KSKII2006No8 final 270307

No. 8, Maret 2007

KAJIAN
STABILITAS KEUANGAN
II - 2006

Penerbit:
Bank Indonesia
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta
Indonesia

Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan
tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi ≈mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan
pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan∆.

KSK diterbitkan secara semesteran dengan tujuan untuk :


Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan




Mengkaji risiko-risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan



Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan



Merekomendasi kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil.

Informasi dan Order :
KSK ini terbit pada bulan Maret 2007 dan didasarkan pada data dan informasi per Desember 2006, kecuali dinyatakan lain.
Dokumen KSK lengkap dalam format pdf tersedia pada web site Bank Indonesia : http://www.bi.go.id
Permintaan, komentar dan saran harap ditujukan kepada :
Bank Indonesia
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Biro Stabilitas Sistem Keuangan
Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia

Telepon : (+62-21) 381 7353, 381 8336
Fax : (+62-21) 2311672
Email : BSSK@bi.go.id

Kajian Stabilitas Keuangan
II - 2006
( No. 8, Maret 2007 )

ii

Daftar Isi

Kata Pengantar

vi

Gambaran Umum

3


Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

47

Prospek Ekonomi dan Persepsi Risiko

47

Profil Risiko Perbankan: Tingkat dan Arah

48

Prospek Sistem Keuangan Indonesia

48

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

9


Potensi Kerawanan yang Perlu Diantisipasi

49

Perekonomian Internasional

9

Prospek Usaha Perbankan

49

Perekonomian Ekonomi Domestik

11
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi

Bab 2 Sektor Keuangan

19


Perbankan

19

Sistem Pembayaran

53

Struktur Sektor Keuangan Indonesia

19

Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)

55

Pendanaan dan Risiko Likuiditas

19


Manajemen Risiko dan Implementasi Basel II

56

Perkembangan dan Risiko Kredit

22

Risiko Pasar

32

Boks 4.1. Basel II dan Stabilitas Sistem Keuangan

58

Rentabilitas dan Permodalan

34


Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Pasar Modal

Risiko

53

37

Artikel

Perusahaan Pembiayaan

37

Artikel 1 Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur

Pasar Modal

38


dan Prakteknya di Indonesia

3a

Artikel 2 Model Makroekonomi Pengukuran Indeks
Boks 2.1. Skim Penjaminan Terbatas dan Potensi
Dampaknya

Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia 21a
22

Boks 2.2. Pengaruh BI Rate Terhadap Perilaku Suku
Bunga Perbankan

Boks A1.1. Pertimbangan Utama dalam Pemberian
30

Pinjaman Darurat


7a

Boks 2.3. Arus Masuk Modal Jangka Pendek melalui
Pasar Keuangan

44

Glosari

35a

iii

Daftar Tabel dan Grafik
Tabel

Grafik

1.1


Indikator Ekonomi Dunia (Volume)

9

1.1

Perdagangan Dunia

1.2

Pertumbuhan PDB (y-o-y)

12

1.2

Harga Komoditas Dunia

1.3


Perkembangan Suku Bunga

10

2.1

Profil Jatuh Tempo Aset Bank

32

1.4

Nilai Tukar JPY & EUR terhadap USD

10

2.2

Risiko Perubahan Suku Bunga

35

1.5

Nilai Tukar Beberapa Mata Uang Regional Asia

10

2.3

Profitabilitas Perbankan Rata-Rata Perbulan

36

1.6

Aliran Modal Swasta ke Negara Berkembang

11

1.7

Indeks Harga Saham Gabungan

11

3.1

Konsensus Proyeksi Beberapa Indikator Ekonomi 47

1.8

Inflasi, BI Rate dan SBI

12

3.2

Persepsi Risiko Indonesia

1.9

Nilai Tukar Rupiah terhadap USD

12

1.10

Ekspor Non Migas

13

47

1.11

Impor Non Migas

13

2.2.1 Peningkatan SBI dan BI Rate

31

1.12

Kredit dan NPL Kredit Konsumsi

13

2 2.2 Penurunan SBI dan BI Rate

31

1.13

Perkembangan Suku Bunga dan Inflasi

14

2.2.3 Peningkatan SBI dan BI Rate

31

1.14

Indeks Keyakinan Konsumen

14

2.2.4 Penurunan SBI dan BI Rate

31

1.15

Tingkat Pengangguran

14

1.16

Pertumbuhan ROA dan ROE

14

1.17

Indikator Keuangan Perusahaan

14

1.18

Rasio Kerugian Korporasi

15

1.19

Perkembangan DER dan Debt/TA

15

1.20

Perkembangan Liabilities

15

2.1

Aset Lembaga Keuangan

19

2.2

Struktur Pendanaan dan Penempatan Bank

20

2.3

Rasio Alat Likuid Perbankan

20

2.4

Rasio Alat Likuid 15 Bank Terbesar

20

2.5

Perkembangan Suku Bunga PUAB

20

2.6

Struktur DPK

21

2.7

Pertumbuhan Kredit dan DPK (y-t-d)

23

2.8

Aktiva Produktif

23

2.9

Loan to Deposit Ratio

23

2.10

Suku Bunga

23

2.11

Pertumbuhan Kredit Sektor Ekonomi (y-t-d)

24

2.12

Pertumbuhan Jenis Penggunaan Kredit (y-t-d)

24

2.13

Kredit MKM

24

2.14

Non Performing Loans

25

Tabel Boks :

4.1.1 Rencana Implementasi Basel II

iv

9
10

59

2.48

ROA, ROE dan Rasio Pembiayaan terhadap

2.15

Perkembangan Nominal NPL 2006

25

2.16

Rasio NPL Bruto Kelompok Bank

26

2.17

Penurunan NPL Sektor Ekonomi

26

2.49

Perkembangan Indeks Global

39

2.18

Pangsa NPL Menurut Sektor Ekonomi

26

2.50

Perkembangan Indeks Regional

39

2.19

Rasio NPL Bruto Sektor Ekonomi

26

2.51

Volatilitas SET

39

2.20

Perkembangan NPL Kredit Investasi

27

2.52

Volatilitas JCI

39

2.21

Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja

27

2.53

Perkembangan Aset

39

2.22

Perkembangan NPL Konsumsi

27

2.54

Perkembangan Kepemilikan Saham

40

2.23

Perkembangan Nominal NPL

27

2.55

Perkembangan Indeks Sektoral

40

2.24

NPL Bruto MKM & Korporasi

27

2.56

Porsi Kapitalisasi Indeks Sektoral (Desember 2006) 40

2.25

Kurs dan NPL Valas

28

2.57

Perkembangan Harga Beberapa Seri SUN

2.26

Perkembangan NPL Bruto Valas

28

2.58

Yield Obligasi Negara 10 Tahun Beberapa Negara 41

2.27

Kredit, NPL dan PPAP

29

2.59

Distribusi Likuiditas SUN

2.28

Perkembangan Suku Bunga dan Nilai Tukar

32

2.60

Volatilitas Harga Obligasi Pemerintah Beberapa

2.29

Suku Bunga Kredit Kelompok Bank

32

Negara Asia

41

2.30

Profil Jatuh Tempo Rupiah

33

2.61

Nilai dan Volume Obligasi Korporasi (2006)

42

2.31

Profil Jatuh Tempo Valas

33

2.62

Reksa Dana Menurut Jenisnya (2006)

42

2.32

Perkembangan PDN (Overall)

33

2.63

Deposito Berjangka, NAB Reksa Dana dan Suku

2.33

Perkembangan PDN (Neraca)

33

2.34

SUN yang Dimiliki Perbankan

34

2.35

Perkembangan NII

34

Grafik boks :

