Jurnal Ketahanan Pangan Rumah Tangga Rag

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIOEKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA
PERKOTAAN DI INDONESIA

Raga Hudori

Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, FEB, Universitas Airlangga
Kampus B Unair, Jln. Airlangga No.4 Surabaya – Indonesia
Email: raga_hudori@yahoo.co.id
Dibawah Bimbingan Drs.Ec. TRI HARYANTO, MP., Ph.D

ABSTRACT
Indonesia is experiencing problems of food security, the data shows that food prices continue
to rise. The rising food prices will worsen the household food security. The purpose of this study
was to analyze the effect of socioeconomic characteristic i.e sex, household size, income,
credit, age and education to urban household food security in Indonesia. This study uses logit
regression model. The data used was taken from IFLS 5 published by Research and
Development Corporation (RAND). The results showed that all variable have significantly effect
to urban households food security in Indonesia. This study suggested that the policy could
increase the purchasing power of food by increasing people's income or decreasing food

prices on the market.

Keyword: household food security, socio-economics, urban

PENDAHULUAN
Makanan adalah kebutuhan dasar kehidupan. Setiap individu berusaha memperoleh
makanan maupun asupan makanan yang cukup. Asupan yang cukup dalam hal kuantitas
dan kualitas adalah kunci untuk hidup sehat dan produktif. Pentingnya makanan ditunjukkan
pada fakta bahwa makanan menyumbang sebagian besar dari anggaran rumah tangga
(Purwaningsih dkk, 2014).
Konsumsi pangan yang baik akan mengakibatkan status gizi yang baik dan
meningkatkan produktifitas kerja. Sedangkan konsumsi gizi yang tidak cukup dapat
menyebabkan tubuh mudah terkena infeksi yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan
gizi. Kurangnya pangan yang cukup untuk dimakan merupakan sebab utama rendahnya
kesejahteraan kehidupan rumah tangga. Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh
tersedianya pangan di rumah tangga dan kecukupan pangan di rumah tangga terjadi
karena adanya keseimbangan antara persediaan dan permintaan pangan di masyarakat
(Khomsan ,1996).

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

1

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

Persediaan pangan yang cukup secara nasional maupun regional tidak menjamin
adanya ketahanan pangan rumah tangga. Saliem dan Sumedi (2001) menunjukkan bahwa
walaupun ketahan pangan di tingkat regional tergolong terjamin namun di regional
bersangkutan masih ditemukan rumah tangga yang tergolong rawan pangan dengan
proporsi relatif tinggi. Dampak dari kerawanan pangan dan kekurangan gizi dapat terjadi
pada semua umur, baik orang tua, dewasa, anak-anak, bayi maupun ibu hamil. Hasil analisis
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 menunjukkan lebih dari setengah jumlah
kabupaten/kota di Indonesia memiliki prevalensi balita kurang gizi lebih dari 25 persen,
sementara proporsi penduduk yang mengkonsumsi energy kurang dari 2.100 kkal/kap/hari
sebesar 64 persen.
Ketahanan pangan sangat dipengaruhi oleh harga pangan di pasaran yang akan
mempengeruhi kemampuan rumah tangga dalam mengakses makanan. Omonona dan
Agoi (2007) menjelaskan bahwa dalam tingkat rumah tangga, akses pangan adalah
kemampuan rumah tangga untuk memperoleh makanan dari produksi dan persediaan

mereka sendiri, baik dari pasar atau dari sumber lain.
Menurut ADB (2012) sebagian besar Negara di Asia seperti Indonesia mengalami
masalah akses pangan dan penggunaan pangan terutama pada rumah tangga miskin.
Menteri

Perencanaan

Pembangunan

Nasional,

Armida

S,

mengatakan

bahwa

penanggulangan kerawanan pangan di Indonesia akan sangat tergantung dari harga dan


8
6
4
2
0

2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

2013
2014

Indeks

ketersediaan pangan (Charisma, 2014).

