KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN RUMAH TANGGA TANI

Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015

121

KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN RUMAH TANGGA TANI DAERAH
MARGINAL DI KABUPATEN BOJONEGORO
Households’ Food Security and Food Self Suficiency in the Rural Marginal Area
of Bojonegoro Regency
Jangkung Handoyo Mulyo1,2, Sugiyarto1, Arif Wahyu Widada1
1

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
2
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT
Food security and food self-suficiency at household level are much determined by their farm production. Meanwhile,
some areas considered as the marginal area are constrained by limited support of natural resources. Thus, many households
lived in marginal area will face food insecurity. This study aimed to understand the households’ food security level, both
measured by using the Energy Suficiency Score (AKE) and the Food Expenditure Share (PPP). Furthermore, this study
also tries to identify the food self-suficiency level among rural marginal household in Bojonegoro Regency. The result of

study shows that there is a wide disparity among rural household in the food/energy intake, this is shown by the average
level of food/energy intake level that is considered high (87%), meanwhile there is 53% of the households categorized as the
food insecure household. Based on the Food Expenditure Share level, most of the households are categorized as food secure
households. The food self-suficiency, particularly rice, have been attained.
Keywords: Food security, self-suficiency, marginal area, rural households

INTISARI
Ketahanan dan kemandirian pangan bagi suatu rumah tangga tani tentu sangat dipengaruhi oleh produksi pangan dari
usahataninya. Kegiatan usahatani tentu tidak akan maksimal bila lahan yang diusahakan termasuk ke dalam daerah marginal.
Keadaan ini diduga akan berdampak pada keadaan ketahanan dan kemandirian pangan rumah tangga tani yang hidup di daerah
marginal di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui ketahanan pangan rumah tangga
tani menggunakan pendekatan AKE, 2) mengetahui ketahanan pangan rumah tangga tani menggunakan pendekatan PPP, 3)
mengetahui keragaan ketahanan pangan, dan 4) mengetahui keadaan kemandirian pangan rumah tangga tani daerah marginal
di Kabupaten Bojonegoro. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dengan sampel rumah tangga
tani yang hidup atau melakukan kegiatan usahatani di daerah marginal. Metode analisis yang digunakan untuk menjawab
tujuan penelitian adalah persamaan AKE, PPP, dan KP, serta analisis tabel untuk menunjukkan keragaan ketahanan pangan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan distribusi rumah tangga tani menurut AKE lebih banyak yang belum tahan pangan
(53%) tetapi reratanya sudah tahan pangan (87%) berarti terdapat disparitas kecukupan energi antar rumah tangga tani.
Rumah tangga tani termasuk sudah tahan pangan pada kategori PPP rendah (44%) dengan distribusi sebesar 87%. Keragaan
ketahanan pangan terbesar rumah tangga tani adalah pada kategori kurang pangan dan tahan pangan. Rumah tangga tani

daerah marginal di Kabupaten Bojonegoro sudah mandiri pangan untuk kebutuhan makanan pokok berupa beras dengan
asumsi panen digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan.
Kata kunci: AKE, PPP, ketahanan pangan, kemandirian pangan, daerah marginal, rumah tangga tani.

PENDAHULUAN
Sektor pertanian memiliki peran yang sangat
strategis dalam sebuah negara. Hal ini karena dari
sektor pertanianlah kebutuhan paling pokok manusia
dapat dipenuhi. Berdasarkan Rancangan UndangUndang tentang Pangan yang telah disahkan melalui
sidang pleno Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2012, pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati

produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan,
dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan

atau minuman.
Bojonegoro merupakan daerah penghasil
padi yang dalam mengusahakannya sangat

