Pendidikan Kewarganegaraan Masa Kini dan

A. LATAR BELAKANG
Setiap orang tua yang berada di belahan bumi ini pasti
menginginkan anaknya menjadi anak yang berbakti kepada orang
tua. Begitu juga dengan sebuah bangsa atau negara di belahan bumi
ini, yang menginginkan generasi mudanya bisa menjadi penerus
bangsa

yang

bermutu

dan

berkualitas

agar

dapat

menjadi


warganegara yang baik dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat dan negaranya. Untuk kepentingan itulah, maka perlu
dikembangkannya Pendidikan Kewarganegraan (PKn) kearah yang
lebih baik. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) kearah
yang lebih baik harus dimulai sejak sekarang agar tujuan dari
Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri dapat tercapai demi masa
depan bangsa dan negara.
Secara konseptual PKn bertujuan untuk menyiapkan generasi
muda untuk menjadi warga negara yang baik, warga negara yang
memiliki pengetahuan, kecakapan, dan nilai-nilai yang diperlukan
untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakatnya, karena PKn tidak
boleh semata-semata hanya menjadi alat kepentingan kekuasaan
pemerintahan maupun orang-orang yang berwenang, tetapi harus
berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu,
PKn harus dapat merangsang tumbuhnya partisipasi aktif warga
negara

dalam

kehidupan


berbangsa

dan

bernegara

agar

perkembangan nasional, baik bidang ekonomi, politik, sosial, budaya,
pendidikan

maupun

hukum

dapat

berjalan


dengan

baik

dan

seimbang karena tanpa partispasi dan dukungan seluruh warga
negara maka semuanya itu tidak akan berjalan dengan sempurna.
B. PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

MASA

KINI

(PERSEKOLAHAN)
Istilah Pendidikan Kewarganegaraan persekolahan yang dimaksud
adalah pendidikan kewarganegaraan dalam statusnya sebagai mata
1


pelajaran

di

sekolah.

Pendidikan

Kewarganegaraan

telah

diperkenalkan sebagai mata pelajaran di Indonesia sejak tahun
1959/1960-an dan merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang
diterapkan pada pendidikan formal di tingkat SD, SMP, dan SMA. PKn
(Pendidikan Kewarganegaraan) bukan hanya sekedar mata pelajaran
wajib, tetapi bertujuan untuk menyiapkan generasi muda menjadi
warga


negara

yang

baik,

warga

negara

yang

cerdas

akan

pengetahuan maupun sikap, dan memiliki nilai-nilai demokrasi yang
diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara yang berlandaskan Pancasila dan UUD NRI 1945. PPKn
juga bertujuan agar adanya kesadaran dan pemahaman akan warga

terhadap politik dan ideologi negara, serta membangun sikap warga
negara yang berakhlak mulia, berkarakter, bertanggung jawab, dan
demokratis.
Menurut Udin (Winarno, 2006:28) Pendidikan Kewarganegaraan
sendiri secara dalam praksis pendidikan di Indonesia memiliki 5
status , yaitu sebagai berikut ; Pertama, sebagai mata pelajaran di
sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tingggi. Ketiga,
sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan
sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai
program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4)
atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh pemerintah sebagai suatu

crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk
pemikiran

individual

dan


kelompok

pakar

terkait,

yang

dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai
pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga,
dan keempat.
Misi dari pendidikan kewarganegaraan persekolahan dewasa ini
dapat disimpulkan dari Bagian Pendahuluan pada naskah Standar Isi
2

mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Misi dari Pendidikan
Kewarganegaraan dapat dirangkum sebagaiberikut;
1. Sebagai pendidikan wawasan kebangsaan yang berarti pendidikan
yang menyiapkan peserta didik agar memiliki pemahaman yang
mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap

prinsip

dan

semangat

kebangsaan

dalam

kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara
Republik Indonesia.
2. Sebagai pendidikan demokrasi yang berarti pendidikan yang
menyiapkan peserta didik agar memiliki dan mampu menjalankan
hak-hak sebagai warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip
demokrasi