Tahun
Indonesia

Dunia

Sumber: FAO STAT
Gambar 1
Perkembangan Indeks Harga Pangan Tahun 2000-2014

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dihadapkan pada masalah
ketahanan pangan yang tidak bisa diremehkan. Dapat dilihat pada Gambar 1
perkembangan harga pangan di Indonesia terus mengalami peningkatan. Data dari Food
and Agricultural Organization (FAO) memperlihatkan bahwa sejak tahun 2000 Domestic Food

Price Level Index di Indonesia cenderung mengalami mengalami peningkatan.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

2

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

Gambar 1 menunjukkan bahwa secara trend Indeks harga pangan di Indonesia
cenderung meningkat dan berada di atas rata-rata dunia. Peningkatan harga pangan dapat
memperburuk ketahanan pangan rumah tangga di Indonesia terutama jika kenaikan harga
terjadi pada makanan pokok (FAO, 2008). Kenaikan harga pangan akan menurunkan daya
beli rumah tangga, sehingga rumah tangga tersebut akan mengurangi pengeluarannya
untuk makanan dengan mengurangi kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi.
Dampak lain dari naiknya harga pangan nasional adalah naiknya pengeluaran
konsumsi masyarakat terhadap makanan. Data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan adanya peningkatan pengeluaran rata-rata makanan per kapita di Indonesia
dari tahun 2011-2014, secara rincinya dapat dilihat pada Gambar 2:
500.000


Rupiah

400.000

293.556

323.478

356.435

388.350

300.000
200.000
100.000
0.000
2011

2012


2013

2014

Tahun

Sumber: BPS, 2016
Gambar 2
Rata-Rata Pengeluaran Makanan per Kapita di Indonesia, 2011-2014 (Rupiah)

Kenaikan rata-rata pengeluaran konsumsi pangan ini mengindikasikan pengeluaran
minimum yang harus dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi pangan meningkat, baik
untuk rumah tangga miskin maupun rumah tangga tidak miskin. Menurut FAO (2008), adanya
kenaikan kenaikan harga makanan pokok akan menurunkan real income. Penurunan real
income tidak akan berdampak besar pada rumah tangga dengan penghasilan yang tinggi,
akan tetapi penurunan real income dampaknya lebih besar pada rumahtangga dengan
pendapatan yang rendah, sehingga agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pangan maka
rumah tangga akan melakukan tindakan seperti membeli makanan yang kurang berkualitas,
mengurangi pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan, dan mengurangi kuantitas

makanan. Tindakan tersebut membuat rumah tangga menjadi malnutrisi dan mudah
terserang penyakit (Eicher 1990).
Penelitian ini hanya berfokus pada lingkup perkotaan. Fokus pada perkotaan dipilih
karena rumah tangga perkotaan lebih rentan terhadap perubahan harga pangan (Webb &
Rogers, 2003). Selain itu adanya peristiwa urbanisasi menyebabkan terganggunya ketahanan
pangan. Menurut Arene dan Anyaeji (2010), pertumbuhan penduduk yang cepat di daerah
Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

3

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

perkotaan merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi pangan, permintaan
pangan dan status gizi individu pada rumah tangga. BPS (2014) menunjukkan bahwa
persentase penduduk perkotaan di Indonesia mengalami peningkatan yang besar. Pada
tahun 2010 persentase penduduk perkotaan di Indonesia mencapai 49,8%, pada tahun 2015
persentase penduduk perkotaan meningkat menjadi 53,3%, dan diprediksi pada tahun 2020
persentasenya meningkat menjadi 56,7%. Adanya peningkatan penduduk ini tentu menjadi
masalah untuk menjaga ketahanan pangan di perkotaan.


LANDASAN TEORI
Definisi dan Konsep Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Ketahanan Pangan menurut FAO (1992) adalah situasi dimana setiap orang
sepanjang waktu memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk
hidup yang sehat dan aktif. Konsep ketahanan pangan ini bisa diterapkan pada tingkat
global, nasional, regional, rumah tangga maupun individu.
Calon (1990) mengatakan bahwa ketahanan pangan berhubungan dengan
kecukupan

pangan

dan

diukur

berdasarkan

kemampuan


rumah

tangga

dalam

mengonsumsi makanan pokoknya. Ketahanan pangan tergantung pada simpanan uang
yang dapat digunakan untuk membeli makanan pokok dan faktor produksi seperti lahan dan
tenaga kerja.

