.Tarekat memiliki pengaruh sangat besar dalam berbagai bidang kehidupan, baik sosial,


(13)

4

ekonomi, budaya maupun pendidikan yang banyak tergambar dalam

dinamika dunia pesantren.3Salah satu tujuan seseorang mengikuti sebuah

tarekat adalah mencapai ketenangan batin. Dalam suatu ajaran tarekat seorang murid diwajibkan untuk mengamalkan suatu amalan yang telah diberikan

oleh sang guru (mursyid). Latihan-latihan tentang ilmu ketasawufan ini harus

dikerjakan seorang murid untuk mencapai suatu ketenangan jiwa dan membuka jalan untuk mencapai jalan Tuhan.Ilmu mengenai sabar, tawakal, ikhlas, ridha dan menerima semua kehendak Tuhan merupakan hal yang mendasar dalam tarekat.Sehingga murid dituntut agar senantiasa mampu menyelesaikan berbagai masalahnya dengan kondisi psikologis yang positif.Meskipun tidak semua individu mampu menghadapi permasalahannya dengan aplikasi perilaku positif, hal tersebut tergantung dengan kemampuan individu dalam mengatasi masalahnya.

Masyarakat yang telah mengikuti tarekat, diharapkan untuk bisa mengamalkan dengan baik, dan diharapkan bisa menjadi panutan bagi masyarakat lain. Namun realitasnya tidak semua pengiut tarekat bisa secara tiba tiba atau secara langsung menjadi seorang panutan yang diharapkan. Tingkat pemahaman seseorang tentang tasawuf sangat mempengaruhi kualitas seseorang dalam bertarekat, akan tetapi hal itu tidak bisa dipungkiri bahwasanya mereka harus mengikuti ajaran tarekat secara terus menerus dan berkesinambungan agar mereka dapat menyampaikan pesan moral dari pengalamanya sebagai pengikut tarekat berdasarkan realitas tersebut menarik

3

M. Saifuddin Zuhri, Tarekat Syadziliyah Dalam Perspektif Perilaku Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Teras 2011), h.4


(14)

5

untuk mengetahui lebih dalam mengenai relevansi pemahaman ajaran-ajaran tarekat dengan kehidupan sehari-hari.Tarekat tidak hanya merupakan sebuah organisasi keagamaan degan ajaran-ajaran tertentu yang diberikan oleh Mursyid (guru tarekat) kepada pengamal (murid) saja.Mereka yang ikut tarekat ternyata juga mengalami perubahan.Perubahan tersebut mencakup perubahan individual dan sosial.Dalam konteks perspektif perubahan sosial ini, tarekat menjadi sebuah fenomena yang menarik karena adanya pengaruh yang tidak hanya berkaitan dengan aspek ajaran-ajaran ritual keberagaman semata, tetapi juga mencakup aspek sosial.

Ada banyak tarekat yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, salah satunya yang banyak berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah ialah Tarekat Syadziliyah. Di Jawa Timur terdapat sebuah pondok yang mengembangkan Tarekat Syadziliyah yaitu Pondok Pesulukan Tarekat Agung (PETA) Tulungagung. Pondok ini didirikan oleh K.H Muhammad Mustaqiem

bin Husain pada 1930,4 sebagai tempat untuk menampung murid-murid

tarekat yang sedang menjalani suluk. Pondok tarekat ini kemudian

berkembang sangat pesat dan memiliki ribuan murid yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia.

Tarekat Syadziliyah dinisbatkan kepada Abu Hasan al Syadzili sebagai pendirinya. Beliau merupakan tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf sejalur dengan Imam al-Ghazali, yakni pelaksanaan tasawufnya

berpegang teguh terhadap syariat yang berlandaskan al-Qur’an dan al

4


(15)

6

Sunnah, juga mengarah pada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (Tazqiyatul an-nafs) dan pembinaan moral (akhlaq). Tarekat ini kebanyakan dinilai oleh masyarakat bersifat moderat dan menawarkan konsep zuhud yang lebih moderat.

Abu Hasan al Syadzili tidak mengajarkan terhadap murid-muridnya untuk meninggalkan dunia akan tetapi mereka tidak harus hidup menyendiri dan bahkan beliau menganjurkan untuk merealisasikan ajaran tarekat dalam masyarakat di tengah-tengah kesibukan mereka. Bertarekat itu tidak harus menghalang-halangi upaya modernisasi.Tarekat ini banyak digemari oleh kalangan orang yang berduit dan berdasi, mereka yang merasa pas dengan aliran yang diikutinya kemudian tertarik dengan sendirinya sehingga menjadi pengikut tarekat Syadziliyah.

Akan tetapi Abu Hasan al Syadzili mengajarkan terhadap pengikutnya untuk menggunakan apa yang telah diberikan nikmat oleh Allah secukupnya untuk disyukuri baik dalam hal pakaian, kendaraan, yang layak untuk digunakan dalam kehidupan sesederhana mungkin. Hal yang demikian tersebut akan menumbuhkan rasa syukur terhadap Allah SWT dan akan mengenal rahmat sang Ilahi. Meninggalkan Dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur dan juga terlalu berlebihan terhadap keduniawian akan mengarah kepada kedzaliman yang menyebabkan tumpulnya hati. Beliau mencoba menjembatani kekeringan spiritualis yang dialami oleh orang-orang, yang hanya sibuk dengan urusan duniawi nya saja. Beliau menawarkan tasawuf yang ideal dalam artian di samping melakukan


(16)

7

proses mendekatkan diri kepada Allah SWT tetapi juga harus melakukan aktifitas dalam realitas sosial.

Dalam tarekat syadziliyah selalu ditekankan tentang kebersihan, kerapian, keteraturan, dan ketenangan.Sebaliknya dalam tarekat ini tidak dianjurkan menjadi peminta-minta, hidup semaunya, dan suka mengeluh.Oleh karena itu tarekat syadziliyah dikenal sebagai tarekat yang selalu mengajarkan jalan syukur.Ajaran tasawuf yang diajarkan dalam pondok PETA sesuai dengan karakteristik tasawuf yang dimiliki Abu Hasan al

Syadzili.Ketenangan dan keteraturan hidup diajarkan oleh guru

(mursyid)kepada murid tarekat.Sehingga murid diharapkan dapat menjalani

kehidupan dengan penuh keteraturan dan mencapai ketenangan.5

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah

Penelitian yang diberi judul Tarekat Syadziliyah dalam pemberdayaan pendidikan dan ekonomi (studi kasus pengikut tarekat Syadziliyah di kabupaten Blitar) ini bermula dari keinginan peneliti untuk memperoleh

jawaban tentang tarekat Syadziliyah sebagai organisasi dalam

memberdayakan para murid tarekat dalam hal pendidikan, ekonomi dan sosial.

Banyaknya para murid tarekat Syadziliyah (kuantitas) serta beragamya latar belakang para murid tarekat Syadziliyah di kabupaten Blitar ini akan membawa penelitian ini ke banyak hal atau melebar kemana-mana.

5


(17)

8

Untuk menghindari hal tersebut, maka kami akan memfokuskan penelitian ini tentang tiga hal, yaitu

1. Peranan tarekat Syadziliyah dalam konteks organisasi dan ibadah di

kabupaten Blitar

2. Peranan tarekat Syadziliyah dalam pemberdayaan para pengikutnya

dalam pendidikan danekonomi di kabupaten Blitar

3. Mengetahui hambatan dan solusi tarekat Syadziliyah dalam

meberdayakan pengikutnya dalam bidang pendidikan dan ekonomi di kabupaten Blitar

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peranan tarekat Syadziliyah dalam pemberdayaan

pendidikanpara pengikutnya di Kabupaten Blitar?

2. Bagaimana peranan tarekat Syadziliyah dalam pemberdayaan

ekonomipara pengikutnya di Kabupaten Blitar?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui peranan tarekat Syadziliyah dalam konteks organisasi dan

ibadah di kabupaten Blitar

2. Mengetahui peranan tarekat Syadziliyah sebagai organisasi dalam

memberdayakan para pengikutya dalam bidang pendidikan


(18)

9

3. Mengetahui hambatan dan solusi tarekat Syadziliyah dalam

memberdayakan pengikutnya dalam bidang pendidikan dan ekonomi di kabupaten Blitar

E. Kegunaan Penelitian

Terkait dengan kegunaan dan penelitian ini dapat diklasifikasi menjadi dua hal:

1. Kegunaan secara teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keimuan intelektual muslim.

2. Kegunaan secara praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh umat islam khususnya pengikut ajaran tarekat Syadziliyah agar menjadi lebih baik lagi.