dalamkehidupan

bermasyarakat,

berbangsa,

dan

bernegara
3. Pendidikan yang menyiapkan peserta didik agar menjadi warga
negara yang memiliki kesadaran bela negara, penghargaan
terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian
lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum,
ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi,
kolusi, dan nepotisme
Pada saat ini Pendidikan Kewargenagaraan telah berubah nama
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sesuai dengan
peraturan-peraturan berlaku, yang mulai diterapkan pada jenjangjenjang pendidikan SD/MI hingga SMA/MA dan SMK/MAK berdasarkan
Kurikulum 2013. Namun secara substansial isi dari Standar Isi,
Kompetensi Inti, dan Kompetensi Dasar sekarang ini tidak berbeda

jauh dengan isi Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan sebelumnya,
karena pada hakekatnya Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
3

dari tahun 1959-2013 saling terkait dan saling melengkapi. Lampiran
Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 2013 Penjelasan Pasal 77I, 77J
dan

77K

ayat (1b),

melalui program Empat Pilar

Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara yang diusung oleh MPR sejak 2009, maka
materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dalam
Kurikulum 2013 memuat program tersebut. Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara meliputi Pancasila, UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) menjadi materi pokok Pendidikan Pancasila
dan

Kewarganegaraan.

Standar

Isi

Kurikulum

2013

(Lampiran

Permendikbud No. 64 Tahun 2013) pun mempertegas Peraturan
Pemerintah RI No. 32 Tahun 2013 itu dengan memerinci unit-unit
ruang lingkup kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
untuk setiap jenjang sejak SD/MI hingga SMA/MA dan SMK/MAK. PPKn
bukan hanya sekedar mata pelajaran wajib, tetapi bertujuan untuk
menyiapkan generasi muda menjadi warga negara yang baik, warga
negara yang cerdas akan pengetahuan maupun sikap, dan memiliki
nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang berlandaskan Pancasila dan UUD
NRI 1945.
Aspek penting lain dari PPKn Kurikulum 2013 ialah pentingnya
penggunaan

pendekatan

ilmiah

(saintifik)

dalam

segenap

pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa semangat keilmuan kajian
PKn dalam Kurikulum 2006 dilestarikan dalam Kurikulum 2013, di
mana basis keilmuan yang menjadi kajian pokok PPKn haruslah jelas
dan tegas batas-batas disiplinnya. Ini berdampak kepada pengakuan
profesi guru PPKn, yakni tidak setiap orang akan mudah mengajarkan
materi pokok PPKn, jika bukan lulusan Program Studi PPKn LPTK
(Samsuri, 2013:6).

4

PPKn

pada

dasarnya

memiliki

peranan

penting

dalam

mengembangkan nilai-nilai karakter, karena pembelajaran PPKn
bukan

hanya

bertujuan

mengembangkan

pengetahuan

secara

kognitif tetapi juga mampu menanamkan sikap serta perilaku yang
bersumber dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman
perilaku.

Abdul

Aziz

Wahab

dan

Sapriya

(2007:297)

sendiri

menyatakan bahwa mata pelajaran PPKn bertujuan membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yaitu yang sesuai dengan jiwa
Pancasila dan UUD NRI 1945.
Dalam konteks Indonesia secara umum, Pancasila merupakan
dasar filsafat negara, yang merepresentasikan karakter bangsa
dan/atau identitas nasional Indonesia. Pancasila terbentuk dari
pandangan hidup bangsa Indonesia yang beraneka-ragam suku,
agama, ras, strata sosial ekonominya. Dengan demikian Pancasila
betul-betul merupakan nilai dasar sekaligus ideal untuk bangsa
Indonesia.

Nilai-nilai

Pancasila

merupakan

identitas

sekaligus

karakter bangsa (Kaelan, 2007:52). Oleh karena itu, implementasi
Pancasila
strategis,

melalui
oleh

pendidikan merupakan langkah yang paling
karena

itu

isi

mata

pelajaran

Pendidikan

Kewarganegaraan meliputi filasafat negara Indonesia yaitu Pancasila
(Kaelan, 2007:16).
Paulus Wahana (1993:100) menyatakan dengan dicantumkannya
Pancasila dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 dimaksudkan asas hidup bernegara, yang berarti
Pancasila tidak hanya merupakan norma yuridis saja tetapi juga
termasuk merupakan norma moral yang mencakup berbagai bidang
dan sektor kehidupan termasuk di dalamnya pendidikan.