Ketahanan Pangan dan Gizi

Status Pangan

Ketersediaan
Pangan

Akses
Pangan

Stabilitas Pangan

Utilitas
Pangan

Kerentanan

Daya Tahan

Sumber: Pieters, 2013
Gambar 3
Dimensi Ketahanan Pangan Tingkat Mikro

Pieters (2013) dalam konsepnya menjelaskan ketersediaan pangan, akses pangan,
dan utilitas pangan merupakan faktor-faktor dalam menentukan status ketahanan pangan
dan gizi suatu individu atau rumah tangga. stabilitas pangan merupakan stabilitas dari status
ketahanan pangan dan gizi karena adanya negative shocks dan berhubungan dengan
waktu. Stabilitas pangan dipengaruhi oleh dua faktoy yaitu, kerentanan dan daya tahan.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

4

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

Ketersediaan pangan di tingkat mikro sangat berhubungan dengan ketersediaan
makanan secara keseluruhan yang ditentukan oleh produksi pangan dalam negeri, impor
pangan komersial dan bantuan pangan (FAO, 2006). Dimensi ketersedian pangan
mencerminkan sisi penawaran dan akan terpengaruh oleh faktor-faktor yang berdampak
pada penawaran pangan domestic dan kemampuan untuk membiayai impor pangan
(Barrett dan Lentz, 2009).
Akses pangan tingkat rumah tangga dianggap baik ketika sebuah rumah tangga
memiliki kesempatan untuk mendapatkan makanan dengan kuantitas dan kualitas yang
cukup untuk memastikan makanan yang aman dan bergizi (FAO, 2006). Rumah tangga harus
memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan untuk memperoleh makanan. Faktor penting
yang mempengaruhi akses pangan adalah sumberdaya rumah tangga, harga pangan,
preferensi makanan dan faktor sosio-politik seperti diskriminasi dan kesetaraan gender.
Pemanfaatan makanan mengacu asupan makanan individu dan kemampuannya
untuk menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan yang dimakan. Oleh karena itu
pemanfaatan makanan tidak hanya berhubungan dengan jumlah makanan yang dimakan
tetapi juga untuk kualitas makanan. makanan yang dikonsumsi oleh seorang individu harus
dengan kuantitas dan kualitas yang tidak hanya memenuhi kebutuhan subsisten tetapi juga
kebutuhan energi untuk aktivitas sehari-hari (UN World Food Program, 2007).
Kerentanan dalam pangan dapat digambarkan sebagai risiko bahwa makanan dan
status gizi rumah tangga terganggu oleh negative shock. Rumah tangga umumnya
menghadapi beberapa negative shock dari waktu ke waktu, dan setiap gangguan dapat
mempengaruhi kesejahteraan dan ketahanan pangan rumah tangga.
Daya tahan pangan dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan rumah tangga
untuk kembali menjadi normal setelah adanya negative shock. Daya tahan pangan juga
dapat dikatakan tindakan yang dilakukan rumah tangga untuk mengembalikan status
pangannya (Pieters dkk, 2013).

Ketahanan Pangan Perkotaan
Pada dasarnya terdapat perbedaan yang mencolok antara ketahanan pangan
perkotaan dan ketahanan pangan pedesaan. Arene dan Mbata (2008) menjelaskan bahwa
pada perkotaan lebih cenderung bersifat food buyer sehingga upah dan pekerjaan
berpengaruh terhadap ketahanan pangan, sedangkan pada perdesaan cenderung bersifat
food seller sehingga tingkat produksi berpengaruh terhadap ketahanan pangan.
Menurut Stamoulis dan Zezza (2003), kerawanan pangan pada perkotaan terus
mengalami peningkatan.

Peningkatan ini disebabkan oleh adanya urbanisasi dari

perdesaan. Adanya urbanisasi bukan berarti telah terjadinya pembangunan, adanya faktor

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

5

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

pendorong seperti penurunan pertanian menyebabkan terjadinya perpindahan kemiskinan
dari desa ke kota.

Jenis Kelamin dan Ketahanan Pangan
Carter dkk (2010) menjelaskan bahwa kepala rumah tangga berjenis kelamin
perempuan lebih cenderung rawan pangan. Hal ini disebabkan karena perempuan
cenderung memiliki peran sosial yang berbeda dari laki-laki. perempuan lebih terfokus pada
makan dan merawat keluarga mereka. Perempuan bisa mengorbankan asupan makanan
mereka untuk memberi makan anak-anak atau suami mereka ketika keluarga terancam oleh
kerawanan pangan.

