Gangguan bahasa dan sosial anak usia din

GANGGUAN PERKEMBANGAN BAHASA DAN EMOSI ANAK USIA DINI
ISWI APSARI 1 , DADAN SURYANA 2
Pasca Sarjana Pendidikan Anak usia Dini
Universitas Negeri Padang
Email : iswi_sastro@yahoo.co.id dan iswiapsari1978@gmail.com
Abstrak
Artikel ini memberikan gambaran bahwa anak usia dini itu mengalami petumbuhan dan
perkembangan. Dimana untuk pertumbuhan itu akan melihat bagaimana pertumbuhan
yang bersifat fisik dari diri anak itu sendiri, misalnya pertumbuhan tinggi dan berat
badan anak. Sedangkan untuk perkembangan anak usia dini berdasarkan peraturan
pemerintah nomor 137 tahun 2014 mencakup 6 aspek perkembangan anak usia dini
yaitu (1) Perkembangan Moral dan agama (2) perkembangan fisik motorik (3)
Perkembangan Bahasa (4) perkembangan Sosial Emosi (5)Perkembangan Kognitif dan
(6) perkembangan Seni. Pada Artikel ini hanya dibahas bagaimana perkembangan
bahasa dan perkembangan emosi anak usia dini. Tahap perkembangan bahasa dan
Sosial anak usia dini pada setiap usianya akan terus mengalami perubahan dan
perkembangan. Namun dalam hal ini kita menemukan adanya kasus anak usia dini yang
perkembangan bahasa dan sosialnya tidak sesuai dengan usianya saat ini. Pada anak
yang berusia 5 tahun seharusnya sudah bisa berkomunikasi dengan lancar dan dapat
bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya, namun ada anak yang tidak bisa
berbicara atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Ada beberapa factor yang

menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan anak usia dini dari aspek bahasa dan
social, salah satu diantaranya disebabkan oleh pola asuh dari orang tua.
Pendahuluan
Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak usia dini. Bagaimana masa depan anak itu tergantung dari
bagaimana orang tua mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Setiap orang tua pasti
mengharapkan mempunyai anak yang mempunyai kelebihan dari anak-anak lain
seusianya.
Suryana,D (2014:1.3) Setiap anak dilahirkan dengan potensi yang merupakan
kemampuan (inherent component of ability) yang berbeda-beda dan terwujud karena
interaksi yang dinamis antara keunikan individu anak dan adanya pengaruh
lingkungan. Berbagai kemampuan yang teraktualisasikan beranjak dari berfungsinya
otak kita. Berfungsinya otak, adalah hasil interaksi dari cetakan biru (blue print)
genetis dan pengaruh lingkungan. Pada waktu manusia lahir, kelengkapan organisasi
otak memuat sekitar 100-200 miliar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan
sambungan antarsel (Teyler, 1997, dalam Clark,1986 dalam Semiawan, 2007), siap

untuk dikembangkan serta diaktualisasikan mencapai tingkat perkembangan potensi
tinggi. Jumlah ini mencakup beberapa triliun jenis informasi dalam hidup manusia.
(Sogan,1977, dalam Clark, 1986 dalam Semiawan, 2007). Sayang sekali bahwa riset

membuktikan hanya tercapai 5% dari kemampuan tersebut (Ferguson, 1973 dalam
Clark, 1986, dalam Semiawan, 2007). Sel-sel neuron ketika dihubungkan secara
bersama-sama, jumlah koneksinya dapat diestimasi menjadi sekitar seratus triliun, yaitu
kira-kira sebanyak angka sepuluh diikuti dengan jutaan angka nol di belakangnya
(lebih dari estimasi jumlah atom di alam semesta yang telah dikenal). Angka tersebut
memberikan gambaran tentang kapasitas dari otak manusia. (Eric Jensen: 2008:19).
Pembelajaran anak usia dini hendaknya mengembangkan kecerdasan. Penelitian di
bidang neuroscience (ilmu tentang syaraf) menemukan bahwa kecerdasan sangat
dipengaruhi oleh banyaknya sel syaraf otak, hubungan antarsel syaraf otak, dan
keseimbangan karena otak kanan dan otak kiri. Pada saat lahir sel syaraf otak sudah
terbentuk semua yang banyaknya mencapai 100-200 miliar, di mana setiap sel dapat
membuat hubungan dengan 20.000 sel syaraf otak lainnya, atau dengan kata lain
membentuk kombinasi 100 miliar × 20.000. Berdasarkan hal tersebut, usia dini (0-8
tahun) merupakan usia yang sangat kritis bagi pengembangan kecerdasan anak,
sehingga masa keemasan ini harus dioptimalkan dan dimanfaatkan sungguh-sungguh
dengan menstimulasinya.
Ulwan (2016 : 55) mengatakan sudah diketahui dan tak terbantahkan, bahwa hati
kedua orang tua pada fitrahnya diciptakan dengan perasaan sayang kepada anaknya. Hati
mereka dilengkapi dengan perasaan-perasaan psikologis dan kasih sayang orang tua
untuk melindungi, menyayangi, mengasihi dan memperhatikan semua urusan anak-anak

