Pengembangan Model Fit Human Organization Technology (HOT) Menggunakan Regresi Linier dan Neural Network

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan materi yang mendukung dalam pembahasan evaluasi
implementasi sistem informasi akademik berdasarkan pengembangan model fit HOT
menggunakan regresi linier dan neural network. Uraian dimulai dengan sistem
informasi yang meliputi teori sistem informasi akademik, evaluasi sistem informasi,
model fit HOT, model TUTO. Selanjutnya diurai mengenai jaringan syaraf tiruan
yang meliputi model neuron, konsep dasar jaringan syaraf tiruan, arsitektur jaringan
syaraf tiruan, fungsi aktivasi jaringan syaraf tiruan. Uraian struktur jaringan syaraf
tiruan meliputi strukutur feedforward, algoritma feedforward backpropagation,
pelatihan feedforward backpropagation.
Sistem informasi yang akan dikaji adalah sistem informasi akademik sebuah
institusi perguruan tinggi menggunakan pengembangan dari model Fit HOT (HumanOrganization-Technology). Adapun model baru yang dikembangkan adalah model
TUTO (Top Management-User-Technology-Organization). Menggunakan model
TUTO, peneliti akan mengukur keberhasilan implementasi sistem informasi akademik
dan dari hasil yang dicapai akan diperoleh nilai kelayakan implementasi sistem
informasi akademik menggunakan neural network dengan metode feedforward
backpropagation.

2.1


Sistem Informasi

Kata sistem informasi terdiri dari dua kata yaitu sistem dan informasi. Oleh karena itu
akan dijelaskan mengenai sistem dan informasi untuk kemudian dapat didefenisikan
sebuah sistem informasi.
Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Dengan kata lain, sistem adalah kumpulan dari

elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Setiyawan, et
al. 2013).
Data adalah sekumpulan fakta yang menjadi bahan pengolahan lebih lanjut.
Hasil pengolahan data yang sudah menjadi bentuk yang memiliki arti tertentu disebut
dengan informasi.
Menurut Setiyawan et al. (2013), sistem informasi adalah suatu sistem didalam
suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian,
mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan
menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. Dengan
kata lain sistem informasi adalah kumpulan dari manusia dan sumber daya di dalam

suatu organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk
menghasilkan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam
kegiatan perencanaan dan pengendalian.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa sistem informasi merupakan sebuah
rangkaian komponen sistem (sub sistem) yang disusun dan dirancang untuk
mengumpulkan, menyebarkan, menyimpan dan memproses data agar informasi dapat
diberikan untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan. Jadi jelas terlihat
bahwa sistem informasi merupakan bentuk keterpaduan yang akan menghasilkan
sebuah informasi yang digunakan untuk pengambilan tindakan selanjutnya.

2.1.1

Sistem Informasi Akademik

Membahas mengenai sistem informasi mungkin sudah banyak orang yang mengetahui
tetapi sedikit yang memahaminya. Istilah sistem informasi hingga saat ini sudah
banyak mencakup pada berbagai bidang misal Sistem Informasi Kesehatan, Sistem
informasi Manajemen, Sistem Informasi Perusahaan dan bahkan Sistem Informasi
Akademik. Dalam penelitian ini yang akan dibahas ialah mengenai Sistem Informasi
Akademik.

Menurut Setiyawan et al. (2013), akademik adalah kegiatan yang dilakukan
didalam lingkungan dunia pendidikan yang berhubungan dengan proses belajar
mengajar. Dalam proses belajar mengajar, dosen dan mahasiswa akan sangat terbantu

