Pengaruh pemupukan terhadap akumulasi timbal pada kubis (Brassica oleracea L.) dan sawi putih (Brassica rapa L.)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Sayur Bagi Kesehatan
Budaya makan sayuran telah ada sejak zaman dahulu, bahkan jauh
sebelum ada ilmu gizi yang menyatakan dengan jelas akan manfaatnya bagi
kesehatan. Menurut banyak literatur, manusia purba sudah makan produk dari
tanaman lebih banyak dari daging, karena memang itulah makanan yang banyak
tersedia disekitar mereka. Seiring dengan berkembangnya peradaban, budaya
pertanian pun akhirnya dikembangkan. Sayur-sayuran yang kaya akan vitamin,
mineral dan serat, yang semuanya penting untuk diet sehat (Anonim, 2014). Dari
banyak hasil penelitian juga menunjukkan, bahwa semakin banyak makan
sayuran, maka semakin besar kemampuan tubuh kita untuk menangkal penyakit.
Sehingga makan Sayuran adalah sebuah keharusan bagi yang sadar akan
pentingnya kesehatan (Dalimartha dan Adrian, 2011).
Bahan makanan tersusun atas banyak senyawa, dari yang kadarnya sangat
sedikit sampai dengan yang berkadar tinggi. Senyawa yang terdapat dalam
makanan terdiri atas zat gizi esensial dan tidak esensial (non gizi). Selain sebagai
gizi, diyakini juga aktif secara fisiologis, dimana senyawa tersebut dikelompokkan
menjadi senyawa bioaktif atau komponen bioaktif yang berdampak positif
maupun negatif bagi tubuh. Selain senyawa bioaktif tersebut mampu

meningkatkan kesehatan dan mencegah atau mengurangi resiko penyakit.
Komponen bioaktif di dalam makanan terdapat secara alami, terutama dalam
sayur-sayuran dan buah-buahan, atau terbentuk selama proses pengolahan
(Silalahi, 2006). Menurut penelitian Leeders, et al., (2014) disebutkan bahwa

mengkonsumsi buah dan sayur lebih dari 569 g/hari lebih kecil kemungkinan
terkena penyakit mematikan (seperti kanker) dibandingkan dengan yang
mengkonsumsi buah dan sayur sebanyak 249 g/hari, baik untuk dewasa maupun
anak-anak (Kim, et al., 2014). Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya peranan
oksidatif stress, antioksidan, vitamin B, fitoestrogen dan serat yang tinggi mampu
menyehatkan hati dan mengurangi penyakit ginjal. Sehingga mengontrol
kandungan logam berat pada sayur-sayuran tersebut seperti logam timbal sangat
dibutuhkan untuk menghindari efek negatif bagi kesehatan (Yadaf, 2010; Gupta
dan Sandalio, 2012).
2.2 Pencemaran Logam Berat pada Makanan, Bahan Makanan dan
Tanaman
Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak terpapar logam
berat dalam jumlah dan tingkat yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kotakota besar dimana tingkat polusi oleh asap pabrik dan asap buangan kendaraan
bermotor telah mencapai tingkat yang sangat tinggi serta konsumsi makanan yang
dikemas dengan kemasan modern seperti kaleng telah umum dijumpai

(Widaningrum, et al., 2007), kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan
pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam
lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan
bahan tersebut oleh manusia. Tercemarnya makanan dan bahan makanan oleh
logam berat dapat terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui bahan baku,
proses produksi, dan pengemasan (Dahuri, 1996). Melalui bahan baku, logam
berat dapat masuk ke dalam tanaman melalui media tanam (tanah) atau substrat
yang telah terkontaminasi oleh logam berat kemudian terserap oleh tanaman.

Selain itu, penggunaan pupuk yang berlebihan juga dapat menyebabkan tingginya
kadar logam dalam tanaman. Melalui proses produksi, dapat disebabkan oleh
penggunaan alat produksi dan bahan-bahan lain yang telah terkontaminasi oleh
logam berat sehingga logam tersebut migrasi ke dalam makanan. Melalui proses
pengemasan, yaitu wadah makanan yang terbuat dari kaleng dapat melepaskan
unsur-unsur logam ke dalam makanan kaleng. Pelepasan unsur logam tersebut
terutama akan terjadi jika bagian dalam kaleng tidak diberi lapisan pelindung yang
baik atau dapat juga disebabkan karena cacat pada bagian dalam kaleng sehingga
makanan kontak langsung dengan logam (Bingöl, et al, 2010; Montanari, 2015).
Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat
pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai

(non degradable) dan mudah diabsorbsi. Sehingga makanan, bahan makanan dan
tanaman sayuran akan menyerap logam tersebut. Akibatnya, logam-logam
tersebut akan terakumulasi dan mengendap membentuk senyawa kompleks
bersama bahan-bahan organik dan anorganik (Dahuri, 1996).
Ancaman utama bagi kesehatan manusia adalah paparan logam berat
seperti timbal, kadmium, seng, mangan, tembaga, nikel, kromium, merkuri dan
arsen. Kadmium ditemukan dalam konsentrasi rendah di dalam tubuh dan
menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan hati, ginjal dan anemia. Emisi
kadmium meningkat secara dramatis karena tidak didaur ulang dan sering dibuang
bersama dengan limbah rumah tangga. Populasi umum terkena merkuri melalui
makanan, ikan merupakan sumber utama paparan merkuri metil dan amalgam
gigi. Industri, pertambangan dan air yang tercemar mempengaruhi sel darah
merah, perkembangan fisik dan mental, keterlambatan pertumbuhan pada bayi dan

anak-anak, peningkatan tekanan darah pada beberapa orang dewasa. Air dalam
tanah yang digunakan sebagai air minum, mengandung arsenik 0,1-1340 mg.L-1.
Paparan arsenik adalah terutama melalui makanan dan air minum yang memiliki
risiko tinggi kanker paru-paru, kulit, kandung kemih dan ginjal, lesi kulit seperti
sebagai hiperkeratosis dan pigmentasi perubahan. Keracunan timbal berpengaruh
pada gangguan neurologi, fungsi ginjal, system reproduksi, system saraf pada