F. Penelitian Terdahulu

Sejauh ini, peneliti belum menemukan adanya penelitian sebelumnya yang berkaitan langsung dengan Tarekat Syadziliyah Dalam Pemberdayaan Pendidikan Dan Ekonomi (Studi Kasus Tarekat Syadziliyah Di Kabupaten Blitar). Namun, peneliti mendapatkan tesis yang meneliti tentang tarekat Syadziliyah yang berjudul:


(19)

10

1. Ajaran Dan Dampak Spiritualitas Tarekat Syadziliyah Bagi Para

Pengikut Tarekat Di Pondok PETA Kauman Tulungagung. Tesis dari UIN Malang oleh M. Sukron tahun 2011.

Dari hasil penelitian atau tesis tersbut menunjukkan bahwa ajaran tarekat Syadziliyah di Pondok PETA Tulungagung meliputi istighfar, shalawat Nabi saw, dzikir ism dzat, wasilah atau tawasul, rabhithah, wirid, hizib, adab murid dan suluk. Adapun ritual-ritual yang terdapat pada kemursyidan tarekat Syadziliyah di Pondok PETA Tulungagung adalah bai'at atau talqin dzikir, khushusiyah, haul dan manaqib. Dampak spiritual tarekat Syadzhiliyah menjadikan para pengikutnya lebih sabar, baik dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah swt, maupun sabar dalam menghadapi musibah/ ujian yang datang dari Allah swt.Selanjutnya dengan bertarekat dapat melahirkan ketenangan, kedamaian, karena memiliki kontrol diri yang lebih baik, sehingga dapat menjalani hidup lebih ringan.Tarekat juga dapat menumbuhkan semangat dalam bekerja (etos kerja).Karena para pengikutnya memiliki kedisiplinan kerja yang tinggi, kerja keras, bisa menerima kenyataan yang terjadi di lapangan kerja, sebagaimanaadanya rejeki bukan sesuatu yang bisa diprediksi dan dipastikan.Semua bisa berjalan karena memiliki dasar pemikiran yang mantap yang dicapai melalui olah tarekat yang istiqomah.Dampak

spiritual tarekat lainnya adalah menumbuhkan akhlak yang


(20)

11

dirinya dari perbuatan yang tercela.penganut tarekat berkeyakinan bahwa ajaran tarekat merupakan tuntunan moral dan kebatinan yang dapat menolak segala macam pikiran dan tindakan yang bertentangan dengan agama, yang menjadikan seseorang berakhlak yang terpuji.Sedangkan dampak spiritual tarekat yang terakhir adalah membuat orang merasa lebih dekat kepada Allah.

2. Perjalanan Sang Pendekar: Manaqib Syekh Mustaqim bin Husain (1901

– 1970) Pendiri Pondok PETA, Tulungagung hasil dari penelitian

ustadz Purnawan Buchori yang diterbitkan Pondok PETA Tulungagung

Dalam buku ini menekankan awal mula tarekat Syadziliyah di pondok PETA Tulungagung hingga turun sampai beberapa generasi dan terdapat didalamnya perjalanan pendiri pondok PETA Syekh Mustaqim bin Husain. Dan terdapat pula kisah kisah nyata kaitanya dengan perjalanan suluk dari murid-murid tarekat Syadziliyah sampai mereka

wushul kepada Allah SWT.6

3. Konsepsi tasawuf Abu Hasan al Syadzili dan relevansinya dengan

masyarakat zamanya (perspektif historis). Desertasi dari IAIN Sunan Ampel oleh Saifulloh tahun 2010

Dalam hasil penelitan tersebut menjelaskan bahwasanya mengamalkan tasawuf itu tidak berarti melarikan diri dari realitas kehidupan dunia dengan segala yang ada di dalamnya, akan tetapi

6


(21)

12

tasawuf adalah dengan tujuan yang murni yaitu untuk mensucikan diri, untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

4. Pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan keberhasilan usaha

ekonomi rakyat. Dari Jurnal El Ijtima’ vol. 8 No. 1 Januari – Juni 2007 karya dari Chamdan Purnama diterbitkan oleh Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat.

Dalam jurnal tersebut menyatakan bahwasanya pemberdayaan baik dalam bentuk pendidikan dan pelatihan, kemitraan usaha, subsidi dan peraturan peraturan pemerintah yang berpihak kepada usaha kecil akandapat meningkatkan kinerja usaha kecil yang tercermin dalam kemampuan usaha yang pada giliranya dapat meningkatkan

keberhasilan usaha.7

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Penelitian tentang Tarekat Syadziliyah dalam pemberdayaan pendidikan dan ekonomi para pengikutnya (studi kasus tarekat Syadziliyah di kabupaten Blitar) ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

7

Chamdan Purnama, Pemberdayaan Sebagai upaya Meningkatkan Keberhasilan Usaha Ekonomi Rakyat, (Surabaya: LPKM IAIN Sunan Ampel, 2007)), h. 18


(22)

13

perilaku yang dapat diamati.8 Menurut Creswell penelitian kualitatif

dibagi menjadi lima, yaitu:9

a) Ethnography yaitu salah satu strategi penelitian kualitatif yang di dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam pengumpulan data utama, data observasi dan data wawancara.

b) Grounded Theory yaitu dimana seorang peneliti menarik generalisasi (apa yang diamati secara induktif), teori yang abstrak tentang proses, tindakan atau interaksi berdasarkan pandangan dari partisipan yang diteliti.

c) Case Studies yaitu peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. d) Phenomenological yaitu dimana seorang peneliti mengumpulkan

data dengan observasi partisipan untuk mengetahui fenomena esensial partisipan dalam pengalaman hidupnya.

e) Narrative yaitu dimana seorang peneliti melakukan studi terhadap seorang individu atau lebih untuk memperoleh data tentang sejarah perjalanan dalam hidupnya.

Adapun jenis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan pendekatan studi kasus (case study), yaitu dimana

8

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 4

9


(23)

14

peneliti melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap program,

kejadian, proses, aktivitas, terhadap satu atau lebih orang.10 Adapun

karakteristik dari penelitian kualitatif yaitu:11

a) Dilakukan pada kondisi yang alamiah (sebagai lawanya adalah

eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.

b) Lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berupa kata atau

gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

c) Lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome.

d) Melakukan analisis data secara induktif

e) Lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati)

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian Tarekat Syadziliyah dalam pemberdayaan pendidikan dan ekonomi para pengikutnya (studi kasus tarekat Syadziliyah di kabupaten Blitar) adalah di kabupaten Blitar. Adapun kecamatan yang ada di kabupaten Blitar meliputi kecamatan Garum, kecamatan Wlingi, Wonotirto, kecamatan Bakung, kecamatan Kademangan, kecamatan Kanigoro, kecamatan Sutojayan, kecamatan Panggungrejo, kecamatan Binangun, kecamatan Wates, kecamatan

Selopuro, kecamatan Selorejo, kecamatan Doko, kecamatan

10

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 15

11


(24)

15

Kesamben, kecamatan Gandusari, kecamatan Talun, kecamatan Nglegok, kecamatan Sanan Kulon, kecamatan Udanawu, kecamatan Wonodadi.

3. Sumber Data

Jenis data penelitian ini adalah data kualitatif berupa hasil dari wawancara peneliti dengan narasumber.Selain itu ada juga data tambahan berupa data observasi dan beberapa dokumen yang diperoleh dari tempat penelitian. Sedangkan sumber data penelitiannya adalah:

a) Sumber Primer, sumber utama penelitian yang berkaitan dengan

tarekat peneliti ambil dari buku Manaqib Sang Quthub Agung dan Perjalanan Sang Pendekar karangan Purnawan Buchori terbitan pondok PETA Tulungagung serta peneliti mengambil dari wawancara dari beberapa murid tarekat yang sudah senior. Dan untuk pemberdayaan pendidikan peneliti mengambil dari hasil wawancara dengan pengasuh pengajian kitab Hikam di beberapa tempat serta beberapa imam khususiyah. Adapun untuk pemberdayaan ekonomi peneliti mengambil dari hasil wawancara dengan pengurus tarekat Syadziliyah di kabupaten Blitar, ketua kelompok, dan beberapa dokumen dari tarekat Syadziliyah yang berhubungan dengan pemberdayaan ekonomi para pengikutnya.


(25)

16

Sumber Sekunder adalah sumber pendukung penelitian, antara lain dari data dan dokumen yang terdapat di organisasi dibawah naungan tarekat Syadziliyah di bawah naungan pondok PETA Tulungagung.