dengan adanya sistem informasi. Jadi dapat disebutkan bahwa sistem informasi
akademik adalah sistem yang memberikan layanan informasi yang berupa data dan hal
yang berhubungan dengan data akademik.
Sistem informasi akademik adalah suatu sistem yang dirancang untuk
keperluan pengeloaan data-data akademik dengan penerapan teknologi komputer baik
hardware maupun software yang bertujuan memberikan informasi terhadap para
mahasiswa, orangtua mahasiswa dan masyarakat tentang perguruan tinggi, fasilitas
perguruan tinggi, data mahasiswa, data nilai mahasiswa, jadwal perkuliahan dan
sebagainya. Sistem informasi akademik merupakan sebuah Sistem Informasi
Manajemen yang memanajerisasi khusus di bidang pendidikan atau di bawah Sistem
Informasi Pendidikan, sistem informasi akademik ini berisi kumpulan dari interaksi
sistem-sistem informasi yang menyediakan informasi kebutuhan akademik institusi
perguruan tinggi (Yunita, et al. 2013).
Sistem informasi akademik merupakan suatu kebutuhan yang mutlak bagi
pelayanan
memberikan


pendidikan terutama
kemudahan

dalam

pada

perguruan

administrasi

tinggi,

sehingga

bagi perguruan

tinggi


dapat
yang

menerapkannya. Dengan adanya sistem informasi akademik, bukan hanya pelayanan
terhadap mahasiswa yang menjadi lebih baik tetapi juga pelayanan untuk seluruh
pihak terkait dengan proses akademik yang ada seperti staf pengajar, biro
administrasi bahkan orangtua dan alumni. Peranan sistem informasi yang
signifikan inilah yang tentu saja harus diimbangi dengan pengaturan dan
pengelolaan yang tepat sehingga kerugian-kerugian yang mungkin terjadi dapat
dihindari. Kerugian yang dimaksud bisa dalam bentuk informasi yang tidak akurat
yang disebabkan oleh pemrosesan data yang salah sehingga dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan yang salah pula.

2.1.2

Evaluasi Sistem Informasi

Evaluasi adalah kegiatan untuk membandingkan antara hasil yang telah dicapai
dengan rencana yang telah ditentukan. Menurut WHO pengertian evaluasi adalah
suatu cara yang sistematis untuk mempelajari berdasarkan pengalaman dan


mempergunakan pelajaran yang dipelajari untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang
sedang berjalan serta meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang
seksama untuk kegiatan masa datang.
Terdapat tiga hal yang terkait dengan evaluasi penerapan informasi berbasis
komputer yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan pengguna
(brainware), ketiga elemen ini saling berinteraksi dan dihubungkan dengan suatu
perangkat masukan-keluaran (input-output media) yang sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Perangkat keras (hardware) adalah media yang digunakan untuk
memproses informasi, perangkat lunak (software) yaitu sistem dan aplikasi yang
digunakan untuk memproses masukan-masukan (input) untuk menjadi informasi,
sedangkan pengguna (brainware) merupakan hal yang terpenting karena fungsinya
sebagai pengembang hardware dan software, sebagai pelaksana (operator) masukan
(input) dan sekaligus penerima keluaran (output), sebagai pengguna sistem (user).
Pengguna adalah manusia (man) yang secara psikologis memiliki suatu perilaku
(behavior) tertentu yang melekat pada dirinya sehingga aspek keperilakuan dalam
konteks manusia sebagai pengguna (brainware) teknologi informasi menjadi penting
sebagai faktor penentu pada setiap orang yang menjalankan teknologi informasi
(Bodnar, et al. 1993).
Evaluasi sistem informasi yang berbasis komputer memerlukan tidak hanya

pemahaman tentang teknologi komputer tetapi juga pemahaman tentang proses-proses
sosial dan perilaku yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dikenalnya sistem
informasi berbasis komputer tersebut (Rochendah, 2001).
Terdapat tiga model perubahan yang sering muncul dalam penelitian evaluasi
penerapan sistem informasi yaitu:
1. Sistem komputer sebagai suatu external force
Pendekatan yang paling sederhana adalah memandang sistem komputer sebagai
tenaga eksternal (exogen) yang membawa perubahan dalam perilaku individu dan
organisasi. Sistem informasi pada dasarnya dikembangkan dan diterapkan untuk
mendukung tujuan manajemen, dengan dukungan teknologi canggih, dan dianggap

pasif, resisten, atau tidak berfungsi dengan baik apabila gagal dalam menggunakan
sistem tersebut.
2. Desain sistem sesuai dengan kebutuhan pengguna
Pendekatan ini memandang desain sistem informasi sebagai sesuatu yang harus
ditentukan berdasarkan kebutuhan informasi bagi para manajer, dimana anggota
organisasi memegang kontrol dan pengendalian terhadap aspek teknis sistem, baik
dari segi penentuan penggunaan sistem maupun dari perubahan-perubahan oleh
karena diterapkan sistem informasi tersebut.
3. Interaksi sosial yang komplek sebagai penentu pola penggunaan sistem.

