233348960 Makalah Pengendalian Kesehatan Kerja

MAKALAH
PENGENDALIAN KESEHATAN KERJA

NAMA: TIARA AGUSTINA
NIM: 03012269

Fakultas kedokteran Universitas Trisakti Kampus B
Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol Jakarta 11440
2014

1|Pengendalian Kesehatan Kerja

LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah dengan judul:
Pengendalian Kesehatan Kerja

Oleh,
NAMA: Tiara agustina
NIM: 032012269


Telah memenuhi persyaratan untuk dipertahankan
Didepan dewan pembimbing dan disetujui
Pada .............. , ….......... 2014

Menyetujui,

Pembimbing
dr.Ridwan Harrianto ,MHSC(OM),Sp,OK

2|Pengendalian Kesehatan Kerja

DAFTAR ISI
Makalah Pengendalian Kesehatan Kerja
COVER MAKALAH.................................................................................................................1
LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................................................4
BAB 2. ISI
1.1.Definisi Pengendalian Kesehatan Kerja...................................................................5
1.2.Proses Manajemen Bahaya Kerja.............................................................................6

BAB 3. KESIMPULAN...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

3|Pengendalian Kesehatan Kerja

BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu kesehatan kerja adalah bidang studi yang mempelajari cara pengukuran,
evaluasi, dan penanggulangan bahaya di tempat kerja.
Ilmu keselamatan kerja adalah bidang studi yang mempelajari cara untuk memodifikasi
peralatan dan proses kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
Ergonomi adalah bidang studi yang mempelajari cara mendesain peralatan, mesin, proses dan
tempat kerja yang sesuai dengan kemampuan dan kerterbatasan manusia yang
menggunakannya.
Kombinasi kemampuan teknis kesehatan dan keselamatan kerja, ergonomi, serta praktik
medis dibutuhkan untuk mencegah dan menanggulangi gangguan kesehatan akibat kerja.
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang
optimas (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23).

Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja,proses kerja dan
kondisi bertujuan untuk:
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di
semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik,mental maupun kesejahteraan
sosialnya
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
dilibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaanya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaanya.

4|Pengendalian Kesehatan Kerja

BAB II
ISI
Pengendalian Kesehatan Kerja
1.1 Definisi kesehatan kerja


Bahaya kerja adalah setiap keadaan dalam lingkungan kerja yang berpotensi untuk
terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja,bahaya kerja terdiri dari:
1. 1. Bahaya kimiawi,meliputi konsentrasi uap,gas,atau aerosol dalam bentuk debu atau
fume yang berlebihan di lingkungan kerja. Para pekerja dapat terpajan oleh bahaya
kimiawi ini dengan cara inhalasi absorsi melalui kulit atau dengan cara mengiritasi
kulit contohnya antara lain:gas,asap,cairan,dan zat berbahaya lainnya.
2. 2. Bahaya fisik,mencakup kebisingan,vibrasi,suhu lingkungan kerja yang terlalu
ekstrem(terlalu panas/dingin),radiasi dan tekanan udara
3.Bahaya biologis,serangga,jamur,bakteri,virus,riketsia,klamidia merupakan bahaya
biologis yang terdapat di lingkungan kerja. Para pekerja yang menangani atau
memproses sediaan biologis tumbuhan atau hewan,pengolah bahan
makanan,pengangkut sampah dengan kerja yang tidak memadai,dapat terpajan oleh
bahaya biologis
4.Bahaya ergonomis,seperti desain peralatan kerja,mesin,dan tempat kerja yang
buruk,aktivitas mengangkat beban,jangkauan yang berlebihan,penerangan yang tidak
memadai,vibrasi,gerakan yang berulang-ulang secara berlebihan dengan/tanpa posisi
kerja yang janggal,dapat mengakibatkan timbulnya gangguan muskuloskeletal pada
pekerjaan
5.Bahaya psikologi,komunikasi yang tidak baik,konflik antara personal,konflik

dengan tujuan akhir perusahaan,terhambatnya pengembangan pribadi,kurangnya
kekuasaan dan sumber daya untuk penyelesaian masalah pekerjaan,beban tugas yang
terlalu padat atau sangat kurang,kerja lembur atau shift malam,lingkungan tempat
kerja yang kurang memadai dapat menjadi bahaya psikologis di tempat kerja