orang dewasa, gangguan fisiologis dan efek keracunan yang kronis pada anak
(Sudarmaji, et al., 2006; Vaishaly, et al., 2015).
2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Logam Berat Pada
Tanaman
Beberapa faktor yang menyebabkan kontaminasi logam berat pada
lingkungan bervariasi antara lain: kondisi geologi tanah dimana tanaman
dibudidayakan, kondisi air yang digunakan untuk penyiraman, adanya kontaminan
logam berat tertentu yang berasal dari kendaraan bermotor dan industri apabila
lokasi pertanaman dekat dengan lokasi industri, bahkan bencana yang tidak
terduga juga pemupukan yang berlebihan (Widaningrum, et al., 2007).
Sumber pencemaran logam berat pada tanaman, yaitu:
1) Tanah
Pencemaran logam berat pada tanah daratan sangat erat hubungannya dengan
pencemaran udara dan air/limbah padat, dimana tanah yang tercemar akan
membuat tanaman ikut tercemar (Hayati, 2010; Tanjung, 2010; Purnamisari,
2012; Doherty, et al.,2012; Yadav, et al., 2013).

2) Air

Air siraman / pengairan yang tercemar logam akan diserap oleh akar tanaman

bersama dengan nutrisi lainnya dan ditimbun oleh jaringan tanaman
(Muchuweti, et al., 2004; Sharma, et al., 2005; Singh, et al., 2007; Suriani dan
Parwanayoni, 2012;)
3) Lokasi penanaman dan udara
Jarak tanaman dari jalan raya dan industri memiliki peran dalam miningkatkan
kandungan logam pada tanaman (Abbas, et al., 2010; Mulyani, 2012; Chandra,
2012).
4) Pupuk dan pestisida
Pupuk TSP mengandung unsur fosfor (P) dan unsur logam berat lainnya,
seperti kadmium (Cd) dan hampir seluruhnya larut dalam air sehingga dapat
segera diserap oleh tanaman (Anggi, 2013; Kusdianti, 2014; Chiroma, et al.,
2014).
5) Jenis tanaman
Sebagian besar tanaman mampu menyerap logam berat, bahkan beberapa
tanaman mampu menyerap logam berat diatas 100 μg/ml yang disebut juga
tanaman hiperakumulator (Paz-Alberto dan Sigua, 2012; Raharjo, et al., 2012;
Susana dan Suwati, 2013).
2.3.1. Tanah
Kandungan logam berat di dalam tanah secara alamiah sangat rendah,
kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel 2.1). Kandungan logam berat dalam

tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh
di atasnya, kecuali terjadi interaksi di antara logam itu sehingga terjadi hambatan
penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak

hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada
unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman yang sensitif
terhadap logam berat tertentu (Darmono, 1995).
Tabel 2.1 Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah
Logam
Kandungan dalam tanah (rata-rata, µg/g)
As (Arsenik)
100
Co (Kobal)

8

Cu (Tembaga)

20


Pb (Timbal)

10

Zn (Seng)

50

Cd (Kadmium)

0,06

Hg (Merkuri)

0,03

Sumber: Widaningrum, et al., (2007)
Akumulasi logam berat yang berlebihan pada tanah pertanian dapat
berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan tetapi yang lebih buruk
adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam berat pada hasil-hasil pertanian

yang dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya berakibat terhadap penurunan
mutu dan keamanan pangan nabati yang dihasilkan. Untuk melindungi konsumen,
beberapa negara telah menetapkan batas aman cemaran logam berat pada
makanan. Di Indonesia, Ditjen POM telah mengeluarkan Keputusan No.
03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan
untuk Sayuran Segar, batas aman untuk Pb 2 mg/kg (Widaningrum, et al., 2007).
Pencemaran logam berat dalam tanah bisa disebabkan oleh letusan gunung
merapi (Tanjung, 2010), atau disebabkan oleh bencana seperti tsunami (Hayati,
2010). Turkdogan, et al., (2003) telah menginvestigasi tujuh tingkat logam berat
yang berbeda-beda (Co, Cd, Pb, Zn, Mn, Ni dan Cu) dalam tanah, di wilayah Van
sebelah selatan Turki. Kandungan logam berat pada sampel ditentukan dengan

flame atomic absorption spectrometer. Ditemukan empat jenis logam berat (Cd,
Pb, Cu dan Co) pada konsentrasi dua sampai 50 kali lebih tinggi dibanding Zn.
Pada sampel tanah vulkanik mengandung logam berat karsinogenik yang potensial
dimana tingkat yang cukup tinggi tersebut berhubungan dengan tingginya
prevalensi kanker gastrointestinal atas di region Van tersebut.
2.3.2 Air
Air merupakan sumber kehidupan manusia hewan dan tumbuhan, namun,
air yang tercemar oleh logam berat akan berdampak masuk ke dalam tanaman.

Pencemaran logam berat oleh air disebabkan oleh pembuangan limbah rumah
tangga seperti mandi dan mencuci dan pembuangan limbah industri (Singh, et al.,
2007). Seperti yang terjadi di areal sub urban Varanasi, India, diketahui bahwa
kontaminasi logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb) dan nikel (Ni) terdapat pada
sayuran berdaun yaitu sayuran palak atau yang lebih dikenal dengan sayuran
bayam (Beta vulgaris L. var All green H1) yang umum dikonsumsi oleh orangorang urban di India, terutama orang-orang miskin. Penelitian Sharma, et al.,
(2005) melaporkan bahwa selain pada sayuran tersebut, kontaminasi logam berat
kadmium juga terdeteksi pada tanah yang diirigasi oleh air limbah pabrik yang
belum mengalami perlakuan penjernihan. Pencemaran logam berat kadmium
terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan.
Di Zimbabwe, terdapat peningkatan kekhawatiran publik akan penanaman
sayuran di atas tanah yang juga diirigasi dengan air limbah pabrik yang belum
diberi perlakuan penjernihan atau diirigasi oleh endapan pembuangan kotoran
yang dihasilkan pabrik. Di negara tersebut, kontaminasi logam berat tertinggi
terdapat pada jagung dan sayuran berdaun yaitu tsunga. Pada daun tsunga,