4. Prosedur pengumpulan data

Agar peneliti bisa mendapatkan data yang lebih valid dan akurat, maka dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik-teknik pengumpuan data yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu:

a) Wawancara

Wawancara adalah suatu dialog (tanya jawab) secara tatap

muka (face to face) antara si penanya (pewawancara) dengan si

penjawab (responden) dengan menggunakan panduan wawancara dalam memperoleh keterangan atau informasi untuk tujuan

penelitian.12 Pada tahap ini, peneliti hadir langsung ke tempat

orang yang akan diwawancarai dan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan fokus penelitian ini dengan menggunakan instrumen wawancara yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan mencatatat jawaban-jawaban dari pertanyaan penanya. Dengan wawancara ini peneliti bisa mengumpulkan data yang diinginkan dan dibutuhkan.Dalam melakukan wawancara dibutuhkan keterampilan yang memadai agar informasi dapat

12


(26)

17

diperoleh secara menyeluruh.Dalam penelitian ini, penulis ingin hasil wawancaranya tidak ada yang tertinggal dan catatanya lebih cepat.

Adapun langkah-langkah dari wawancara adalah:13

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan

pembicaraan

3) Mengawali atau membuka alur wawancara

4) Melangsungkan alur wawancara

5) Mengkonfirmasi ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya

6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah

diperoleh

b) Observasi

Yang dimaksud observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis

mengenai tingkah laku dengan melihat individu atau

kelompok.Penggunaan obsevasi ini mampu mengoptimalkan kemampuan peneliti dari sisi motif, kepercayaan, perhatian

perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya.14Dan pengamatan

juga memungkinkan peneliti bisa melihat keadaan sesungguhnya dari sumber data atau responden.Pada tahap observasi ini, peneliti

13

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 320

14


(27)

18

hadir langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati hal-hal yang terjadi di lapangan dan mencatat atau mendokumentasikan kejadian-kejadian penting untuk penelitian ini, dan melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.15

c) Dokumentasi

Dalam penelitian ini juga menggunakan metode

dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan

sebagainya.16Dokumentasi ini digunakan oleh peneliti ketika

dokumen-dokumen tersebut bisa membantu peneliti

mengumpulkan data hasil wawancara dan observasi agar data-data tersebut lebih akurat.

5. Analisis Data

Analisis data yang dilaksanakan dalam penelitian ini digunakan

pendekatan kualitatif model Miles dan Hubermas yaitu:17

a) Data Reduction

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian, pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi

15

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 309

16

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 206

17


(28)

19

data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangusng, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat dari kerangka penelitian, permasalahn studi dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih peneliti. Mereduksi data dengan cara seleksi ketat atas data, ringkasan atau uraian data singkat dan menggolongkan dalam pola yang lebih luas.

b) Data Display

Dalam penelitian kualitatif penyajian data dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori dan

sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut maka data

terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif, selain itu juga dapat menggunakan grafik ataupun matrik.

c) Conclusion Drawing/ Verification

Analisis data yang terakhir yaitu dengan penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung


(29)

20

bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

6. Validitas Data

Teknik validitas data terdapat enam teknik yaitu:18

a) Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber akan terbentuk sebuah hubungan yang baik, semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk sebuah hubungan baik maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian dimana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang dipelajari.Dalam perpanjangan pengamatan ini difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak.Apabila setelah dicek kembali ke lapangan data sudah benar berarti kredibel maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri.

18


(30)

21

b) Peningkatan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dan dengan melakukan peningkatan ketekunan maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak, dengan begitu peneliti dapat mempunyai deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

c) Triangulasi

Dalam pengujian kredibillitas data triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan triangulasi waktu.

d) Analisis Kasus Negatif

Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.Tetapi bila


(31)

22

peneliti masih mendapatkan data-data yang bertentangan dengan data yang ditemukan maka peneliti bisa merubah temuanya.

e) Menggunakan Bahan Referensi

Yang dimaksud dengan bahan referensi disini adalah adanya pendukung yang membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.Sebagai contoh data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara atau alat rekam suara, karena hal tersebut sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan peneliti.

f) Mengadakan Member Check

Member Check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti dari sumber data, tujuanya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diperoleh dari sumber data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh sumber data maka datanya valid dan datanya semakin kredibel.

7. Langkah-Langkah Penelitian

Tahapan penelitian merupakan suatu langkah-langkah dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti, dimulai dengan mencari data


(32)

23

di lapangan sampai dengan upaya penelitian untuk menganalisa data

yang diperoleh. Untuk itu dilakukan beberapa tahapan berikut:19

a) Tahap Pra Lapangan

Yang dimaksud dengan tahap pra lapangan adalah sebuah tahapan persiapan dan membuat desain penelitian sehingga dalam tahapan ini menghasilkan suatu rencana kerja yang matang. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah mengadakan penjajakan lapangan, kemudian peneliti berusaha untuk:

1) Menyusun rancangan penelitian

2) Memilih lapangan penelitian

3) Mengurus perizinan

4) Menjajaki dan menilai lapangan

5) Memilih dan memanfaatkan informan

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian

7) Persoalan etika penelitian

b) Tahap Pekerjaan Lapangan

Yang dimaksud dengan tahap pekerjaan lapangan adalah penelitian terfokus dalam pencarian data di lapangan dalam menggali data secara eksplorasi yakni pencarian data yang bersifat meluas dan menyeluruh, sehingga peneliti dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang diteliti secara langsung.

19


(33)

24

Uraian tentang tahapan pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian yaitu:

1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri

2) Memperhatikan penampilan (menyesuaikan dengan kebiasaan,

adat, tatacara dan kultur penelitian

3) Membina hubungan antara subjek dengan peneliti di lapangan

4) Memperhatikan dan memperhitungkan jumlah waktu agar

lebih efisien

c) Memasuki lapangan

Pada saat memasuki lapangan hal-hal yang harus diperhatikan oleh peneliti diantaranya adalah:

1) Keakraban hubungan

2) Mempelajari bahasa atau simbol-simbol yang digunakan oleh

orang yang menjadi subjek penelitian

3) Seorang peneliti harus terlibat langsung dengan

kegiatan-kegiatan subjek penelitian

d) Tahap analisis data

Setelah peneliti mendapatkan data yang cukup dari lapangan, peneliti melakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh dengan teknik analisis yang telah peneliti uraikan di atas, kemudian menelaahnya, membagi dan menemukan makana dari


(34)

25

apa yang telah diperoleh dari yang diteliti. Untuk selajutnya, hasil penelitian dilaporkan dan disusun secara sistematis.

H. Sistematika Pembahasan

Bab I. Bab ini berisi pendahuluan yang terdiri delapan dari beberapa sub bab yaitu: Latar Belakang Masalah, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Landasan Teoritik, Metodologi Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

Bab II. Pada bab ini berisi kerangka teoritik yang terdiri dari lima sub bab yaitu sejarah berdirinya tarekat Syadziliyah, perkembangan tarekat Syadziliyah, peranan tarekat Syadziliyah, Pemberdayaan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi.

Bab III. Pada bab ini berisi tentang tarekat Syadziliyah di pondok PETA Tulungagung yang terdiri dari empat sub bab yaitu sejarah berdirinya pondok PETA Tulungagung, rantai silsilah tarekat Syadziliyah di pondok PETA Tulungagung, amalan dan ajaran tarekat Syadziliyah di pondok PETA Tulungagung dan biografi pendiri dan mursyid tarekat Syadziliyah di ponok PETA Tulungagung

Bab IV. Pada bab ini berisi tentang penyajian data dan analisis datayang terdiri dari dua sub bab yaitu Tarekat Syadziliyah dalam pemberdayaan pendidikan para pengikutnya dan Tarekat Syadziliyah dalam pemberdayaan ekonomi para pengikutnya.

Bab V. Pada bab ini berisi penutup yang berisi dua sub bab yaitu simpulan dan saran.


(35)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tarekat Syadiliyah

1. Pengertian Tarekat

Tarekat adalah salah satu bagian inti dari tasawuf itu sendiri, Tarekat

berasal dari kata Thoriq atau Thoriqohyang berarti jalan,tempat lalu lintas,

aliran, mazhab, metode atau sistem,1 dan menurut ahli yang lain Tarekat

merupakan upaya untuk mengenal Tuhan dengan sebaik-baiknya serta dalam

beribadah sampai memebekas di hatinya.2 Dan jalan yang ditempuh untuk

mencapai pada tuhannya ini yang dinamakan dengan tarekat.3 Tarekat adalah

laku tertentu bagi orang-orang yang menempuh jalan kepada Allah SWT,

berupa menapaki (manzilah) jalan setapak dan naik ke maqam-maqam atau

tempat-tempat mulia.Menurut Syekh Namuddin al-Kubra dalam kitab Jami’ul

Auliya menandaskan, syari’at itu uraian, tarekat adalah pelaksanaan, hakekat merupakan keadaan, dan ma’rifat itu tujuan pokok.4

Dari beberapa penjelasan tentang definisi tarekat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa tarekat adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan tujuan untuk wushul (sampai) kepada-Nya.