5

Namun, proses pembelajaran PPKn di Indonesia saat ini masih
banyak

kelemahan,

karena

masih

terpaku

pada

transfer

of

knowledge, sistem pembelajaran yang masih konvensional dan belum
mampu menerapkan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan Pancasila.
Suryadi (Yayuk Mardiati, dkk., 2010:6) mengidentifikasi ciri-ciri
sistem belajar konvensional meliputi adanya kelas yang tertutup
dalam sekolah dan lingkungannya, seting ruangan yang statis dan
penuh formalitas, guru menjadi satu-satunya sumber ilmu dan
papan tulis sebagai sarana utama dalam proses transfer of

knowledge, situasi dan suasana belajar yang diupayakan hening
untuk mendapatkan konsentrasi belajar maksimal, menggunakan
buku wajib yang cenderung menjadi satu-satunya yang sah sebagai
referensi di kelas, dan adanya model ujian dengan soal-soal pilihan
ganda (multiple choice) yang hasilnya digunakan untuk ukuran
kemampuan siswa.
Jadi, dalam proses pembelajaran PPKn dibutuhkan guru (pendidik)
lulusan Program Studi PPKn yang memiliki invoasi dan kreatifitas
untuk meningkatkan keefektifan proses dan tujuan pembelajaran
PPKn. Agar terciptanya kondisi yang memungkinkan siswa dalam
belajar dapat saling berinteraksi tidak hanya dengan guru, melainkan
juga beriteraksi dengan sesama siswa yang lain dan siswa dengan
sumber belajar serta mampu mengembangkan pembelajaran yang
efektif agar pembelajaran mempunyai kesesuaian antara hasil yang
dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan, karena dalam proses
pembelajaran

sendiri

tidak

hanya

melibatkan

guru

tapi

juga

beberapa aspek seperti siswa, media, maupun metode yang
digunakan.

6

C. PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

(KEMASYARAKATAN)
Pengembangan
Pendidikan

MASA

Kewarganegaraan

DEPAN
ke

depan

diharapakan dapat berorientasi atau terpusat pada terbentuknya
masyarakat sipil (civil society), dengan cara memperdayakan warga
negara melalui proses pendidikan. Melalui proses pendidikan setiap
warga negara dapat diajarkan bagaimana cara berperan secara aktif
dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis.
Print et al (Sunarsono, dkk 2012:108) mengemukakan, civic

education is necessary for the building and consolidation of a
democratic society. Inilah visi PKn yang perlu dipahami oleh guru,
siswa, serta masyarakat pada umumnya. Kedudukan warga negara
yang ditempatkan pada posisi yang lemah dan pasif, seperti pada
masa-masa yang lalu, harus diubah pada posisi yang kuat dan
partisipatif.
warganegara

PKn

ke

agar

depan
mampu

harus

berupaya

berperan

aktif

memperdayakan
dalam

negara

pemerintahan yang demokratis. Pendidikan demokrasi menjadi
strategis dan mutlak bagi perwujudan masyarakat dan negara
demokrasi. Hal ini sejalan dengan adagium yang menyatakan bahwa
demokrasi dalam suatu negara hanya akan tumbuh subur apabila
dijaga oleh warganegara yang demokratis. Warga negara yang
demokratis hanya bisa dibentuk melalui pendidikan demokratis.
Patrick (Samsuri 2006:38) mengungkapkan secara skematis,
keempat komponen PKn untuk membentuk warga negara demokratis
yang diuraikan sebagai berikut :
1. KNOWLEDGE OF CITIZENSHIP

AND

GOVERNMENT

IN

DEMOCRACY (CIVIC KNOWLEDGE)
a. Concepts and principles on the substance of democracy
(Konsep dan Prinsip hakekat demokrasi)

