Hubungan Tindakan Perawat pada Pemasangan Infus dalam Mencegah Infeksi Nosokomial “Flebitis” di RSUD dr. R.M Djoelham Binjai

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Perawat memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan kualitas pelayanan
kesehatan, karena 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit diberikan oleh
perawat. Perawat harus memiliki kualitas dalam segi pendidikan,skill, komunikasi
yang baik, dan bekerja berdasarkan standar praktik (Hafizurrachman, 2012).
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan oleh perawat kepada pasien salah
satunya adalah tindakan pemberian terapi intravena. Perawat harus memiliki
kemampuan dan keterampilan dalam melakukan tindakan terapi intravena atau
pemasangan infus. Pemasangan infus merupakan tindakan yang dilakukan dengan
cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena, dan nutrisi parenteral
menggunakan jarum abocath ke dalam pembuluh darah vena (Rosyidi, 2013).
Maria (2012) menyatakan bahwa 90% pasien yang dirawat mendapat terapi
intravena, 50% dari pasien tersebut beresiko mengalami kejadian infeksi atau
komplikasi. Pemasangan infus yang dilakukan terus menerus dan dalam jangka
waktu yang lama akan meningkatkan terjadinya komplikasi dari pemasangan
infus, yaitu terjadinya infeksi (Potter dan Perry, 2005). Infeksi yang didapat dari
rumah sakit disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya

transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya (Septiari, 2012). Infeksi nosokomial yang sering terjadi akibat dari

1
Universitas Sumatera Utara

2

pemasangan infus yaitu flebitis. Flebitis merupakan inflamasi vena yang
ditunjukkan dengan adanya nyeri, kemerahan, bengkak, panas, indurasi pada
daerah tusukan dan pengerasan sepanjang pembuluh darah vena (Alaxander, et al.
2010).
Penelitian yang dilakukan WHO (2005) menunjukkan 8,7% dari 55 rumah
sakit di Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat menunjukkan
adanya infeksi nosokomial. Angka tertinggi infeksi nosokomial dari rumah sakit
di Timur Tengah dan Asia Tenggara (11,8% dan 10,0%), Eropa Barat dan Pasifik
Barat (7,7% dan 9,0%).
Data infeksi nosokomial di Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan RI pada tahun 2013 di 10 RSU Pendidikan diperoleh angka infeksi
nosokomial sebesar 6-16% (Kemenkes, 2013). Jumlah kejadian infeksi

nosokomial berupa flebitis di Indonesia pada pasien rawat inap menurut distribusi
penyakit sistem sirkulasi darah sebanyak 17,11% (Depkes RI, 2008). Rumah Sakit
Umum Daerah Pirngadi Medan (2007) terdapat infeksi nosokomial sebesar
2,63%, angka yang paling tinggi yaitu flebitis sebesar 1,8% (Sukartik, 2009).
Jumlah pasien yang mendapat terapi infus sekitar 25 juta per tahun di Inggris
dan terpasang berbagai bentuk alat akses intravena selama perawatannya
(Hamton, 2008). Lebih dari 70% pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan
terapi cairan infus (Hinlay, 2006).
Perawat dalam melaksanakan tindakan pemasangan infus harus sesuai standar
operasional prosedur, dan memberikan pelayanan yang prima sehingga dapat

2
Universitas Sumatera Utara

3

meminimalisir resiko timbulnya infeksi nosokomial pada pasien. Kemampuan
perawat sebagai pelaksana perawatan dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap
dalam memberikan pelayanan keperawatan yang tercermin pada pelaksanaan
tindakan keperawatan (Saputra, 2013).

Tindakan merupakan realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata. Tindakan dapat diukur secara tidak langsung, yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Pengukuran juga
dapat dilakukan secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
responden (Notoatmodjo, 2012). Keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial
baik itu tindakan pemasangan infus maupun tindakan invasif lainnya tidak
ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh tindakan
petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar (Septiari, 2012).
Hasil penelitian Gati Sulistyowati di RSI Kendal (2014) terhadap 55 perawat,
menunjukkan responden yang melaksanakan pemasangan infus yang sesuai
dengan standar operasional prosedur pemasangan infus sebanyak 36 orang
(65,4%) dan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur 19 orang (34,5%),
serta responden mengalami flebitis sebanyak 16 orang (29,1%) dan tidak
mengalami flebitis sebanyak 39 orang (70,9%). Mutiana (2014) diRS PKU
Muhammadiyah Gombong terhadap 42 perawat pelaksana yang melakukan
pemasangan infus didapatkan 42 orang (100%) tidak patuh, dan 0 (0%) patuh
terhadap standar operasional prosedur pemasangan infus.