Ukuran Rumah Tangga dan Ketahanan Pangan
Agboola dan Balcilar (2012) membuktikan bahwa jumlah anggota rumah tangga
yang lebih kecil dapat menjamin ketahanan pangan rumah tangga. ukuran rumah tangga
yang besar yang akan menimbulkan dependency ratio (rasio ketergantungan) yang tinggi.
Semakin banyak anggota keluarga maka penghasilan keluarga akan dibagi pada orang
yang lebih banyak. Pembagian yang lebih banyak akan membuat bagian yang diterima oleh
setiap keluarga semakin sedikit. Begitu pula dengan makanan, semakin banyak anggota
keluarga maka akan mempengaruhi jumlah konsumsi setiap anggota rumah tangga
(Mannaf, 2012).

Pendapatan dan Ketahanan Pangan
Menurut Sidhu dkk (2008), pendapatan rumah tangga merupakan faktor penting untuk
mengakses pangan. Rumah tangga dengan pendapatan yang tinggi akan meningkatkan
pengeluarannya untuk pangan, hal ini karena rumah tangga akan meningkatkan kualitas
pangannya yang lebih sehat. Rumah tangga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk
membeli makanan agar tetap dapat tumbuh sehat (FAO, 2008).

Kredit dan Ketahanan Pangan
Aidoo dkk (2013) menemukan bahwa rumah tangga yang memiliki pengetahuan
terhadap kredit akan menjamin ketahanan pangannya. Hal ini disebabkan karena rumah
tangga yang memiliki pengetahuan terhadap kredit yang baik dapat melakukan pinjaman
untuk menjaga konsumsi dan produksi pangannya apabila terjadi masalah dalam rumah
tangganya.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

6

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

Umur dan Ketahanan Pangan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas seseorang adalah umur. Menurut
Notoatmojo (2003:34) semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin banyak. Umur
dapat mempengaruhi cara seseorang dalam berpikir. Semakin dewasa seseorang,
diharapkan akan semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa, mampu berpikir secara
rasional, semakin mampu mengendalikan emosi serta sifat lainnya yang menunjukkan
kematangan intelektual dalam psikologis.

Pendidikan dan Ketahanan Pangan
Quandt dkk (2004) menjelaskan bahwa anggota rumah tangga dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi untuk kesehatan
anak dan makanan yang lebih baik. Selain itu, orang berpendidikan tinggi memiliki lebih
banyak pengetahuan dan keterampilan untuk mengatur keuangan, menabung dan
menggunakan sumber daya.

Model Analisis
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis rumah
tangga yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Arene dan Anyaeji (2010)
dengan menggunakan regresi logit. Model pada regresi logit adalah sebagai berikut:

𝐿𝑖 = ln (

𝑃𝑖

1βˆ’π‘ƒπ‘–

Dimana:
Li

) = 𝛽0 + 𝛽1 𝑠𝑒π‘₯ + 𝛽2 β„Žβ„Žπ‘ π‘–π‘§π‘’ + 𝛽3 π‘™π‘œπ‘”π‘–π‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’ + 𝛽4 π‘π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘–π‘‘ + 𝛽5 π‘Žπ‘”π‘’ +
𝛽6 𝑒𝑑𝑒 + πœ€

: Status ketahanan pangan rumah tangga (D=1 jika rumah tangga tahan
pangan, sebaliknya D=0)

sex

: Jenis kelamin kepala rumah tanggga. (D=1 jika laki-laki, sebaliknya D=0)

hhsize

: Jumlah anggota rumah tangga

logincome

: Log pendapatan kepala rumah tangga

credit

: Pengetahuan tempat meminjam uang (D=1 jika memiliki pengetahuan,
sebaliknya D=0)

age

: Umur kepala rumah tangga

edu

: Pendidikan terakhir kepala rumah tangga (D=1 jika pendidikan terakhir
SMA/sederajat dan perguruan tinggi, sebaliknya D=0)