1

Noer Iskandar al Barsani, Tasawuf Tarekat Dan Para Sufi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), h. 52

2

Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Thariqah, (Solo: Ramadhani, 1996), h. 97

3

Simuh, Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam Ke Mistik Jawa, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999), h.26

4


(36)

27

Tarekat juga merupakan salah satu metode pengembangan ajaran tasawuf, yaitu dengan melaksanakan beberapa amalan tarekat serta berusaha melepaskan diri agar melampaui batas-batas sifat-sifat tertetu sebagai

manusia biasa agar dapat mendekatkan diri kepada Allah.5 Dalam suatu

ajaran tarekat seorang murid atau orang yang bertarekat diwajibkan untuk

mengamalkan suatu amalan yang telah diberikan oleh sang guru (mursyid).

Latihan-latihan tentang ilmu ketasawufan ini harus dikerjakan seorang murid untuk mencapai suatu ketenangan jiwa dan membuka jalan untuk mencapai jalan Tuhan.Ilmu mengenai sabar, tawakal, ikhlas, ridha dan qanaah merupakan hal yang mendasar dalam tarekat.Sehingga murid dituntut untuk senantiasa mampu menyelesaikan berbagai masalahnya dengan kondisi psikologis yang positif dengan menyandarkan segala sesuatunya kepada Allah SWT.

Tarekat sebagaimana yang lazim dikerjakan oleh para jama’ah mempunyai tujuan yang sangat mulia didalam kehidupan. Baik dunia maupun akhirat antara lain:

a) Dengan mengamalkan tarekat berarti mengadakan latihan jiwa

(riyadhoh) dan berjuang melarang hawa nafsu (mujahadah) membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan diisi dengan sifat-sifat yang terpuji dengan melalui perbaikan budi pekerti dalam segala lini.

b) Dengan bertarekat dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah Zat

Yang Maha Esa dan Maha Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan

5

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabaroh di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 9


(37)

28

mengamalkan wirid dan dzikir dan dibarengi dengan tafakkur yang secara teras-menerus.

c) Dengan bertarekat akan tirnbul perasaan takut kepada Allah sehingga

timbul pula dalam diri seseorang itu suatu usaha utuk menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lupa kepada Allah.

d) Jika tarekat dapat dilakukan dengan penuh ikhlas dan ketaatan kepada

Allah, maka akan tidak mustahil dapat dicapai suatu tingkat alam ma'rifat, sehingga dapat diketahui pula segala rahasia di balik tabir cahaya Allah dan Rasulnya secara terang benderang.

Ada banyak sekali tarekat yang ada di Indonesia, dan menurut

Jam’iyah Ahli al Thariqah al Mu’tabarah An Nahdhiyyah tarekat dibedakan menjadi dua, yaitu tarekat Mu’tabarah dan tarekat Ghairu Mu’tabarah. Pengertian dari tarekat mu’tabarah adalah tarekat yang memiliki sanad yang Muttasil atau bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.Beliau mendapatkan dari malaikat Jibril As, dan malaikat Jibril As dari Allah SWT. Menurut Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya yang

juga ketua Jam’iyah Ahli al Thariqah al Mu’tabarah An Nahdhiyyah ada 43

alirat tarekat Mu’tabarah. Sedangkan tarekat ghairu mu’tabarah adalah tarekat yang tidak memiliki sanad yang Muttasil atau bersambung sampai kepada

Rasulullah SAW atau sanadnya putus di tengah.6

6


(38)

29

Sebuah tarekat dianggap mu’tabarah apapbila terpenuhi syarat

sebagai berikut:7

a) Ajarannya tidak bertentangan dengan al-qur’an dan as-sunnah, dalam arti

tarekat tersebut bersumber pada al-qur’an dan as-sunnah.

b) Tidak meninggalkan syariat

c) Silsilanya sanadnya bersambung sampai pada Rasulullah.

d) Ada mursyid yang membimbing murid.

e) Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.

f) Kebenaran ajarannya bersifat universal.

2. Sejarah Tarekat Syadziliyah

Pada abad ke tujuh Hijriyah di dunia Islam, baik di kawasan barat maupun timur tumbuh berbagai tarekat sufi yang bergerak secara aktif. Di dunia Islam belahan barat muncul aliran tarekat Syadziliyah yang kemudian berkembang ke Mesir dan di dunia Islam bagian timur juga sampai menyebar ke berbagai kawasan Islam sampai saat ini. Pendiri tarekat Syadziliyah adalah Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Abu Hasan al Syadzili atau lebih dikenal dengan nama Abu Hasan al Syadzili beliau lahir tahun 593 H. di Tunisia Afrika dan dalam sejarah keturunannya beliau dihubungkan dengan keturunan dari Hasan putra Ali bin Thalib, dan dengan demikian juga

keturunan dari Siti Fatimah anak perempuan dari Nabi Muhammad SAW.8

7

Cecep Alba, Tasawuf Dan Tarekat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 27

8


(39)

30

Syaikh Abu Hasan al-Syadzili adalah salah satu tokoh sufi abad ke tujuh hiriyah, menurut beliau zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia, karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan, sehingga tidak ada larangan bagi seorang salik untuk menjadi konglomerat, asalkan hatinya tidak tergantung pada harta yang dimilikinya. Sejalan dengan itu pula, bahwa seorang salik tidak harus memakai baju lusuh yang tidak berharga, yang akhirnya hanya akan menjatuhkan martabatnya. Walaupun Abu Hasan al Syadzili sebagai mursyid tarekat, diceritakan bahwa beliau adalah orang yang kaya raya secara material, tetapi tidak terbesit sedikitpun

keinginan didalam hatinya terhadap harta dunia.9

Tarekat Syadziliyah memulai keberadaannya di bawah salah satu dinasti al-Muwahhidun, yakni Hafsiyyah di Tunisia.Tarekat ini kemudian berkembang dan tumbuh subur di Mesir dan Timur dekat di bawah kekuasaan dinasti Mamluk.Dalam hal ini yang menarik, bahwa meskipun tarekat ini berkembang pesat di daerah Timur (Mesir), namun awal perkembangannya adalah dari Barat (Tunisia).Dengan demikian, peran daerah Maghrib dalam

kehidupan spiritual tidak sedikit.10

Karakter tasawuf dari Syeikh Abu Hasan al Syadzili mendapat pengaruh yang kuat dari model tasawuf ala maghribi, hal tersebut dimungkinkan karena dalam perkembangan kejiwaan dan keilmuan beliau waktunya banyak dihabiskan di negeri-negeri barat seperti mulai dari Tunisia

9

Saifudin zuhri, Tarekat Syadziliyah Dalam Perspektif Perilaku Perubahan Sosial ( Yogyakarta: Teras, 2011), h. 6

10

Sri Mulyati, Mengenal Dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 65


(40)

31

dan yang terakhir di Mesir. Namun beliau juga mengagumi serta mendalami karangan dari ulama-ulama timur salah satunya Imam al Ghozali, jadi bisa dikatakan bahwa pada diri Syeikh Abu Hasan al Syadzili terdapat perpaduan antara tasawuf ala barat dan timur. Tasawuf ala maghribi pada umumnya memiliki kekhasan menyukai kelembutan, kelenturan dan keindahan serta senantiasa berusaha untuk mensyukuri apapun pemberian Allah SWT.Maka dalam ajaran tarekat Syadziliyah selalu ditekankan tentang kebersihan, kerapian, keraturan, dan ketenangan.Sebaliknya sangat ditabukan menjadi peminta-minta, hidup semaunya dan suka berkeluh kesah, oleh karena itu tarekat Syadziliyah dikenal sebagai tarekat yang menempuh jalan syukur.Disamping itu tarekat Syadziliyah memiliki jiwa tasawuf yang

terkesan fleksibel dan kompromis.11

Sepeninggal Abu Hasan al Syadzili, kepemimpinan tarekat ini diteruskan oleh Abu al Abbas al Mursi yang ditunjuk langsung oleha Abu Hasan al Syadzili. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Ali al Anshari al Mursi, terlahir di Murcia, spanyol pada 616H/1219M, dan meninggal pada 686H/1287M di Alexandria.Dari beberapa uraian tersebut, maka penulis menarik kesimpulan bahwa tarekat Syadziliyah merupakan suatu aliran dalam tarekat yang didirikan oleh Syeikh Abu Hasan al Syadzili.