mereka.
Kasih sayang dari orang tua itulah yang pada akhirnya mengakibatkan berbagai
macam cara orang tua bagaimana dapat membuat anak nyaman dan tenang. Orang tua
memberikan kebebasan pada anak tanpa adanya batasan dan aturan-aturan tertentu yang
akan menjadi bekal pembetukan pribadi disaat anak dewasa kelak.
Tidak hanya dari orang tua lingkungan juga mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Lingkungan yang kita
maksud disini adalah keluarga lain selain dari kedua orang tua termasuk tetangga
disekitar tempat tinggal anak.

Didunia ini tidak ada manusia yang mempunyai karakter dan prilaku yang sama,
hal inilah yang menjadi dasar bahwa semangkin banyaknya seorang anak di asuh oleh
orang berbeda semangkin banyak pula cara mereka untuk menangani masalah-masalah
yang dihadapi seorang anak.
Gangguan perkembangan bahasa dan emosi pada anak usia dini, diantaranya
adalah diusia yang seharusnya anak sudah dapat berbicara namun masih belum dapat
berbicara seperti teman lainnya dan disaat anak menginginkan sesuatu yang
diinginkannya anak tidak dapat menahan emosinya sampai memukul dan menyakiti
orang lain atau sebaliknya disaat anak di ganggu oleh orang lain anak tidak memberikan
respon apapun.

Hakekat Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah sosok inidividu yang sedang mengalami proses
perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini
berada pada rentang usia 0 – 8 tahun (http:www.naeyc.org). Pada masa ini proses
pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang
cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia ( Berk, 1992:18).
Suryana.D (2014 : 1.3) usia dini merupakan periode awal yang paling penting
dan mendasar sepanjang

rentang

pertumbuhan

serta

perkembangan

kehidupan

manusia. Masa ini ditandai oleh berbagai periode penting yang fundamental dalam

kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode
yang menjadi pencuri masa usia dini adalah periode keemasan. Banyak konsep dan
fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia dini,
yaitu masa semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang
disandingkan

untuk

masa

anak

usia

dini

adalah

masa


eksplorasi,

masa

identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain, dan masa membangkang tahap awal.
Namun, di sisi lain anak usia dini berada pada masa kritis, yaitu masa keemasan anak
tidak akan dapat diulang kembali pada masa-masa berikutnya, jika potensi-potensinya
tidak distimulasi secara optimal dan maksimal pada usia dini tersebut. Dampak dari
tidak terstimulasinya berbagai potensi saat usia emas, akan menghambat tahap
perkembangan anak berikutnya. Jadi, usia emas hanya sekali dan tidak dapat diulang
lagi.
Suryana.D (2014 : 1.5) Anak usia dini memiliki batasan usia tertentu,
karakteristik yang unik, dan berada pada suatu proses perkembangan yang sangat pesat

dan fundamental bagi kehidupan berikutnya. Selama ini orang dewasa mengidentikkan
anak usia dini sebagai orang dewasa mini, masih polos dan belum bisa berbuat apa-apa
karena belum mampu berpikir. Pandangan ini berdampak pada pola perlakuan yang
diberikan pada anak, antara lain sering memperlakukan anak sebagaimana orang
dewasa. Saat mendidik atau membimbing anak dipaksa mengikuti pola pikir dan aturan
orang dewasa. Namun, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