terdeteksi kontaminasi logam berat Cd sebanyak 3,68 ppm; Cu 111 ppm, Pb 6,77
ppm dan Zn 221 ppm padahal standar Uni Eropa untuk Cd adalah hanya 0,2 ppm;
Cu 20 ppm; Pb 0,3 ppm dan Zn 50 ppm (United Kingdom Guidelines)
(Muchuweti, et al., 2004). Bahemuka dan Mubofu (1999) juga meneliti empat

jenis logam berat (Cd, Co, Pb dan Zn) dari beberapa jenis sayuran hijau yang
ditanam di sepanjang aliran sungai Sinza dan Msimbazi dengan alat Atomic
Absorption Spectrophotometry (AAS). Hasil menunjukkan kisaran berikut (dalam
mg/ 100 g) : 0,01 s.d 0,06 untuk kadmium (Cd); 0,25 s.d 1,60 untuk kobalt (Co);
0,19 s.d 0,66 untuk timbal (Pb); dan 1,48 s.d 4,93 untuk seng (Zn). Beberapa
sayuran mengandung jumlah logam berat melebihi yang diperbolehkan FAO dan
WHO untuk dikonsumsi manusia.
2.3.3 Lokasi Penanaman Dan Udara
Logam berat telah banyak terdeteksi pada sayuran, terutama yang ditanam
dekat dengan jalan raya dan rentan polusi udara, antara lain yang berasal dari asap
pabrik serta asap kendaraan bermotor. Penelitian yang dilakukan Ayu (2002)
menunjukkan bahwa pada komoditas kangkung dan bayam yang dijual di pasarpasar daerah Bogor mempunyai kadar timbal (Pb) di atas ambang batas cemaran
logam sesuai yang ditetapkan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, yaitu 2
ppm. Kisaran kadar timbal (Pb) pada kangkung 0,01 ≤ 3,12 ppm sedangkan
kisaran timbal (Pb) pada bayam 0,01 ≤ 3,38 ppm. Dalam kasus ini, jalur distribusi
dan cara pengangkutan sangat berpengaruh terhadap bertambahnya kadar cemaran
timbal (Pb). Pencemaran timbal (Pb) pada sayuran setelah pasca panen terjadi
selama pengangkutan, penjualan, dan distribusi. Pencemaran logam berat tembaga

terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan, juga

disebabkan pemakaian pupuk mikro yang mengandung tembaga.
Survei lapangan juga telah dilakukan oleh Cui, et al., (2004), di area dekat
lokasi peleburan logam di Nanning, China Selatan untuk menganalisis
kontaminasi logam berat pada sampel tanah dan sayuran serta untuk mengevaluasi
kemungkinan resiko kesehatan pada masyarakat melalui rantai makanan. Tingkat
kontaminasi pada tanah dan sayuran telah diukur, dan diukur pula faktor transfer
(TF) dari tanah ke tanaman sayuran serta risiko kesehatannya (indeks resiko, IR).
Hasil menunjukkan bahwa kedua tanah dan sayuran dari desa 1 dan 2 (V1 dan
V2), dengan jarak 1500 m dan 500 m dari lokasi peleburan logam) sangat
terkontaminasi logam berat apabila dibandingkan dengan tanah dan sayuran di
desa yang terletak 50 km dari lokasi peleburan logam. Nilai tengah konsentrasi Cd
pada sayuran di kedua desa (V1 dan V2) adalah 0,15 ppm dan 0,24 ppm
sedangkan konsentrasi Pb adalah 0,45 ppm dan 0,38 ppm. Asupan Cd dan Pb
melalui sayuran yang dikonsumsi memiliki risiko kesehatan yang tinggi terhadap
penduduk setempat. Indeks risiko (IR) yang terukur pada kedua desa adalah 3,87
ppm dan 7,42 ppm untuk Cd dan 1,44 ppm serta 13,5 ppm untuk Pb.
2.3.4 Pengaruh Pemupukan
Setiap jenis pupuk memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing,
sebagai contoh unsur hara dalam pupuk an-organik lebih cepat tersedia
dibandingkan dengan unsur hara dalam pupuk organik. Namun pupuk organik
cendrung lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pupuk an-organik.
Perbedaan yang mendasar seperti jenis senyawa yang terkandung dalam masing-

masing pupuk. Adapun kandungan unsur hara dan logam berat dalam pupuk
kompos dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kandungan unsur hara dan logam berat dalam pupuk kompos dan NPK
Unsur hara dan logam
Pupuk Kompos
Pupuk NPK
No
berat
1.
N-total
0,37 %
15 %
2.
P2O5
0,77 %
15 %
3.
K2O
8,95 %
15 %
4.
C-organik
8,95 %
5.
Kadar air
62,86 %
6.
C/N Rasio
14
7.
Fe
5,569 ppm
8.
Zn
41 ppm
9.
Cu
18 ppm
10.
B
22 ppm
11.
Pb
2,2 ppm
12.
Mn
301 ppm
13.
Cd
Sumber : Pupuk kompos : Suriardikarta dan Setyorini (2005), dan pupuk NPK :
Hardjowigeno (1992) dalam Anonim (2014).
Dalam aplikasinya selain membawa dampak baik terhadap pertumbuhan
tanaman serta hasil tanaman, pupuk juga membawa dampak negatif bagi
lingkungan, baik langsung maupun tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil tanaman serta kesehatan manusia. Dampak negatif dari pupuk adalah dapat
menjadi sumber pencemar baik di tanah, air, dan udara (Hartatik dan Setyorini,
2010). Pencemar adalah adanya pasokan logam berat dalam tanah pertanian antara
lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida). Untuk meningkatkan hasil pertanian,
penggunaan pupuk tidak dapat dihindari. Petani di daerah semakin banyak yang
menggunakan obat-obatan pertanian untuk meningkatkan hasil produksinya tanpa
mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan pada tanaman dan lingkungan
sekitarnya. Adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan
produktifitas pertanian dan kualitas hasil pertanian selain dapat membahayakan

kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang
tercemar logam berat tersebut (Subowo, et al., 1999).
Dalam UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan

hidup,

pencemaran

lingkungan

hidup

adalah

masuk

atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah di tetapkan. Dalam dunia pertanian pencemaran yang
menjadi pokok perhatian adalah pencemaran yang terjadi di tanah, hal ini karena
tanah merupakan media tumbuh tanaman dan yang dominan menerima dampak
langsung dari pencemaran yang disebabkan oleh pupuk. Tercemarnya tanah oleh
logam berat menyebabkan tanaman mengandung logam berat melebihi batas
ketentuan (Widaningrum, et al., 2007).
Hasil penelitian Kusdianti, et al (2014) memperlihatkan bahwa kentang
yang ditanam pada tanah yang diberikan pupuk dan pestisida di kawasan pertanian
kentang Pangalengan Jawa Barat mengandung Cd melebihi ambang batas. Hal
tersebut dikarenakan para petani menggunakan pupuk dan pestisida yang
berlebihan, sehingga logam Cd pada pupuk dan pestisida akan meresap ke dalam
tanah dan akan terakumulasi oleh tanaman.
2.4.5 Pengaruh Jenis Tanaman
Salah satu pendekatan untuk memulihkan polutan logam beracun adalah
dengan menggunakan tanaman fitoremediasi dimana jenis tanaman ini mampu
mengakumulasi konsentrasi ion logam tanpa mengalami penurunan hasil akibat
keracunan logam (Hidayati, 2013). Beberapa jenis tanaman yang bersifat
fitoremediasi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Beberapa jenis tanaman yang bersifat fitoremediasi
Kadar (ppm)
Sumber
No
Jenis tanaman
dan Logam
1. Bunga matahari
66,30 (Pb)
Amaliyah, 2011
2. Genjer
6,101 (Pb),
Parwanayoni dan
1,923 (Cd)
Suriani, 2012
3. Sawi putih > bunga matahari >
Pb
Hamvumba, et al.,
gandum
2014
4. Bunga tapak dara
77,06 (Pb) dan Subhashini dan
47,75 (Ni)
Swamy, 2013
5. Mikania cordata (Burm.f.) B.L.
11,65 (Pb)
Juhaeti, et al., 2005
Robinson
6. Pennisetum pedicellatum
23,28 (Cd) dan Garba, et al., 2013
6266,20 (Zn)
7. Bayam duri
502,20 (Pb)
Dwinata, et al.,
2015
8. Kubis
480 (Zn) dan
Szczygƚowska dan
98,6 (Cd)
Konieczka, 2005
9. Kubis-kubisan
Szczygƚowska, et
al., 2011
Keterangan: > = lebih besar kemampuan mengakumulasi logam
Juhaeti, et al (2004) menginventarisasi tumbuhan yang potensial untuk
fitoremediasi, menyimpulkan bahwa tanaman jenis Ipomea sp mampu
mengakumulasi sianida (HCN) dan Mikania cordata (Burn.f.) B.L.Robinson,
hanjuang (Cordyline fruicosa) (Haryanti, et al., 2013) mampu mengakumulasi
logam timbal. Raharjo, et al (2012) menyebutkan bahwa jenis sawi huma dan sawi
pahit memiliki kemampuan dalam menyerap logam Hg dan Cu dibandingkan jenis
lain. Susana dan Suswati (2013) juga menjelaskan bahwa sawi hijau dan sawi
putih mempunyai kemampuan transfer Cd ke pucuk (TF) yang jauh lebih besar
daripada kailan. Jenis tanaman kubis-kubisan mampu menakumulasi logam berat
dengan metode fitoremediasi dan biofumigasi, hal tersebut dijelaskan oleh
Szczygƚowska, et al (2011) dalam artikelnya, dijelaskan pula metode tersebut
sangat efisien dalam menghilangkan polutan dalam tanah yang disebabkan oleh
pupuk dan pestisida.

Pada dasarnya, setiap tumbuhan mempunyai daya toleransi yang bebeda
dalam mengakumulasi logam berat (Dedy, 2013), tergantung pada fisiologis
tanaman tersebut. Tanaman yang mampu mengakumulasi logam lebih dari 100
mg/kg seperti logam timbal disebut tanaman hiperakumulator (Baker, et al., 1988
dalam Widyati, 2011).
2.4 Pencemaran Timbal Pada Tanaman
Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia dan organisme lainnya. Pencemar timbal berasal dari berbagai
kegiatan manusia diantaranya adalah kegiatan rumah tangga, dimana pencemar
logam berat yang dapat berasal dari kegiatan mandi dan mencuci (sabun dan
detergen), sehingga mencemari air dan tanah (Darmono, 1995). Di udara timbal
sebagai gas buang kendaraan bermotor yang keluar dari knalpot dalam bentuk
partikel yang sangat halus, adanya polutan timbal pada bensin yang diberikan
bahan tambahan berupa Tetra Etil Lead (TEL) dan tetramethyl lead (TML)
sebagai bahan additive dan upaya untuk meningkatkan angka oktan (Fahy, 1987).
Industri juga berpotensi sebagai sumber pencemaran timbal yaitu semua industri
yang memakai bahan baku yang mengandung timbal (Haryanti, 2013) seperti
industri baterai (Fardiaz, 2005).
Timbal dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di
lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal adalah makanan
dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal
menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan
mempengaruhi kerja ginjal. Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat
ditoleransi dalam seminggu dengan takaran 50 mg/kg berat badan untuk dewasa

dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah
dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar
0,5 - 3 ppm (Widaningrum, 2007). Di dalam tubuh, timbal dapat menyebabkan
keracunan akut maupun kronik. Pada keracunan akut biasanya terjadi karena
masuknya senyawa timbal yang larut asam. Gejala-gejala yang timbul berupa
mual, muntah, sakit perut, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal
bahkan kematian (Santi, 2001).
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman (terutama
sayuran), yaitu daun, batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah).
Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah.
Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh
toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi
tanaman bila konsentrasinya tinggi (Charlene, 2004). Seperti penelitian Atta, et
al., (2014) yang menyatakan bahwa timbal sangat berpengaruh menurunkan
kecepatan pertumbuhan bunga matahari, tingginya serapan timbal oleh bunga
matahari menyebabkan terhambatnya aktifitas hornon pertumbuhan, perubahan
warna batang dan daun sayuran pada sayur selada air (Widowati, 2011), serta
dapat menurunkan protein, vitamin A dan vitamin C sayuran air (Widowati, 2010)
dan lain sebagainya. Kandungan timbal pada beberapa tanaman dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan
kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan
terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah.
Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi

serapan Pb oleh akar tanaman. Menurut Balai Penelitian Tanah (2002) ambang
batas Pb dalam tanah adalah 12,75 mg/kg sehingga apabila kandungan logam
berat Pb dalam tanah melebihi ambang batas maka logam tersebut akan masuk ke
dalam tubuh manusia baik secara langsung (pemanfaatan air tanah dan
pemanfaatan tanaman) maupun tidak langsung (rantai makanan).
Tabel 2.4 Kandungan timbal pada beberapa tanaman
Kandungan Timbal (Pb)
Referensi
Sampel
(mg/kg)
Daun Genjer
0,12
Daun Selada
0,34
Purnamisari (2012)
Daun Bayam merah
0,22
Bayam
0,75
Tanjung (2010)
Kangkung
0,000
Mulyani, et al., (2012)
0,001
Jew`s mallow
0,003
Water leaf
0,008
Doherty, et al., (2012)
Bitter leaf
0,002
Flutted pumpkin
0,002
Spinach
Sawi hijau
69,58
Priandoko, et al., (2013)
Wortel
64,96
Daun tsunga
6,77
Muchuweti, et al., (2004)
Ketumbar
0,150
Bayam
0,010
Abbas, et al., (2010)
Mint
0,012
Bayam
0,14
Sawi hijau
0,14
Rahman, et al., (2013)
Bunga matahari
0,21
Hanjuang
2,36
Haryanti, et al (2013)
Priandoko, et al (2013) menyebutkan bahwa sawi hijau dan wortel
mengandung timbal melebihi ambang batas. Sampel tersebut diambil dari
beberapa pasar di kota Denpasar Bali. Hal tersebut disebabkan oleh polusi udara
dalam perjalanan menuju tempat pendisribusian sayuran.

2.5 Sayur Kubis Dan Sawi Putih
Kubis (Brassica oleracea L.) dan sawi putih (Brassica rapa L.), yang
secara morfologi memiliki sifat yang sangat mirip dimana kedua tanaman ini
merupakan satu genus yaitu Brassica, yang umumnya dikenal sebagai famili sawi
(mustar), Brassicaceae mencakup lebih dari 300 genus dan 3000 spesies
(Rukmana, et al., 2014). Taksonomi tanaman kubis dan sawi putih dapat dilihat
pada Tabel 2.5. Tanaman kubis dan sawi putih dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Tabel 2.5 Taksonomi tanaman kubis dan sawi putih
Kingdom
Plantae
Divisi
Magnoliophyta
Class
Magnoliopsida
Sub Class
Dillenidae
Ordo
Capparales
Famili
Brassicaceae
Genus

Brassica

Plantae
Spermatophyta
Magnoliopsida
Magnoliophyta
Brassicales
Brassicaceae
Brassica

Species

Brassica oleraceae var. capitata
alba

Brassica rapa var.
pekinensis

Nama lokal

Kubis

Sawi putih

Sumber : Backer (1963) untuk kubis; Rubatzki dan Yamaguchi (1998) untuk sawi
putih

(a)

(b)

Gambar 2.1 (a) Kubis (Brassica oleracea var. capitata alba) dan (b) Sawi putih
(Brassica rapa var. pekinensis) (Sumber: Anonim, 2013)

Kubis merupakan jenis sayuran yang mudah dijumpai di Indonesia karena
tidak mengenal musim. Hampir 40 spesies dari Brassica tersebar diseluruh dunia.
Sebagian besar tumbuh didaerah beriklim sedang, dan beberapa diantaranya
bahkan tumbuh diiklim subartik. Beberapa tanaman umumnya diketahui sebagai
crucifer yang sangat dikenal oleh masyarakat karena manfaatnya bagi kesehatan
dan kandungan gizinya yang tinggi juga berguna bagi manusia. Beberapa diantara
tanaman kubis-kubisan merupakan sayuran daun dan akar juga herba dikotil
setahun dan dua-tahunan. Ketika berupa kecambah muda, berbagai tanaman
kubis-kubisan akan sulit dibedakan, tetapi tidak lama kemudian masing-masing
mengembangkan karakteristik yang dapat dibedakan (Vincent and Yamaguchi,
1998).
Sawi putih merupakan tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae
yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah
sub tropis maupun tropis. Sawi putih diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan
Asia Timur. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2.500 tahun yang lalu,
kemudian menyebar ke Philipina dan Taiwan. Tanaman sawi putih termasuk
tanaman sayuran cruciferae (kubis-kubisan), yang memiliki ciri daun dan bunga
yang berbentuk vas kembang. Cruciferae berbunga sempurna dengan enam
benang sari yang terdapat dalam dua lingkaran. Empat benang sari dalam
lingkaran dalam, sisanya dalam lingkaran luar. Sayuran Cruciferae atau
Brassicaceae meliputi beberapa genus, diantaranya ialah kubis (kol), sawi putih,
sawi, dan lobak (Sunarjono, 2007; Dalam Anonim, 2011).