11


(41)

32

3. Silsilah dalam tarekat Syadziliah

Syadziliyah adalah salah satu tarekat yang diakui kebenarannya (

al-Mu’tabarah), karena silsilah Abu Hasan al Syadzili adalah bersambung (muttasil) sampai Rasullulah SAW. Silsilahnya adalah:

a) Quthbul Muhaqqiqin Sultanul Auliya’ Syaikh Sayyid Abul Hasan al Syadzili dari

b) Syaikh Sayyid Abdus Salam Ibn Masyisy dari

c) Quthbus Syarif Abdur Rahman al Hasan dari

d) Quthbul Auliya’ Taqiyuddin al Faqair As Sufi dari

e) Syaikh Fakhruddin dari

f) Syaikh Qutb Nuuddin Ali dari

g) Syaikh Quthb Tajuddin Muhammad dari

h) Syaikh Quthb Zainuddin al Qazwini dari

i) Syaikh Quthb Ibrahim al Bashri dari

j) Syaikh Quthb Ahmad al Marwani dari

k) Syaikh Sa’id dari

l) Syaikh Quthb Abu Muhammad Path al Sa’udi dari m) Syaikh Quthb Sa’id al Ghazwani dari

n) Syaikh Quthb Abu Muhammad Jabir dari

o) Awwalul Aqthab Sayyid al Syarif al Hasan ibn Ali dari


(42)

33

q) Sayyidina Muhammad SAW.12

4. Ajaran dalam tarekat Syadziliah

Tarekat Syadziliyah termasuk salah satu tarekat yang mu’tabaroh dari

43 tarekat di atas.Tarekat Syadziliyah lebih menekankan pada riyadlotul

qulub yang digunakan dalam tarekat ini.Abu Hasan al Syadzili berpendapat,

bahwa tidak melarang kepada seorang salik yang memiliki harta berlimpah,

dengan segala kemewahannya, asalkan hatinya tidak tergantung pada harta yang dimilikinya.

Syeikh Abu Hasan al Syadzili tidak menyukai murid beliau berpenampilan yang menunjukkan ciri khas sebagai seorang sufi, beliau menginginkan agar pakaian yang dikenakan murid beliau sesuai dengan kehidupan atau profesi mereka masing-masing. Sedangkan hubungan yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan tidak perlu di tutup-tutupi, hal tersebut terlihat dari kegemaran beliau berkuda dengan kuda yang berkualitas bagus dan mengikuti pertampuran di kota Manshurah pada usia lanjut. Kesemuanya itu beliau lakukan untuk memberikan pelajaran kepada murid-murid beliau bahwa seorang sufi dalam zuhudnya tidaklah harus meninggalkan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan masyarakat. Selain itu beliau ingin menepis wacana yang berlaku di sebagian masyarakat bahwa orang yang bertasawuf dan orang yang bertarekat adalah orang yang

12

Aziz Masyhuri, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, (Surabaya: Imtiyaz, 2011), h. 260-261


(43)

34

lemah, pemalas, pengangguran, semaunya sendiri, kumuh, miskin bodoh serta

bisa menghambat perkembangan islam.13

Tarekat Syadziliyah mempunyai pemikiran yang moderat dan

terbuka.14 Untuk itu Abu Hasan al Syadzili mengajarkan terhadap

pengikutnya untuk menggunakan apa yang telah diberikan nikmat oleh Allah secukupnya untuk disyukuri baik dalam hal pakaian, kendaraan, yang layak untuk digunakan dalam kehidupan sesederhana mungkin. Hal yang demikian tersebut akan menumbuhkan rasa syukur terhadap Allah SWT dan akan mengenal rahmat sang Ilahi. Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur dan juga terlalu berlebihan terhadap keduniawian akan mengarah kepada kedzaliman. Sebaik-baik manusia adalah orang yang memanfaatkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya secukupnya, dan juga mengikuti petunjuk Allah dan Rasulnya.

Adapun pokok-pokok ajaran tarekat syadiziliyah adalah sebagai

berikut:15

a) Taqwa kepada Allah SWT lahir batin, yaitu secara konsisten

(isitiqomah), sabar dan tabah selalu menjalankan segala perintah Allah

SWT serta menjauhi semua larangan-Nya dengan berlaku wara’, baik

ketika sendiri maupun pada saat dihadapan orang lain.

13

Purnawan Buchori, Manaqib Sang Quthub Agung, (Tulungagung: Pondok PETA, 2007), h. 54 - 57

14

Saifudin Zuhri, Tarekat Syadziliyah Dalam Perspektif Perilaku Perubahan Sosial, ( Yogyakarta: Teras, 2011), h. 6

15

Purnawan Buchori, Manaqib Sang Quthub Agung, ( Tulungagung: Pondok PETA, 2007), h. 87-90


(44)

35

b) Mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW dalam ucapan dan perbuatan,

yaitu dengan cara selalu berusaha sekuat-kuatnya untuk senantiasa berucap dan beramal seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, serta selalu waspada agar senantiasa menjalankan budi pekerti luhur.

c) Mengosongkan hati dari segala sesuatu selain Allah SWT, yaitu dengan

cara tidak memperdulikan makhluk dalam kesukaan atau kebencian mereka diiringi dengan kesabaran dan berserah diri kepada Allah SWT (tawakal).

d) Ridha kepada Allah SWT baik dalam kekurangan maupun kelebihan,

yaitu dengan cara senantiasa ridha, ikhlas, qana’ah, dan tawakal dalam

menerima apapun pemberian Allah SWT.

e) Selalu berusaha dalam hatinya menyebut nama Allah SWT

Dan kelima pokok tersebut di atas bertumpu pada lima pokok

berikut:16

a) Memiliki semangat tinggi di atas bertumpu, karena dengan semangat

tinggi maka akan naik pula tingkat derajat seseorang.

b) Berhati-hati atau waspada terhadap segala yang haram, karena

barangsiapa yang meninggalkan segala yang diharamkan Allah SWT maka akan menjaga pula kehormatannya.

c) Baik dalam khidmat (bakti) sebagai hamba, karena barangsiapa yang

menjaga kebaikan dan kebenaran dalam taatnya kepada Allah SWT, niscaya akan tercapailah tujuannya dalam kebesaran dan kemuliaan-Nya.

16

Purnawan Buchori, Manaqib Sang Quthub Agung, (Tulungagung: Pondok PETA, 2007), h. 84 - 85


(45)

36

d) Menunaikan segala yang difardhukan, karena barangsiapa yang

melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, niscaya akab bahagialah hidupnya.

Menghargai/menjunjung tinggi nikmat-nikmat dari Allah SWT, karena barangsiapa menjunjung tinggi nikmat dan mensyukurinya, maka dia akan menerima tambahan-tambahan nikmat yang lebih besar.

Menurut K.H Aziz Masyhuri ajaran-ajaran dan amalan dalam tarekat

Syadziliyah adalah:17

a) Istighfar

Maksud istighfar adalah memohon ampun kepada Allah dari segala dosa yang telah dilakukan seseorang.Esensi istighfar adalah tobat dan kembali kepada Allah, kembali dari hal-hal yang tercela menuju hal-hal terpuji.

b) Shalawat Nabi

Membaca shalawat Nabi Muhammad SAW dimaksudkan untuk memohon rahmat dan karunia bagi Nabi SAW agar pembacanya juga mendapatkan balasan limpahan rahmat dari Allah SWT.

c) Dzikir

Dzikir adalah perintah Allah pertama kali yang diwahyukan melalui malaikat Jibril kepada Muhammad, ketika ia menyepi (khalwat) di gua Hira‟. Dzikir yang diamalkan ahli tarekat Syadziliyah

adalah dzikir nafi itsbat yang berbunyi “laa ilaha illa Allah”, dan

17

Aziz Masyhuri, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, (Surabaya: IMTIYAZ, 2001), h. 262 - 271


(46)

37

diakhiri dengan mengucapkan “Sayyiduna Muhammad Rasulullah SAW”, dan diamalkan pula dzikir ism dzat yang dengan mengucap

dzikir nafi itsbat yang dibunyikan secara perlahan dan dibaca panjang,

dengan mengingat maknanya yaitu tiada dzat yang dituju kecuali hanyalah Allah, dibaca sebanyak tiga kali, dan diakhiri dengan mengucapkan “Sayyidina Muhammad Rasulullah”. Kemudian

diteruskan dzikir nafi itsbat tersebut sebanyak seratus kali.

d) Wasilah dan Rabithah

Dalam tradisi tarekat Syadziliyah, orang-orang yang dipandang paling dekat dengan Allah adalah Nabi Muhammad SAW, kemudian

disusul para nabi lain, al-khulafa‟ al-rasyidun, tabi‟in, tabi‟ al-tabi‟in,

dan masyayikh atau para mursyid. Diantara bentuk-bentuk tawassul yang diajarkan dan biasa dilakukan pada tarekat Syadziliyah adalah

membaca surat al-fatihah yang ditujukan kepada arwah suci (arwah

al-muqaddasah) dari Nabi Muhammad SAW sampai mursyid yang mengajar atau menalqin dzikir.

e) Wirid

Adapun wirid yang dianjurkan adalah penggalan ayat al-Qur‟an surat at-Taubah (9:128-129) dan wirid ayat kursi yang dibaca minimal 11 kali setelah shalat fardlu. Dan wirid-wirid lain, yang antara murid yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda sesuai dengan kebijaksanaan mursyid.