5|Pengendalian Kesehatan Kerja

1.2 Proses Manajemen Bahaya Kerja

manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang digunakan
oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan menanggulangi
bahaya di tempatnya guna mengurangi resiko akibat bahaya tersebut.
Jadi, ,manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila digunakan dengan
benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman bebas dari ancaman bahaya di
tempat kerja. Tahapan manajemen bahaya kerja antara lain :
1. Identifikasi bahaya kerja
2. Evaluasi bahaya kerja
3. Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja
4. Pengendalian dan pemantauan bahaya kerja (strategi manajemen bahaya kerja )



Identifikasi bahaya kerja
Proses yang dilaksanakan untuk mendeteksi adanya ancaman bahaya di tempat
kerja. Langkah ini merupakan hal yang pertama dilakukan dalam manajemen
bahaya kerja sebelum evaluasi yang lebih mendetail dilaksanakan; identifikasi
bahaya kerja meliputi pengukuran kasar bahaya di lingkungan kerja. Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang adanya
kemungkinan ancaman bahaya di tempat kerja. Penelitian tata laksana
penyimpanan zat kimia, proses penelitian, mesin dan peralatan kerja, serta
inspeksi tempat kerja (walk-through survey) dibutuhkan untuk dapat
mengidentifikasi para pekerja yang terpajan ancaman bahaya kerja. Tahap
pertama identifikasi bahaya kerja dapat dimulai dengan mengadakan
pendekatan dan diskusi dengan para pekerja yang berhubungan langsung
dengan mesin, peralatan, komponen fisik dan tata laksana pekerjaan di tempat
kerja. Pendekatan dan diskusi ini dimaksudkan untuk menanyakan ancaman
bahaya kerja yang sering kali/mungkin terjadi terhadap mereka. Sebagai
pelengkap informasi, teman-teman kerja, supervisor, pimpinan perusahaan,
serikat buruh di lingkungan kerjanya dan perusahaan asuransi kesehatan kerja
dapat pula diwawancarai. Sumber informasi lainnya, antara lain:
1. MSDS (material safety data sheet) atau hazard data sheet yaitu lembaran

khusus yang selalu disertakan pada produk zat kimia dasar, untuk
memberikan informasi tentang;

6|Pengendalian Kesehatan Kerja

a. Identifikasi: nama produk, bentuk fisik (mis., bubuk, cairan, dan lainlain), warna produk, bau produk, dan sebagainya.
b. Penyuplai resmi: nama, alamat, nomor telepon darurat orang yang
dapat hubungi.
c. Komposisi: nama kimia, No. CAS (chemical abstracts series),
sinonim, formulasi, nilai ambang batas pajanan, ketidakmurnian.
d. Data fisik; titik didih, tekanan uap, gravitasi, dan titik lebur.
e. Gangguan kesehatan: efek jangka panjang dan jangka pendek dari
inhalasi, kontak pada kulit, per oral, per injeksi, kontak pada mata,
tanda deteksi dini dari pajanan yang berlebihan.
f. Tata cara penanganan bila zat kimia tumpah.
g. Tata cara pertolongan pertama pada kecelakaan.
h. Peringatan terhadap bahaya kebakaran.
i. Rekomendasi perlindungan perorangan.
j. Tata cara penyimpanan, anjuran pengemasan, dan pembuatan label.
k. Data reaktivitas, seperti stabilitas, dekomposisi, interaksi dengan zat

kimia yang lain.
l. Peringatan khusus, dan lain-lain.
2. Referensi tentang kesehatan dan keselamatan kerja dapat dicari pada
buletin organisasi kesehatan kerja international (seperti AIHA [American
Induistrial Hygine Association], ACGHI [American Conference of
Governmental Industrial Hygienists]), majalah ilmiah, buletin persatuan
usaha sejenis, buletin ILO (International Labor Organization).
3. Informasi dari pabrik pembuat mesin dan peralatan kerja mengenai bahaya
kerja yang diakibatkan oleh produk mereka.
4. Informasi tentang gangguan kesehatan akibat pekerjaan dan kecelakan
kerja dapat dicari di biro statistik kesehatan pemerintah dan balai hiperkes.
Informasi ini berguna untuk memprediksi kecenderungan gangguan
kesehatan dan kecelakaan akibat kerja pada suatu waktu di suatu tempat
tertentu untuk mengupayakan pencegahan yang lebih akurat.
5. Standar dan aturan praktik.