banyaknya studi tentang anak usia dini, orang dewasa semakin memahami bahwa anak
usia dini bukanlah orang dewasa mini, dan berbeda dengan orang dewasa.
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun (Undangundang Sisdiknas tahun 2003) dan 0-8 tahun menurut para pakar pendidikan anak.
Menurut Mansur (2005: 88) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola
pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangannya. Pada masa ini merupakan masa emas atau golden age, karena anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan
pada masa mendatang. Menurut berbagai penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa
50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak
berusia 8 tahun perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai
100% (Slamet Suyanto, 2005: 6). Sesuai dengan Undang-undang Sisdiknas tahun 2003
pasal 1 ayat 14, upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut
dilakukan melalui Pendidikan anak usia dini (PAUD).
Perkembangan Bahasa
Penguasaan bahasa anak berkembang menurut hukum alami, yaitu mengikuti
bakat, kodrat dan ritme yang alami. Menurut Lenneberg perkembangan bahasa anak
berjalan sesuai jadwal biologisnya (Eni Zubaidah, 2003: 13). Hal ini dapat digunakan
sebagai dasar mengapa anak pada umur tertentu sudah dapat berbicara, sedangkan pada
umur tertentu belum dapat berbicara.

Perkembangan bahasa tidaklah ditentukan pada umur, namun mengarah pada
perkembangan motoriknya. Namun perkembangan

tersebut sangat dipengaruhi oleh

lingkungan. Bahasa anak akan muncul dan berkembang melalui berbagai situasi interaksi
sosial dengan orang dewasa (Kartini Kartono, 1995: 127).
Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Suhartono (2005: 13-14) menyatakan bahwa peranan bahasa bagi anak usia dini
diantaranya sebagai sarana untuk berfikir, sarana untuk mendengarkan, sarana untuk

berbicara dan sarana agar anak mampu membaca dan menulis. Melalui bahasa seseorang
dapat menyampaikan keinginan dan pendapatnya kepada orang lain.
Anak-anak usia 5 tahun telah mampu menghimpun 8000 kosakata. Mereka dapat
membuat kalimat pertanyaan, kalimat negatif, kalimat tunggal, kalimat mejemuk, serta
bentuk penyususunan lainnya. Mereka telah belajar menggunakan bahasa dalam situasi
yang berbeda (Gleason dalam Slamet Suyanto, 2005: 74). Mansur (2005: 36),
menyatakan bahwa kemampuan bahasa berkaitan erat dengan kemampuan kognitif anak,
walaupun mulanya bahasa dan pikiran merupakan dua aspek yang berbeda. Namun
sejalan dengan perkembangan kognitif anak, bahasa menjadi ungkapan dari pikiran.

Ninio dan Snow seperti yang dikutip Caroll Seefelt dan Barbara A.Wasik (2008: 76)
menambahkan bahwa, anak usia 5 tahun semakin pintar dalam kemampuan mereka
mengkomunikasikan gagasan dan perasaan mereka dengan kata-kata.
Menurut Caroll Seefelt dan Barbara A.Wasik (2008: 74) karakteristik
perkembangan bahasa anak adalah sebagai berikut:
1. Anak pada usia 4 tahun:
- Menguasai 4.000 – 6.000 kata
- Mampu berbicara dalam kalimat 5-6 kata
- Dapat berrpartisipasi dalam percakapan, sudah mampu mendengarkan orang lain
berbicara dan menanggapinya.
- Dapat belajar tentang kata mana yang diterima secara sosial dan mana yang tidak.
2.
Anak pada usia 5 tahun:
- Perbendaharaan kosakata mencapai 5000 – 8.000 kata.
- Stuktur kalimat menjadi lebih rumit.
- Berbicara dengan lancar, benar dan jelas tata bahasa kecuali pada beberapa
kesalahan pelafalan.
- Dapat menggunakan kata ganti orang dengan benar.
- Mampu mendengarkan orang yang sedang berbicara
- Senang menggunakan bahasa untuk permainan dan cerita.