122

Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015

dipengaruhi oleh faktor alam seperti lahan marginal
yang disebabkan salah satunya daerah banjir.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Supardi et al., (2012) tentang pemetaan kerawanan
pangan di Kabupaten Bojonegoro, yaitu pemetaan
kondisi kerawanan pangan di tingkat wilayah/
daerah rawan banjir menunjukkan bahwa dari
28 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro hanya
sebanyak 9 kecamatan yang berwarna kuning,
sedangkan 19 kecamatan lainnya berwarna hijau.
Kerawanan pangan akan mengancam ketahanan
pangan masyarakat. Purwantini et al. (2000)

meneliti ketahanan pangan nasional menggunakan
pendekatan kecukupan energi (Kkal). Ilham dan
Sinaga (2007) dengan topik yang sama meneliti
ketahanan pangan menggunakan pendekatan pangsa
pengeluaran pangan sebagai indikator karena dapat
diukur dengan angka, cukup sederhana untuk
memperoleh dan menafsirkannya, objektif,dan
responsif terhadap perubahan-perubahan akibat
adanya perubahan kondisi perekonomian, kebijakan
dan program pembangunan. Rachman etal.(2005)
mengukur derajat ketahanan pangan dengan
indikator Jonsson and Toole (1991 dalam Maxwell,
D., etall., 2000) dengan mengombinasikan AKE
dan PPP yang dibagi dalam empat kuadran.Faktor
lingkungan dalam hal ini lahan (Mulyo et al., 2010)
juga dapat mempengaruhi status ketahanan pangan
petani sebagai penghasil pangan sehingga selain
menunjukkan status ketahanan pangan juga dapat
menunjukkan status kemandirian pangan mereka
(Adekoya, 2009).

METODE PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan merupakan
metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif
adalah suatu metode penelitian yang dilaksanakan
untuk meneliti status kelompok manusia, suatu
obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau
suatu peristiwa pada saat sekarang (Nasir, 2011).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagian data dari penelitian Analisis Pola Pangan
Harapan Kabupaten Bojonegoro yang dilakukan
di 28 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro yang
diketuai oleh Jangkung Handoyo Mulyoc di tahun
2014. Sampel dari penelitian ini adalah rumah tangga
tani yang berada pada daerah marginal di Kabupaten
Bojonegoro yaitu di daerah tambang, pinggiran hutan,
dan pinggir bengawan. Daerah ini merupakan daerah
marginal di Kabupaten Bojonegoro karena merupakan

lahan kering dan rawan banjir untuk pengembangan
usahatani.

Metode analisis data untuk tujuan pertama
yaitu mengukur tingkat ketahanan pangan rumah
tangga tani menggunakan pendekatan Angka
Kecukupan Energi (AKE) digunakan perhitungan
dengan pengukuran yang sudah ada. Pengukuran
tingkat kecukupan energi mengikuti persamaan
Purwantini et. al, (2005):
1. Konsumsi Energi Ekuivalen Orang Dewasa

KED = KErt / JUED
Keterangan :
KED = konsumsi energi per ekuivalen orang
dewasa
KErt = konsumsi energi riil rumah tangga
JUED = jumlah unit ekuivalen dewasa (setara
dengan banyaknya anggota rumah
tangga)
2. Persentase Kecukupan Energi

PKE = KED / 2150 x 100%

Keterangan:
PKE = persentase kecukupan energi (%)
KED = konsumsienergi dan protein per
ekuivalen orang dewasa
Angka tetapan energi adalah sebesar 2.150 kkal/
kapita/hari (Permenkes No. 75 tahun 2013)
Suatu rumah tangga tani dikatakan tahan
pangan bila nilai PKE lebih besar atau sama dengan
dari 80%. Sebaliknya, bila nilai PKE kurang dari
80% maka rumah tangga tani termasuk dalam
golongan belum tahan pangan.
Untuk menjawab tujuan kedua yaitu mengukur
tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani
menggunakan pendekatan Pangsa Pengeluaran
Pangan (PPP) digunakan suatu persamaan seperti
yang disampaikan oleh Ilham dan Sinaga (2007)
sebagai berikut:

PPP =


× 100 %

Keterangan :
PPP = pangsa pengeluaran pangan (%)
FE = pengeluaran untuk belanja pangan
(Rp/tahun)
TE = total pengeluaran rumah tangga (Rp/
tahun)

Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015

123

Pangsa Pengeluaran Pangan
No.
Tinggi (≥60%
Rendah ( < 60% pengeluaran total)
pengeluaran Total)
1.
Cukup (> 80% Kecukupan Energi) Tahan Pangan

Rentan Pangan
2.
Kurang (≤80% Kecukupan Energi) Kurang Pangan
Rawan Pangan
Sumber : Johnsson and Toole, 1991 dalam Maxwel dan Frankenberger, 1992.
Konsumsi Energi per Unit
Ekuivalen Dewasa

Suatu rumah tangga tani dikatakan tahan
pangan bila nilai PPP lebih kecil dari 60%.
Sebaliknya, bila nilai PPP lebih dari atau sama
dengan 60% maka rumah tangga tani termasuk
dalam golongan belum tahan pangan.
Untuk menjawab tujuan ketiga yaitu keragaan
ketahanan pangan rumah tangga tani digunakan
kriteria keragaan ketahanan pangan oleh Johnsson
and Toole dalam Maxwel dan Frankenberger (1992)
dengan menggabungkan antara kriteria ketahanan
pangan menggunakan AKE dan PPP dan disajikan
ke dalam 4 kuadran.

Dari tabel diatas dapat diketahui distribusi
keragaan ketahanan pangan rumah tangga tani
daerah marginal di Kabupaten Bojonegoro.
Keragaman ketahanan pangan akan tersaji ke
dalam kelompok tahan pangan, rentan pangan,
kurang pangan, dan rawan pangan dalam bentuk
persentase.
Untuk menjawab tujuan keempat yaitu
kemandirian pangan rumah tangga tani daerah
marginal di Kabupaten Bojonegoro digunakan
persamaan sebagai berikut:

Keterangan :
KP (i) = Kemandirian pangan pangan untuk
komoditas i
PS (i) = Produksi sendiri untuk komoditas i
(Kg)
TK (i) = Total konsumsi rumah tangga untuk
komoditas i (Kg)
Suatu rumah tangga tani akan mencapai

kemandirian pangan bila apa yang dikonsumsi dapat
terpenuhi dari produksi sendiri yang ditunjukkan
dengan nilai KP(i) sama dengan 1. Semakin besar
nilai KP maka keadaan rumah tangga tani akan
semakin mandiri dalam hal pangan. Semakin kecil
nilai KP (kurang dari 1), maka rumah tangga tani
tersebut berada pada keadaan kurang pangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. K e t a h a n a n P a n g a n R u m a h Ta n g g a
Tani berdasarkan Angka Kecukupan
Energi(AKE)
Angka Kecukupan Energi (AKE) merupakan
nilai yang menunjukkan serapan energi individu
dari makanan yang dikonsumsi. AKE ini diukur
dalam satuan kilo kalori per kapita per hari. AKE
yang dihasilkan dari pengukuran energi konsumsi
per kapita rumah tangga daerah marginal di
Kabupaten Bojonegoro dapat mencerminkan status
ketahanan pangan. Suatu individu dapat dikatakan
tahan pangan bila konsumsi telah memenuhi
kebutuhan energi setidaknya sebesar 80% dari
angka tetapan serapan energi sebesar 2.150 kkal/
kap/hari (Permenkes No. 75 Tahun 2013). Berikut
disajikan hasil analisis distribusi rumah tangga tani
berdasarkan serapan energi pada tabel 1.
Tabel 1 Distribusi Rumah Tangga Tani berdasarkan
AKE
Persentase
(%)
1. Kurang (≤ 80% kecukupan energi)
53
2. Cukup (> 80% kecukupan energi)
47
Total
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
No. Kategori Angka Kecukupan Energi