Ξ΅

: Error Term

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

7

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif inferensial. Pendekatan kuantitatif
inferensial dilakukan melalui metode regresi logit. Metode regresi logit digunakan ketika
variabel dependen berbentuk qualitative binary. Tujuan penggunaan metode regresi logit
adalah untuk menemukan probabilitas dari suatu kejadian, dalam hal ini adalah probabilitas
rumah tangga untuk berstatus rawan pangan (Gujarati dan Porter, 2012: 172).
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan berupa
data cross section. Data bersumber dari data IFLS 5 (Indonesia Family Life Survey), FAO STAT,
dan BPS (Badan Pusat Statistik) yang diperoleh melalui survey rumah tangga.
Status ketahanan pangan rumah tangga merupakan variabel dummy dengan
membagi rumah tangga menjadi dua yaitu, rumah tangga tahan pangan dan rumah tangga
rawan pangan [D=1 jika rasio pengeluaran pangan β‰₯1, sebaliknya D=0]. Rasio pengeluaran
pangan merujuk kepada Omonona & Agoi (2007) dan Arene & Anyaeji (2010), yaitu:
𝐹𝑖 =

π‘ƒπ‘’π‘›π‘”π‘’π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘Ÿ π‘˜π‘Žπ‘π‘–π‘‘π‘Ž 𝑅𝑇

2⁄ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž βˆ’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž π‘π‘’π‘›π‘”π‘’π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘Ÿ π‘˜π‘Žπ‘π‘–π‘‘π‘Ž π‘ π‘’π‘™π‘’π‘Ÿπ‘’β„Ž 𝑅𝑇
3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data survei rumah tangga yang dihimpun dari IFLS 5 didapat total sampel
sebanyak 8026 rumahtangga perkotaan. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa persentase
jumlah rumahtangga rawan pangan wilayah perkotaan di Indonesia sangat besar. Rumah
tangga digolongkan rawan pangan jika rasio pengeluaran pangannya bernilai Λ‚ 1 atau
dapat dikatakan nilai pengeluaran pangan rumah tangga per kapita < Rp 270.502, sehingga
dapat diartikan bahwa rumah tangga yang tergolong rawan pangan tidak memiliki akses
pangan yang baik. Dari hasil sampel dihasilkan persentase rumahtangga dengan status
rawan pangan di Indonesia adalah sebesar 42,31% atau 3396 rumahtangga. Dan persentase
rumah tangga dengan status tahan pangan di Indonesia adalah sebesar 57,69% atau 4630
rumahtangga.
Menurut hasil regresi pada Tabel 1, variabel jenis kelamin kepala rumahtangga, ukuran
rumahtangga, pendapatan kepala rumahtangga, kredit, umur kepala rumahtangga, dan
pendidikan kepala rumahtangga secara simultan atau bersama-sama berpengaruh
terhadap ketahanan pangan pangan rumah tangga perkotaan di Indonesia dengan
menggunakan pendekatan pengeluaran makanan. Sedangkan secara parsial, variabel jenis
kelamin kepala rumahtangga, ukuran rumahtangga, pendapatan kepala rumahtangga,
kredit, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh terhadap
ketahanan pangan rumah tangga perkotaan di Indonesia.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

8

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

Tabel 1
Hasil Estimasi Model Logit Ketahanan Pangan Rumah Tangga Perkotaan di Indonesia
Variabel
Konstanta
Gender
Hhsize
Logincome
Credit
Age
Edu

LOGIT
Koefisien
1,386912***
(0,1589092)
0,5499854***
(0,0732746)
-0,31951***
(0,010762)
0,0116878***
(0,0039747)
0,1853086**
(0,0743642)
-0,0100988***
(0,0022543)
0,7669813***

Odds Ratio
4,002471
1,733228
0,7265049
1,011756
1,20359
0,989952

2,153256
(0,0580461)
LR chi2(6)
2093,06***
Pseudo R2
0,1914
Keterangan: ***,** secara beruntun menunjukkan signifikansi pada tingkat 1% dan 5% ;
Angka dalam kurung ( ) adalah standard error.