Berdasarkan kajian mengenai perkembangan bahasa anak diketahui bahwa
perkembangan bahasa anak terjadi dalam interaksi dengan lingkungan. Bahasa
merupakan ungkapan dari apa yang difikirkan anak, sehingga bahasa memiliki peran
yang sangat penting dalam berkomunikasi dengan orang lain. Dalam karakteristik
perkembangan bahasa yang telah disampaikan, dapat diketahui bahwa anak usia 5-6
tahun (kelompok B) sudah mampu berbicara dengan struktur kalimat yang lebih rumit
dan anak senang menggunakan bahasa untuk menceritakan gagasan, pengalaman,
pengetahuan dan apa yang dipikirkanya kepada orang lain, sehingga gambar karya anak
dapat dipilih dalam rangka meningkatkan kemampuan bicara anak. Hal itu dilakukan

dengan cara meminta anak menjelaskan hasil gambar yang dibuatnya. Dengan demikian
kemampuan bicara anak dapat diketahui.
Menurut Hurlock (1980:82-83) Berbicara merupakan sarana berkomunikasi .
Untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, semua individu harus dapat mengasai dua
fungsi yang berbeda; kemampuan menagkap maksud yang ingin dikomunikasikan oaring
lain dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain sedemikin rupa sehingga
dapat dimengerti. Menurut Hurlock (1980:82-83), Tugas berbicara terbagi :
Usia 0 – 2 tahun :
1. Tugas pertama : dalam berkomunikasi dengan orang-orang lain berupa pemahaman
akan perkataan orang lain. Dalam seteiap tahapan usia , anak-anak lebih dapat

mengerti apa yang dikatakan orang lain dari pada mengutarakan pikiran dan
perasaan-perasaan mereka sendiri dalam kata-kata, hal ini tampak lebih jelas pada
masa bayi dari pada masa kanak-kanak. Ekspresi muka pembicara, nada suara dan
isyarat-isyarat tangan membeantug anak untuk mengerti apa yang dikatakan
kepadanya. Rasa senag, marah dan takut sudah dapat dimengerti sejak tiga bulan .
Sampai bayi berusia delapan belas bulan, kata-kata harus diperkuat dengan isyarat,
seperti menunjuk benda. Pada usia dua tahun, mennurut tes Inteligensi skala terman
– Merrill, rata-rata bayi harus cukup dapat mengerti dan bereaksi terhadap dua dari
enam perintah, seperti “ Berikan kucing itu kepada saya” dan “ masukkan sendok
kedalam cangkir, “ kalau benda itu mudah diraih. Tetapi besarnya pengertiann
tergantung sebagian pada rangsangan dan dorongan orang lain agar bayi berusaha
mengerti apa yang merka katakana.
2. Dalam berkominukasi dengan orang lain adalah belajar berbicara. Karena belajar
berbicara adalah tugas lama yang sulit, dan karena bayi-bayi belum cukup matang
untuk belajar dalam hal yang sulit dan ruwet ini Selma tahun pertama, maka alam
memberikan bentuk-bentuk pengganti komunikasi yang digunakan sampai mereka
siap untuk bicara. Banyak bayi selama tahun pertama dan kedua, mencoba
memberitahukan kebutuhanan dan keinginan dengan cara ini. Bentuk-bentuk
kominikasi ini dekenal sebagai “bentuk-bentuk prabicara”.
Kalau bentuk komunikasi prabicara ternyata memuaskan dan merupakan pengganti
berbicara yang efektif, motivasi untuk belajar berbicara akan melemah. Bayi akan
terus menggunakan bentuk-bentuk komunikasi bayi bahkan samapai setelah ia
sendiri mampu belajar berbicara.
Usia dua tahun sampai usia anak-anak akhir :
1. Belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak-anak yang lebih

mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan kontak
sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok dari pada anak yang
kemampuan berkomunikasinya terbatas. Anak –anak yang mengikuti kegiatan
prasekolah akan mengalami rintangan baik dalam hal social mauun pendidikan
kecuali bia ia pandai berbicara seperti teman-teman sekelasnya.
2. Belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak
yang tidak dapat menegmukakan kinginan dan kebutuhannya, atau tidak dapat
berusaha tidak diemngerti orang lain cenderung diperlukan sebagai bayi yang tidak
berhasil memperoleh kemandirian yang dinginkan. Kalau anak-anak tidak dapat
mengatakan kepada orangtua atau pengasuh bahawa mereka igin mencoba memotong
daging atau menyisir rambut sendiri, orang-orang dewasa akan terus membantu
karena ia diaanggap masih terlalu kecil untuk dapat melakuannya sendiri. Ini
menghambat anak untuk menjadi percaya diri dan mandiri.
Dadan. S (2014:1.55-1.56) Perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat
diklasifikasikan ke dalam