2.36

Perkembangan SBI Rupiah (Rataan Tertimbang)

34

2.1.1

Perkembangan DPK

22

2.37

Perkembangan SBI Valas (Rataan Tertimbang)

35

2.2.1

Perkembangan Suku Bunga

32

2.38

Komposisi Pendapatan Bunga Perbankan

35

2.2.2

Suku Bunga Kredit dan NPL

32

2.39

Komposisi Pendapatan Bunga 15 Bank Terbesar 35

2.3.1

2.40

Perkembangan BOPO

2.41

Perkembangan ROA

36

2.42

ATMR, Modal dan CAR

36

2.43

Perkembangan CAR

36

2.44

Rasio Tier 1 terhadap ATMR dan CAR

Ekuitas

Bunga Deposito 3 Bulan

36

40
41

43

Neto Transaksi Asing: Saham dan SUN - Nilai Tukar
IDR/USD

2.3.2

38

44

Neto Transaksi Saham Asing - Perkembangan
IHSG

44

3.1

Kurva Yield

48

3.2

Profil Risiko Industri Perbankan dan Arahnya

48

(Desember 2006)

37

2.45

Sebaran CAR (Desember 2006)

37

2.46

Kegiatan Usaha Pembiayaan

37

4.1

Perkembangan Setelmen BI - RTGS

54

2.47

Arus Kas Neto Perusahaan Pembiayaan

38

4.2

Perkembangan Setelmen BI - RTGS (Per Pelaku)

54

v

Kata Pengantar

Sejak terbitnya edisi pertama Juni 2003, format Kajian Stabilitas Sistem Keuangan (KSK) telah berevolusi meskipun
sasarannya tetap tidak berubah yakni untuk menyajikan analisis perkembangan dan ketahanan sistem keuangan. KSK
selalu diupayakan untuk lebih terfokus dan berorientasi ke depan. Materi KSK edisi ini lebih ditekankan pada penilaian
risiko-risiko yang signifikan terhadap sistem keuangan √ baik yang bersumber dari eksternal maupun internal √ dan
langkah-langkah untuk memitigasinya. Penyajiannya lebih ringkas tanpa mengurangi kadar informasi dan kualitasnya.
Kondisi lingkungan eksternal tampaknya belum menggembirakan terutama akibat adanya ketidakseimbangan
global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya Amerika Serikat, serta potensi pembalikan arus dana
jangka pendek. Namun demikian, belum terdapat tekanan yang berarti terhadap perekonomian domestik. Sementara
itu, perekonomian domestik cukup stabil meskipun belum diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi.
Kondisi tersebut cukup menunjang kinerja dan kesehatan industri perbankan. Dua masalah mendasar yang dihadapi
perbankan adalah lambatnya pertumbuhan kredit dan masih tingginya risiko kredit. Namun, risiko perbankan secara
keseluruhan cukup moderat dan terkendali dengan dukungan profitabilitas dan modal yang memadai serta manajemen
risiko dan tata kelola usaha yang lebih baik. Kinerja lembaga keuangan non bank, pasar modal dan obligasi juga cukup
baik dan tidak terdapat risiko yang signifikan. Di sisi infrastruktur, peningkatan nilai dan volume setelmen khususnya
melalui sistem BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dimitigasi dengan pengembangan dan pengelolaan sistem setelmen
serta pengawasan yang efektif sehingga kehandalan dan keamanan sistem pembayaran tetap terjaga.
Untuk lebih memperkuat ketahanan sistem keuangan, Pemerintah dan Bank Indonesia telah dan terus memperkuat
Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Pengawasan bank di satu sisi juga semakin efektif sebagai hasil dari berbagai
inisiatif pasca krisis termasuk Arsitektur Perbankan Indonesia. Di sisi lain, efektivitas manajemen risiko dan tata kelola
usaha di industri perbankan terus meningkat sejalan dengan implementasi Basel II. Sementara itu, peran strategis Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) sebagai penjamin dan penanganan bank gagal akan semakin nyata dalam lingkungan bisnis
perbankan yang kian dinamis terutama dengan berlakunya skim penjaminan simpanan terbatas secara penuh mulai
Maret 2007. Selanjutnya, koordinasi antara Bank Indonesia, LPS dan Departemen Keuangan dalam mencegah dan
menangani krisis keuangan akan lebih efektif dengan beroperasinya Forum Stabilitas Sistem Keuangan.
Prospek dan stabilitas sistem keuangan Indonesia enam bulan ke depan diperkirakan akan lebih baik berkat dukungan
stabilitas moneter dan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan langkah-langkah konkrit pemerintah untuk memperbaiki
iklim usaha dan tata kelola usaha, serta koordinasi yang lebih baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengatasi
berbagai permasalahan antara lain melalui Paket Kebijakan Sektor Keuangan.

vi

Diharapkan KSK ini memberikan gambaran yang lebih jelas kepada semua pihak mengenai perkembangan, risiko
dan prospek sistem keuangan. Dengan demikian, semua pihak dapat bersikap proaktif berkontribusi secara optimal
sesuai dengan peran dan tanggung-jawabnya masing-masing dalam memelihara stabilitas sistem keuangan yang
merupakan kepentingan publik.
Akhirnya, atas nama Dewan Gubernur saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Penyusun
dan semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan KSK ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan
pertolonganNya kepada kita sehingga kita mampu menunaikan tugas-tugas dan tanggung-jawab kita dengan amanah
dan sebaik-baiknya.

DEPUTI GUBERNUR
BANK INDONESIA

Muliaman D. Hadad

vii

viii

Gambaran Umum

Gambaran Umum

1

Gambaran Umum

2

Gambaran Umum

Gambaran Umum

Ketahanan sistem keuangan Indonesia pada semester II 2006 tetap terjaga
dengan prospek yang semakin membaik. Hal tersebut didukung oleh stabilitas
moneter dan perekonomian domestik serta berkurangnya tekanan yang
bersumber dari perekonomian internasional sejalan dengan turunnya suku
bunga dan naiknya harga aset.
Kondisi tersebut cukup kondusif dalam mendorong kinerja sektor keuangan
khususnya perbankan meskipun pertumbuhan kredit perbankan masih belum
seperti harapan. Profitabilitas bank meningkat dan permodalannya cukup
memadai untuk menghadapi risiko yang berpotensi meningkat. Dengan
peningkatan efisiensi dan kualitas manajemen risiko serta tata kelola usaha,
diharapkan perbankan mampu meningkatkan laju pertumbuhan kredit
sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, terdapat beberapa sumber instabilitas dan risiko yang
berpotensi meningkat yang perlu dimitigasi dengan baik agar tidak
mengganggu stabilitas sistem keuangan.

1. SUMBER-SUMBER KERENTANAN

terimplementasinya pengelolaan risiko dan tata kelola
usaha yang baik.