Perspektif pendekatan ini beranggapan bahwa interaksi sosial yang komplek
didalam organisasi sangat menentukan pola penggunaan dan pengaruh dari sistem
komputer, menurut pandangan ini bagaimana teknologi diterapkan dan
diberdayakan dalam suatu setting organisasi akan sangat ditentukan pada tujuan,
pilihan, dan tuntutan kerja yang mungkin saling bertentangan.

2.1.3

Model Fit Human Organization Technology (HOT)

Penerimaan terhadap sistem informasi dapat diukur dengan beberapa model evaluasi
yang sudah dikembangkan saat ini. Banyak model evaluasi yang digunakan untuk
mengukur penerimaan sebuah sistem informasi. Yusof et al. (2006) memberikan suatu
kerangka baru yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi yang
disebut model fit Human Organization Technology (HOT). Model fit HOT, pada
awalnya dikembangkan untuk evaluasi sistem informasi kesehatan tetapi saat ini
sudah berlaku untuk sistem informasi yang umum karena didasarkan pada model
sistem informasi sebelumnya.

2.1.4


Model Top Management-User-Technology-Organization (TUTO)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengembangan dari Model fit HOT
(Human-Organization-Technology) yaitu Model TUTO (Top Management-UserTechnology-Organization).

Peranan manajemen puncak memiliki dua aspek utama, yaitu memberikan
kepemimpinan dan memberikan sumber-sumber yang diperlukan, selain itu
manajemen puncak juga harus dapat merancang tujuan yang nyata, memiliki
komitmen terhadap proyek, dan mengkomunikasikan strategi perusahaan ke seluruh
lapisan perusahaan (Fawas, et al. 2008).

MANUSIA
Pengembangan
Sistem

Penggunaan
Sistem
TEKNOLOGI
Kualitas

Sistem
Kualitas
Informasi
Kualitas
Pelayanan

Kepuasan
Pengguna
Manfaat
Bersih
ORGANISASI
Struktur
Organisasi
Kesesuaian
Lingkungan
Organisasi

Pengaruh

Gambar 2.1 Model Fit HOT (Human-Organization-Technology) (Yusof, et al. 2013)


Pada gambar 2.1 tersebut terlihat kesesuaian antara ketiga faktor tersebut yaitu
teknologi, manusia dan organisasi. Kerangka Model Fit HOT diatas dapat digunakan
untuk memahami masalah, hubungan dan keselarasan antara manusia, organisasi,
teknologi dan dukungan serta masalah dan kinerja sistem. Hal ini juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan informasi proses dalam aplikasi yang

kompleks. Kerangka kerja ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi yang
sistematis dan ketat dalam setiap siklus hidup pengembangan sistem (Yusof, M.M &
Azizatul, Y.A 2013).
MANAJEMEN
PUNCAK (X1)
PENGGUNA
(X2)
TEKNOLOGI
(X3)

LAYANAN SISTEM
INFORMASI
AKADEMIK (Y)

ORGANISASI
(X4)

Gambar 2.2 Model TUTO (Top Management-User-Technology-Organization)

Gambar 2.2 tersebut adalah model pengembangan dari model fit HOT yaitu
model TUTO yang memiliki empat variabel yakni variabel Manajemen Puncak (Top
Management) dengan indikator dukungan, partisipasi, komitmen; variabel Pengguna
(User) dengan indikator pengembangan sistem, penggunaan sistem, kepuasan
pengguna; variabel Teknologi (Technology) dengan indikator kualitas sistem, kualitas
informasi, kualitas layanan dan variabel Organisasi (Organization) dengan indikator
struktur organisasi, lingkungan organisasi.