dua

tahap

(sebagai

kelanjutan

dari

dua

tahap

sebelumnya) yaitu sebagai berikut :
1. Masa Ketiga (2.0-2.6) yang bercirikan anak sudah mulai bisa menyusun kalimat
tunggal yang sempurna. Anak sudah mampu memahami perbandingan, misalnya
burung pipit lebih kecil dari burung perkutut, anjing lebih besar dari kucing.
Anak banyak menanyakan nama dan tempat; apa, di mana dan dari mana. Anak
sudah banyak menggunakan kata-kata berawalan dan yang berakhiran.
2. Masa Keempat (2,6-6,0) yang bercirikan:
a. Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimat.
b. Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal
waktu, sebab-akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa,
dan bagaimana.
Lebih lanjut Dadan.S (2014:1.55-1.56) Untuk membantu perkembangan bahasa
anak, atau kemampuan berkomunikasi, maka orang tua dan guru taman kanak-kanak
seyogianya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau peluang kepada anak dengan
sebaik-baiknya. Berbagai peluang itu di antaranya sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.

Bertutur kata yang baik dengan anak
Mau mendengarkan pembicaraan anak.
Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkannya)
Mengajak berdialog dalam hal sederhana, seperti memelihara kebersihan rumah,

sekolah, dan memelihara kesehatan diri.
5. Di taman kanak-kanak, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan

keinginannya, menghafal, dan melantunkan lagu dan puisi.

Perkembangan Emosi
Mashar (2011:15) defenisi mengenai emosi sangat beragam, sebagian orang
memfokuskan emosi sebagai suatu komponenyang terdapat dalam perasaan atau ekadaan
fisiologis. Sebagian lain menggambarkan emosi sebagai seperangkat komponen dengan suatu
struktur yang deterministic atau probalbilistik, yang melihat emosi sebagai suatu keadaan
atau proses yang dialami seseorang dalam merespon suatu peristiwa. Emosi dapat diartikan
sebagi kondisi intrapersonal, seperti perasaan, keadaan tertentu, atau pola aktivitas motor.
Menurut Lazarus (1991) yang dikutib oleh Mashar (2011:16) , Emosi adalah suatu
keadaan yang komplek pada diri organism, yang meliputi perubahan secara badaniah-dalam
bernafas, detak jantung, perubahan kelenjer dan kondisi mental, seperti keadaan
menggembirakan yang ditandai dengan perasaan yang kuat dan biasanya disertai dengan
dorongan yang mengacu pada suatu bentuk perilaku. Jika emosi terjadi sangat intens,
biasanya akan mengganggu fungsi intelektual. Variabel emosi terdiri dari dua bentuk yaitu :
(1) action, berupa perilaku menyerang, menghindar, mendekat atau menjauh dari tempat atau
orang, menangis, ekspresi wajah dan postur tubuh; serta (2) physiological reaction, berupa
aktifitas sitem saraf otonomi, aktivitas otak, dan sekresi hormonal. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa emosi lebih sebagai reaksi yang terpola ketimbang sekedar kejadian yang
tidak terorganisasi dan emosi juga terkait erat dengan proses copingsebagai upaya pemecahan
masalah dalam kehidupan invidu.
Menurut Suparini dan Wati (2017:66) perkembangan emosi anak berkaiatan dengan
cara anak ketika berinteraksi dengan temannya, berinteraksi dengan mainannya, dan
berinteraksi dengan orang dewasa di lingkungannya. Lebih dari itu, perkembangan social
emosi anak juga merupakan suatu proses dimana anak belajar tentang nilai-nilai dan perilku
yang diterima oleh masyarakat.
Supasrini dan Wati mengatakan (2017:66) tujuan perkembangan emosi anak adalah :
1. Anak memiliki konsep diri positif, yaitu anak mengetahui tentang dirinya dan cara
berinteraksi dengan orang lain.
2. Anak bertanggung jawab kepada dirinya dan kepada orang lain, yaitu anak mau
mengikuti aturan yang sudah disepakati dan kegiayan rutin yang dilakukan sehari-hari,
menghormati orang lain dan berinisiatif.
3. Anak berpilaku yang mendukung interaksi social, yaitu anak menunjukkan empati, dan
berinteraksi dengan dunianya melalui berbagai dan menambil giliran.