Setelah hampir sepuluh tahun sejak menghadapi krisis
keuangan, sistem keuangan Indonesia khususnya

Lingkungan Eksternal

perbankan semakin sehat dan stabil meskipun belum

Tampaknya kondisi lingkungan eksternal belum begitu

sepenuhnya pulih. Analisis terhadap ketahanan sistem

menggembirakan terutama akibat ketidakseimbangan

keuangan Indonesia difokuskan pada perbankan terutama

global dan laju pertumbuhan ekonomi dunia terutama

bank-bank besar, pasar dan infrastruktur keuangan √

Amerika Serikat yang sedikit lebih rendah. Namun

karena permasalahan yang terjadi di luar ketiga sektor

demikian, tekanan dari sektor eksternal relatif rendah

tersebut cenderung tidak berdampak sistemik.

dan tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi

Sumber-sumber risiko pada umumnya berasal dari faktor

domestik.

eksternal yaitu arus dana masuk jangka pendek yang

Sementara itu, ekonomi domestik cukup stabil dengan

rawan dan internal sistem keuangan terutama

dukungan stabilitas moneter. Sayangnya, kondisi tersebut

restrukturisasi debitur besar yang belum selesai dan belum

belum dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang

3

Gambaran Umum

tinggi terutama akibat inefisiensi dan iklim usaha yang

modal. Apabila terjadi gejolak nilai tukar atau suku bunga

belum kondusif sehingga sektor riil belum tumbuh optimal.

akan berdampak negatif pada pasar saham dan pasar

Perbankan

obligasi domestik. Pembentukan harga yang kurang
transparan dan tidak cukup dalamnya pasar menyebabkan

Sistem perbankan cukup sehat dengan tingkat risiko yang

pasar SUN lebih menarik untuk investasi jangka pendek

moderat. Namun demikian, perlu diwaspadai laju kredit

yang rawan dengan volatilitas tinggi. Penguatan pasar

perbankan yang masih rendah dan potensi peningkatan

saham yang didukung oleh sentimen menyebabkan bubble

risiko kredit serta risiko operasional sehingga tidak

price. Faktor fundamental yang belum kuat menyebabkan

mengganggu stabilitas sistem keuangan.

pasar saham hanya menarik bagi spekulan sehingga rawan

Pertumbuhan kredit yang lambat

koreksi dan volatilitas tinggi.

Meskipun terus meningkat, laju pertumbuhan kredit
perbankan masih lamban yang dipicu oleh masih tingginya

2. MITIGASI RISIKO

persepsi risiko kredit di satu sisi dan belum bangkitnya
sektor riil khususnya korporasi di sisi lain, terutama akibat
iklim usaha yang belum kondusif. Hal ini mendorong
perbankan untuk cenderung menanamkan sebagian
dananya pada SBI sehingga kurang mendukung
intermediasi keuangan.

Penundaan atau kegagalan restrukturisasi kredit
Restrukturisasi korporasi bermasalah pada beberapa bank
besar yang belum selesai atau yang tidak berjalan sesuai
rencana berpotensi meningkatkan risiko kredit dan
menekan profitabilitas bank.

Untuk meminimalkan risiko-risiko tersebut di atas
diperlukan serangkaian langkah-langkah baik oleh sektor
keuangan maupun lembaga terkait, yakni sebagai berikut:

Program Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK)
Pemerintah dan Bank Indonesia terus melanjutkan
pembenahan sektor keuangan untuk memperkuat industri
perbankan, lembaga keuangan non bank dan pasar
modal.Ω Melalui PKSK diupayakan perbaikan infrastruktur
pasar dan kelembagaan, peningkatan aksesibilitas pelaku
usaha terhadapΩmodal dan penguatan struktur sektor
keuangan. Dengan demikian, stabilitas makroekonomi dan

Penerapan penuh skim penjaminan terbatas

stabilitas sistem keuangan yang telah terpelihara

Hingga saat ini belum terjadi perpindahan dana (flight to

diharapkan dapat menjadi basis pemulihan sektor riil

safety) sebagai dampak penerapan penuh skim penjaminan

dengan dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan

terbatas, maksimal Rp100 juta per nasabah per bank, mulai

dan pasar modal.

Maret 2007. Namun, konsentrasi tinggi dana perbankan

Memperkuat Manajemen Risiko Perbankan

pada simpanan di atas Rp100 juta dapat memicu risiko
likuiditas beberapa bank. Hal ini perlu diantisipasi agar tidak
berdampak sistemik.

Sejalan dengan perkembangan praktek dan metodologi
pengelolaan risiko serta standar internasional, perbankan
akan mengimplementasikan Basel II pada 2008.

Pasar Uang dan Pasar Modal

Perhitungan kecukupan modal dimulai dengan

Peningkatan dana jangka pendek yang rawan

pendekatan yang paling sederhana. Implementasi Basel II

Perbaikan ekonomi makro telah menarik minat investor
asing untuk menanamkan dana jangka pendek di pasar

4

tersebut tidak hanya meningkatkan kualitas manajemen
risiko perbankan sehingga operasinya lebih sehat dan

Gambaran Umum

efisien tetapi juga memperkuat stabilitas sistem keuangan

Meningkatkan Efektivitas Pemantauan

khususnya sektor perbankan.

(Surveillance) terhadap Sistem Keuangan

Memperkuat Infrastruktur Keuangan

Sistem pembayaran

Efektivitas pemantauan terhadap perkembangan
dan kerawanan sistem keuangan terus ditingkatkan
dengan pengembangan dan penggunaan berbagai

Bank Indonesia terus mengembangkan sistem pembayaran
yang handal dan aman. Pengendalian risiko-risiko √ baik
dalam Systemically Important Payment System (SIPS)
maupun Systemically Wide Important Payment System

metodologi dan stress test untuk mengukur risiko dan
ketahanan sistem keuangan. Fungsi ini merupakan garda
depan yang sangat penting untuk mengidentifikasi dan
mengantisipasi potensi instabilitas.

(SWIPS) - dilakukan secara komprehensif mulai pada tahap
desain sistem, operasional dan aturan main peserta serta
dengan peningkatan pengawasan. Kebijakan lainnya
adalah pengaturan kegiatan money remittance .
Sedangkan risiko operasional dimitigasi dengan rencana
kontijensi yang memadai dan pengembangan business

continuity management secara konsisten.

Memperkuat Jaring Pengaman Sektor Keuangan
(JPSK) termasuk Manajemen Krisis

3. KETAHANAN DAN PROSPEK SISTEM
KEUANGAN
Secara menyeluruh, risiko sistem keuangan pada semester
II 2006 relatif rendah dengan arah yang stabil sejalan
dengan stabilitas moneter dan perbaikan kondisi
perekonomian.
Faktor eksternal yang berpotensi mempengaruhi

Bank Indonesia dan Pemerintah telah dan terus

ketahanan sistem keuangan Indonesia mencakup

mengembangkan JPSK yang mencakup empat elemen

penurunan harga minyak dunia, pertumbuhan ekonomi

yakni: (i) pengaturan dan pengawasan bank yang efektif;

dunia yang melambat, dan arus modal masuk jangka

(ii) lender of last resort untuk kondisi normal dan krisis

pendek.

sistemik; (iii) skim penjaminan simpanan (deposit insurance)
yang terbatas dan eksplisit; dan (iv) kebijakan resolusi krisis
jelas. Kebijakan tersebut telah dituangkan dalam draft
Rancangan Undang-Undang JPSK yang memuat secara
jelas tugas dan tanggung jawab masing-masing lembaga
terkait serta mekanisme koordinasi dalam pencegahan dan

Sementara itu, di sisi internal, peningkatan kredit dan
penurunan risiko kredit yang tetap tinggi merupakan dua
tantangan utama perbankan. Tantangan lainnya adalah
peningkatan efektivitas pengendalian internal dan tata
kelola usaha serta pengembangan rencana kontijensi
untuk mengurangi risiko operasional.

penanganan krisis.
Hasil stress test sederhana yang dilakukan untuk mengukur
Dengan pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan
(FSSK) yang beranggotakan pimpinan dan pejabat dari
Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan LPS
diharapkan koordinasi dan kerjasama dalam pencegahan

risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar menunjukkan
bahwa perbankan memiliki ketahanan yang memadai
terhadap beberapa guncangan akibat perubahan variabel
ekonomi makro.

dan penanganan krisis akan lebih efektif.