Tabel 1 menunjukkan bahwa distribusi
rumah tangga tani daerah marjinal di Kabupaten
Bojonegoro masih lebih banyak yang di bawah
80% dari tetapan AKE 2.150 kkal/kap/hari. Hal ini
memberitahukan bahwa terdapat 53% penduduk
dari golongan rumah tangga tani yang serapan
energinya masih kurang yang berarti belum tahan
pangan, sedangkan sisanya sebanyak 47% masuk
dalam kategori cukup yang berarti telah tahan
pangan dari aspek serapan energinya. Menurut
distribusi memang masih lebih banyak rumah
tangga tani yang serapan energinya masih di bawah
80% dari ketentuan AKE, tetapi perlu dilihat juga
rerata serapan energi dari seluruh rumah tangga

124

Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015

tani daerah marjinal di Kabupaten Bojonegoro.
Bila rerata serapan energi berada di atas 80% dari
serapan AKE, maka disparitas serapan energi antar
rumah tangga tani daerah marginal cukup tinggi.
Ta b e l 2 D i s t r i b u s i A K E d a n M a k a n a n y a n g
Dikonsumsi
Serapan
Angka
Energi
Kecukupan
(Kkal)
Energi (%)
1. Padi
1155,8
53,8
2. Aneka umbi
101,1
4,7
3. Pangan Hewani
217,9
10,1
4. Minyak dan Lemak
64,7
3,0
5. Buah/Biji Berminyak
19,3
0,9
6. Aneka kacang
173,9
8,1
7. Gula
31,7
1.5
8. Sayur dan Buah
73,7
3,4
9. Lain-lain
38,7
1,8
Total
1876,8
87,3
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
No. Kelompok pangan

Rerata serapan energi rumah tangga tani
daerah marginal di Kabupaten Bojonegoro sudah
lebih tinggi dari tetapan (80% dari 2.150 kkal/
kap/hari). Hal ini memberitahukan bahwa secara
rerata rumah tangga tani daerah marginal di
Kabupaten Bojonegoro termasuk ke dalam kategori
tahan pangan. Padi memiliki andil terbesar yaitu
menyumbangkan 53,8% dari total AKE. Pangan
hewani yang didapatkan kebanyakan dari telur
dan ayam menyumbangkan 10% dari total AKE.
Kontribusi ketiga disumbangkan oleh aneka kacang
yang kebanyakan berasal dari konsumsi tempe
yaitu sebesar 8,1% dari total AKE. Kebanyakan
kebutuhan pangan rumah tangga tani telah bisa
dicukupi oleh produksi usahatani terutama beras
sebagai makanan pokok dan penyumbang energi
terbesar dalam konsumsi sehari-hari.
2. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani
berdasarkan Pangsa Pengeluaran Pangan
(PPP)
Pangsa Pengeluaran Pangan adalah
perbandingan antara pengeluaran tunai untuk
membeli pangan rumah tangga dengan pengeluaran
rumah tangga total yang terdiri dari pengeluaran
pangan dan pengeluaran non pangan. Pangsa
pengeluaran pangan dengan tingkat ketahanan
pangan memiliki hubungan yang berbanding
terbalik yang artinya semakin besar pengeluaran

pangan suatu rumah tangga, maka ketahanan
pangan rumah tangga tersebut semakin rendah,
dan sebaliknya semakin kecil pengeluaran pangan
suatu rumah tangga maka ketahanan pangan rumah
tangga tersebut semakin tinggi.
Tabel 3 Distribusi Rumah Tangga Tani Berdasarkan
Pangsa Pengeluaran Pangan (PPP)
Kategori Pangsa Pengeluaran
Persentase
Pangan
(%)
1. Rendah (< 60% pengeluaran total)
87
2. Tinggi (≥ 60 % pengeluaran total)
13
Total
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
No.