2.2

Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network)

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah paradigma pemrosesan suatu informasi yang
terinspirasi oleh sistem sel syaraf biologi. JST dibentuk sebagai generalisasi
model matematika dari jaringan syaraf biologi, dengan asumsi bahwa (Azmi, 2011) :
1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron)
2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung

3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau
memperlemah sinyal
4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi
(biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan input yang
diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas
ambang.

2.2.1 Model neuron
Dalam sel syaraf terdapat tiga bagian, yaitu: fungsi penjumlah (summing
function), fungsi aktivasi (activation function), dan keluaran (output)

Gambar 2.3 Model Neuron (Matondang, 2013)

Dalam gambar 2.3, neuron X1, X2, Xm adalah simpul input dari jaringan, W1, W2, Wm
adalah bobot dari tiap simpul,∑ adalah hasil penjumlahan dari (X 1.W1)+( X2.W2)+
(Xm.Wm) dan kemudian menghasilkan keluaran.
Jika dilihat, neuron buatan diatas mirip dengan sel neuron biologis.
Informasi (input) akan dikirim ke neuron dengan bobot tertentu. Input ini akan
diproses oleh suatu fungsi yang akan menjumlahkan nilai-nilai bobot yang ada.
Hasil penjumlahan kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang
(threshold) tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron. Apabila input tersebut
melewati suatu nilai ambang tertentu, maka neuron tersebut akan diaktifkan, jika

tidak, maka neuron tersebut akan mengirimkan output melalui bobot-bobot
outputnya ke semua neuron yang berhubungan dengannya.

2.2.2 Konsep dasar jaringan syaraf tiruan
Setiap pola-pola informasi input dan output yang diberikan kedalam jaringan
syaraf tiruan diproses dalam neuron. Neuron-neuron tersebut terkumpul didalam
lapisan-lapisan yang disebut neuron layers. Lapisan-lapisan penyusun jaringan
syaraf tiruan tersebut dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (Matondang, 2013) :
1. Lapisan input
Unit-unit di dalam lapisan input disebut unit-unit input. Unit-unit input tersebut
menerima

pola

inputan

data

dari

luar

yang

menggambarkan

suatu

permasalahan.
2. Lapisan tersembunyi
Unit-unit di dalam lapisan tersembunyi disebut unit-unit tersembunyi. Dimana
outputnya tidak dapat secara langsung diamati.
3. Lapisan output
Unit-unit di dalam lapisan output disebut unit-unit output. Output dari lapisan
ini merupakan solusi jaringan syaraf tiruan terhadap suatu permasalahan.

2.2.3 Arsitektur jaringan syaraf tiruan
Jaringan syaraf tiruan memiliki beberapa arsitektur jaringan yang sering digunakan
dalam berbagai aplikasi. Arsitektur jaringan syaraf tiruan tersebut, antara lain
(Agustin, 2012):
1. Jaringan Layar Tunggal (single layer network)
Jaringan dengan lapisan tunggal terdiri dari 1 layer input dan 1 layer output.
Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya
menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi. Contoh algoritma
jaringan syaraf tiruan yang menggunakan metode ini yaitu : ADALINE, Hopfield,
Perceptron.

Gambar 2.4 Arsitektur Layar Tunggal

Pada gambar 2.4, lapisan input memiliki 3 neuron, yaitu X1, X2 dan X3. Sedangkan
pada lapisan output memiliki 2 neuron yaitu Y1 dan Y2. Neuron-neuron pada
kedua lapisan saling berhubungan. Seberapa besar hubungan antara 2

neuron

ditentukan oleh bobot yang bersesuaian. Semua unit input akan dihubungkan
dengan setiap unit output.

2. Jaringan Layar Jamak (multi layer network)
Jaringan dengan lapisan jamak memiliki ciri khas tertentu yaitu memiliki
3 jenis layer yakni layer input, layer output, layer tersembunyi. Jaringan dengan
banyak

lapisan

ini

dapat

menyelesaikan

permasalahan

yang

kompleks

dibandingkan jaringan dengan lapisan tunggal. Namun proses pelatihan sering
membutuhkan waktu yang cenderung lama. Contoh algoritma jaringan syaraf tiruan
yang

menggunakan

neocognitron.

metode

ini

yaitu

:

MADALINE,

backpropagation,

Gambar 2.5 Arsitektur Layar Jamak

3. Jaringan dengan Lapisan Kompetitif
Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk mendapatkan hak menjadi
aktif. Contoh algoritma yang menggunakan metode ini adalah : LVQ.

