Hubungan Antara Penggunaan Komputer dengan Terjadinya Computer Vision Syndrome

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Computer Vision Syndrome (CVS)
Menurut American Optometric Association, Computer Vision Syndrome

adalah sekumpulan gejala yang terjadi pada mata yang disebabkan oleh
penggunaan komputer, tablet, handphone atau alat elektronik lainnya.

2.2.

Etiologi Computer Vision Syndrome (CVS)
Penyebab Computer Vision Syndrome adalah multi faktor. Banyak

penelitian dan studi yang dilakukan didapatkan bahwa penyebab Computer Vision
Syndrome belum ditemukan secara pasti. Menurut Raymond (2012) CVS


disebabkan oleh penurunan frekuensi berkedip saat menggunakan komputer
dalam waktu yang cukup lama. Studi menunjukan bahwa penurunan frekuensi
berkedip ( 6-8 kali per menit ) menimbulkan keluhan mata kering (Anshel 2008,
Rathore et al 2010 dalam Raymond 2012).

2.3.

Faktor Risiko Computer Vision Syndrome (CVS)
Menurut Del-castillo (2013), terdapat beberapa faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya Computer Vision Syndrome ini.
2.3.1. Faktor Lingkungan
Cornea yang merupakan bagian anterior dari mata, sangat sensitif dengan
suasana sekitar, seperti pada perkantoran, adanya gangguan ventilasi, udara yang
kering dapat mempengaruhi terjadinya kejadian CVS. Pada umumnya
pencahayaan ruangan pada lingkungan kerja yang menggunakan VDT (Visual
Display Terminal) atau sering juga disebut dengan monitor sering menggunakan
penerangan yang tinggi. Penerangan yang tinggi dapat menyilaukan mata,
sehingga terjadi penurunan fokus pada mata.(Del – castillo, 2013)


6

2.3.2. Frekuensi berkedip
Kebanyakan orang berkedip sebanyak 10 – 15 kali dalam satu menit. Studi
menunjukan bahwa terjadi penurunan frekuensi berkedip pada individual yang
menggunakan komputer. Penurunan frekuensi ini disebabkan karena konsentrasi
pada hal yang dilakukan pada komputer. Faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban

juga mempengaruhi lamanya berkedip. Suhu yang tinggi dan

kelembaban yang rendah cenderung menyebabkan penurunan frekuensi berkedip.
Penurunan frekuensi berkedip mengakibatkan terjadinya penurunan produksi air
mata. Penurunan produksi air mata dapat memicu gejala CVS. (Del – castillo,
2013)
2.3.3. Jenis Kelamin
Prevalensi Dry Eye Disease atau keluhan mata kering dua kali lebih sering
dialami perempuan (4,8%) dibandingkan laki – laki (2,2%) . Penipisan tear film
pada wanita terjadi lebih cepat dibandingkan pada pria. Menurut Versura et al.
(2005) dalam Aryanti (2011) melaporkan bahwa prevalensi terjanya Sindroma

Mata Kering (SMK) lebih tinggi dijumpai pada wanita, terutama wanita yang
menopause. Mata kering merupakan salah satu gejala CVS.
2.3.4. Usia
Produksi air mata mengalami penurunan dengan meningkatnya usia. Studi
yang dilakukan oleh Bhanderi et al. (2008) Menunjukan hubungan yang
signifikan antara pengaruh usia dengan meningkatnya kejadian CVS. Dalam
penelitian tersebut dilaporkan bahwa individual yang berusia diatas dari 45 tahun
dua kali lebih berisiko menderita CVS dibandingkan individual yang berumur 15
sampai 25 tahun.
2.3.5. Lamanya Penggunaan Komputer
Studi menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingginya prevalensi
gejala visual terhadap individual yang menggunakan komputer lebih dari 4 jam
dalam sehari. (Rosignol et al, 1987). Studi yang dilakukan oleh Sanchez – Roman
pada tahun 1996 juga menunjukan bahwa penggunaan komputer lebih dari 4 jam
menunjukan gejala astenopia. Bhanderi et. al. Mengatakan bahwa terdapat
beberapa laporan yang berbeda mengenai hubungan durasi penggunaan komputer

7

dengan munculnya gejala astenopia. Hanne et, al melaporkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan terhadap individual yang menggunakan komputer lebih
dari enam jam dibandingkan yang kurang dari enam jam. Hal yang sama juga
dilaporkan oleh Kanitkar et.al (2005) dalam Bhanderi (2008)