Rumah tangga tani daerah marginal di
Kabupaten Bojonegoro memiliki pangsa pengeluaran
pangan yang rendah, artinya pengalokasian
pengeluaran untuk mencukupi kebutuhan pangan
lebih rendah dibandingkan dengan pengalokasian
pengeluaran untuk mencukupi kebutuhan non
pangan. Tabel 3 menunjukkan bahwa berdasarkan
PPP rumah tangga tani termasuk ke dalam kategori
tahan pangan.
Petani yang hidup di daerah marginal
berjuang untuk bisa berusahatani dengan berbagai
intensifikasi untuk mendapatkan panen yang
baik. Panen yang didapatkan tidak semuanya
dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan,
tetapi juga dijual untuk mencukupi kebutuhan non
pangan.
Tabel 4. Rerata Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Tani
Daerah Marginal di Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2014.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7

Jenis Pengeluaran

Nilai (Rp)

Beras
2.625.475
Lain-lain (camilan)
1.932.000
Lauk-pauk
3.666.597
Sayur dan Bumbu
2.103.207
Minyak Goreng
1.013.864
Minuman
894.847
Rokok
1.983.932
Total
14.219.922
Sumber: Analisis Data Primer, 2015.

Persentase
(%)
18,46
13,59
25,78
14,79
7,13
6,29
13,95
100,00

Tabel 4 menunjukkan bahwa pengeluaran
pangan rumah tangga tani terbesar digunakan
untuk membeli lauk-pauk dengan persentase
sebesar 25,78%. Hampir seluruh lauk pauk yang

125

Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015

dikonsumsi didapatkan dengan cara membeli,
baik membeli bahan mentah atau bahan jadi siap
konsumsi. Lauk pauk adalah pendamping wajib
nasi selain sayuran, sehingga kehadiran lauk pauk
selalu diusahakan untuk ada di atas meja.
Pengeluaran terbesar kedua adalah beras yaitu
sebesar 18,46%. Responden adalah petani padi,
tetapi juga membeli beras untuk kebutuhan pangan
mereka. Hal ini disebabkan karena panen juga
dijual untuk mendapatkan uang yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pagan maupun non
pangan. Lebih menjadi perhatian adalah tidak
sedikit dari petani di daerah marginal yaitu sebesar
12% petani yang menjual panennya dengan cara
tebasan. Penjualan dengan sistem tebasan berarti
petani menjual semua panen tanpa menyisihkan
untuk kebutuhan pangan sendiri. Hal ini tidak
hanya terjadi pada padi, tetapi juga pada komoditas
pangan lain yaitu jagung dan umbi-umbian.
Pengeluaran pangan terbesar ketiga adalah
sayur dan bumbu sebesar 14,79%. Sayur adalah
pangan pelengkap selain lauk pauk yang penting
keberadaannya di atas meja. Sayur kebanyakan
didapatkan dengan cara membeli. Kondisi lahan
pertanian di daerah marginal yang kebanyakan adalah
tanah kering dan tadah hujan tidak memungkinkan
petani untuk mengusahakan sayuran. Bumbu
merupakan bahan perasa yang penting untuk
menambahkan cita rasa pada makanan baik lauk
pauk maupun sayur. Bahan ini juga hampir 100%
didapatkan dengan cara membeli.
Pengeluaran yang cukup mencengangkan
ternyata adalah rokok yang menempati urutan
keempat yaitu sebesar 13,95% setelah makanan
pokok lauk pauk, beras, serta sayur dan bumbu.
Rokok sebagian besar hanya dinikmati oleh kepala
rumah tangga dan hanya memberikan sensasi,
tidak menyumbangkan nutrisi atau nilai gizi pada
kebutuhan pangan. Pengalokasian pengeluaran
untuk rokok tentunya menjadi perhatian, di saat
pemenuhan serapan energi masih di bawah 2.150
kkal/kap/hari. Pengeluaran untuk rokok sebaiknya
bisa dialokasikan untuk meningkatkan pemenuhan
kualitas lauk pauk, sayur, serta bahan pangan
pelengkap lainnya untuk mencapai serapan energi
dan nilai gizi yang baik bagi keluarga.
Pengeluaran non pangan terbesar masih
dialokasikan untuk membeli BBM. Hal ini
membuktikan bahwa kebutuhan masyarakat
untuk energi masih sangat besar, terutama untuk

Tabel 5. Rerata Pengeluaran Non Pangan Rumah
Tangga Tani Daerah Marginal di Kabupaten
Bojonegoro Tahun 2014.
No.
1.
2.
3.