2.5.1 Mofologi Tanaman
Kubis pada bagian kepala lebih tepat digambarkan sebagai tunas akhir
tunggal yang besar, yang terdiri atas daun yang saling bertumpang-tindih secara
ketat, yang menempel dan melingkupi batang pendek tidak bercabang. Tinggi
tanaman umumnya berkisar antara 40 dan 60 cm. Pada sebagian kultivar,
pertumbuhan daun awalnya memanjang dan tiarap. Daun berikutnya secara
progresif lebih pendek, lebih lebar, dan lebih tegak, dan mulai menindih daun
yang lebih muda. Pembentukan daun yang terus berlangsung dan pertumbuhan
daun terbawah dari daun yang saling bertumpang-tindih meningkatkan kepadatan
kepala yang berkembang. Bersamaan dengan pertumbuhan daun, batang juga
lambat laun memanjang dan membesar. Pertumbuhan kepala bagian dalam yang
terus berlangsung melewati fase matang (keras) dapat menyebabkan pecahnya
kepala. Variabel komoditas yang penting adalah ukuran kepala, kerapatan, bentuk,
warna, tekstur daun, dan periode kematangan (Vincent dan Yamaguchi, 1998).
Kubis mampu tumbuh di daratan rendah dan daratan tinggi dengan curah hujan
rata-rata 850-900 mm (Dalimartha dan Adrian, 2011).
Sawi putih memiliki ciri-ciri daun bertangkai, berbentuk agak oval,
berwarna hijau muda, dan mengkilap, tidak membentuk kepala, tumbuh agak
tegak atau setengah mendatar, tersusun dalam spiral yang rapat, melekat pada
batang yang tertekan. Daun berwarna hijau muda cerah, dan perbungaannya
dipanen pada waktu atau beberapa hari setelah berbunga (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1998).

2.5.2 Kandungan Nutrisi
Kebanyakan genus Brassicaceae mengandung senyawa glukosinolat yang
diubah oleh enzim mirosinase menjadi senyawa yang berasa pahit (Vincent dan
Yamaguchi, 1998). Menurut Draghici, et al., (2013), Famili Brassicaceae
merupakan sayuran yang memiliki antioksidan yang tinggi juga kaya akan
mineral, vitamin, polifenol, antosianin dan glukosinolat. Kandungan gizi kubis
dan sawi putih dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kandungan gizi setiap 100 g kubis dan sawi putih
No
Komposisi
Kubis
1
Kalori
25 kkal
2
Protein
1,30 g
3
Lemak
0,20 g
4
Karbohidrat
6,10 g
5
Serat
1,9 g
6
Kalsium (Ca)
41 mg
7
Fosfor (P)
39 mg
8
Besi (Fe)
0,4 mg
9
Sodium (Na)
5 mg
10
Zink (Zn)
0,1 mg
11
Pottasium (K)
215 mg
12
Total Vitamin A Equiv.
2 µg
13
Tiamin
0,05 mg
14
Riboflavin
0,04 mg
15
Total Niacin Equiv.
0,3 mg
16
Vitamin C
21 mg
17
Vitamin B6
0,1 mg
18
Vitamin K
76 µg
19
Asam Folat
44 µg
Sumber: Campbell, et al., 2012

Sawi putih
22 kkal
2,30 g
0,10 g
1,20 g
1,0 g
88 mg
23 mg
1,9 mg
3 mg
0,2 mg
90 mg
290 µg
0,05 mg
0,04 mg
0,6 mg
19 mg
0,08 mg
76 µg
33 µg

Kubis berkhasiat sebagai antioksidan, pencahar, melindungi tubuh dari
bahaya radiasi (seperti sinar X, computer, microwave, dan televise berwarna), dan
merangsang sistem imun tubuh. Salah satu rekomendasi diet dari “the American
Cancer Society`s” untuk mengurangi resiko timbulnya kanker adalah dengan cara
mengkonsumsi sayuran golongan Cruciferae seperti kubis, brokoli, kubis tunas,

dan kembang kol. Kubis digunakan untuk mencegah tumor membesar,
mengurangi resiko timbulnya kanker (lambung, kolorektal, prostat, paru,
payudara, dan kandung kemih), kadar kolesterol darah tinggi, radang sendi, borok
(ulkus) di lambung dan usus duabelas jari, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
Kubis juga membantu mengatasi gatal akibat jamur Candida (candidiasis), jamur
(di kulit kepala, tangan, dan kaki), sulit buang air besar, membuang racun (seperti
mabuk alkohol, racun di hati, senyawa kimia berbahaya), menghilangkan keluhan
pramenstruasi (premenstrual syndrome), dan meningkatkan produksi ASI
(Dalimartha dan Adrian, 2011). Sawi putih juga biasa dimanfaatkan masyarakat
sebagai sayur untuk dikonsumsi sehari-hari (Anonim, 2013).
2.5.3 Metode Penanaman
Cara bertanam kubis dan sawi putih tidak berbeda jauh dengan budidaya
sayuran pada umumnya. Budidaya konvensional di lahan meliputi proses
pengolahan lahan, penyiapan benih, teknik penanaman, penyediaan pupuk dan
pestisida, serta pemeliharaan tanaman. Sawi dapat ditanam secara monokultur
maupun tumpang sari (Anonim, 2012). Adapun penanaman kubis dan sawi putih
dilakukan dengan cara penyiapan benih, persiapan lahan, pemupukan, penanaman,
pemeliharaan, pengendalian organism pengganggu tanaman, panen dan pasca
panen.
2.5.3.1 Penyiapan Benih
Sebelum benih kubis dan sawi putih disebar, direndam terlebih dahulu
selama ± 2 jam. Selanjutnya benih disebar merata pada bedengan persemaian,
dengan media semai setebal ± 7 cm dan disiram. Media semai dibuat dari pupuk
organik dan tanah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1 : 1. Benih yang