Evaluasi bahaya kerja
Proses yang dilaksanakan untuk dapat menetapkan seberapa besar resiko
bahaya kerja yang ditemukan di tempat kerja. Inhalasi sumber bahaya


7|Pengendalian Kesehatan Kerja

kerja,seperti debu/uap di udara merupakan jalan masuk utama untuk terjadinya
intoksikasi sistemik karena itu pengukuran objektif dosis bahaya kerja yang
diterima oleh para pekerja merupakan komponen penting pada manajemen
evaluasi bahaya kerja. Akan tetapi sebaiknya pada awal tahap ini tindakan
pengendalian pada bahaya kerja serius,yang ditemukan pada tahap identifikasi
bahaya kerja sudah harus dilaksanakan tanps menunggu hasil pengukuran
yang objektif.
Berdasarkan hasil pengukuran objektif yang telah disimpulkan pada tahap
berikutnya dapat diperkirakan akibat yang ditimbulkan oleh bahaya kerja yang
ditemukan,besarnya kemungkinan dan frekuensi terjadinya gangguan
kesehatan/kecelakaan kerja,serta derajat pajanan bahaya kerja yang terjadi.
1. Pengukuran potensi pajanan bahaya kerja
Tidak semua potensi bahaya kerja dapat diukur,kenyataannnya
pengukuran potensi bahaya kerja biasa dilakukan untuk menentukan
potensi pajanan bahaya kerja kimiawi dalam bentuk debu/uap di
lingkungan tempat kerja dan bahaya fisik akibat kebisingan dan sinar
radioaktif

Pada pajanan debu/uap di lingkungan kerja,dosis pajanan bahaya kerja
yang diterima individu tergantung dari faktor-faktor berikut ini:
 Jenis bahaya kerja(toksisitas,ukuran partikel udara terdapat
kontaminan lain di tempat kerja )
 Derajat pajanan bahaya kerja
 Lama terjadinya pajanan bahaya kerja
 Kerentanan individu
 Penggunaan alat pelindung diri ( respirator,baju kerja dan lainlain)
Pengukuran dosis pajanan bahaya kerja dapat dilakukan dengan dua
cara,yaitu


Pemantauan lingkungan kerja
Pemantuan lingkungan kerja (eniromental monitoring)akan
memberikan informasi dasar tentang luas dan besarnya potensi suatu
pajanan bahaya kerja di tempat kerja. Hasil pengukuran
konsentrasi/derajat pajanan bahaya di lingkungan kerja kemudian

8|Pengendalian Kesehatan Kerja


dibandingkan dengan standar yang direkomendasikan dalam acuan
resmi. Pemantauan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk :
a) Personal breathing zone
Dilakukan dengan menggunakan alat pengumpul debu/uap kerja yang
diletakan pada tubuh pekerja,sedekat mungkin dengan hidung atau
mulutnya,untuk jangka waktu tertentu
Kegunaan alat tersebut untuk menangkap debu/uap kerja yang sama
pada saat bernafas,di sekitar lingkar area pernafasan sehingga alat
tersebut turut bergerak bersama-sama pekerja
Lingkar area pernafasan (brathing zone) merupakan area setengah
lingkaran di depan muka dengan jari-jari 30 cm yamg di ukur dari garis
pertengahan telinga
b) Positional fixed monitoring
Pemantauan ini dilakukann dengan meletakan alat pengumpul
debu/uap kerja di tempat yang strategis pada lingkungan kerja
alat ini biasanya berukuran lebih besar dan menggunakan
tenaga listrik. Digunakan untuk mengukur sumber bahaya kerja
yang keluar dari suatu tempat tertentu untuk mengukur
konsentrasi/derajat pajanan bahaya di beberapa tempat kerja
secara simultan