Jenis Pengeluaran

Persentase
(%)
856.333
6,33
833.000
6,15

Nilai (Rp)

Pakaian
Kesehatan
MCK (sabun mandi,
963.700
pasta gigi, dll)
4. Kegiatan Sosial
2.066.833
5. BBM
3.882.133
6. Listrik
849.000
7. Gas
710.700
8. Pendidikan
2.656.833
9. PBB
113.933
10. Pajak Kendaraan
605.333
Total
13.537.800
Sumber: Analisis Data Primer, 2015

7,12
15,27
28,68
6,27
5,25
19,63
0,84
4,47
100,00

kebutuhan mobilitas anggota rumah tangga tani.
Rumah tangga tani mengeluarkan banyak uang
untuk BBM dikarenakan beberapa anggota keluarga
hilir mudik menuju kota untuk melakukan kegiatan
luar usahatani, misalnya berdagang, bekerja,
dan sekolah. Biasanya mereka menggunakan
kendaraan sepeda motor tetapi ada juga anggota
rumah tangga yang menggunakan mobil, jarak yang
harus ditempuh dari rumah menuju tempat tujuan
menggunakan kendaraan bermotor ini membuat
anggota rumah tangga tani harus mengisi bahan
bakar agar kendaraan mereka bisa digunakan.
Semakin jauh tempat mereka bekerja atau sekolah
maka bahan bakar yang diperlukan untuk mengisi
kendaraan mereka juga semakin sering dibeli.
Pengeluaran terbesar kedua adalah pendidikan.
Walaupun rumah tangga tani hidup di daerah
marginal, tetapi perhatian mereka untuk mencapai
pendidikan yang tinggi masih sangat diperjuangkan.
Hal ini terbukti dengan banyaknya anggota rumah
tangga yang memiliki pendidikan yang tinggi
hingga perguruan tinggi. Selanjutnya, pengeluaran
non pangan yang besar adalah untuk kegiatan
sosial. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga
tani juga mengeluarkan uang yang cukup banyak
untuk kegiatan sosial, misalnya hajatan pernikahan,
sumbangan apabila ada yang meninggal atau
melahirkan, khitanan, dan lain-lain. Jika yang
memiliki hajatan adalah kerabat dekat maka uang
yang dikeluarkan untuk kegiatan sosial menjadi
lebih banyak disamping memberikan uang,
biasanya mereka juga menyumbang gula, kopi, teh,
mi instan, minyak goreng, ataupun makanan.

126

Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015

Tabel 6 Rerata Persentase Pengeluaran Rumah Tangga
Tani
No. Kategori Pengeluaran
1. Pangan
2. Non Pangan
Total
Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Persentase (%)
44
56
100

Tabel 6 menunjukkan rangkuman dari rerata
pengeluaran pangan dan non pangan rumah tangga
tani daerah marginal di kabupaten Bojonegoro. Dari
tabel tersebut dapat diketahui bahwa secara umum
pengeluaran rumah tangga tani untuk non pangan
lebih besar dari pada pangan, dan pengeluaran
pangan kurang dari 60%. Rumah tangga tani
berdasarkan perhitungan ini tergolong ke dalam
tahan pangan menurut perhitungan menggunakan
Pangsa Pengeluaran Pangan (PPP).
3. Keragaan Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Tani
Kombinasi silang antara pangsa pengeluaran
pangan dan angka kecukupan energi digunakan
untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan rumah
tangga. Tingkat ketahanan pangan tersebut dibagi
menjadi empat kategori, yaitu tahan pangan, rentan
pangan, kurang pangan, dan rawan pangan. Hasil
dari kombinasi silang antara pangsa pengeluaran
pangan dan angka kecukupan energi diperoleh
jumlah rumah tangga tani pada masing-masing
kategori tingkat ketahanan pangan dan dinyatakan
dalam persentase.
Sebagian besar distribusi rumah tangga tani
berada pada kategori tahan pangan dan kurang
pangan. Hal ini berarti sebagian besar rumah
tangga tani memiliki pangsa pengeluaran pangan
yang rendah dan terdistribusi pada golongan
yang sudah cukup serapan energinya dan yang
belum. Pangsa pengeluaran pangan yang rendah
berarti rumah tangga tani sudah dapat mencukupi