(47)

38

Adab murid dapat dikategorikan ke dalam empat hal, yaitu adab murid kepada Allah, adab murid kepada mursyidnya, adab murid kepada dirinya sendiri dan adab murid kepada ikhwan atau sesama muslim.

1) Adab murid kepada Allah SWT

Adab ini dilakukan untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena seseorang yang lebih dekat dengan dengan Allah akan lebih mudah mendapatkan keistiqomahan, dan di dalam hati seseorang itu akan senantiasa akan selalu mengingat Allah kapan pun dan dimana pun.

2) Adab murid kepada Mursyidnya

Adab seorang murid kepada Mursyid adalah ajaran yang penting dalam tarekat. Keistiqomahan seorang murid akan tetap terjaga karena bantuan dari seorang Mursyid tarekatnya. Seorang murid tarekat haruslah menghormati gurunya baik secara lahir maupun batin. Dan selalu percaya akan segala kebijakan yang diberikan oleh seorang Mursyid. Jika seorang murid sudah benarbenar sempurna dalam ketaatannya pada Mursyidnya, maka ia akan merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT.

3) Adab murid kepada saudara sesama muslim

Adab seorang murid kepada saudaranya sesama muslim haruslah senantiasa dijaga agar tetap terjalin dengan baik.


(48)

39

4) Adab murid kepada dirinya sendiri

Selain seorang murid itu harus menjaga perilaku kepada

Allah, mursyid tarekatnya, atau beradab pada sesama ikhwannya.Seorang murid itu harus senantiasa menjaga dirinya sendiri dari berperilaku tidak baik. Karena jika seseorang itu berperilaku baik akan memudahkan dirinya untuk mendekat pada Allah SWT dan pada mursyidnya. Apabila seorang murid itu berperilaku tidak baik, maka akan mempersulit dirin untuk dekat dengan Allah dan mursyid, selain itu juga murid akan sulit menjalankan keistiqomahan dalam melalakukan tarekat. Sebab perilaku seseorang yang tidak baik cenderung banyak mendapatkan godaan dari hawa nafsu atau setan.

g) Hizib

Hizib yang diajarkan tarekat Syadziliyah jumlahnya cukup banyak, dan setiap murid tidak menerima hizib yang sama, karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruhaniyah murid sendiri dan

kebijaksanaan mursyid. Adapun hizib-hizib tersebut antara lain hizib

al-Asyfa’, hizib al-Aafi, atau al-autat, hizib al-Bahr, hizib al-Baladiyah, atau al-Birbihatiyah, hizib al-Barr, hizib an-Nasr, hizib al-Mubarak, hizib as-Salamah, hizib an-Nur, dan hizib al-Kahfi. Hizib-hizib tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali telah mendapat izin atau ijazah dari mursyid atau seorang murid yang ditunjuk mursyid untuk mengijazahkannya.


(49)

40

h) Zuhud

Pada hakikatnya, zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan.Mengamalkan Tarekat tidak harus meninggalkan kepentingan duniawi secara lahiriah.

i) Uzlah dan suluk

Uzlah adalah mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat atau khalayak ramai, untuk menghindarkan diri dari godaan-godaan yang dapat mengotori jiwa, seperti menggunjing, mengadu domba, bertengkar, dan memikirkan keduniaan.Dalam pandangan Syadziliyah, untuk mengamalkan tarekat seorang murid tidak harus mengasingkan

diri (uzlah) dan meninggalkan kehidupan duniawi (al-zuhud) secara

membabi buta.Suluk adalah suatu perjalanan menuju Tuhan yang

dilakukan dengan berdiam diri di pondok atau zawiyah.Suluk di pondok pesulukan dalam tradisi tarekat Syadziliyah dipahami sebagai

pelatihan diri (training centre) untuk membiasakan diri dan menguasai

kata hatinya agar senantiasa mampu mengingat dan berdzikir kepada Allah, dalam keadaan bagaimana, kapan, dan dimanapun.

Hal yang prinsip bagi murid atau salik terhadap mursyidnya adalah akhlak, adapun hal yang harus teraktualisasi bagi murid terhadap mursyidnya

diantaranya adalah sebagai berikut :18

1) Seorang murid harus pasrah dan taat kepada mursyidnya dalam semua

perintah dan nasihatnya, akhlak ini sebagai bentuk kepasrahan kepada

18


(50)

41

orang yang memiliki kekhususan dan pengetahuan, kompetensinya,

kekhususannya, kearifannya, kesantunannya bahwa dia telah

menggabungkan antara syariat dan hakikat, dan seterusnya.

2) Seorang murid tidak boleh menentang mursyidnya dalam metode yang

digunakannya untuk mendidik murid-muridnya, seorang murid hendaknya tidak mengkritik segala tindakan mursyidnya karena hal ini dapat melemahkan kepercayaan kepada mursyidnya, serta memutuskan interaksi batin dan ikatan jiwa dengan mursyidnya.

3) Seorang murid hendaknya meyakini kesempurnaan mursyidnya dan

kompetensinya dalam mendidik dan memberikan bimbingan, keyakinan ini dibentuk sejak awal ia memutuskan untuk menjadi murid dari seorang mursyid.

4) Seorang murid harus bersifat jujur dan ikhlas dalam bergaul dengan

mursyidnya.

5) Seorang murid hendaknya mengagunkan dan menjaga kehormatan

mursyidnya.

6) Seorang murid hendaknya mencintai mursyidnya dengan cinta yang

maksimal, dengan syarat tidak mengurangi kecintaannya kepada Allah, justru semakin cinta kepada Allah sebagai wujud ketakwaannya.

7) Seorang murid hendaknya tidak berpaling kepada mursyid yang lain,

agar dirinya tidak bimbang diantara dua mursyid, atau sebaiknya hanya memiliki satu mursyid saja.


(51)

42

Peranan mursyid di dalam tarekat mirip dengan peranan dengan seorang dokter. Mursyid adalah yang mendiagnosis penyakit hati dan menentukan pengobatannya, agar murid sanggup menyadari Tuhan dalam hidupnya.Tarekat sebagai dimensi esoterik ajaran Islam mempunyai segi-segi

ekslusif yang menyangkut hal-hal yang bersifat “rahasia”.Bobot

keruhaniannya yang amat dalam tentu tidak semuanya dapat dimengerti oleh orang yang hanya menekuni dimensi eksoterik ajaran Islam.Oleh karena itu, tidak jarang terjadi salah pengertian dari kalangan awam yang melihatnya. Seseorang tidak dibenarkan mengamalkan tarekat tanpa bimbingan seorang mursyid yang terpercaya dan yang sudah diakui kewenangannya dalam mengajarkan tarekat.Kewenangan ijazah untuk mengajarkan tarekat bagi seorang mursyid diperoleh dari gurunya secara mutawatir sehingga

membentuk mata rantai guru-guru tarekat yang disebut “silsilah tarekat.”19

B. Pemberdayaan Pendidikan

1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi masyarakat yang ada secara partisipatif. Dengan cara ini akan memungkinkan terbentuknya masyarakat yang majemuk, penuh kesinambungan kewajiban

19


(52)

43

dan hak, saling menghormati tanpa ada yang asing dalam komunitasnya.20

Proses dalam pemberdayaan berlangsung secara terus-menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya, upaya itu hanya bisa dilakukan dengan membangkitkan keberdayaan mereka, untuk memperbaiki kehidupan di atas kekuatan sendiri. Asumsi dasar yang dipergunakan adalah bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan daya, untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih baik.Dengan demikian, pada dasarnya manusia itu bersifat aktif dalam upaya peningkatan keberdayaan dirinya. Dalam rangka pemberdayaan ini upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan serta akses ke dalam kemampuan sumber ekonomi seperti modal, keterampilan, teknologi, informasi dan lapangan kerja, pemberdayaan ini menyangkut

pembangunan sarana dan prasarana dasar, baik fisik maupun non fisik.21

Proses pemberdayaan sendiri mengandung dua kecenderungan, yaitu:22

a) Proses pemberdayaan dengan kecenderungan primer, yakni menekankan

pada proses pemberian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.