1

A1





1

Ai






Am 1


Aj

1

Gambar 2.6 Arsitektur Layar Kompetitif

2.2.4 Fungsi aktivasi jaringan syaraf tiruan
Dalam jaringan syaraf tiruan, fungsi aktivasi digunakan untuk menentukan
keluaran suatu Neuron. Argument fungsi aktivasi adalah net masukan (kombinasi
linier masukan dan bobotnya).

Beberapa fungsi aktivasi yang digunakan adalah (Siang, 2005) :
a. Fungsi Threshold (batas ambang)
Fungsi Threshold merupakan fungsi threshold biner. Untuk kasus bilangan
bipolar, maka angka 0 diganti dengan angka -1. Adakalanya dalam jaringan
syaraf tiruan ditambahkan suatu unit masukan yang nilainya selalu 1. Unit
tersebut dikenal dengan bias. Bias dapat dipandang sebagai sebuah input yang
nilainya selalu 1. Bias berfungsi untuk mengubah threshold menjadi = 0.

Gambar 2.7 Fungsi aktivasi Threshold

�(�) = �

1, ���� � ≥ 0
0, ���� � < 0

b. Fungsi Linier (Identitas)
Digunakan jika keluaran yang dihasilkan oleh jaringan syaraf tiruan merupakan
sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [1,-1]).
Y=X

Gambar 2.8 Fungsi aktivasi Identitas

c.Fungsi Sigmoid Biner
Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan
metode Backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai
1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang
membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi
ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai outputnya 0 atau 1. Fungsi
sigmoid biner dirumuskan sebagai :
� = �(�) =

1
1 + � −�

d. Fungsi Sigmoid Bipolar
Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja
output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1. Fungsi sigmoid
bipolar dirumuskan sebagai :
� = �(�) =

1 − � −�
1 + � −�

Gambar 2.9 Fungsi aktivasi Sigmoid

Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki
range antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan :

atau :

� = �(�) =

1−� −2�
1+� −2�

� = �(�) =

� � − � −�
� � + � −�

2.3

Struktur Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan dapat dapat dibedakan dalam beberapa kategori sesuai sudut
pandang yang digunakan. Berdasarkan arsitektur atau pola koneksi yang digunakan
dalam pada jaringan syaraf tiruan, maka jaringan syaraf tiruan tersebut dapat
dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu struktur feedforward dan struktur recurrent
(feedback).
2.3.1

Struktur feedforward

Sebuah jaringan yang sederhana mempunyai struktur feedforward, dimana signal
bergerak dari input kemudian melewati lapisan tersembunyi dan akhirnya mencapai
unit output (mempunyai struktur perilaku yang stabil). Tipe jaringan feedforward
mempunyai sel syaraf yang tersusun dari beberapa lapisan.
Lapisan input bukan merupakan sel syaraf. Lapisan ini hanya memberi
pelayanan dengan mengenalkan suatu nilai dari suatu variabel. Lapisan tersembunyi
dan lapisan output sel syaraf terhubung satu sama lain dengan lapisan sebelumnya.
Kemungkinan yang timbul adalah adanya

hubungan dengan beberapa unit dari

lapisan sebelumnya atau terhubung semuanya dengan baik.
Yang termasuk dalam struktur feedforward :
a) Single-layer perceptron
b) Multilayer perceptron
c) Radial-basis function networks
d) Higher-order networks
e) Polynomial learning networks
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan struktur feedforward backpropagation
dengan multilayer perceptron.

2.3.2

Algoritma feedforward backpropagation

Algoritma feedforward backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang
terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk
mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan
tersembunyinya. Feedforward backpropagation menggunakan error output untuk

mengubah

nilai

bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk

mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus
dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan
dengan menggunakan fungsi aktivasi yang dapat dideferensiasi.
Feed forward backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu
atau lebih layer tersembunyi.