Universitas Sumatera Utara


4

Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya
mengacu pada standaryang telah ditetapkan, sehingga kejadian infeksi atau
berbagai permasalahan akibat pemasangan infus dapat dikurangi, bahkan tidak
terjadi (Priharjo, 2008).
Dampak dari infeksi nosokomial dapat menyebabkan cacat fungsional, stres
emosional, cacat yang permanen, kematian, meningkatkan biaya kesehatan di
berbagai negara yang tidak mampu, meningkatkan lama perawatan di rumah sakit,
pengobatan dengan obat-obat mahal, mordibitas dan mortalitas semakin tinggi,
adanya tuntutan secara hukum, penurunan citra rumah sakit, dan penggunaan
pelayanan

lainnya

(Septiari,

2012).

Infeksi


nosokomial

menambah

ketidakberdayaan fungsional, bertambahnya stres emosional yang menurunkan
kemampuan dan kualitas hidup, lamanya rawat inap di rumah sakit sehingga
bertambahnya

biaya

perawatan,

meningkatnya

penggunaan

obat-obatan,

kebutuhan akan isolasi pasien, penggunaan pemeriksaan laboratorium tambahan,

dan meningkatkan jumlah kematian di rumah sakit (Nurhadi, 2012).
Dampak kejadian infeksi nosokomial flebitis bagi pasien merupakan masalah
yang serius, namun tidak sampai menyebabkan kematian.Dampak yang
ditimbulkan yaitu pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit menjadi terhambat,
pergantian kanul infus baru, dan tingginya biaya perawatan diakibatkan lamanya
perawatan di rumah sakit (Smeltzer dan Bare, 2002).
Penelitian Andares (2009), menunjukkan perawat kurang memperhatikan
kesterilan luka pada pemasangan infus. Perawat biasanya langsung memasang

Universitas Sumatera Utara

5

infus tanpa memperhatikan tersedianya bahan-bahan yang diperlukan dalam
prosedur tindakan tersebut, tidak tersedianya handskoen, kain kasa steril, alkohol,
dan pemakaian ulang pada selang infus yang steril.
Tindakan perawat yang tidak memperhatikan kesterilannya dan tidak sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur saat memasang infus dipengaruhi oleh
banyak hal yaitu pengetahuan perawat, fasilitas yang disediakan rumah sakit, dan
kebiasaan. Tindakan salah yang sering dilakukan perawat yaitu jarang mencuci

tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, tidak menggunakan sarung
tangan dan lupa menggantinya sewaktu memeriksa satu pasien ke pasien lain, dan
lupa memakai alat pelindung diri dalam memberikan asuhan keperawatan
(Notoatmodjo, 2012).
Tindakan perawat dalam meningkatkan upaya pencegahan infeksi nosokomial
sangat diperlukan agar menuju perubahan yang lebih baik. Tindakan yang dapat
dilakukan yaitu mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, dan
menerapkan

teknik

septik-aseptik

dalam

melakukan

tindakan.

Perawat


mempunyai pengaruh besar terhadap pencegahan infeksi nosokomial. Indikasi
pencegahan infeksi nosokomial sudah dipahami, tetapi prakteknya sulit untuk
dilakukan. Perawat harus menyadari bahwa pemasangan dan perawatan infus
adalah hal yang harus dilakukan dengan benar dan sesuai dengan prosedur.Hal
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang dipasang infus dengan
pemantauan lokasi insersi intravena kateter dan melakukan tindakan aseptik pada
pemasangan infus.

Universitas Sumatera Utara

6

Melihat permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi
hubungan tindakan perawat pada pemasangan infus dalam mencegah infeksi
nosokomial “flebitis” di RSUD dr. R.M Djoelham Binjai.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah hubungan tindakan perawat pada pemasangan infus dalam
mencegah infeksi nosokomial “flebitis” di RSUD dr. R.M Djoelham Binjai.

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi tindakan perawat pada pemasangan infus
b. Mengidentifikasi kejadian infeksi nosokomial “flebitis”
c. Mengientifikasi hubungan tindakan perawat pada pemasangan infus dalam
mencegah infeksi nosokomial “flebitis” di RSUD dr. R.M Djoelham
Binjai.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi
institusi pendidikan keperawatan di bidang keperawatan dasar dan
medikal bedah.
1.4.2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi
dan masukan bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan serta meningkatkan tanggung jawab perawat terhadap

Universitas Sumatera Utara

7


pemasangan

infus

sehingga

dapat

megurangi

terjadinya

infeksi

nosokomial.
1.4.3. Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian tentang prosedur pemasangan infus yang baik dan
benar agar tidak terjadi infeksi.


Universitas Sumatera Utara