7

b. Perennial issues about the meaning and uses of core idea
(Persoalan pokok mengenai arti dan penggunaan gagasan
inti)
c. Continuing issues and landmark decisions about public

policy

and

constitutional

interpretation

(Melanjutkan

masalah pokok dan keputusan tentang kebijakan umum dan
tafsiran berdasarkan Undang-undang dasar)
d. Consititutions and insitutions of representative democratic

government

(Undang-undang

dasar

dan

lembaga

pemerintahan untuk perwakilan demokrasi)
e. Practices of democratic citizenship and the roles citizens
(Praktek

demokrasi

kewarganegaraan

dan

peran

warganegara)
f. History of democracy in particular states and the throughout

the world (Sejarah demokrasi di negara-negara tertentu dan
di seluruh dunia)
2. COGNITIVE SKILLS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (INTELECTUAL

CIVIC SKILSS)
a. Indentifying and describing information about political and
civic life (Mengidentifikasi dan menggambarkan informasi
mengenai kehidupan politik dan umum)
b. Analyzing and explaining information about political and

civic life (Menganalisis dan menjelaskan informasi mengenai
kehidupan politik dan umum)
c. Synthesizing and explaining information about political and

civic

life

(Mengumpulkan

dan

menjelaskan

informasi

mengenai kehidupan politik dan umum)
d. Evaluating, taking, and defending positions on public events

and

issues

(Mengevaluasi,

menghasilkan,

dan

mempertahankan keadaan pada peristiwa dan permasalahan
umum)

8

e. Thinking critically about conditions of political and civic life
(Berpikir kritis mengenai kondisi kehidupan politik dan
umum)
f. Thinking constructively about how to improve political and

civic life (Berpikir secara konstruktif tentang bagaimana
meningkatkan kehidupan politik dan umum)
3. PARTICIPATORY
SKILLS
OF
DEMOCRATIC

CITIZENSHIP

(PARTICIPATORY CIVIC SKILLS)
a. Interacting with other citizens to promote personal and
common interest (Berinteraksi dengan warga negara lain
untuk memajukan kepentingan pribadi dan umum)
b. Monitoring public events and issues (Memantau peristiwa
dan permasalahan umum)
c. Deliberating and making

decisions

on

public

issue

(Merundingkan dan membuat keputusan mengenai masalahmasalah umum)
d. Implementing policy decision on public issue (Melaksanakan
keputusan politik mengenai masalah-masalah umum)
e. Taking action to improve political and civic life (Mengambil
tindakan untuk memperbaiki kehidupan politik dan umum)
4. VIRTUES AND DISPOSITIONS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP

(CIVIC DISPOSITIONS)
a. Affirming the common and equal humanity and dignity of
each person (Menyatakan kesamaan derajat dan martabat
umat manusia untuk setiap orang)
b. Respecting, proctecting, and exercising right possessed

equally by each person (Menghormati, melindungi, dan
menggunakan hak yang dimiliki untuk setiap orang)
c. Participating responsibly in the political and civic life of the

community (Berpartisipasi dengan bertanggung jawab dalam
kehidupan politik dan masyarakat)
d. Practicing self-government and supporting government by

consent of the governed (Menjalankan pemerintahan sendiri

9

dan mendukung pemerintah dengan persetujuan dari yang
mengatur)
e. Exemplifying the moral traits of democratic citizenship
(Mencontohkan ciri-ciri moral kewarganegaraan demokratis)
f. Promoting the common good (Mempromosikan kepentingan
umum)
Dari paparan konseptual komponen kajian PKn menurut Patrick
(Samsuri 2006:39) tersebut, secara ringkas warga negara yang
demokratis memiliki ciri-ciri penguasaan secara komprehensif dalam
hal pengetahuan mengenai kewarganegaraan dan pemerintahan
demokratis, kecakapan intelektual (kognitif) dan partisipasi dalam
hal kewarganegaraan demokratis, dan karakter kewarganegaraan
demokratis. Komponen tersebut tidak mungkin bisa muncul begitu
saja pada diri individu warga negara, sehingga perlu proses

habitation, pembelajaran.
Artikel Penilitian oleh Audigier (2000:8) juga mengungkapkan hal
sependapat mengenai Education for Democratic Citizenship (EDC),
yang menulis demikian :
This study begins with an outline of its own social context

up. I first of all examine a number of aspects of the growing
interest in citizenship and describe the limits of the study,
which are in part dictated by the various possible definitions
of the citizen as a person.

The second section draws on

various Council studies to develop discussion of citizenship.
It concentrates on young people since education is primarily
a matter for youth, and also the public authorities, using the
example of the police.