5

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

Bab 1
Kondisi Makroekonomi

7

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

8

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

Bab 1

Kondisi Makroekonomi

Kondisi ekonomi domestik cukup stabil kendati belum dibarengi dengan
kualitas pertumbuhan ekonomi yang kuat. Sementara itu, kerentanan sektor
eksternal dari peningkatan arus globalisasi belum berdampak signifikan
terhadap stabilitas ekonomi domestik.

1.1. PEREKONOMIAN INTERNASIONAL

menjadi penyumbang utama tingginya likuiditas global

Tekanan sektor eksternal dari peningkatan arus

turut mendukung tetap rendahnya suku bunga jangka

masuk modal akibat arus globalisasi diperkirakan

panjang. Kondisi tersebut mendorong pertumbuhan

semakin menguat.

ekonomi dunia khususnya negara-negara berkembang.

Perekonomian global masih dihadapkan pada

Ekspansi ekonomi dunia terjadi di berbagai kawasan

downside risk peningkatan isu ketidakseimbangan global

dengan pola yang lebih berimbang, sehingga sebagian

yang dipicu oleh besarnya defisit transaksi berjalan Amerika

besar kawasan tumbuh sesuai dan bahkan lebih tinggi dari

Serikat (AS) dibandingkan negara lainnya, khususnya Asia

perkiraan awal. Seiring dengan hal itu, volume

dan negara pengekspor minyak. Ketidakseimbangan

perdagangan dunia turut meningkat di atas rata-rata

ekonomi global menguntungkan beberapa negara,

jangka panjangnya.

khususnya pengekspor minyak yang tercermin pada

Memasuki semester II 2006, ekonomi global

tingginya tabungan dan surplus transaksi berjalan. Mereka

mengindikasikan proses penyesuaian ketidakseimbangan
tersebut menuju skenario soft landing, antara lain dengan

Tabel 1.1
Indikator Ekonomi Dunia (Volume)

peningkatan fleksibilitas sistem nilai tukar di Asia,
%

Kategori
World Output
Advanced Economies
Emerging & Developing Countries
Consumer Price
Advanced Economies
Emerging & Developing Countries

2004

2005

5,3
3,2
7,7

4,9
2,6
7,4

peningkatan pengeluaran oleh negara-negara penghasil

Proyeksi
2006

2007

5,1
3,1
7,3

4,9
2,7
7,2

Grafik 1.1
Perdagangan Dunia
%
14
12

2,0
5,6

2,3
5,3

2,6
5,2

2,3
5,0

10
8
6

LIBOR
US Dollar Deposit
Euro Deposit
Yen Deposit
Oil Price (US$) - rata-rata
Sumber: World Economic Outlook - Sept 2006

4

1,8
2,1
0,1
30,7

3,8
2,2
0,1
41,3

5,4
3,1
0,5
29,7

5,5
3,7
1,1

-2

9,1

-4

2
0
Volume Perdagangan Dunia
Trend 1970-2005
1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Sumber: IMF

9

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

minyak, reformasi struktural di Eropa dan Jepang, serta

Pelemahan dolar AS yang diiringi dengan sistem

konsolidasi fiskal di AS. Koreksi ketidakseimbangan global

nilai tukar yang semakin fleksibel di kawasan Asia -

tersebut diiringi dengan penurunan harga minyak dunia

dengan peningkatan relaksasi band - dan adopsi

yang mendorong berlanjutnya ekspansi ekonomi di

kebijakan moneter yang berjangkar pada target inflasi

negara-negara berkembang sehingga mendukung

serta tetap tingginya yield penanaman di beberapa

pertumbuhan ekonominya, sementara ekonomi AS

negara berkembang semakin memicu peningkatan arus

cenderung melambat.

modal masuk ke negara-negara berkembang khususnya
Asia termasuk Indonesia.

Grafik 1.2
Harga Komoditas Dunia

Derasnya aliran dana asing ke negara-negara

USD

berkembang antara lain tercermin dari pergerakan pasar

500
Minyak
Alumunium
Tembaga
Timah
Emas

450
400
350
300

modal internasional. Pada semester II 2006 pasar saham
regional Asia Tenggara mengalami bullish lebih tajam
dibandingkan dengan semester sebelumnya. Surplus dana

250
200

pada sebagian negara di dunia mendorong semakin

150

berkembangnya aktivitas hedge fund dengan volume yang

100
50
0

2001

2002

2003

2004

2005

2006

Grafik 1.4
Nilai Tukar JPY & EUR terhadap USD

Selama 2006, perekonomian AS diperkirakan
tumbuh 3,4% dan cenderung melambat menjadi 2,9%
pada 2007 menyusul indikasi turunnya harga aset properti
yang berdampak pada penurunan tingkat konsumsi rumah

JPY/USD

USD/EUR

125

1,6

120

1,4
1,2

115

tangga dan investasi residensial di AS. Untuk

110

menyelamatkan pertumbuhan ekonomi AS di tengah-

105

tengah ancaman laju inflasi tinggi, The Fed tidak

100

1
0,8

melanjutkan kenaikan suku bunga selama semester II 2006
namun bertahan pada level 5,75% hingga akhir 2006 dan
diperkirakan akan turun pada semester I 2007.

0,4
JPY/USD (kiri)
USD/EUR (kanan)

95

2004

2005

2006

Grafik 1.5
Nilai Tukar Beberapa Mata Uang Regional Asia
THB/USD,PHP/USD

SGD/USD
1.8500

60,00

%
7
SIBOR

LIBOR

Fed Fund Rate

1.8000

55,00

1.7500
1.7000

50,00
5

1.6500

45,00

4

1.6000

40,00

3
2

35,00

1

30,00

1.5500
1.5000
THB/USD (kiri)

2001

10

2002

2003

2004

2005

2006

PHP/USD (kiri)

SGD/USD (kanan)

1.4500
1.4000

1
Jan

-

0,2
0

90
2003

Grafik 1.3
Perkembangan Suku Bunga

6

0,6

8
Okt

2003

14
Jul

20
Apr

2004

2005

25
Jan

1
Nov

2006

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

semakin membesar. Penanaman dana tersebut umumnya

negara-negara berkembang mendorong arus modal

dalam jangka pendek sehingga volatilitas harga di pasar

jangka pendek tetap berputar di negara-negara tersebut.

keuangan tetap tinggi.

Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dan peningkatan daya

Kebijakan capital control di Thailand pada

tahan perekonomian domestik mengingat arus masuk

pertengahan Desember 2006 meskipun berpengaruh

modal jangka pendek sangat sensitif terhadap guncangan

terhadap perkembangan pasar saham negara regional Asia

yang berpotensi menimbulkan pembalikan tiba-tiba.

lainnya,

namun

tidak

memicu

bearish

yang

Guncangan tersebut antara lain berupa lonjakan harga

berkepanjangan. Indeks harga saham Indonesia yang

minyak dunia, berlanjutnya kekhawatiran investor global

bergerak naik mendekati level 1800 mulai pertengahan

terhadap menjalarnya kebijakan kontrol devisa seperti di

2006, turun 2,9% hingga ke level 1737 pada 19 Desember

Thailand dan negara Asia lainnya, merebaknya kasus

(mulai diberlakukannya kebijakan capital control di

pandemik flu burung, serta potensi instabilitas politik di

Thailand). Namun, kondisi makroekonomi Indonesia yang

dalam negeri maupun kawasan.

cukup stabil mendorong berlanjutnya aliran dana ke
Indonesia, sehingga IHSG kembali meningkat dan pada

1.2. PERKEMBANGAN EKONOMI DOMESTIK

akhir 2006 mencapai level tertinggi baru 1805.