kebutuhan pangan mereka dengan baik dan mulai
mengalokasikan pengeluaran mereka untuk
mencukupi kebutuhan berbagai kebutuhan non
pangan. Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa edukasi
dalam mengkonsumsi berbagai macam pangan
yang berkualitas menjadi perhatian agar serapan
energi rumah tangga semakin tercukupi sehingga
rumah tangga yang masuk ke dalam golongan
rawan pangan dapat bergeser ke dalam kategori
tahan pangan.
Petani adalah produsen pangan. Tentu
pangan yang diproduksi tidak sebanyak yang bisa
diproduksi di lahan yang subur dengan pengairan
yang baik. Rata-rata petani hanya bisa menanam
padi satu hingga paling banyak dua kali dalam
setahun. Pada musim tanam ke dua ada yang masih
ditanami padi, ada pula yang ditanami palawija.
Pada musim tanam ketiga banyak yang ditanami
palawija tetapi tidak sedikit yang dibiarkan kosong
karena keterbatasan air. Kemandirian pangan
dapat diketahui dari seberapa besar kebutuhan
pangan rumah tangga tani dapat dicukupi dari
produksi pangan mereka sendiri. Khusus untuk padi
sebagai makanan pokok, petani daerah marginal
di Kabupaten Bojonegoro sudah surplus dengan
asumsi panenan mereka hanya digunakan untuk
mencukupi kebutuhan pangan saja, baru sisanya
dijual untuk mencukupi kebutuhan lain.
4. Kemandirian Pangan Rumah Tangga Tani
Dalam mencukupi kebutuhan pangan, setiap
rumah tangga akan berusaha mencukupinya melalui
berbagai cara, baik mengusahakan sendiri melalui
produksi tanaman pangan atau membeli bahan
pangan dengan sejumlah uang yang senilai. Petani
adalah produsen pangan yang dalam kehidupannya
juga memerlukan pangan. Bila petani dapat
mencukupi kebutuhan pangan mereka sendiri
berarti rumah tangga tani tersebut sudah tahan
pangan, begitu pula sebaliknya.

Tabel 7. Keragaan Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani Daerah Marginal di Kabupaten
Bojonegoro
No.

Konsumsi Energi per Unit
Ekuivalen Dewasa

1.

Cukup (> 80% Kecukupan Energi)

2.

Kurang (≤80% Kecukupan Energi)

Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Pangsa Pengeluaran Pangan
Rendah ( < 60%
Tinggi (≥60% pengeluaran
pengeluaran total)
Total)
40.00%
6.67%
(Tahan Pangan)
(Rentan Pangan)
46.67%
6.67%
(Kurang Pangan)
(Rawan Pangan)

Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015
Tabel 8 Rerata Konsumsi dan Produksi Padi tiap
Rumah Tangga Tani Tiap Tahun
No. Jenis Kegiatan
1. Konsumsi
2. Produksi
Sisa
Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Banyak (Kg)
441,54
1.563,20
1.121,66

Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa rumah
tangga tani masih mengalami surplus untuk
kebutuhan konsumsi beras selama setahun dari
produksi mereka sendiri. Tentu hasil perhitungan
ini diasumsikan panen diutamakan untuk kebutuhan
konsumsi pangan, baru sisanya dijual untuk
kebutuhan pangan. Kenyataannya petani masih
banyak yang membeli beras untuk mengkonsumsi
nasi. Hal ini disebabkan hasil panen banyak yang
dijual dengan sistem tebasan yaitu sebesar 12%
petani yang melakukan penjualan dengan cara
ini. Penjualan dengan cara tebasan tidak akan
menyisakan hasil panen untuk memenuhi kebutuhan
pangan rumah tangga tani dalam kasus ini adalah
beras. Dikarenakan oleh berbagai keterbatasan,
anggota rumah tangga tani memiliki beragam
pekerjaan lainnya yaitu sebagai wiraswasta,
karyawan, bahkan buruh tani. Kemandirian pangan
menjadi sangat rawan saat produksi tidak mencukupi
untuk kebutuhan rumah tangga tani sehingga harus
dikorbankan dalam jumlah besar untuk mencukupi
kebutuhan pangan lain seperti lauk pauk dan sayur,
serta kebutuhan non pangan yang lebih besar dalam
pengalokasian pengeluaran rumah tangga tani.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah rumah
tangga tani menurut distribusi AKE masih banyak
yang belum cukup serapan energinya, sedangkan
menurut rerata serapan energi rumah tangga tani
termasuk tahan pangan. Rumah tangga tani menurut
PPP tergolong dalam kategori tahan pangan.
Kebanyakan rumah tangga tani masuk ke dalam
kategori tahan pangan (40%) dan rawan pangan
(47%).Rumah tangga tani sudah mandiri pangan
bahkan bisa dikatakan surplus dari perbandingan
produksi dan konsumsi beras selama setahun
dengan asumsi panen beras digunakan untuk
kebutuhan pangan. Rerata konsumsi beras selama
setahun adalah 441,54 kg sedangkan produksi
beras adalah sebesar 1.563,20 kg sehingga terdapat
surplus sebesar 1.121,66 kg.

127

Edukasi tentang mengkonsumsi makanan
yang berkualitas akan gizi sangat dibutuhkan agar
serapan energi rumah tangga tani dapat meningkat
sehingga distribusi rumah tangga tani dapat
bergeser dari rawan pangan menjadi tahan pangan.
Rumah tangga tani sangat penting melakukan
diversiikasi sumber penghidupan selain sebagai
petani untuk mencukupi kebutuhan pangan maupun
non pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Adekoya, E. Adegbenga. 2009. Food insecurity
and coping strategies among rural households
in Oyo State, Nigeria. Journal of Food,
Agriculture, and Environment 7: 187-191.
Badan Pusat Statistik. 2014. Bojonegoro Dalam
Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bojonegoro, Bojonegoro.
Ilham, Nyak dan Bonar, M. Sinaga, 2007.
Penggunaan Pangsa Pengeluaran Pangan
Sebagai Indikator Komposit Ketahanan
Pangan. SOCA, Jurnal Sosial Ekonomi
Pertanian dan Agribisnis. Fakultas Pertanian
Universitas Udayana. Vol. 7 No. 3 : 213-328
November 2007.
Maxwell, S. Dan T.R. Frankenberger. 1992.
Household Food Security: Concepts,
Indicator, Measurements, A Technical
Review. International Fund For Agricultural
Development/United Nation Childrens Fund,
Rome.
Mulyo, JH., Irham, Widodo dan Sugiyarto. 2009.
Kajian Ekonomi Dampak Kenaikan Harga
BBM terhadap Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Tani dan Rumahtangga Industri
Rumahtangga Berbasis Produk Pertanian.
KKP3T Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Mulyo, JH., Dwidjono, HD., Sugiyarto, Fuad CA.
dan B. Riris AW. 2010. Kajian Pengaruh Akses
Penguasaan Lahan dan Ketahanan Pangan
Rumahtangga Tani di Kabupaten Klaten. Hibah
Penelitian Fakultas Pertanian UGM.
Nasir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia
Indonesia, Bogor.
Purwantini, Tri Bastuti, Handewi, P. S., dan Yuni
Marisa, 2000. Analisis Ketahanan Pangan
Regional dan Tingkat Rumah Tangga (Studi
Kasus di Provinsi Sulawesi Utara). Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Bogor.

128

Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015

Rachman, Handewi P.S., Mewa Ariani dan TB
Purwantini, 2005. Distribusi Provinsi di
Indonesia Menurut Derajat Ketahanan
Pangan Rumah Tangga. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Supardi, S., Erlyna Wida R. dan Aulia Qonita. 2012.
Pemetaan kondisi rawan pangan di tingkat
wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal
Ilmu-ilmu Pertanian 16(2) : 84-90.