20

K. Suhendra, Peran Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 74 - 75

21

Engking Soewarman Hasan, Strategi Menciptakan Manusia Yang Bersumber Daya Unggul, (Bandung: Rosdakarya, 2002), h. 56 - 57

22

Adi Fahrudin, Pemberdayaan, Partisipasi Dan Penguatan Kapasitas Masyarakat, (Bandung: Humaniora, 2012), h. 48


(53)

44

b) Proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder menekankan pada

proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Jadi pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses dalam bingkai

usaha memperkuat apa yang lazim disebut community self-reliance atau

kemandirian.23Dan istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah

merupaka kemampuan seorang individu yang bersenyawa dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan.Sedangkan memberdayakan masyarakat adalah memperkuat unsur-unsur masyarakat keberdayaan itu untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi yang tidak mampu dengan dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan dan

memandirikan masyarakat.24 Dalam bahasa sederhananya pemberdayaan

masyarakat merupakan serangkaian upaya untuk menolong masyarakat agar lebih berdaya dalam meningkatkan sumber daya manusia dan berusaha mengoptimalkan sumber daya tersebut sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dalam memanfaatkan potensi yang dimilikinya sekaligus dapat meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan-kegiatan swadaya

23

Abu Hurairah, Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat, (Bandung: Humaniora, 2008), h. 87

24


(54)

45

Jack Routhman menyusun dan merumuskan tiga model dalam praktek

pemberdayaan masyarakat, yaitu :25

a) Model Pengembangan Lokal (Locality Development Model)

Model pengembangan lokal memasyarakatkan bahwa perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan secara bila melibatkan partisipasi aktif yang luas disemua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam tahap penentuan tujuan maupun pelaksanaan tindakan perubahan. Pembagunan masyarakat adalah proses yang dirancang untuk menciptkan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi yang lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif mereka, serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakasa mereka sendiri.

b) Model Perencanaan Sosial (Social Planning Model)

Model ini menekankan proses pemecahan masalah secara teknis terhadap masalah sosial yang substantif, seperti kenakalan remaja, perumahan (pemukiman), kesehatan mental dan masalah sosial lainnya. Selain itu juga, model ini menganggap betapa pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yag terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara rasional. Perencanaan dilakukan dengan sadar dan rasional, dalam pelaksanaannya juga dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi.

c) Model Aksi Sosial (Social Action Model)

25

Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Humaniora Press, 2010), h. 68 - 70


(55)

46

Model ini menekankan tentang betapa pentingnya penanganan kelompok penduduk yang tidak beruntung secara terorganisasi, terarah, dan sistematis. Juga, meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan demokrasi.Model ini bertujuan mengadakan perubahan yang mendasar didalam lembaga utama atau kebiasaan masyarakat.Model aksi sosial ini menekankan pada pemerataan kekuasaan dan sumber-sumbernya, atau dalam hal pembuatan keputusan masyarakat dan mengubah dasar kebijakan organisasi-organisasi formal.

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan.Pada dasarnya pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Sebaiknya, orang-orang harus terlibat dalam proses tersebut sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif sehingga semakin banyak ketrampilan yang dimiliki seseorang, semakin baik kemampuan

berpastisipasinya.26

26


(56)

47

Tujuan dari pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpastisipasi dalam kegiatan

sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.27

2. Pengertian Pemberdayaan Pendidikan

Salah satu proses pemberdayaan yang seharusnya ada dalam suatu masyarakat adalah pemberdayaan dalam bidang pendidikan, dikarenakan pendidikan adalah aspek universal yang harus selalu ada dalam kehidupan manusia. Tanpa pendidikan manusia tidak akan pernah berkembang dan berbudaya dan juga akan menjadi statis tanpa ada kemajuan, bahkan bisa jadi akan mengalami kemunduran dan kepunahan. Oleh karena itu, menjadi fakta yang tak berbantahkan bahwa pendidikan adalah sesuatau yang niscaya dalam kehidupan manusia.

Hampir pada setiap program pemberdayaan, aspek pengembangan sumberdaya manusia dijadikan salah satu komponennya, tetapi juga hampir disemua program pemberdayaan, aspek pengembangan sumberdaya manusia ini hanya dilakukan ala kadarnya atau untuk kepantasan semata.Tidak ada usaha sistematik dan rencana straregis untuk pengembangan sumberdaya

27

Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat (Bandung: Retika Adhitama, 2005), h. 60


(57)

48

manusia dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat, oleh sebab itu pengembangan sumberdaya manusia dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, harus mendapat penanganan yang serius.Sebab sumberdaya manusia adalah unsur paling fundamental dalam penguatan ekonomi di sebuah masyarakat.

Pendidikan sendiri dalam kasus besar bahasa Indonesia pendidikan diartikan sebagai sebuah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

dan pelatihan.28kalau menurut M. J. Langefeld pendidikan adalah pemberian

bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan.29 Dan

pendidikan menurut Mortimer J Adler adalah proses yang mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai manusia oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya

sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan baik.30 sedangkan

dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20, tahun 2003 pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranya

dimasa yang akan datang.31

28

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 232

29

Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Distematis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 25

30

Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 12

31


(58)

49

Dalam pandangan klasik, pendidikan pada umumnya disebut sebagai

pranata yang dapat dijalankan pada tiga fungsi sekaligus, yaitu:32

a) Menyiapkan generasi muda dalam memegang peranan-peranan tertentu

dalam masyarakat di masa depan.

b) Mentransfer dan memindahkan pengetahuan, sesuai dengan peranan yang

diinginkan.

c) Mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan

masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive)

masyarakat.

Proses pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan merupakan sebuah upaya yang memungkinkan masyarakat dengan segala keberadaanya dapat memberdayakan dirinya. Dengan pusat aktivitas harusnya berada di tangan masyarakat itu sendiri dengan bertitik tolak dari masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan manfaatnya untuk masyarakat atau dengan istilah lain pendidikan berbasis pada masyarakat. Kaitan dengan hal tersebut

ada beberapa prinsip yang patut diperhatikan yaitu:33

a) Keperdulian terhadap masalah, kebutuhan dan potensi/ sumberdaya

masyarakat

b) Kepercayaan timbal balik dari pelayan program dan dari masyarakat

pemilik program

32

Hasan Lunggulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al Maarif, 1995), h. 92

33

Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004), h. 93


(59)

50

c) Fasilitas (pemerintah) dalam membantu kemudahan masyarakat dalam

berbagai proses kegiatan

d) Adanya partisipatif, yaitu upaya melibatkan semua komponen

lembagaatau individu terutama warga masyarakat dalam proses kegiatan

e) Mengayomi peranan masyarakat dan hasil yang dicapai.

Pemberdayaan masyarakat dalam bidang bidang pendidikan sebaiknya

didasarkan pada lima hal, yaitu:34

a) Pendekatan kemanusiaan (humanistic approach), masyaraka dipandang

sebagai subjek pembangunan dan masyarakat diakui memiliki potensi untuk berkembang sedemikian rupa ditumbuhkan agar mampu membangun dirinya,

b) Pendekatan partisipatif (participatory approach), mengandung arti

bahwa masyarakat, lembaga-lembaga terkait dan atau komunitas

dilibatkan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pemberdayaan

masyarakat,

c) Pendekatan kolaboratif (collaborative approach), dalam melaksanakan

pemberdayaan masyarakat perlu adanya kerjasama dengan pihak lain (terintegrasi) dan terkoordinasi dan sinergi,

d) Pendekatan berkelanjutan (continuing approach), yaitu pemberdayaan

masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan untuk itulah pembinaan kader yang berasal dari masyarakat menjadihal yang paling pokok

34

Sudjana, Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidkan Luar Sekolah Dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Bandung: Falah Production,2000), h. 23


(60)

51

e) Pendekatan budaya (cultural approach), penghargaan budaya dan

kebisaan, adat istiadat yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat adalah hal yang perlu diperhatikan.