Pemantauan Biologis
Pemantauan biologis merupakan pengukuran suatu kimiawi tertentu
atau metabolitnya pada cairan tubuh(darah/urine/hembusan nafas)
umtuk menilai derajat pajanan suatu bahaya kerja tertentu. Pemantauan
ini berperan penting dalam beberapa strategi evaluasi bahaya kerja
 Analisis Derajat Resiko Bahaya Kerja
Untuk menentukam beratnya resiko dan besarnya kemungkinan bahaya

kerja yang dapat terjadi
Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999,
analisis Resiko adalah suatu kegiatan sistematik dengan menggunakan
informasi yang ada untuk mendeterminasi seberapa besar konsekuensi
9|Pengendalian Kesehatan Kerja

dan tingkat keseringan suatu kejadian yang ditimbulkan. Analisis ini
harus

mempertimbangkan

kisaran

konsekuensi

potensial

dan

bagaimana Resiko dapat terjadi.
Metode analisis resiko yaitu :
1. Analisis Kualitatif, menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif
untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan
yang akan di ukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk
menentukan prioritas tingkat Resiko yang lebih dahulu harus
diselesaikan (AS / NZS 4360 : 1999).
2. Analisis Kuantitatif, menggunakan hasil perhitungan numerik untuk
tiap konsekuensi dan tingkat probabilitas dengan menggunakan data
variasi, seperti catatan kejadian, literatur, dan eksperimen. Dengan
adanya sumber data tersebut, hasil analisis kuantitatif memiliki
keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis Resiko yang lain
(Kolluru, 1996).
3. Analisis Semi Kuantitatif, metode ini pada prinsipnya hampir sama
dengan metode analisis kualitatif, perbedannya terletak pada deskripsi
parameter, pada analisis semi kuantitatif dinyatakan dengan nilai atau

1. Klasifikasi berat resiko bahaya kerja yang dapat terjadi
I.

Sangat berat (catastrophic) dapat mengakibatkan kematian atau
kehancuran seluruh properti beserta fasilitas yang ada di
dalamnya

II.

Berat(critical) dapat mengakibatkan gangguan kesehatan akibat
kerja yang berat atau kerusakan properti dalam skala besar

III.

Sedang (marginal) dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
akibat kerja yang ringan,biasanya mengakbatkan pekerja tidak
dapat masuk kerja untuk beberapa hari atau kerusakan properti
dalam skala kecil

IV.

Ringan ( negligible) kemungkinan tidak berpengaruh terhadap
kesehatan dan keselamatan pekerja tetapi jelas dalam kondisi
yang menyalahi syarat-syarat kesehatan kerja yang baik

10 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

2. Klasifikasi kemungkinan dan frekuensi resiko terjadinya bahaya
kerja.
A. Kemungkinan terjadinya dalam waktu yang sangat pendek
setelah terpajan oleh suatu bajhaya kerja
B. Kemungkinan besar akan terjadi pada suatu waktu
C. Ada kemungkinan untuk terjadi pada suatu waktu
D. Sangat tidak mungkin terjadi
 Kategori pajanan
Tahap terakhir dari evaluasi bahaya kerja adalah menentukan
kategori pajanan,yaitu klasifikasi jumlah orang yang terpajan
secara regular terhadap suatu bahaya kerja
1. Lebih dari 50 orang yang terpajan secara reguler
2. 10-49 orang yang terpajan secara reguler
3. 5-9 orang yang terpajan secara reguler
4. Kurang dari 5 orang yang terpajan secara reguler


Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja
Penilaian hasil bahaya kerja merupakan hasil rangkuman peninjauan
semua faktor yang mengakibatkan bahaya kerja pada manusia.
Penilaian ini akan memberikan faktra dan kemungkinan yang
relevan,sehingga memudahkan penetapan langkah berikutnya dalam
pengendalian resiko masing-masing bahaya kerja. Prioritas bahaya
kerja dapat di prioritaskan sebagai berikut:
1. Resiko ringan : kemungkinan kecil untuk terjadi serta akibat yang
ditimbulkannya ringan maka bahaya kerja ini dapat diabaikan
2. Resiko sedang : kemungkinannya kecil untuk terjadi tapi akibatnya
cukup berat atau sebaliknya,maka perlu pelaksanaan manajemen
resiko khusus
3. Resiko berat : sangat mungkin terjadi dan akan berakibat sangat
buruk,maka harus dilaksanakan penanggulangannya sesegera
mungkin



Pengendalian resiko bahaya kerja
Pengendalian resiko bahaya kerja terdiri dari tiga macam,yaitu
pengendalian administratif,teknik,dan alat pelindung diri