Ekonomi domestik cukup stabil dengan tekanan

Tekanan risiko pasar diperkirakan semakin menguat.

risiko yang menurun karena kondisi makroekonomi

Ekspektasi terhadap membaiknya pertumbuhan ekonomi

dan lingkungan eksternal yang stabil. Namun

Grafik 1.6
Aliran Modal Swasta ke Negara Berkembang

demikian

rigiditas

dalam

perekonomian

menimbulkan ketidakefisienan yang menyebabkan
sektor riil belum tumbuh optimal.

USD miliar
550

Ditengah

500
Perkiraan

450

berlangsungnya

penyesuaian

ketidakseimbangan perekonomian global, kegiatan

400
350

ekonomi

300
250

yang

pada

awal

2006

melemah

akibatΩmerosotnya daya beli masyarakat pasca kenaikan

200
150

harga BBM pada Oktober 2005, secara berangsur-angsur

100
50

tumbuh kembali. Konsistensi pemerintah untuk tidak

0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Sumber: World Bank

menaikkan kembali harga BBM dan tarif dasar listrik di
2006 direspon secara positif yang terefleksi dari penurunan

Grafik 1.7
Indeks Harga Saham Gabungan

laju inflasi hingga ke level 6,60% pada Desember 2006.
Penurunan laju inflasi tersebut memberikan ruang untuk

2.000
1.800

penurunan suku bunga acuan (BI rate) secara bertahap.

1.600

1.736,67

1.400

Kondisi tersebut menimbulkan ekspektasi positif dari para

1.200

investor dan pelaku pasar global atas pertumbuhan

1.000
800

ekonomi ke depan sehingga mendorong derasnya arus

600
400

modal masuk ke Indonesia. Hal ini mendorong penguatan

200

nilai tukar rupiah. Namun demikian, tetap diperlukan

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

11

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

Grafik 1.9
Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD

kewaspadaan mengingat sebagian besar arus modal
masuk tersebut dalam jangka pendek.

Rp/USD

Selama semester II 2006 nilai tukar rupiah menguat

7.000
7.500

dan relatif stabil dengan rata-rata volatilitas yang lebih kecil

8.000

FFR 5% (10 Mei 2006)
BI-rate 12,50% (9 Mei 2006)

8.500

(0,24%) dibandingkan dengan semester sebelumnya

9.000

(0,46%). Selain didorong oleh perbaikan kondisi

9.500
10.000

makroekonomi Indonesia, penguatan tersebut juga

-- Badai Katrina di New Orleans,
Louisiana (29 Agt 2005)
- Harga Minyak Dunia
USD69,81 per barrel (30 Agt 2005)

10.500
11.000

merupakan imbas penguatan nilai tukar mata uang

Berlakunya harga BBM baru &
Bom Bali II 1 Okt 2005

11.500
12.000

regional Asia dan bullish-nya pasar modal Asia pada

Jan Feb Apr Jun Jul Sep NovDes Feb Apr Jun Jul SepNovDesFeb Apr Jun Jul Sep NovDes FebApr Jun Jul Sep NovDes

2003

umumnya, menyusul mulai menurunnya ekspektasi
investor global terhadap perekonomian AS.

2004

2005

2006

Sejalan dengan penurunan laju inflasi dan apresiasi
nilai tukar, pertumbuhan ekonomi di semester II 2006 juga

Grafik 1.8
Inflasi, BI Rate dan SBI

menunjukkan perbaikan, terutama didorong oleh surplus

%

neraca pembayaran yang ditopang oleh peningkatan

20
18

ekspor. Namun demikian, kinerja makroekonomi 2006

16

belum begitu menggembirakan dengan laju pertumbuhan

14
12

yang masih rendah.

10
8

Dari sisi internal, struktur permintaan masih

6
4

bertumpu pada konsumsi. Sementara itu, investasi

2
2003

Inflasi
2004

SBI
2005

BI Rate

swasta belum memperlihatkan tanda-tanda perbaikan

2006

Tabel 1.2
Pertumbuhan PDB (y-o-y) Berdasarkan Harga Konstan (Rp miliar)
2005**

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Konsumsi ( 2 + 3 )
Rumah Tangga
Pemerintah
Investasi ( 5 + 6 )
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
Perubahan stok
Diskrepansi statistik 1)
Permintaan Domestik ( 1 + 4 )
Ekspor Neto ( 7 - 8 )
Ekspor barang dan jasa
Dikurangi impor barang dan jasa
PRODUK DOMESTIK BRUTO
Pendapatan neto thd, LN atas Faktor Produksi
PRODUK NASIONAL BRUTO
Dikurangi pajak tidak langsung
Dikurangi penyusutan
PENDAPATAN NASIONAL

Sumber: BPS (diolah)
1) Selisih antara PDB menurut sektoral dan penggunaan

12

2006**

I

II

III

IV

Total

2,03
3,42
-9,60
18,40
14,88
108,88
-16,76
5,89
21,73
21,97
22,02
6,06
4,97
6,62
10,10
6,06
6,43

2,63
3,78
-6,67
18,44
16,71
39,46
30,18
6,54
-6,28
17,44
23,52
5,87
-48,84
3,76
-110,96
5,87
8,68

5,52
4,42
14,69
11,22
10,30
24,89
11,90
7,00
-5,06
11,97
17,04
5,81
-41,17
4,00
-62,16
5,81
6,54

6,71
4,18
24,91
-11,52
2,46
-165,61
-30,19
1,93
47,05
15,16
7,23
5,00
-46,84
2,77
230,15
5,00
-0,78

4,25
3,95
6,64
8,39
10,80
-25,69
-50,67
5,29
13,56
16,36
17,07
5,68
-33,45
4,27
-24,89
5,68
5,11

I

II

III

Proyeksi BI Proyeksi BI
IV*
Total*

3,75
5,57
2,84
3,53
2,94
2,99
2,99
3,76
11,51
28,77
1,72
2,18
-3,24
-2,94
-0,55
14,15
1,14
1,09
1,29
8,18
-65,17 -43,74
-24,60
88,57
-25,76 -10,06 3,246,19 31,52
1,91
3,23
1,92
5,95
30,99
0,09
-4,56
54,65
11,56
11,30
8,17
6,08
2,76
7,47
10,12
9,70
4,98
4,96
5,87
6,11
-23,64
-9,72
0,49
-3,51
4,15
4,62
6,31
6,30
3,49 1,360,45 107,51 -127,71
4,98
4,96
5,87
6,11
4,14
-1,45
4,90
8,90

3,91
3,17
9,61
1,43
2,91
-29,79
456,41
3,27
15,60
9,16
7,57
5,48
-7,52
5,35
60,27
5,48
4,09

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

signifikan kecuali investasi bangunan yang cenderung

hasil ekspor dan arus modal masuk lebih banyak masuk

terus meningkat.

ke pasar modal dalam investasi jangka pendek spekulatif.

Sedangkan dari sisi eksternal, neraca pembayaran

Jika berlarut, kondisi ini dapat mempengaruhi stabilitas

diperkirakan surplus yang disumbangkan oleh

nilai tukar apabila terjadi sentimen negatif yang

peningkatan ekspor serta aliran masuk modal. Dengan

mendorong pembalikan arus dana. Selain itu,

kondisi tersebut, cadangan devisa Indonesia cukup kuat

pertambahan likuiditas pasar yang tidak diikuti

hingga berada pada posisi USD42,4 miliar pada akhir

peningkatan produksi dapat memicu laju inflasi.

