Konsep dasar dan peraturan bank islam
HUKUM EKONOMI ISLAM
Selasa, 2 Oktober 2013
FHUI, Depok
PRINSIP-PRINSIP BANK
1. ISLAM
Menghindari unsur riba
Menghindari penggunaan sistem tambahan di awal
atas suatu usaha, karena hanya Allah swt yang
mengetahui pasti apa yang akan terjadi di esok hari
(QS. Lukman ayat 34)
Menghindari penggunaan sistem prosentase biaya atas
utang atau imbalan atas simpanan yang mengandung
unsur berlipat ganda (QS. Ali Imran ayat 130)
Menghindari penggunaan sistem perdagangan/
penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang
ribawi lainnya dengan melebihi kuantitas dan kualitas
Menghindari penggunaan sistem penetapan tambahan
atas utang di awal transaksi bukan atas prakarsa yang
berutang secara sukarela. Pembayaran utang yang
lebih baik harus atas dasar sukarela dan prakarsa
datang dari yang berutang pada saat jatuh tempo
Hasil Penelitian Anwar Iqbal
tentang Praktik Riba
Seseorang yang tidak dapat membayar
utangnya pada waktu yang ditentukan,
diberi waktu untuk membayarnya dengan
jumlah yang lebih besar
Seseorang meminjam uang dalam jangka
waktu tertentu dengan syarat bahwa pada
saat jatuh tempo ia harus membayar
pokok modal dan tambahannya
Seseorang meminjam uang dengan syarat
membayarnya dengan adanya tambahan.
Apabila pada saat jatuh tempo tidak
membayarnya, ia harus membayar tingkat
kenaikan riba
Praktik Rasulullah saw
Rasulullah meminjam seekor unta dengan usia
tertentu pada seseorang, kemudian ditagih oleh
orang tsb. Setelah dicarikan unta yang seumur
dengan unta yang dipinjam tidak ada, maka
Rasulullah saw memerintahkan untuk membayar
utangnya tsb dengan unta yang lebih tua. “Sebaikbaik kamu adalah orang yang sebaik-baiknya
membayar utang” (HR Ahmad bin Hanbal dan Abu
Dawud)
Tambahan tidak termasuk riba apabila:
Tidak disyaratkan di awal perjanjian terlebih dulu
Tambahan berasal dari inisiatif peminjam
Inisiatif itu timbul pada waktu jatuh tempo
FATWA MUI NO. 1 TAHUN 2004 TENTANG
BUNGA
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam
transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang di perhitungkan dari pokok
pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok
tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di
muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.
Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena
penangguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya,
dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga (interest)
Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba
yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, yakni Riba Nasi’ah.
Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah
satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
Praktek penbungaan tersebut hukumnya adalah haram,baik
dilakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan
Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan
konvensional
Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan
Syari’ah dan mudah dijangkau,tidak dibolehkan melakukan transaksi
yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan
Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga
keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.
DAMPAK RIBA SECARA
PSIKOLOGIS
(Safrizal)
1. Aspek Kognisi (kemampuan berfikir)
Berfikir yang menyimpang dari fitrah
manusiawi
Berfikir egoisme dan untuk keuntungan
pribadi serta tidak mempedulikan
kemaslahatan orang banyak
2. Aspek Afeksi (sikap, perasaan, tata nilai)
Sombong
Kikir
Tamak
Hilangnya rasa kasih sayang
DAMPAK RIBA SECARA
PSIKOLOGIS
(Safrizal)
3. Aspek Perilaku
Boros
Orang kaya memeras orang miskin
4. Aspek Persepsi
Memperoleh harta sebanyak mungkin sebagai