11 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

A. Pengendalian administratif
1. Kesehatan lingkungan,meliputi kebersihan tempat
kerja,pembuangan sanpah,kesehatan perorangan,dan
fasilitas makan/minum,serta pengendalian rayap
2. Pemeliharaan mesin dan peralatan,meliputi penjadwalan
dan pelaksanaan pemeliharaan secara
periodik,pencatatan servis,perbaikan dan penggantian
suku cadang,serta penyediaan suku cadang
3. Identifikasi resiko bahaya kerja yang belum terdeteksi
4. Semua mesin,peralatan,dan bahan baku yang digunakan
dalam proses industri harus sesuai dengan standar
kesehatan dan keselamatan kerja
5. Rotasi pekerja bagi pekerjaan beresiko tinggi
6. Penggunaan jasa asuransi untuk memindahkan resiko
bahaya kerja
7. Informasi dan pelatihan,meliputi orientasi bagi para
pekerja yang masuk,informasi regular dan pelatihan
periodik bagi para pekerja yang lama,membuat simbol
peringatan kesehatan dan keselamatan kerja,serta
membuat/memperjelas/memeriksa kembali label produk
zat kimiawi
B. Pengendalian teknik
1. Subtitusi
Subtitusi bahaya kerja merupakan alternatif terbaik untuk
mengatasi pajanan bahaya kerja yang ada, yaitu dengan
mengganti penggunaan zat kimiawi yang berbahaya dan
atau mudah terbakar dengan yang kurang berbahaya,
misalnya produk roda giling yang mengandung silika
diganti dengan cara melapisinya dengan bahan aluminium
oksida, alat penyemprot cat manual diganti dengan
penyemprot bertenaga listrik atau hampa udara untuk
mengurangi kuantitas uap penyemprotan yang berlebihan.
2. Metode basah

12 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

Metode basah untuk menghilangkan debu industri yang
berbahaya dari lingkungan kerja yaitu dengan menyiram
sumber debu, lantai dan dinding di lingkungan kerja. Pada
industri pengecoran logam dapat digunakan air bertekanan
tinggi yang disemprotkan pada tempat semburan debu
logam untuk membersihkan cetakan.
3. Ventilasi dengan penggunaan exhaust (kipas pembuangan)
lokal
Debu atau uap industri yang berbahaya juga dapat dikurangi
kuantitasnya dengan menghilangkannya dari zona
pernapasan pekerja, misalnya dengan pemasangan sistem
exhaust lokal untuk menangkap uap ferrioksida padat dari
sumbernya di industri pengelasan.
4. Ventilasi dengan penggunaan exhaust umum atau ventilasi
dilusi
Cara ini tidak dapat digunakan untuk menanggulangi debu
atau uap berbahaya yang terlokalisasi, tetapi hanya berguna
untuk mengatasi lingkungan kerja yang terpajan oleh
sejumlah kecil debu atau uap berbahaya secara reguler,
misalnya dengan penggunaan ventilasi alami seperti pintu
atau jendela yang terbuka, cerobong, dan peralatan
pengaliran udara buatan seperti kipas angin dan blower.
5. Meminimalisasi kemungkinan bahaya di tempat kerja
Misalnya dengan mengurangi tenaga mesin yang berbahaya
atau menggunakan tanda bahaya bila terjadi kesalahan.
6. Isolasi atau pemagaran
Isolasi bahaya kerja dari pekerja terdekat dilakukan dengan
membuat dinding pembatas guna mengisolasi bahaya kerja
tersebut. Isolasi terdiri dari tiga jenis, yaitu:
a. Pembatas fisik, misalnya pemagaran mesin yang
menimbulkan suara bising, penggunaan gordin
pelindung untuk mencegah mata terkena percikan
cahaya pengelasan.

13 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

b. Isolasi jarak, misalnya penggunaan pengontrol jarak
jauh (remote control) pada proses pemotongan dan
penggosokan bahan-bahan industri yang menghasilkan
debu berbahaya.
c. Isolasi waktu, misalnya penggunaan peralatan
semiotomatis, sehingga pekerja tidak harus selalu
berada di tempat yang berbahaya.
C. Penggunaan alat pelindung diri
Jika pengendalian bahaya kerja pada sumbernya atau
pada saat penyebarannya tidak memungkinkan atau dibutuhkan
perlindungan yang lebih ketat, maka pekerja itu sendiri harus
dilindungi dari pajanan bahaya kerja dengan menggunakan alat
pelindung diri.
Organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap
pajanan bahaya kerja adalah mata, telinga, kulit, dan saluran
pernapasan, sehingga harus dilindungi.
1. Pelindung mata dan muka
Dapat digunakan kaca mata kerja dan perisai muka untuk
mencegah:
a. Percikan partikel ringan yang terlontar dengan
kecepatan rendah
b. Percikan partikel berat yang terlontar dengan kecepatan
tinggi
c. Percikan zat yang panas atau korosif
d. Kontak dengan mata akibat gas atau uap iritan
e. Sorotan bermacam-macam sinar radiasi
elektromagnetik, termasuk sinar laser.
2. Perlindungan kulit atau permukaan tubuh
Baju kerja, sarung tangan kerja, celemek kerja, dan sepatu
kerja dapat digunakan untuk mencegah:
a. Kerusakan kulit akibat reaksi alergik atau zat kimia
yang korosif
b. Penyerapan zat kimia melalui kulit
c. Penyebaran panas atau dingin atau sinar radiasi
14 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