Lebih lanjut Suparsini dan Wati mengatakan (2017:66-67) beberapa indikator anak
yang memiliki kesiapan emosi :
1. Anak memeiliki percaya diri, sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan temannya
dengan secara baik.
2. Anak dapat berkonsentrasi dan tekun dalam melaksanakan tugas yang diberikan
guru/orang dewasa lain yang dekat dengan anak.
3. Anak mau mendengarkan dan memahami perintah yang diberikan.
Dadan.S (2014:1.52-1.56) Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya,
bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan bukan aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini
diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain
atau benda lain. Dia menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang
lain, sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersamaan dengan
itu, berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya.
Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti
memperlakukan anak secara keras, atau kurang menyayanginya, maka pada diri anak akan
berkembang sikap-sikap: (1) keras kepala/menentang, atau (2) menyerah menjadi penurut
yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sikap pemalu.
Dadan.S (2014:1.52-1.54) beberapa jenis emosi berkembang pada masa anak,
yaitu sebagai berikut.
1. Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan. Rasa
takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan: (a) mula-mula tidak takut, karena
anak belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yang terdapat dalam objek, (b)
timbul rasa takut setelah mengenal adanya bahaya, dan (c) rasa takut bisa hilang
kembali setelah mengetahui cara-cara menghindar bahaya.
2. Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya.
Kecemasan ini muncul mungkin dari situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan
pengalaman yang diperoleh, baik pelakuan orang tua, buku-buku bacaan/komik, radio,
atau film. Contoh perasaan cemas: anak takut berada dalam kamar yang gelap, dan
takut hantu.
3. Marah, merupakan

perasaan tidak senang, atau benci baik terhadap orang lain,

diri sendiri, atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata
kasar/makian/sumpah serapah),

atau

nonverbal (seperti mencubit, memukul,

menendang, menampar, dan merusak). Perasaan amarah ini merupakan reaksi
terhadap situasi frustrasi yang dialaminya, yaitu perasaan kecewa atau perasaan tidak
senang karena adanya hambatan terhadap pemenuhan keinginannya. Pada masa ini

rasa marah sering terjadi karena: (1) banyak stimulus yang menimbulkan rasa marah,
dan (2) banyak anak yang menemukan bahwa marah merupakan cara baik untuk
mendapatkan perhatian atau memuaskan keinginannya. Berbagai

stimulus

yang

menimbulkan perasaan marah, di antaranya: rintangan atas kebutuhan jasmaniah,
gangguan terhadap gerakan-gerakan anak yang

ingin dilakukannya, rintangan

terhadap kegiatan yang sedang berlangsung, rintangan terhadap keinginannya, atau
kejengkelan yang menumpuk. Sumber perasaan marah bisa berasal dari diri sendiri
(seperti ketidakmampuan dan kelemahan/kecacatan diri), atau orang lain (orang tua,
saudara, guru, dan teman sebaya).
4. Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah
merebut kasih sayang dari seseorang yang telah mencurahkan kasih sayang
kepadanya. Sumber yang menimbulkan cemburu selalu bersifat situasi sosial,
hubungan dengan orang lain. Seperti kakak cemburu kepada adiknya, karena dia telah
merebut kasih sayang orang tuanya. Perasaan cemburu ini diikuti dengan ketegangan,
yang biasanya dapat diredakan dengan reaksi-reaksi: (a) agresif atau permusuhan
terhadap saingan; (b) regresif, yaitu perilaku kekanak- kanakan, seperti mengompol,
atau mengisap jempol; (c) sikap tidak peduli; dan (d) menjauhkan diri dari saingan.
5. Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif, nyaman, karena
terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan perasaan gembira pada anak, di
antaranya terpenuhinya kebutuhan jasmaniah (makan dan minum), keadaan jasmaniah
yang sehat, diperolehnya kasih sayang, ada kesempatan untuk bergerak (bermain
secara leluasa), dan memiliki mainan yang disenanginya.
6. Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian, atau perlindungan
terhadap orang lain, hewan atau benda. Perasaan ini berkembang berdasarkan
pengalamannya yang menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain (orang
tua, saudara, dan teman), hewan (seperti kucing dan burung), atau benda (seperti
mainan). Kasih sayang anak kepada orang tua atau saudaranya, amat dipengaruhi oleh
iklim emosional dalam keluarganya. Apabila orang tua dan saudara-saudaranya
menaruh kasih sayang kepada anak, maka dia pun akan menaruh kasih sayang kepada
mereka.
7. Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya (takut yang
abnormal) seperti takut ulat, takut kecoa, dan takut air. Perasaan ini muncul
akibat perlakuan orang tua yang suka menakut- nakuti anak. menghukum, atau
menghentikan perilaku anak yang tidak disenangi.
8. Ingin tahu (curiosity), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu atau

objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Perasaan ini ditandai dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak. Seperti anak bertanya tentang dari mana
asal dia, siapa Tuhan, di mana Tuhan berada. Masa bertanya (masa haus nama) ini
dimulai pada usia 3 tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 6 tahun.
Dadan.S (2014:1.56) Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi
keberhasilan anak belajar. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan emosi anak
yang sehat, guru-guru (di taman kanak-kanak) seyogianya membimbing mereka, agar
mereka dapat mengembangkan hal-hal berikut.
1. Kemampuan untuk mengenal, menerima, dan berbicara tentang perasaannya.
2. Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
3. Kemampuan untuk menyalurkan keinginannya tanpa mengganggu perasaan
orang lain.
4. Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
Gangguan Perkembangan Bahasa dan Sosial
Sujiono, Yuliani (2009:120) Ada perbedaan antara bicara dan bahasa. Bicara adalah
pengucapan, yang menunjukkan keterampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu
kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa
merupakan salah satu cara berkomunikasi.
Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang
didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik
visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Seorang anak yang mengalami gangguan
berbahasa mungkin saja dapat mengucapkan suatu kata dengan jelas tetapi ia tidak dapat
menyusun dua kata dengan baik.
Sebaliknya, ucapan seorang anak mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi ia
dapat menyusun katakata yang benar untuk menyatakan keinginannya. Masalah bicara dan
bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.
Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah
kelancaran berbicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan katakata, biasanya akibat
cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa
dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya
pendengaran.
Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang
mendukung seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan
bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau,

serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau
ketidakmampuan mekanisme oralmotor dalam fungsinya untuk bicara dan makan.
Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf
sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu
sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat
berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.
Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan
kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung
dengan baik. Anakanak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal
yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain
(sebagai contohnya kejang).
Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama
bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik,
bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat
kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat
disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi,
rasa tidak aman, dan kepribadian anak.
Stimulasi yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan
terus menerus pada setiap kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh,
maupun orangorang terdekat dalam kehidupan seharihari. Kurangnya stimulasi dapat
menyebabkan gangguan yang menetap.
Gangguan

bicara

menurut

para

ahli

adalah

sebagai

berikut

(http://hyugaanna.blogspot.co.id):
1. Menurut Van Riper
Berbicara dikatakan terganggu bila berbicara itu sendiri membawa perhatian yang tidak
menyenangkan pada si pembicara, komunikasi itu sendiri terganggu, atau menyebabkan si
pembicara menjadi kesulitan untuk menempatkan diri (terlihat aneh, tidak terdengar jelas,
dan tidak menyenangkan).
2. Menurut Berry and Eisenson
Gangguan pada berbicara: (1) Tidak mudah didengar, (2) Tidak langsung terdengar
dengan jelas, (3) Secara vocal terdengar tidak enak, (4) Terdapat kesalahan pada bunyibunyi tertentu, (5) bicara itu sendiri sulit diucapkannya, kekurangan nada dan ritme yang
normal, (6) Terdapat kekurangan dari sisi linguistik, (7) Tidak sesuai dengan umur, jenis

kelamin, dan perkembangan fisik pembicara, dan (8) Terlihat tidak menyenangkan bila ia
berbicara.
Etiologi Gangguan Bicara dan Bahasa
Sujiono, Yuliani (2009:115-156) penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah
sebagai berikut:
1. Gangguan pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan
disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila ada keterlambatan
bicara.
2. Kelainan organ bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang
bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi,
adenoid atau kelainan laring.
3. Retardasi Mental
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan anak lain
seusianya.
4. Genetik Heriditer
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi
pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlambatan.
5. Kelainan Kromosom
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi
pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlambatan.
6. Kelainan Sentral (Otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk menggabungkan
kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih
rendah. Ia sering menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada
pantomim. Pada usia sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.
7. Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme
adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi sosial.
8. Mutism Selektif

Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau
bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau
kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih
tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai
neurosis atau gangguan motivasi.
9. Gangguan emosi dan perilaku lainnya
Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala
yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya diserta
kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya
10. Alergi makanan
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan
gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Bila
alergi makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah
2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.
11. Deprivasi lingkungan
Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya.
Berbagai macam keadaan lingkungan yang mengakibatkan keterlambatan bicara
adalah :
a) Lingkungan yang sepi
Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi ketrampilannya melalui meniru. Bila
stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru maka akan menghambat
kemampuan bicara dan bahasa pada anak.
b) Status ekonomi sosial
Menurut penelitian Mc Carthy, orang tua guru, dokter atau ahli hukum
mempunyai anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik dibandingkan
anak dengan orang tua pekerja semi terampil dan tidak terampil.
c) Tehnik pengajaran yang salah
Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan
perkembangan bicara dan bahasa pada anak, karena perkembangan mereka terjadi
karena proses meniru dan pembelajaran dari lingkungan.
d) Sikap orang tua atau orang lain di lingkungan rumah yang tidak menyenangkan
Bicara bisa mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan dan ketidak
senangan seseorang, sehingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih
banyak untuk menjauhi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.

e) Harapan orang tua yang berlebihan terhadap anak
Sikap orang tua yang mempunyai harapan dan keinginan yang berlebihan terhadap
anaknya, dengan memberikan latihan dan pendidikan yang berlebihan dengan
harapan anaknya menjadi superior. Anak akan mengalami tekanan yang justru
akan menghambat kemampuan bicarnya.
f) Anak kembar
Pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang lebih buruk dan lama
dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberikan
lingkungan bicara yang buruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling
meniru. Hal ini menyebabkan mereka saling meniru pada keadan kemampuan
bicara yang sama –sama belum bagus.
g) Bilingual ( 2 bahasa)
Pemakaian 2 bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun
keadaan ini tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya anak akan memiliki
kemampuan pemakaian 2 bahasa secara mudah dan baik.
h) Keterlambatan fungsional
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya
mengalami gangguan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas adalah anak tidak
menunjukkan kelainan neurologis lain.

Penutup
Perkembangan anak usia dini harus kita perhatikan dan jaga, bagaimana masa depan anak itu
nanti berada dimasa emas ini. Banyak faktor dan banyak hal yang dapat dijadikan sebagai
gangguan dalam perkembangan anak ini, namun kalau kita mampu menjaga dan memberikan
hal yang terbaik maka perkembangan anak usia dini ini akan memperbaiki masa depan
mereka kelak.
DAFTAR PUSTAKA
http://ekacahyamaulidiyah.blogspot.co.id/2014/02/anak-usia-dini_6.html

http://hyugaanna.blogspot.co.id/2011/02/gangguan-bicara-dan-bahasa-pada-anak.html
http://www.naeyc.org NAEYC Early Childhood Program Standar, p2-3, 2004.
Hurlock, E.B. 1998. Psikologi Perkembangan Suatu pendekatan sepanjang rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Mashar, Riana. 2011. Emosi Anak usia Dini dan Strategi Pengembangannya. Jakarta: Prenada
Media Group
Sujiono, Yuliani Nuriani, Konsep Dasar pendidikan Anak usia Dini. Jakarta : PT Indeks,
2009.
Suryana, D. (2014). Dasar-dasar Pendidikan TK.Padang
Suryana, D. (2014). Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Perkembangan Anak.
Jurnal Pesona: Jurnal Pendidikan Dasar dan Humaniora, 2(1), 65-72.
Ulwan, Nashih.A. 2016. Pendidikan Anak dalam Islam. Depok: Fathan Prima Media
Undang-undang Sisdiknas 2003
Yusuf, Muri. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.

19