telah disebar ditutup dengan media semai, selanjutnya ditutup dengan alang-alang
atau jerami kering selama 2 - 3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan / atap
dari screen / kassa plastik transparan. Kemudian persemaian ditutup dengan
screen untuk menghindari OPT. Setelah berumur 7 - 8 hari, bibit dipindahkan
kedalam bumbunan daun pisang / pot plastik dengan media yang sama (tanah dan
pupuk organik steril). Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam
dilapangan setelah berumur 3 - 4 minggu atau sudah memiliki 4 - 5 helai daun
muda (Edi dan Bobiho, 2010).
2.5.3.2 Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu diolah dengan cangkul sedalam 20 - 30 cm supaya
gembur, setelah itu dibuat bedengan dengan arah membujur dari Barat ke Timur
agar mendapatkan cahaya penuh. Bedengan sebaiknya dibuat dengan ukuran lebar
100 - 120 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar
bedengan ± 30 cm. Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan
kapur kalsit atau dolomite 2 - 4 minggu sebelum tanam dengan dosis 1,5 t/ha (Edi
dan Bobiho, 2010).
2.5.3.3 Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik (kotoran ayam yang telah
difermentasi) dengan dosis 2 - 4 kg/m2. Dua minggu setelah tanam dilakukan
pemupukan susulan Urea 150 kg/ha (15 gr/m2) dari asumsi pemupukan normal
100 – 1000 kg/ha. Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk
dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan di samping barisan
tanaman. Selanjutnya dapat ditambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada

umur 10 dan 20 hari setelah tanam (Edi dan Bobiho, 2010).
2.5.3.4 Penanaman
Bibit umur 2 - 3 minggu setelah semai atau telah berdaun 3 - 4 helai,
dipindahkan pada lubang tanam yang telah disediakan dengan jarak tanam 20 x 20
cm atau sistem baris dengan jarak 15 x 10 - 15 cm. Jika ada yang tidak tumbuh
lakukan penyulaman, yaitu tindakan penggantian tanaman dengan tanaman baru.
Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang atau kompos (Edi dan Bobiho,
2010).
2.5.3.5 Pemeliharaan
Pada musim kemarau atau di lahan kurang air perlu penyiraman tanaman.
Penyiraman ini dilakukan dari awal sampai panen. Penyiangan dilakukan 2 kali
atau disesuaikan dengan kondisi gulma, bila perlu dilakukan penggemburan dan
penggulu dan bersamaan dengan penyiangan (Edi dan Bobiho, 2010).
2.5.3.6 Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman
Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan adalah
sanitasi dan drainase lahan. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) utama
adalah ulat daun kubis (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan
cara pemanfaatan Diadegma semiclausuma sebagai parasitoid hama Plutella
xylostella. Jika terpaksa menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang aman dan
mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid
sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik
pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya (Edi dan Bobiho, 2010).
2.5.3.7 Panen

Kubis dapat dipanen setelah kropnya besar, penuh dan padat. Bila
pemungutan terlambat krop akan pecah dan kadang - kadang busuk. Pemungutan
dilakukan dengan memotong krop berikut sebagian batang dengan disertakan 4-5
lembar daun luar, agar krop tidak mudah rusak. Produksi kubis dapat mencapai
15-40 t/ha. Sedangkan sawi putih dipanen dengan dua cara yaitu mencabut
seluruh tanaman beserta akarnya, memotong bagian pangkal batang yang berada
di atas tanah. Umur panen sawi + 40 hari setelah tanam, sebaiknya terlebih dahulu
dilihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan ukuran daun (Edi dan Bobiho,
2010).
2.5.3.8 Pasca Panen
Tanaman yang baru dipanen, ditempatkan di tempat yang teduh agar tidak
cepat layu dengan cara diperciki air. Selanjutnya lakukan sortasi untuk
memisahkan bagian tanaman yang tua, busuk atau sakit. Penyimpanan bisa
menggunakan wadah berupa keranjang bambu, plastik atau karton yang berlubang
- lubang untuk menjaga sirkulasi udara (Edi dan Bobiho, 2010).
2.6 Pengaruh Pemupukan Terhadap Akumulasi Timbal Pada Tanaman
Untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap akumulasi timbal pada
tanaman dapat dilakukan dengan prinsip sebagai berikut, pertama melakukan
penanaman yang ditambahkan serbuk logam timbal Pb(NO3)2 sebanyak 1,6 gram
ke dalam 5 kg tanah dan aduk hingga homogen ke dalam polibag (Haryanti, et al.,
2013), kemudian ditambahkan pupuk dengan menaburkannya diatas tanah
disekitar tanaman (Hayati, 2010). Kedua dengan menggunakan lahan yang telah
diketahui kandungan logam timbal dan pH tanah, kemudian ditanam tanaman
yang akan diuji serta diberikan pupuk dengan menaburkan diatas tanah pada lahan

tersebut yang berdekatan dengan tanaman (Suparno, et al., 2013). Beberapa
penelitian tentang pengaruh pemupukan terhadap akumulasi timbal pada tanaman
dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Pupuk yang mengandung senyawa organik akan membentuk suatu reaksi
ikatan secara kompleks. Reaksi ikatan ini merupakan ikatan antara senyawa
organik dengan ion logam yang tekoordinasi (Ariyanto, 2006). Suparno, et al
(2013) menyebutkan bahwa pupuk yang ditambahkan pada tanaman dapat
berpengaruh pada penurunan timbal terserap oleh tanaman. Hal tersebut
disebabkan oleh bahan organik yang cendrung mengikat timbal membentuk
kompleks khelat, sehingga jumlah timbal yang diserap tanaman semakin kecil.
Tabel 2.7 Pengaruh pemupukan terhadap penyerapan timbal pada tanaman
No Tanaman
Jenis pupuk
Kadar Pb
Referensi
(ppm)
1. Selada
Pupuk kandang 0 ton/ha
0,11
Hayati, 2010
Pupuk kandang 15 ton/ha
0,08
Pupuk kandang 30 ton/ha
0,11
Pupuk kandang 45 ton/ha
0,05
Pupuk NPK 0 ton/ha
0,14
Pupuk NPK 15 ton/ha
0,11
Pupuk NPK 30 ton/ha
0,03
Pupuk NPK 45 ton/ha
0,04
2. Wortel
Kontrol
284,38* Smoleń, et
Pupuk Ca(NO3)2 70 kg N.ha-1
232,82* al., 2011
-1
Pupuk Ca(NO3)2 70+70 kg N.ha
187,42*
Pupuk (NH4)2SO4 70 kg N.ha-1
141,98*
Pupuk (NH4)2SO4 70+70 kg N.ha
166,01*
1

3.