d. Kerusakan akibat resiko trauma mekanik
3. Perlindungan saluran pernapasan
Untuk mencegah inhalasi bahaya kerja dalam bentuk debu
atau uap kerja, maka mulut dan hidung harus ditutup oleh
bahan yang dapat menyaring masuknya debu atau uap
kerja. Alat pelindung pernapasan yang digunakan memiliki
bermacam-macam bentuk, mulai dari yang paling
sederhana yaitu masker sekali pakai sampai respirator yang
dilengkapi tabung oksigen. Namun demikian, pada
dasarnya alat perlindungan pernapasan terbagi atas dua
macam, yaitu:
a. Respirator penyaring udara yaitu alat pembersih udara
kotor yang menyaring atau mengabsorpsi kontaminan
sebelum masuk ke saluran pernapasan. Alat ini terdiri
dari dua jenis, yakni:


Respirator masker penyaring debu yang
menggunakan filter khusus untuk menyaring
debu atau uap kerja.



Cartridge respirator, yang menggunakan
cartridge untuk mengabsorpsi gas atau uap atau
debu kerja. Alat ini memiliki beberapa bentuk,
ada yang menutupi separuh muka (menutupi
mulut, hidung, dan pipi) atau seluruh muka
(termasuk mata).

b. Respirator penyuplai udara bersih yaitu alat yang
melindungi saluran pernapasan dari udara yang
terkontaminasi uap atau debu kerja, serta dapat
menyuplai udara bersih. Alat ini terdiri dari dua jenis
berdasarkan mekanisme kerjanya, yakni:


Alat yang memompakan udara bersih dengan
tekanan tinggi dari lingkungan yang tak
terkontaminasi secara otomatis.

15 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a



Alat yang mengalirkan udara bersih dari kantong
udara portabel (berisi udara yang terkompresi
atau udara dalam bentuk cair atau oksigen) yang
disebut self-contained breathing apparatus
(SCBA).

16 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

BAB III
KESIMPULAN
manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang digunakan
oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan menanggulangi
bahaya di tempatnya guna mengurangi resiko akibat bahaya tersebut.
Jadi, ,manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila digunakan dengan
benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman bebas dari ancaman bahaya di
tempat kerja. Tahapan manajemen bahaya kerja antara lain :
1. Identifikasi Bahaya Kerja
2. Evaluasi Bahaya Kerja
3. Penilaian Hasil Evaluasi Bahaya Kerja
4. Pengendalian dan Pemantauan Bahaya Kerja (Strategi Manajemen Bahaya Kerja)
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif
terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam
lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan
antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi
melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja
yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan
penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja
sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan
kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan
keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi
seluruh masyarakat

17 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

DAFTAR PUSTAKA
1. Alpha PN,Szylvres B. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man and
Animals. 2nd Ed. Washington : Pan American Health Organization W.H.O Scientific
Publication No.503;1987
2. Bridger RS,editor .introduction to Ergonomic. Singapore:McGraw-Hill Book Co;1995
3. Hunter TA. Engineering Design for Safety.New york: McGraw-Hill,Inc,1992
4. Goh CL. Handbook of Occupational skin disease.Singapore : PG Publishing Pte
Ltd;1990
5. Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005.
6. Goldman RH.Suspecting Occupational Disease. Dalam : McCunny RJ.(Ed).Hanbook
of Occupational Medicine.Boston : Litlle,Brown and Company.,1988
7. LaDou J. The practice of Occupational Medicine. Dalam : LoDou J( Ed).
Occupational Medicine : Prentice Hall International,Inc. 1990:1-4

18 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a