2006, sehingga Indonesia berhasil melunasi hutang

Relatif lambannya pertumbuhan sektor riil

kepada IMF. Namun demikian, peningkatan ekspor bukan

diindikasikan oleh masih rendahnya konsumsi rumah

karena peningkatan efisiensi dan daya saing produk,

tangga dan investasi swasta. Hal tersebut disebabkan

tetapi lebih disebabkan oleh tingginya permintaan dunia

oleh belum pulihnya daya beli konsumen sebagai

dan peningkatan harga beberapa komoditas. Sementara

dampak lanjutan dari lonjakan harga bahan bakar

impor tumbuh dengan laju lebih rendah dibandingkan

minyak pada akhir 2005 yang diperburuk dengan beban

dengan ekspor serta diwarnai oleh maraknya isu impor

akibat berbagai bencana alam di sepanjang 2006.

selundupan.

Fenomena tersebut antara lain tercermin dari

Lemahnya daya saing produk dan iklim bisnis yang
kurang mendukung menyebabkan arus dana masuk dari

kecenderungan peningkatan non performing loans (NPL)
kredit konsumsi.

Grafik 1.10
Ekspor Non Migas

Grafik 1.12
Kredit dan NPL Kredit Konsumsi
%

USD miliar
80.000
Manufaktur
Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Peternakan, & Perikanan
Total

70.000
60.000
50.000

%

10

50

8

40

6

30

4

20

40.000
30.000
20.000

2

0

0

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006
(sd Nov)

30.000

Sep Des Mar

Jun

2004

Sep

Des Mar

Jun

2005

Sep

Des Mar

Jun Sep Nov

2006

paket kebijakan sektor keuangan pada awal semester II

Manufaktur
Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Peternakan, & Perikanan
Total

2006 serta perbaikan kondisi makroekonomi yakni
penurunan laju inflasi dan suku bunga belum cukup

25.000

mampu mendorong pertumbuhan sektor riil. Hal ini

20.000
15.000

terutama disebabkan oleh belum tuntasnya penyelesaian

10.000

berbagai masalah di sektor riil, khususnya masalah

5.000
0

Jun

2003

kebijakan investasi dan infrastruktur pada awal 2006 dan

USD miliar
45.000

35.000

0
Mar

Berbagai stimulus yang diberikan melalui paket

Grafik 1.11
Impor Non Migas

40.000

10

NPL (kiri)
KK-Growth (kanan)

10.000

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006
(sd Nov)

ketenagakerjaan, infrastruktur yang terbatas dan ekonomi

13

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

Grafik 1.15
Tingkat Pengangguran

biaya tinggi. Revisi Undang-Undang tenaga kerja dalam
rangka penyempurnaan di bidang tenaga kerja terhambat

%
12

dengan adanya demo buruh besar-besaran. Paket kebijakan
10

infrastruktur yang memerlukan koordinasi antar instansi
8

tampaknya belum memperlihatkan kemajuan. Sementara
6

itu, komitmen pemerintah untuk mendukung investasi
belum terealisasi sebagaimana diharapkan. Di sisi lain,
penurunan BI rate sebesar 300 b.p. dari 12,75% pada 2006

4
2
0
2001

hingga menjadi 9,75% baru disesuaikan secara terbatas
oleh perbankan ke dalam penurunan suku bunga kredit.

2002

2003

2004

2005

Feb-06

Ags-06

berpotensi meningkatkan jumlah pemutusan hubungan
kerja (PHK) dan pengangguran yang pada gilirannya akan
menghambat pertumbuhan ekonomi dan dapat

Grafik 1.13
Perkembangan Suku Bunga dan Inflasi

mengganggu stabilitas sistem keuangan.

%

Kurang bergairahnya sektor riil tersebut tercermin

25

dari rendahnya kinerja keuangan perusahaan-perusahaan
20

terbuka sampai dengan triwulan III 2006. Hal ini ditandai
15

oleh turunnya rentabilitas usaha (ROA dan ROE).

10
5
0
2003

2004

Grafik 1.16
Pertumbuhan ROA dan ROE

Deposito 1 bln
Sk. Bunga Kredit Investasi
BI-Rate
SBI 1 bln

Sk. Bunga Kredit Modal Kerja
Sk. Bunga Kredit Konsumsi
Inflasi

2005

%

%

700

2006

350

600

Dengan demikian, meskipun optimisme produsen

500

ROA (kiri)

300

ROE (kanan)

250
200

400

terhadap prospek perekonomian cenderung membaik

300

namun berbagai rigiditas dalam perekonomian

200

150
100
50

100

menimbulkan ketidakefisienan yang menyebabkan para
pelaku usaha enggan melakukan ekspansi sehingga
pertumbuhan belum optimal. Apabila berlarut, kondisi ini

0

0

-50

-100

-100
Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw1 Tw2 Tw3

2003

2004

2005

2006

Grafik 1.17
Indikator Keuangan Perusahaan

Grafik 1.14
Indeks Keyakinan Konsumen
160

Current Ratio
450

140

350

120
DER

100

250

ROA

150
50
-50

80
60
40

Kondisi Ekonomi Saat Ini
Ekspektasi Konsumen
Indeks Keyakinan Konsumen

20
0
Mar

Jun

2003

14

Sep

Des Mar

Jun

2004

Sep

Des Mar

Jun

2005

Sep

Des Mar

Jun Sep

2006

Des

Collection Period

ROE
Q3:2005
Q3:2006

Inventory Turn Over Ratio

Tahun Dasar 2001=100

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

Grafik 1.19
Perkembangan DER dan Debt/TA

Penurunan kinerja tersebut terutama terjadi di
sektor lain-lain industri tekstil dan produk tekstil (TPT),
sepatu dan otomotif. Dibandingkan sektor usaha
lainnya, sektor ini memiliki jumlah perusahaan merugi
(default) yang lebih banyak. Kondisi ini antara lain

1,80
DER
Debt/TA

1,60
1,40
1,20
1,00
0,80

ditandai dengan cukup banyaknya pemutusan
hubungan kerja di kedua industri ini selama periode
laporan. Sementara itu, sektor yang berkembang cukup

0,60
0,40
0,20
0,00
Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw1

2003

baik dan prospektif adalah sektor pertambangan dan
pertanian.

2004

2005

Tw2

Tw3

2006

Grafik 1.20
Perkembangan Liabilities
Grafik 1.18
Rasio Kerugian Korporasi

Rp miliar

0,70

Rp triliun

3.000

600

2.500

500

2.000

400

1.500

300

1.000

200

0,60
0,50
0,40
0,30
0,20

500

0,10

0

Total Liabilities Perusahaan (kiri)
Total KMK + KI Bank (Industri) (kanan)

100
-

Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw1 Tw2 Tw3

0,00
Tw 1

Tw 2

Tw 3

Tw 4

Tw 1

2004
properti
mining

Tw 2

Tw 3

2005
konsumsi
infrastructure

agriculture
basicindustry

Tw 4

Tw1

Tw2

Tw3

2006
miscindustry
trading

2003

2004

2005

2006

Agar daya beli masyarakat meningkat kembali dan
ekonomi tumbuh lebih tinggi, diperlukan kerjasama pihak-

Sementara itu, leverage perusahaan cenderung stabil

pihak terkait untuk fokus menyelesaikan berbagai kendala

setelah menurun sejak awal 2004, seperti terlihat pada

di sektor riil sehingga perbaikan kondisi makroekonomi

perkembangan rasio debt to equity ratio (DER).

dapat diikuti dengan perbaikan kinerja sektor riil.