Variabel jenis kelamin kepala rumah tangga memiliki pengaruh positif terhadap
ketahanan pangan rumah tangga, artinya kepala rumah tangga berjenis kelamin laki-laki
dapat meningkatkan status ketahanan pangan rumah tangga perkotaan di Indonesia. Jika
dilihat dari nilai odds ratio maka kepala rumahtangga berjenis kelamin laki-laki memiliki
probabilitas tahan pangan lebih besar 1,733 kali lebih besar dibandingkan dengan berjenis
kelamin perempuan. Menurut Ramachandran (2006), penyebab kerawanan pangan pada
kepala rumahtangga berjenis kelamin perempuan disebabkan karena adanya diferensiasi
upah. Laki-laki mendapat upah yang lebih besar dibanding perempuan, sehingga ketahanan
pangan pada kepala rumahtangga perempuan terancam karena sebagian besar
pendapatannya habis untuk pengeluaran makanan.
Pada variabel ukuran rumah tangga memiliki pengaruh negatif terhadap status
ketahanan pangan, artinya peningkatan pada ukuran rumahtangga akan menurunkan
ketahanan pangan rumahtangga perkotaan di Indonesia. Jika dilihat dari nilai odds ratio
maka adanya penurunan ukuran rumahtangga sebesar 1 orang akan memiliki probabilitas
ketahanan pangan 1,376 kali lebih besar. Omonona dan Agoi (2007) menjelaskan pengaruh
ukuran rumahtangga terhadap ketahanan pangan adalah karena dependency ratio. Rasio
ketergantungan merupakan perbandingan antara anggota rumahtangga yang bekerja

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

9

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

terhadap anggota rumahtangga yang tidak bekerja, sehingga rasio ketergantungan yang
tinggi akan membuat pendapatan rill menurun.
Variabel pendapatan kepala rumah tangga memiliki pengaruh positif terhadap
ketahanan pangan rumahtangga, artinya peningkatan pendapatan kepala rumah tangga
dapat meningkatkan status ketahanan pangan rumahtangga perkotaan di Indonesia.
Menurut Hardiansyah dkk (2002) meningkatnya pendapatan biasanya menyebabkan
peningkatan pada penyediaan kebutuhan pangan dan terdapat kecenderungan
perubahan pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi lebih beragam atau jenis
pangan yang dikonsumsi harganya lebih mahal.
Variabel kredit secara signifikan berpengaruh terhadap ketahanan. Pengetahuan
terhadap kredit memiliki hubungan positif dalam mempengaruhi ketahanan pangan.
Dengan nilai odds ratio sebesar 1,20359 berarti rumah tangga yang memiliki pengetahuan
terhadap kredit memiliki probabilitas ketahanan pangan 1,203 kali lebih besar dibandingkan
rumah tangga tidak memiliki pengetahuan terhadap kredit. Hal ini disebabkan karena rumah
tangga yang memiliki pengetahuan terhadap kredit yang baik dapat melakukan pinjaman
untuk menjaga konsumsi dan produksi pangannya apabila terjadi masalah dalam rumah
tangganya (Aidoo dkk, 2013).
Umur kepala rumah tangga memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap
ketahanan pangan rumah tangga, yang berarti meningkatnya umur kepala rumah tangga
akan menurunkan ketahanan pangan rumah tangga. jika dilihat dari nilai odds ratio yang
sebesar 0,989952 menunjukkan bahwa kepala rumah tangga yang lebih muda 1 tahun
memiliki probabilitas 1,0101 kali lebih besar. Hal ini disebabkan karena umur kepala rumah
tangga yang lebih muda dapat melakukan pekerjaan yang lebih berat dibandingkan kepala
rumah tangga yang tua. Selain itu kepala rumah tangga yang tua sebagian besar sudah
pensiun dari pekerjaan mereka sehingga tidak memiliki pendapatan (Bashir dkk, 2012).
Variabel pendidikan kepala rumah tangga memiliki pengaruh positif terhadap
ketahanan pangan rumah tangga, artinya meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga
dapat meningkatkan status ketahanan pangan rumahtangga perkotaan di Indonesia. Dilihat
dari nilai odds ratio yang sebesar 2,153256 menunjukkan bahwa kepala rumah tangga
dengan pendidikan tinggi yaitu SMA/sederajat dan perguruan tinggi akan meningkatkan
probabilitas ketahanan pangan 2,153 kali lebih besar dibandingkan dengan kepala rumah
tangga dengan pendidikan rendah. Menurut Esturk dan Oren (2014) pengaruh pendidikan
terhadap ketahanan pangan rumah tangga disebabkan karena semakin meningkatnya
pendidikan maka akan meningkatkan kemungkinan mendapatkan pekerjaan dan
mendapatkan upah yang tinggi sehingga akan mempermudah rumah tangga dalam
mengakses makanan. Selain itu, Kepala rumah tangga dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi untuk kesehatan anak dan makanan yang
Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

10

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

lebih baik. Orang berpendidikan tinggi memiliki lebih banyak pengetahuan dan keterampilan
untuk mengatur keuangan, menabung dan menggunakan sumber daya (Quandt dkk, 2004)

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis model dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis kelamin kepala rumah tangga, ukuran rumah tangga, pendapatan kepala
rumah tangga, kredit, umur kepala rumah tangga dan pendidikan kepala rumah
tangga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga perkotaan di
Indonesia secara simultan.
2. .Jenis kelamin kepala rumah tangga, ukuran rumah tangga, pendapatan kepala
rumah tangga, kredit, umur kepala rumah tangga, dan pendidikan kepala rumah
tangga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga perkotaan di
Indonesia secara parsial.