Ubi jalar

4.

Anggur

Kontrol
Vermikompos 10 t/ha
Vermikompos 20 t/ha
Vermikompos 30 t/ha
Pupuk (NH4)2SO4
Pupuk N 0 kg/ha
Pupuk N 50 kg/ha
Pupuk N 100 kg/ha

Keterangan: * = Nilai rata-rata Pb pada tahun 2003-2005

2,52
1,97
1,57
1,17
12,2
1,75
1,50
1,73

Suparno, et
al., 2013

Świątkiewicz
I. D dan
Gąstol, M.,
2013

Khelat merupakan suatu proses reversibel pembentukan ikatan dari suatu ligan
yang disebut khelator atau agen khelasi (ligan) dengan suatu ion logam
membentuk suatu kompleks metal yang disebut khelat. Tipe ikatan yang terbentuk
dapat berupa ikatan kovalen atau ikatan koordinasi. Senyawa tersebut memiliki
gugus atom dengan pasangan elektron bebas, elektron tersebut akan digunakan
dalam pembentukan ikatan dengan logam timbal, contohnya adalah khelat
nitrilotriaminasetat (NTA) yang mampu bereaksi dengan logam timbal dan
membentuk garam dalam bentuk endapan, sehingga akumulasi timbal pada
tanaman akan menurun (Manahan, 1984; Gupta dan Sandalio, 2012). Struktur
khelat nitrilotriaminasetat dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur khelat nitrilotriasetat (Manahan, 1984)
Penelitian Smoleń, et al (2011) menjelaskan bahwa wortel mampu
menyerap logam timbal dan terjadi penurunan akumulasi timbal setelah
mengaplikasikan pupuk nitrogen. Penelitiannya ini dilakukan pada tahun 20032005, dengan mengkombinasikan pemberian jenis pupuk. Penentuan logam timbal
dilakukannya dengan teknik ICP-OES (Inductively Coupled argon Plasma
Optical Emission Spectroscopy). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pupuk
dengan (NH4)2SO2 yang mengandung 21% N dapat menurunkan akumulasi timbal

dibandingkan pupuk Ca(NO3)2 dengan kandungan 15,5% N pada wortel dan
anggur (Swiatkiewicz dan Gastol, 2013). Tingginya kandungan nitrogen dalam
pupuk berpengaruh pada penurunan serapan logam berat oleh tanaman, salah
satunya adalah nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3), hal tersebut disebabkan oleh
peningkatan pH tanah sehingga menurunkan serapan logam berat pada tanaman
(Dijkshoorn, et al., 1983). Kandungan nitrogen dalam beberapa komponen pupuk
dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Kandungan nitrogen dalam beberapa komponen pupuk
Komponen pupuk
Kandungan nitrogen (%)
Ammonium nitrat
34
Ammonium sulfat
21
Kalsium nitrat
15
Milorganit
7
Potassium nitrat
13
Sodium nitrat
16
Sulfur berlapis urea
37
Urea
46
Ureaformaldehid
38
Menurut Camberato (2001) N organik secara alami mampu bereaksi dan
membentuk nitrat. Seperti yang terlihat pada reaksi pembentukan nitrat berikut
ini:
Aminisasi

N organik 
Keterangan:
Aminisasi

Ammonifikasi
N amino



Nitrosomonas

N ammonium 

Nitrobakter
Nitrit



Nitrat

: proses penguraian mikrobiologi protein menjadi persenyawaan
amino
Ammonifikasi : Proses perubahan Asam amino yang sudah terbentuk dikonversi
menjadi ammonia (NH3).
Nitrosomonas : bakteri yang memiliki kemampuan untuk merombak senyawa
ammonia menjadi nitrit
Nitrobakter : bakteri yang memiliki kemampuan untuk merombak senyawa nitrit
menjadi nitrat

Penelitian lainnya dilakukan oleh Hayati (2010) dengan menggunakan
teknik spektrofotometri serapan atom (SSA) dengan nyala udara asetilen,
memperlihatkan penurunan akumulasi timbal pada penggunaan pupuk NPK,
dibanding pupuk organik dan semakin tinggi dosis pupuk akan menurunkan
akumulasi logam timbal pada tanaman selada. Suparno, et al (2013) juga
mengaplikasikan jenis dan dosis pupuk vermikompos yang berbeda dengan
metode pengukuran timbal yang sama menemukan hasil penurunan timbal seiring
bertambahnya pupuk yang diberikan.
2.7 Analisis Timbal Pada Tanaman
Analisis cemaran logam Pb menurut Kohar, et al (2005) pada tanaman
adalah sebagai berikut, sampel yang telah berbentuk abu ditimbang, kemudian
dilarutkan dengan HNO3 1 N, agar sampel sempurna larutan dipanaskan pada
60oC - 70 oC sampai larut homogen. Kemudian disaring dengan kertas saring
whatman dan ditampung dalam wadah. Larutan sampel yang akan diukur
diencerkan sampai 10 mL dengan HNO3 1 N. Sampel siap dianalisis dengan
menggunakan alat AAS. Rumus untuk menghitung kadar Pb seperti tercantum
dalam rumus berikut:

Kadar timbal =

C x Vx Fp
W

Keterangan:
C = Konsentrasi (µg/ml) (dihasilkan dari perhitungan absorbansi dan
berdasarkan hasil kurva kalibrasi linier)
V = Volume larutan sampel (ml)
Fp = Faktor pengenceran
W = Berat sampel (gram)

Data yang dihasilkan dari hasil pengukuran kemudian dianalisis secara statistik
dengan metode ANOVA (Analisis of Variance), menggunakan sistem SPSS.