tujuan
5. Aspek Rohani
Para pemakan riba tidak cenderung untuk
membantu fakir miskin
Riba merupakan perbuatan yang bathil dan
mendapat siksa dari Allah
DAMPAK RIBA SECARA
EKONOMI
(Abdul
Majidkekayaan
Diyah) secara tidak adil
1. Distribusi
Praktik riba akan terpusat hanya pada
pihak yang mampu memberi jaminan
pelunasan hutang dan tambahannya
Keuntungan hanya bagi pemodal,
pengelola menanggung untung dan rugi
Subordinasi keahlian terhadap modal
2. Hancurnya sumber-sumber ekonomi
Riba akan dipusatkan pada hal yang
kurang bermanfaat (konsumtif)
DAMPAK RIBA SECARA
EKONOMI
(Abdul
Majid perkembangan
Diyah)
3. Lemahnya
ekonomi
dan permodalan
Menurunnya tingkat produktifitas
Menurunnya pengembalian hutang dan
tambahan
4. Pengangguran
Akibat lemahnya perkembangan
ekonomi dan permodalan
Pengurangan SDM untuk efisiensi
finansial
Prinsip... (2)
2. Menerapkan prinsip bagi hasil dan jual
beli
Investasi bagi penyimpan dana pada bank
akan memperoleh hak bagi hasil dari
usaha bank yang sifatnya tidak tetap dan
tidak pasti
Pembiayaan investasi baik seluruh maupun
sebagian untuk suatu usaha, dengan
mendapatkan bagi hasil dari usaha sesuai
dengan kesepakatan
Bentuk pembiayaan dapat berupa
mudharabah atau murabahah, dll
PERBEDAAN RIBA & JUAL
BELI
Jual beli hukumnya halal, riba
hukumnya haram
Jual beli ada untung rugi, riba hanya
ada keuntungan
Dalam jual beli penjual dan pembeli
sama-sama untung, dalam riba hanya
pemberi riba yang selalu untung
Dalam jual beli ada usaha/bekerja,
dalam riba tidak ada usaha/bekerja
PERBEDAAN BUNGA DAN BAGI HASIL
SUBJEK
BUNGA
BAGI HASIL
Penentuan
Keuntungan
Saat perjanjian berasumsi
selalu harus untung
Saat perjanjian berasumsi
kemungkinan untung rugi
Besar
Prosentase
Berdasarkan jumlah uang
(modal) yg dipinjamkan
Berdasarkan jumlah
keuntungan yang diperoleh
Pembayaran
Berdasarkan perjanjian
tanpa pertimbangan
untung atau rugi
Bergantung pada
keuntungan. Bila rugi
ditanggung bersama
Jumlah
Pembayaran
Tetap, tidak meningkat
walau keuntungan berlipat
Sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan
Eksistensi
Diragukan oleh semua
agama
Tidak ada yang meragukan
keabsahannya
PERBEDAAN BANK ISLAM & BANK
KONVENSIONAL
SUBJEK
BANK ISLAM
BANK
KONVENSIONAL
Akad & aspek legalitas
Hk Islam dan hk positif
Hk positif
Lembaga penyelesaian
sengketa
Peradilan Agama,
Basyarnas, & Peradilan
Umum
Peradilan Umum &
BANI
Struktur Organisasi
Ada DSN & DPS
Tidak ada DSN & DPS
Investasi
Halal
Halal & haram
Prinsip Operasional
Bagi hasil, jual beli,
sewa, dll
Perangkat bunga
Tujuan
Profit dan falah oriented Profit oriented
Hubungan Bank &
Nasabah
Kemitraan
Debitor & kreditor
CIRI OPERASIONAL BANK ISLAM DI
INDONESIA
1. Pembinaan dan pengawasan BI, DSN, & DPS
2. Keselarasan dengan UU Perbankan UU No.
3.
4.
5.
6.
7/1992, UU No. 10/1989, UU 21/2008
Ikatan emosional dan peranan ulama
Mengikutsertakan DSN-MUI
DPS dan fungsinya DPS yang selalu berada
pada setiap bank Islam berfungsi mengawasi
pelaksanaan syari’ah pada bank tsb
Kelebihan likuiditas Banyaknya muslim yang
ingin mendapatkan keuntungan sekaligus
keberkahan dari Allah swt menanamkan
investasinya pada bank Islam
Kebersamaan dalam memikul resiko dan berbagi
hasil Kebersamaan ini merupakan dasar
utama operasional bank Islam sehingga ada
peluang negosiasi
Ciri Operasional... (2)
7. Produk-produk perbankan Islam Transaksi yang
berlandaskan syari’ah diterapkan pada
penghimpunan dan penyaluran dana
8. Daya jangkau dan kemampuan penetrasi Sangat
luas, sehingga dapat digunakan oleh siapa saja,
asalkan telah memenuhi syarat dan ketentuannya
9. Fasilitas yang ideal dan primadona Fasilitas yang
ideal adalah mudharabah dan musyarakah.