DAFTAR REFERENSI
ADB. (2012). Food Security and Poverty: Key Challenges and Policy Issues. Filipina: ADB Avenue
Aidoo, Robert, dkk. 2013. Determinant of Household Food Security in The Sekyere-afram Plains
District of Ghana. 1st Annual International Interdisciplinary Conference.
Agboola, Mary O dan Mehmet Balcilar. 2012. Impact of food security on urban poverty: a case
study of Lagos State, Nigeria. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 62: 1225 – 1229
Arene, C.J. dan Anyaeji R.C. 2010. Determinants of Food Security among Households in Nsukka
Metropolis of Enugu State, Nigeria. Pakistan Journal of Social Sciences, 30(1): 9-16
Babatunde, Raphael O, dan Matin Qaim. 2010. Impact of Off-Farm Income on Food Security
and Nutrition in Nigeria. Food Policy, 35: 308-311
Barrett, Christhoper B, dan Lentz E C. 2009. Food Insecurity, The International Studies
Compendium Project. UK: Wiley-Blackwell Publishing.
Barrett, Christopher B. 2002. Food Security and Food Assistance Programs. Handbook of
Agricultural Economics, 2: 1-75.
Bashir, Muhammad K, dkk. 2012. The Determinants of Rural Household Food Security for
Landless Households of the Punjab, Pakistan. Working Paper 1208.
Calon, Monique L H. 1990. Population, Farming System and Food Security, Paper no.7(E).
International Course for Development Oriented Research in Agriculture.
Carter, Kristie N dkk. 2010. What are the determinants of food insecurity in New Zealand and
does this differ for males and females?. Australian and New Zealand Journal of Public
Health, 34 (5).
Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

11

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

Charisma,

Adristy.

2014.

Atasi

Kemiskinan,

Kuncinya

Ketahanan

Pangan.

(Online).

(http://bisnis.tempo.co/read/ news/2014/02/22/090556437/atasi-kemiskinan-kuncinyaketahanan-pangan, diakses 14 juni 2016)
Chinnakali, Palanivel, dkk. 2014. Prevalence of Household-level Food Insecurity and Its
Determinants in an Urban Resettlement Colony in North India. J Health Popul Nutr, 32(2):
227-236.
Clay, Edward, dkk. 1998. Introduction in Food Strategis in Bangladesh. Government of
Bangladesh dan Comission of the European Communities, University Press Ltd.
Eicher, C.K, Staatz J.M. 1990. Agricultural Development in the Third World. London: The Johnd
Hopskins University Press.
Esturk, Ozlem dan M Necat Oren. 2014. Impact of Household Socio-Economic Factors on Food
Security: Case of Adana. Pakistan Journal of Nutrition 13(1): 1-6
FAO. 1992. Food and Agricultural Organization Committee on World Food security. Rome 28:
14-15.
_____. 1996. World Food Summit 13-17 November 1996. Rome, Italy.
_____. 2008. An Introduction to the Basic Concepts of Food Security. FAO Food Security
Programme.
Getaneh, T, A Assefa dan Z Taddesse. 1998. Protein Energy Malnutrition in Urban Children:
Prevelance and Determinants. Eth. Med. J, 36 (3).
Grobler, Wynand C J. 2016. Perceptions of Poverty: A Study of Food Secure and Food Insecure
Households in an Urban Area in South Africa. Procedia Economics and Finance, 35:
224-231.
Gujarati, Damodar N dan Dawn C Poter. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika. Buku 2 Edisi 5.
Jakarta: Salemba Empat
Hardiansyah dkk. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: PSKPG IPB dan PPKP
Deptan.
Hudori, Raga.,-041211133085. 2016. Pengaruh Karakteristik Sosioekonomi Terhadap Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Perkotaan di Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.
Iorlamen, T.R, G.A Abu, W.L Lawal. 2013. Comparative Analysis on Socio-economic Factors
Between Food Secure and Food Insecure Households among Urban Households in
Benue State, Nigeria. J Agri Sci, 4(2): 63-68
Kabeer, Naila. 1990. Women, Household Food Security and Coping Strategis in United Nations.
Women and Nutrition.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