Gambar 2.10 adalah arsitektur backpropagation

berbasis jaringan syaraf tiruan dengan n buah masukan (ditambah sebuah bias),
sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m
buah unit keluaran. Vij merupakan bobot garis dari unit masukan xi ke unit layar
tersembunyi zj (vjo merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan
ke unit layer tersembunyi zj). Wkj merupakan bobot dari unit layar tersembunyi zj ke
unit keluaran yk (wko merupakan bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran
zk) (Siang, 2005).

Gambar 2.10 Jaringan Syaraf Tiruan Feedforward Backpropagation

2.3.3

Pelatihan feedforward backpropagation
Pelatihan backpropagation meliputi tiga fase. Fase pertama adalah fase maju.

Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran
menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih
antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang
terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang

berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah
modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi (Siang, 2005).
a. Fase I : Propagasi maju
Selama propagasi maju, sinyal masukan (=xi) dipropagasikan ke layar
tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap
unit layar tersembunyi (=zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke layar
tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Demikian
seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (=yk).
Berikutnya, keluaran jaringan (=yk) dibandingkan dengan target yang harus
dicapai (=tk). Selisih tk - yk adalah kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih
kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Akan tetapi
apabila kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap
garis dalam jaringan akan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.
b. Fase II : Propagasi mundur
Berdasarkan kesalahan tk - yk, dihitung faktor δk (k = 1,2 , ... , m) yang
dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi
yang terhubung langsung dengan yk. δk juga dipakai untuk mengubah bobot garis
yang berhubungan langsung dengan unit keluaran.
Dengan cara yang sama, dihitung faktor δj di setiap unit di layar tersembunyi
sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di
layar di bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit
tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung.
c. Fase III : Perubahan bobot
Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan.
Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layar atasnya.
Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju ke layar keluaran didasarkan
atas δk yang ada di unit keluaran.
Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian
dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi
atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah

melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang
terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.
Neural network dengan metode feedforward backpropagation ini memiliki tahap
pengenalan terhadap jaringan multi layer, yaitu :
1.

Nilai dikirim melalui input layer ke hidden layer (forward) sampai ke output
layer (actual output)

2.

Actual output dibandingkan dengan output yang diharapkan jika ada perbedaan
maka dinyatakan sebagai error.
Untuk menentukan nilai pemberat dari input (the net weighted input)

defenisikan terlebih dulu nilai inputnya. Jika nilai input telah ditentukan, maka
selanjutnya tentukan fungsi aktivasi. Neuron pada feedforward backpropagation
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid bipolar.
Algoritma

pelatihan

untuk

jaringan

dengan

satu

layer

tersembunyi

(feedforward backpropagation) adalah sebagai berikut :
1. Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil).
2. Kerjakan langkah-langkah berikut selama kondisi berhenti bernilai salah.
3. Untuk tiap-tiap pasangan elemen yang akan dilakukan pembelajaran, kerjakan :
Feedforward
a. Tiap-tiap unit input (Xi, i=1,2,3,...,n) menerima sinyal xi dan meneruskan
sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan
tersembunyi).
b. Tiap-tiap unit pada suatu lapisan tersembunyi (Zj, j=1,2,3,...,p) menjumlahkan
sinyal-sinyal input terbobot :

z _ in j = b1 j + ∑ xi vij
n

i =1

gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output :
zj = f(z_inj)
dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit
output).

c. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,...,m) menjumlahkan sinyal-sinyal input
terbobot.

y _ ink = b 2 k + ∑ z j w jk
n

i =1

gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output :
yk = f(y_ink)
dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit
output).

Keterangan :
z_inj

= output untuk unit zj

b1j

= bias pada unit tersembunyi j

xi

= unit ke i pada lapisan input

vij

= bobot yang menghubungkan xi dengan zj

y_ink = output untuk unit yk
b2k

= bias pada unit keluaran k

zj

= neuron lapisan tersembunyi j

wjk

= bobot yang menghubungkan zj dengan yk