15

Bab 1 Kondisi Makroekonomi

16

Bab 2 Sektor Keuangan

Bab 2
Sektor Keuangan

17

Bab 2 Sektor Keuangan

18

Bab 2 Sektor Keuangan

Bab 2

Sektor Keuangan
Stabilitas sektor keuangan masih terjaga. Sektor keuangan yang didominasi
oleh perbankan menunjukkan kinerja yang membaik di tengah lambannya
laju pertumbuhan kredit. Likuiditas perbankan memadai meskipun didominasi
oleh DPK jangka pendek. Walaupun NPL cenderung turun, namun risiko kredit
masih menjadi isu utama perbankan nasional. Untuk mengantisipasi risiko
kredit tersebut, perbankan telah melah membentuk cadangan dan
permodalan yang memadai. Di sisi lain, risiko pasar relatif cukup terkendali
sejalan dengan kecenderungan penurunan suku bunga.
Sementara itu pada lembaga keuangan bukan bank, sentimen positif akibat
membaiknya kondisi makroekonomi mendorong pesatnya perkembangan
pasar saham dan obligasi. Namun demikian, kondisi ini perlu diwaspadai
mengingat kurang berperannya faktor fundamental yang berpotensi memicu
volatilitas harga yang tinggi.

2.1. PERBANKAN

Grafik 2.1
Aset Lembaga Keuangan

2.1.1. Struktur Sektor Keuangan Indonesia
Sistem keuangan Indonesia didominasi oleh
perbankan, terutama bank-bank besar.

% dari total aset keuangan
100
Pegadaian

Sistem keuangan Indonesia terdiri dari bank umum

80

dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), serta lembaga-lembaga

60

keuangan non bank, yaitu asuransi, dana pensiun,

40

perusahaan pembiayaan, sekuritas dan pegadaian. Pangsa
sektor perbankan mencapai sekitar 80% dari total aset

Persahaan
Sekuritas
Bank Umum
Perusahaan
Pembiayaan
87.9%

Dana Pensiun

80.6%

Perusahaan
Asuransi
BPR

20
0

sistem keuangan. Dengan demikian, kerentanan sektor

2001

2005

Sumber: BI dan berbagai sumber lainnya

perbankan khususnya bank-bank besar dengan pangsa
mencapai 69,6% dari total aset sektor perbankan sangat

serta perusahaan sekuritas - sehingga pangsa sektor

berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan.

perbankan sedikit menurun walaupun total asetnya terus

Dalam kurun waktu lima tahun sejak 2001, telah

meningkat.

terjadi peningkatan kegiatan lembaga keuangan non

Total dana yang dikelola oleh sektor keuangan

bank √ khususnya asuransi dan perusahaan pembiayaan

mencapai Rp1.824,2 triliun atau sekitar 65,50% dari total

19

Bab 2 Sektor Keuangan

PDB1 Indonesia. Sejak 2001, total aset sektor keuangan

Rasio alat likuid perbankan terus meningkat, yaitu dari

tersebut tumbuh rata-rata sekitar 10% per tahun dan

129,0% pada akhir semester I hingga mencapai 147,3%

dalam setahun terakhir tumbuh 16,6%. Pertumbuhan

pada akhir semester II. Hal ini disebabkan oleh peningkatan

tersebut tertinggi dan lebih cepat dari pertumbuhan

jumlah alat likuid (29,73%) yang lebih besar dibandingkan

tahunan PDB yang mencapai sekitar 5% dibandingkan

dengan peningkatan kewajiban jangka pendek (10,39%).

dengan kondisi tiga tahun sebelumnya.

Meskipun sama-sama meningkat, rasio alat likuid 15
bank terbesar relatif lebih kecil dibandingkan dengan rasio

2.1.2. Pendanaan dan Risiko Likuiditas

kelompok bank lainnya. Pada akhir semester II, rasio alat

Dana Pihak Ketiga (DPK) tetap sebagai sumber dana

likuid 15 bank terbesar hanya mencapai angka 118,8%,

terbesar. Pertumbuhan DPK tetap stabil di tengah tren

sementara kelompok bank lainnya mencapai 199,4%.

penurunan suku bunga simpanan. DPK tetap mendominasi

Perbedaan tersebut antara lain karena pertumbuhan DPK

sumber dana perbankan dengan porsi sekitar 89% yang

kelompok bank lainnya lebih kecil dibandingkan dengan

sebagian besar berjangka pendek. Kondisi tersebut

pertumbuhan DPK pada 15 bank terbesar.

mencerminkan belum maksimalnya upaya bank untuk

Grafik 2.3
Rasio Alat Likuid Perbankan

mengurangi kesenjangan masa jatuh tempo antara lain
melalui pinjaman subordinasi yang berjangka lebih panjang.
Grafik 2.2
Struktur Pendanaan dan Penempatan Bank

75

Surat
Berharga

1,0
7,7
0,9

Antar Bank

Dana Pihak
Ketiga

0,4
10,1

Alat Likuid

NCD

Alat Likuid/NCD

140

240
120

100

Penyertaan
Antar Bank

Pinjaman

50

320

160

%
100

%

22,9

Surat
Berharga

13,1

Bank
Indonesia

90,4

80

80

0
Des

Des

2002

2005

Ags

Des

2006

Grafik 2.4
Rasio Alat Likuid 15 Bank Terbesar

53,5

25

Apr

Kredit

%
250

0
Pendanaan

Alat Likuid

Penempatan

NCD

Alat Likuid/NCD

120
200

Kecukupan Likuiditas
Selama semester II 20062 , likuiditas perbankan cukup

100

memadai sehingga risiko likuiditas relatif moderat. Hal

50

tersebut ditunjukkan oleh rasio alat likuid di atas 100%

0

pada akhir periode laporan3 . Selain alat likuid4 yang
memadai, kondisi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) juga
cukup stabil.
1 PDB nominal harga berlaku
2 Sampai dengan akhir November 2006.
3 Rasio alat likuid merupakan nilai perbandingan antara jumlah alat likuid3 yang dimiliki
perbankan terhadap jumlah non core deposit (NCD)
4 Alat likuid terdiri dari kas dan penempatan pada BI (giro BI, SBI dan Fasbi)

20

105

150

90

75

60
Des

Des

2002

2005

Apr

Ags

Des

2006

Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Secara umum kondisi PUAB rupiah selama semester
II 2006 cukup stabil dan likuid dengan suku bunga ratarata berkisar 5% - 7%. Suku bunga transaksi PUAB sempat
menyentuh level tertinggi sebesar 30% akibat besarnya

Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.6
Struktur DPK

kebutuhan likuiditas di saat yang hampir bersamaan,
antara lain untuk settlement ORI dan untuk memenuhi
kebutuhan uang kartal masyarakat yang cukup besar

> 100 jt
(75,0%)

nominal

< 100 jt
(25,0%)

menjelang libur panjang akhir pekan. Untuk menambah
likuiditasnya, beberapa bank menggunakan fasilitas SBI

jangka waktu

s.d 3 bln
(91,9%)

> 3 bln
(8,1%)

Repo yang mereka miliki.
kepemilikan

perorangan
(57,7%)

lainnya
(42,3%)

Grafik 2.5
Perkembangan Suku Bunga PUAB

%
12

SBI/Fasbi akan lebih menguntungkan karena berisiko jauh
lebih rendah dan lebih likuid.