It finally more generally examines

the relationship between State, civil society and market, a
highly topical issue.

10

Dari

paparan

mengenai

komponen

kajian

Pendidikan

Kewarganegaan Demokrasi oleh Audigier, secara ringkas dapat
dijelaskan bahwa Kewarganegaraan/Kebangsaaan merupakan suatu
hal yang mutlak bagi kehidupan masyarakat disuatu negara yang
bersifat demokrasi, namun kadang manusia sebagai warga negara
melupakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai warga negara
yang demokrasi.
Maka dari itu pembentukan demokrasi dapat dibentuk melalui
lingkungan pendidikan di sekolah-sekolah dan tempat-tempat lain
dimana pendidikan kewarganegaraan hadir, baik sebagai proyek
keputusan atau lebih bijaksananya untuk membentuk budaya dan
gaya hidup anak-anak muda yang telah menjadi subyek dari
pembentukan warga negara demokrasi ke depan. Oleh karena itu
bentuk-bentuk tradisional, partisipasi politik dan sosial, merupakan
cara untuk anak-anak muda tersebut masuk ke masyarakat dan
membangun hubungan dengan orang lain.
Hal ini juga berkaitan dengan kinerja sikap polisi dan perilaku
polisi terhadap orang lain sebagai bentuk pekerjaan pada hak-hak
polisi dalam lembaga kepolisian itu sendiri. Pelanggaran hak asasi
manusia dapat ditemukan dalam perlakuan polisi terhadap orang lain
dan juga dalam cara mereka memperlakukan satu sama lain. Studi
pada polisi ini juga menunjukkan bahwa hak asasi manusia dan
kewarganegaraan demokratis ditempatkan di bawah tanggung jawab
lembaga, yang bertanggung jawab untuk kepentingan umum, dan
tidak hanya untuk kepentingan individu. Maksudnya dengan adanya
lembaga-lembaga yang mengatur sikap dan perilaku kepolisian,
maka polisi tidak akan berbuat sewenang-wenang terhadap hak-hak
asasi manusia dan mendahulukan kepentingan pribadi daripada

11

umum tapi polisi akan mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya
sesuai dengan peraturan yang berada dalam lembaga kepolisian.
D. KESIMPULAN
Dari paparan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan Kini dan
Masa Depan dalam lingkungan persekolahan dan kemasyrakatan
dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
hal penting yang wajib diterapkan dan dibelajarkan dalam lingkungan
pendidikan, agar anak-anak muda yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan dapat membentuk karakter dan budaya sesuai dengan
nilai-nilai budaya dan karakter yang terdapat pada kehidupan bangsa
dan negara. Sehingga saat mereka berkecimpung dalam dunia luar
seperti lingkungan sosial dan politik, mereka sudah bisa berbaur
dengan orang lain dan mempraktekkan nilai-nilai yang mereka
pelajari dalam kehidupan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Paulus Wahana, 1993. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Kanisius Nana
Syaodih. S, 2005. Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung:
remaja Rosdakarya
François Audigier. 2000. “Basic Concepts and Core Competencies for

Education

For

Democratic

Citizenship”.

Article

Education

for

Democratic Citizenship : University of Geneva, Switzerland
Kaelan,

Achamd. Z, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma :

Yogyakarta
Samsuri.

2006.

“Pembentukan

Warga

Negara

Demokratis

Dalam

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” Jurnal Pemikiran dan

12

Penelitian Kewarganegraan: PKn Progresif, Vol. 1, No. 1: Jurusan PKn,
FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Samsuri.

2013.

“Paradigma

Pendidikan

Kewarganegaraan

Dalam

Kurikulum 2013” Makalah Kuliah Umum Program Studi PPKn, FKIP
Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.
Sunarsona,

Sodiq,

dan

Gafur.

2012

“Dinamika

Pendidikan

Kewarganegaran di Indonesia” Jurnal Ilmiah Pendidikan: Cakrawala
Pendidikan, Th. XXXI, Edisi Khusus Dies Natalis UNY: LPPMP UNY.
Wahab,

A.

A,

Sapriya,

2007.

Teori

dan

Landasan

Pendidikan

Kewarganegaraan. Bandung : UPI Press
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013
Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 67 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar Dan
Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

13