12

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

Kartika, T W W. 2005. Analisis Coping Strategy dan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani
di Desa Majasih Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu. Skripsi tidak diterbitkan.
Bogor Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Keenan, D Palmer dkk. 2001. Measures of Food Insecurity/Security. JNE, 33: 49-58
Khomsan, Ali. 1996. Ketersediaan dan Distribusi Pangan dalam Rangka Mendukung
Ketahanan Pangan Rumah Tangga, Laporan Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah
Tangga. Yogyakarta: Departemen Pertanian RI
Li, Yun dan Wen Yu. 2010. Households Food Security in Poverty-Stricken Regions: Evidence from
Western Rural China. Agriculture and Agricultural Science Procedia, 1: 386-395
Mannaf, Maksuda. 2012. Socioeconomic Factors Influencing Food Security Status of Maize
Growing Household in Selected Area of Bogra District. Bangladesh J. Agric. Econs, 35:
177-187
Maxwell, Daniel G. 1996. Measuring Food Security: The Frequency of Severity of Copying
Strategies. Food Policy, 21 (3): 291-303.
Maxwell, Simon dan Thimoty R Frankenberger. 1992. Household Food Security Concept,
Indicators and Measurement. New York: UNICEF dan IFAD
Napoli, Marion. 2011. Towards a Food Insecurity Multidimensional Index (FIMI), Master In Human
Development and Food Security. Universita Degli Studi
Notoatmodjo, S. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Omonona, Bolarin T dan Grace A Agoi. 2007. An Analysis of Food Security Situation Among
Nigerian Urban Households: Evidence From Lagos State, Nigeria. Journal Central
Auropean Agriculture, 8 (3): 397-406
Pieters, Hannah, dkk. 2013. Conceptual Framework for The Analysis of The Determinants of
Food and Nutrition Security. Food Secure Working Paper No. 13.
Purwaningsih, Yunastiti, dkk. 2014. Pola Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Menurut Tingkat
Ketahanan Pangan di Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret.
Quandt, S.A dkk. 2004. Household food security among migrant and seasonal Latino
farmworkers in North Carolina. Publ. Health Rep, 119: 568-576.
Ramachandran, Nira. 2006. Women and Food Security in South Asia. United Nation University
Research Paper 2006(131).
Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.83 Tahun 2006 Tentang
Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara.
_____. 1996. Undang-Undang No. 07 Tahun 1996 tentang pangan. Sekretariat Negara. Jakarta.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

13

Economics Journal of Universitas Airlangga, August 2016

Saliem, H.P dan Sumedi. 2001. Studi Dinamika Produksi Padi Tahun 2001 dan Identifikasi Faktor
Penyebabnya, Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan ARMP II
(Agriculture Research Management Project).
Sidhu, R S, dkk. 2008. Food and Nutritional Insecurity and its Determinants in Food Surplus Areas:
The Case Study of Punjab State. Agricultural Economics Research Review, 21: 91-98
Stamoulis, Kostas dan Alberto Zezza. 2003. A Conceptual Framework for National Agricultural,
Rural Development, and Food Security Strategies and Policies. ESA Working Paper No.
03-17.
UN World Food Program. 2007. World Hunger Series 2007: Hunger and Health. Earthscan.
Webb, Patrick dan Beatrice Rogers. 2003. Addressing the β€œIn” in Food Insecurity. Occasional
Paper No.1. US: USAID office of Food for Peace
Weber, Michael T dan Thomas S Jayne. 1991. Food Security and its Relationship to Technology,
Institutions, Policies, and Human Capital. Michigan State University Press.
Yusuf, Sulaiman A, Olubunmi L.B dan Olanike L.F. 2015. Effect of Urban Household Farming on
Food Security Status in Ibadan Metropolis, Oyo State, Nigeria. Journal of Agricultural
Sciences, 60 (1): 61-75.

Program Studi Ekonomi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

14