3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Secara umum ada empat strategi pemberdayaan masyarakat antara lain:35

a) The Growth Strategy

Penerapan strategi pertumbuhan pada umumnya yang dimaksudkan ialah untuk mencapai peningkatan yang cepat dalam nilai ekonomis, melalui peningkatan pendapatan perkapita penduduk, produktivitas, pertanian, permodalan, dan kesempatan kerja dibarengi dengan kemampuan konsumsi masyarakat, terutama dipedesaan. Pada awalnya steregi ini dapat diterapkan dan dianggap efektifdalam

pemberdayaan masyarakat, akan tetapi disebabkan bersifat economic

oriented yang sementara kaidah hukum-hukum sosial dan moral terabaikan sehingga yang terjadi adalah sebaliknya yaitu semakin melebarnya pemisah antara kaya dan miskin yang terjadi di daerah pedesaan yang berakibat pada terjadinya krisis ekonomi dan konflik sosial.

35

Tjahya Supriana, Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 69 -71


(61)

52

b) The Welfare Strategy

Strategi kesejahteraan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kesejahteraan. Akan tetapi, karena tidak dibarengi dengan pembangunan kultur dan budaya mandiri dalam diri masyarakat yang pada akhirnya yang terjadi adalah sikap ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Jadi, dalam setiap pembangunan masyarakat salah satu aspek yang harus diperhatikan penganganannya adalah kultur dan budaya masyarakat. Pembangunan budaya jangan sampai kontra produktif dan pembangunan ekonomi yaitu dalam konteks yang sesuai dengan model pengembangan masyarakat menjadi sangat relevan sehingga terwujudnya masyarakat mandiri.

c) The Responsitive Strategy

Straegi merupakan reaksi terhadap strategi kesejahtraan yang dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan yang dirumuskan

masyarakat sendiri dengan bantuan pihak luar (self need and

assistance) untuk memperlancar usaha mandiri melalui pengadaan teknologi serta sumber yang sesuai bagi kebutuhan proses pembagunan. Dalam pemberdayaan masyarakat sendiri belum pernah dilakukan maka strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat

ini terlalu idealistik dan sulit ditransformasikan kepada


(62)

53

kecapatan teknologi sering kali yang tidak diimbangi dengan kesiapan masyarakat dalam menerima dan memfungsikan teknologi itu sendiri yang berakibat pada penerapan strategi menjadi disfungsional.

d) The Integrated Holistic Strategy

Untuk mengatasi dilema pengembangan masyarakat karena ketiga strategi yang dijelaskan diatas tidak maksimal, maka konsep kombinasi dan unsur-unsur pokok dari etika strategi di atas menjadi alternatif terbaik karena secara sistematis mengintegrasikan seluruh komponen dan unsur yang diperlukan yakni, ingin mencapai secara timultan tujuan-tujuan yang menyangkut kelangsungan pertumbuhan, persamaan, kesejahtraan dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembanguna masyarakat.

C. Pemberdayaan Ekonomi

1. Penegertian Pemberdayaan Ekonomi

Selain pemberdayaan pendidikan yang harus ada dalam sebuah masyarakat dan tidak kalah pentingnya yaitu pemberdayaan dalam bidang ekonomi.Ekonomi dalam pengertian etimologi berasal dari bahasa yunani oikos yang berarti rumah tangga dan nomos yang berarti aturan.Kata oikonomia mengandung arti aturan yang berlaku untuk memenuhi kebutuhan

hidup rumah tangga.36Definisi dari ilmu ekonomi adalah salah satu cabang

ilmu pengetahuan yang berdaya upaya untuk memberikan pengetahuan dan

36

Ismail Nawawi, Ekonomi Islam, Perspektif Teori, Sistem Dan Aspek Hukum, ( Surabayaa: Putra Media Nusantara, 2009), h. 1


(1)

107

pengurus, pengelola sekaligus nasabah dari Koperasi Simpan Pinjam

(KSP).

Kendala yang dialami oleh pengurus KSP PETA adalah kurang

maksimalnya pengikut Tarekat Syadziliyah dalam memaksimalkan KSP

PETA. Sebelum adanya KSP PETA pengikut tarekat Syadziliyah sudah

memiliki tempat menabung sendiri, sehingga butuh waktu dalam

mensosialisasikan adanya KSP PETA. Selain bahwa KSP PETA masih


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dengan

judul Tarekat Syadzilih Dalam Pemberdayaan Pendidikan Dan Ekonomi Para

Pengikutnya (Studi Kasus Tarekat Syadziliyah Di Kabupaten Blitar) maka

dapat disimpulkan:

Pertama: Pemberdayaan jamaah pondok PETA dalam bidang

pendidikan melalui Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM) dengan program

Kejar Paket A, B dan C serta melalui Pelatihan Kecakapan Hidup (PKH).

Pemberdayaan pendidikan jamaah yang dilakukan yaitu melalui pengajian

kitab Hikam karya Syekh Ibnu Athaillah al Syakandary yang bertujuan

menambah wawasan pengikut tarekat Syadziliyah tentang dunia tasawuf.

Kedua: Pemberdayakan jamaah dalam bidang perekonomian, berupa

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) PETA yang menangani simpan-pinjam,

Panjalu Epic menangani haji dan umroh, Sultan Panjalu Sakanagara

menangani koordinasi antar lembaga serta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM) menangani pendidikan. Pemberdayaan anggota jamaah di Blitar

dalam bidang perekonomian melalui pertanian, perikanan dan pendirian

KSP.Pemberdayaan dalam bidang pertanian melalui beras organik dan


(3)

109

B. Saran

Penulis sangat menyadari bahwa penelian yang dilakukan masih jauh

dari kata sempurna, untuk peneliti berikutnya kami memberikan saran untuk

lebih detail dalam mengambil data di lapangan agar penelitan lebih valid lagi.

Bagi jamaah pondok PETA di Blitar kami memberikan saran untuk lebih pro

aktif dalam mengikuti program-program dari pondok PETA Tulungagung


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Permadi, K. Pengantar Ilmu Tasawuf (Jakarta: Reineka Cipte, 1997),

Mulyati, Sri. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabaroh di Indonesia

(Jakarta: Prenada Media, 2005)

Zain, Adib. Mengenal Thariqah (Semarang: Aneka Ilmu, 2005),

Zuhri, Saifuddin. Tarekat Syadziliyah Dalam Perspektif Perilaku Perubahan

Sosial, (Yogyakarta: Teras, 2011)

Al Barsani, Noer Iskandar. Tasawuf Tarekat Dan Para Sufi, (Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2001),

Simuh, Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam Ke Mistik Jawa, (Yogyakarta:

Yayasan Bentang Budaya, 1999)

Najib, Ahmad. Manusia Modern, (Bandung: Mizan Media Utama,2002),

Masyhuri, Aziz. Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, (Surabaya:

Imtiyaz, 2011),

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2009),

Nazir, Mohammad. Metode Penelitian, (Jakarta: Galia Indonesia, 2005),

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:


(5)

111

Arifin, Imron. Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan,

(Malang: Kalimashada Press, 1996),

Sugiyono.Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2015)

Sumodiningrat, Gubawan. Membangun Perekonomian Rakyat, ( Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1998)

Nawawi,Ismail.Ekonomi Islam, Perspektif Teori, Sistem Dan Aspek Hukum, (

Surabayaa: Putra Media Nusantara, 2009)

Firdaus, M. Yunus.Pendidikan Berbasis Realitas Sosial (Yogyakarta: Logung

Pustaka, 2004)

Sudjana. Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidkan Luar Sekolah Dan

Pengembangan Sumberdaya Manusia (Bandung: Falah Production,2000)

Lunggulung, Hasan.Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung:

Al Maarif, 1995)

Munandir.Ensiklopedi Pendidikan, (Malang: UM Press, 2001)

Arifin.Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996)

Anwar.Manajemen Pemberdayaan Perempuan, (Bandung: Alfabeta, 2007)

Depdikbud.Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999)

Imam Barnadib, Sutari. Pengantar Ilmu Pendidikan Distematis, (Yogyakarta:


(6)

112

Hurairah, Abu. Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat, (Bandung:

Humaniora, 2008)

Fahrudin, Adi. Pemberdayaan, Partisipasi Dan Penguatan Kapasitas

Masyarakat, (Bandung: Humaniora, 2012)

Soewarman Hasan, Engking. Strategi Menciptakan Manusia Yang Bersumber

Daya Unggul, (Bandung: Rosdakarya, 2002)

Suhendra.Peran Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung:

Alfabeta, 2006)

Buchori, Purnawan. Perjalanan Sang Pendekar. (Tulungagung: Pondok PETA,