Dalam

penelitiannya yang menunjukan hasil bahwa durasi penggunaan komputer sangat
berhubungan dengan gejala yang muncul pada mata dan lamanya gejala tersebut
hilang. Penggunaan komputer tanpa diselingi waktu istirahat dapat menurunkan
kemampuan akomodasi mata sehingga gejala dari Computer Vision Syndrome ini
semakin berat. Penelitian menunjukan bahwa, apabila diselingi istirahat secara
reguler selama pemakaian komputer, terjadi peningkatan kualitas kerja. The
National Institute of Occupational Safety and Health menyatakan bahwa istirahat
yang dilakukan beberapa kali menurunkan ketidaknyamanan yang dirasakan
pengguna komputer dan meningkatakan produktivitas kerja dibandingkan istirahat
sekali dalam waktu yang lama di waktu – waktu tertentu.
2.3.6. Lama Bekerja dengan Komputer
Bhanderi et. Al. (2008) melaporkan bahwa angka kejadian CVS lebih
tinggi pada individual yang menggunakan komputer kurang dari lima tahun.
Namun penelitian lain melaporkan hasil yang berbeda, Wang melaporkan bahwa

kejadian CVS lebih tinggi pada individual yang menggunakan komputer lebih dr
10 tahun (azkadina, 2012)
2.3.7. Lama Istirahat Setelah Pemakaian Komputer
Penelitian menunjukan bahwa penggunaan komputer yang diselingi
istirahat menurunkan gejala yang muncul pada mata. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Thompson (1998) menunjukan bahwa penggunakan komputer
yang diselingi istirahat selama 5 sampai 10 menit secara teratur memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan istirahat setiap dua atau tiga jam. Namun ada
beberapa pendapat lain yang melaporkan hasil yang berbeda.

8

2.3.8. Penggunaan kacamata
Penggunaan kacamata yang bertujuan untuk mengoreksi gangguan refraksi
juga merupakan salah satu faktor risiko dari Computer Vision Syndrome. Dalam
studi yang dilakukan Edema et. al. dalam Azkadina (2012) didapatkan bahwa dari
136 sample, ditemukan keluhan penglihatan kabur pada 19 subjek (59,4%), mata
tegang saat menggunakan video display terminal (VDT) sebanyak 18 subjek
(56,3%), dan keluhan sakit kepala ditemukan pada 20 subjek (62,5%). Hasil ini
menunjukan bahwa terdapat keluhan astenopia yang signifikan antara pengguna

VDT yang menggunakan kacamata dengan yang tidak menggunakan kacamata.
2.3.9. Penggunaan Lensa Kontak
Penggunaan lensa kontak menyebabkan peningkatan penguapan lapisan
airmata yang diikuti dengan suatu kompensasi berupa peningkatan osmolaritas
dari lapisan air mata yang pada akhirnya menimbulkan jejas pada permukaan
mata. Dalam penelitian terdahulu, mendapatkaa bahwa keluhan computer vision
syndrome lebih berat terjadi pada individual yang menggunakan kontak lensa
dibandingkan dengan yang tidak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kojima et.
Al. Dalam Azkadina (2012) menemukan bahwa nilai tinggi tear meniscus dan
volume tear meniscus lebih buruk pada pekerja pengguna komputer yang
menggunakan lensa kontak lebih dari 4 jam dibandingkan dengan pekerja yang
tidak menggunakan lensa kontak dalam waktu yang sama.
2.3.10. Faktor Komputer
Posisi monitor terhadap mata, sudut dan jarak penglihatan serta jenis
komputer merupakan faktor – faktor yang juga mempengeruhi munculnya gejala
Computer Vision Syndrome. Posisi monitor yang baik adalah posisi yang
ketinggian horizontal sejajar dengan mata. Posisi monitor yang lebih tinggi dari
posisi mata akan menyebabkan sudut penglihatan mata lebih besar dan
menurunkan frekuensi berkedip. Hal ini dapat menyebabkan mata menjadi kering.
(Miller, 2001)


9

2.4.

Patofisiologi Computer Vision Syndrome
Gambar pada layar komputer yang memiliki kontras yang tidak baik

sehingga berakibat mata sulit untuk fokus. Hal ini menyebabkan mata harus
meningkatkan kemampuannya untuk lebih fokus

(continuous

focusing),

peningkatan frekuensi pergerakan bola mata (ocular motility) dan terjadi
peningkatan pergerakan otot (muscular activity).(Akinbinu dan Mashalla, 2014).
Karakter pada komputer terbuat dari titik – titik kecil yang disebut dengan pixels.
Setiap pixels akan terang pada bagian tengah dan penerangan menurun pada
bagian tepi. Dari sebab itu, karakter pada layar elekronik memliki sisi yang kabur

pada bagian tepi dibandingkan dengan gambaran pada surat yang telah dicetak
yang terlihat dengan jelas. Hal ini menyebabkan mata sulit bertahan untuk tetap
fokus atau disebut juga sebagai Resting point of accomodation (RPA). Agar mata
dapat kembali untuk fokus, mata akan menjadi tegang. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan kerja dari otot ciliaris mata yang mengakibatkan mata
lelah. Mata yang lelah juga mengakibatkan penurunan frekuensi berkedip
sehingga mata menjadi kering (