9

6

Penerapan Skim Penjaminan Simpanan Terbatas
Sesuai jadwal pentahapan, penjaminan simpanan

3
PUAB pagi

PUAB sore

PUAB va DN

nasabah akan dibatasi maksimal Rp100 juta per nasabah

PUAB va LN

0
Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

per bank mulai 22 Maret 2007. Meskipun sebagian besar

2006

rekening nasabah bernominal kurang dari Rp100 juta,

Struktur Dana Pihak Ketiga yang Kurang

namun DPK terkonsentrasi pada nominal simpanan di atas

Berimbang

Rp100 juta. Kondisi tersebut berpotensi meningkatkan

Pada akhir semester II 2006 DPK mencapai Rp1.287

risiko likuiditas perbankan jika terjadi satu atau kombinasi

triliun atau 76,0% dari total aset perbankan. Jumlah tersebut

dari tiga hal: (i) migrasi dana dari bank yang dianggap

telah meningkat Rp118,7 triliun (10,2%) dibandingkan

kurang aman ke bank yang dianggap lebih aman (flight

dengan semester sebelumnya. Namun demikian, struktur

to safety); (ii) pemecahan simpanan nasabah ke dalam

DPK masih terkonsentrasi tinggi yang ditunjukkan oleh

nominal yang lebih kecil; dan (iii) pengalihan DPK ke dalam

dominasi dana jangka pendek sampai dengan 3 bulan

bentuk investasi lain.

(91,9%) dan DPK nominal di atas Rp100 juta (75,0%). DPK

Untuk mengantisipasi potensi risiko tersebut, baik

nominal Rp100 juta tersebut terkonsentrasi hanya pada

bank-bank maupun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah

2,3% dari total rekening nasabah. Struktur DPK yang

melakukan sosialisasi, baik melalui media massa maupun

sebagian besar berjangka pendek dan bernominal besar

secara langsung melalui Customer Service Officer ataupun

tersebut rentan terhadap penarikan dana secara tiba-tiba,

melalui rekening koran yang dikirimkan kepada nasabah.

khususnya oleh nasabah besar.

Di samping itu, sebagian bank memelihara cadangan

Salah satu strategi bank untuk mengatasi

likuiditasnya pada penempatan dana yang bersifat likuid,

kesenjangan masa jatuh tempo tersebut adalah dengan

seperti SBI/Fasbi. Untuk mencegah terjadinya rush yang

menambah alat likuid, khususnya SBI/Fasbi yang

dapat mengakibatkan krisis likuiditas, Bank Indonesia telah

meningkat Rp46,6 triliun (63,8%) selama semester II 2006.

berkoordinasi dengan LPS, terutama untuk memperluas

Dengan jangka waktu yang hanya overnight untuk Fasbi

sosialisasi dan komunikasi kepada nasabah, serta meminta

serta 1 dan 3 bulan untuk SBI, penempatan dalam bentuk

bank untuk menyiapkan rencana kontijensi yang diperlukan.

21

Bab 2 Sektor Keuangan

Boks 2.1 Skim Penjaminan Terbatas dan Potensi Dampaknya

Sesuai jadwal, penjaminan simpanan perbankan

to safety). Kedua, belum terjadi pemecahan simpanan

dibatasi menjadi maksimal Rp100 juta per nasabah per

ke dalam beberapa rekening dalam nominal lebih kecil

bank mulai 22 Maret 2007. Ini merupakan tahap

ke beberapa bank. Hal ini tercermin dari tidak terdapat

terakhir sejak penerapan skim penjaminan terbatas

peningkatan jumlah rekening nasabah, bahkan

pada 22 September 2005 untuk meminimalkan moral

cenderung menurun. Ketiga, juga belum terlihat gejala

hazard , menggantikan program penjaminan

pemindahan DPK secara signifikan ke dalam bentuk

pemerintah (blanket guarantee) yang diadopsi sejak

investasi lain yang dinilai lebih aman. Sejak September

tahun 1998 untuk meningkatkan kepercayaan

2005 hingga akhir 2006 DPK masih terus meningkat.

masyarakat terhadap perbankan pasca krisis keuangan.

Untuk mengantisipasi potensi dampak dari skim

Sejak pengurangan jumlah simpanan yang

penjaminan terbatas tersebut, Bank Indonesia telah

dijamin tersebut belum terlihat dampak yang serius bagi

berkoordinasi dengan LPS. Sebagai pengawas bank,

likuiditas perbankan dan stabilitas sistem keuangan. Hal

Bank Indonesia telah meminta bank-bank untuk

tersebut setidaknya ditandai oleh tiga kondisi. Pertama,

menilai potensi dampak dan risiko serta memitigasinya

tidak terjadi migrasi dana dari bank yang dianggap

mencakup sosialisasi dan pendekatan kepada nasabah

kurang aman ke bank yang dianggap lebih aman (flight

dan penyiapan rencana kontijensi. Beberapa bank
mengantisipasi isu ini dengan meningkatkan alat likuid.

Grafik Boks 2.1.1
Perkembangan DPK

Sementara itu, LPS terus mengintensifkan sosialisasi
kepada masyarakat baik melalui bank maupun media
massa.

Rp triliun
Swasta Besar
Swasta Menengah
Swasta Kecil
Campuran
Asing
BDP
Persero

20,0
17,4
15,6
16,1
35,9
34,3
34,3
33,4

84,9
78,2
72,8
71,8

Pemahaman nasabah tentang skim penjaminan

444,6
411,6
388,4
396,9

terbatas dan stabilitas sistem keuangan khususnya
kesehatan sistem perbankan sangat penting untuk
menciptakan persepsi positif dan memelihara

92,0
91,2
89,7
92,1

Des '05
Maret '06

Sept '06
Des '06

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Disamping itu, upaya memelihara reputasi bank dan

129,1
125,5
96,4
85,3
480,4
447,2
426,8
431,4

2.1.3. Perkembangan dan Risiko Kredit
Sesuai perkiraan, pertumbuhan kredit selama

loyalitas nasabah merupakan benteng terdepan
terhadap tekanan risiko tersebut.

moderat yang ditandai dengan NPL yang masih tinggi
meskipun sedikit menurun.

semester II 2006 masih belum seperti harapan walaupun
lebih tinggi dari semester sebelumnya. Hal tersebut

22

Perkembangan Kredit

terutama disebabkan kondisi sektor riil dan iklim investasi

Pertumbuhan kredit tercatat paling rendah dalam

yang kurang mendukung serta daya beli masyarakat yang

empat tahun terakhir.. Pertumbuhan kredit5 2006 tercatat

masih rendah. Sementara itu, risiko kredit perbankan dinilai

5 Kredit termasuk chanelling.

Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.9
Loan to Deposit Ratio

14,1%, terendah dalam empat tahun terakhir dan di bawah
target rencana bisnis perbankan yakni 18%. Kondisi tersebut

%

Rp triliun

80

mempengaruhi struktur penanaman serta pendapatan
perbankan. Investasi perbankan bergeser dari kredit ke SBI
walaupun kredit masih mendominasi penempatan

1.400

70

1.200
LDR-kiri

60

1.000

50

DPK-kanan

800

40

perbankan sebesar 53,5%. Sedangkan pendapatan

600

30
Kredit-kanan

perbankan dari penempatan pada BI terus naik cukup

400

20

200

10

signifikan walaupun BI rate terus turun - 300 bps selama
tahun 2006 - sementara porsi pendapatan kredit relatif tetap.

2003

2004

2005

2006

ke SBI adalah gap suku bunga BI/SBI dan suku bunga kredit
Grafik 2.7
Pertumbuhan Kredit dan DPK (y-t-d)
%
30
25

22,70

15

17,11
14,10
6,32

5

Kondisi tersebut mendorong bank untuk cenderung

25

menempatkan dananya ke SBI yang berisiko lebih rendah.

20

Sementara itu, tingkat penyesuaian suku