Fasilitas primadona adalah murabahah
10.Pendapatan bank Islam Bagi hasil, margin
keuntungan, biaya sewa, fee atas penggunaan
fasilitas dan jasa
11.Transparansi bank Islam Tingkat nisbah atau
bagi hasil antara Bank dengan nasabah penyimpan
dana dan penyalur dana tidak boleh membebankan
satu dengan lainnya
Ciri Operasional... (3)
12.Sistem pembukuan berbasis tunai (cash
basis) Hanya mengenai penerimaan dan
pengeluaran yang benar-benar terjadi
13.Penyelesaian pembiayaan bermasalah:
Dibuat perjanjian baru tanpa tambahan biaya
Diberi pinjaman baru dari pos pembiayaan
kebajikan (al qardhul hassan)
Ditutup utangnya dari hibah, zakat, infak,
sedekah
Ditutup utangnya dari hasil sita jaminan
Ditutup utangnya dengan penyertaan sementara
oleh bank Islam yang telah memenuhi syarat
PERKEMBANGAN UU
PERBANKAN
• UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan
• UU No. 14 Tahun 1967 ttg Pokok-pokok
Perbankan
– Deregulasi 1 Juni 1983
– Pakto 1988
• UU No. 7 Tahun 1992 ttg Perbankan
• UU No. 10 Tahun 1998 ttg Perubahan atas
UU No. 7 Tahun 1992
• UU No. 21 Tahun 2008 ttg Perbankan
Syariah
1. UU NO. 14 TAHUN 1967
• Pasal 1 huruf a disebutkan definisi Bank
adalah
Lembaga Keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu-lintas
pembayaran dan peredaran uang.
• Definisi Kredit yang diberikan pada Pasal 1
huruf c yaitu:
penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat
disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
pinjam-meminjam antara bank dengan lain pihak
dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga (rente) yang telah
ditetapkan.
Cont’d
• Tujuan pemerintah dalam menentukan
tingkat bunga adalah agar tidak terjadi
penentuan bunga yang sewenang-wenang
oleh masing-masing bank dan untuk
menjaga stabilitas keuangan negara
• Akibat penentuan bunga oleh pemerintah:
– Bank-bank yang telah didirikan sangat
tergantung kepada tersedianya likuiditas BI
– Tidak ada persaingan antar-bank, sehingga
tabungan menjadi tidak menarik dan alokasi
dana tidak efisien
2. DEREGULASI 1 JUNI
• 1983
Deregulasi 1 Juni 1983 memberi kebebasan
kepada bank untuk menentukan tingkat suku
bunga, bahkan hingga 0%
• Kebolehan memberikan suku bunga 0%
memungkinkan pelaksanaan perbankan yang
sesuai dengan prinsip syariah, namun masih ada
kendala yaitu:
– Pemerintah belum membuka izin pendirian bank baru
– Konsep bank syariah dari segi politis juga dianggap
berkonotasi ideologis merupakan bagian atau berkaitan
dengan konsep negara Islam
– Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh
modal dalam ventura semacam itu
• Bank syariah didirikan dalam bentuk koperasi
yang dimulai oleh Koperasi Jasa Keahlian Teknosa
di Bandung, Koperasi Simpan Pinjam Ridho Gusti
di Jakarta
3. PAKTO 1988
• Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan
Oktober pada tanggal 27 Oktober 1988
(PAKTO 88) berisi kebijakan liberalisasi
perbankan yang membuka peluang untuk
mendirikan bank-bank baru.
• Terbuka kesempatan untuk mendirikan
bank syariah dalam bentuk Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), yaitu
BPR Islam di Lombok, BPRS Berkah Amal
Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah, BPRS
Amanah Rabaniah, dan BPRS Hareukat
Pendirian Bank Syariah
• Lokakarya Ulama tentang Bunga dan Perbankan di
•
•
•
•
Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus 1990
Musyawarah Nasional ke IV MUI di Jakarta pada
tanggal 22-25 Agustus 1990
Tim Perbankan MUI berhasil mendirikan Bank
Muamalat dengan mengumpulkan komitmen
pembelian saham pendiri sebesar Rp84miliar
Silaturahmi Presiden RI dengan masyarakat Jawa
Barat di Istana Bogor, dipenuhi total komitmen
modal disetor awal sebesar Rp106.126.382,- yang
bersumber dari dana personal, institusi, dan
masyarakat
Bank Muamalat mulai beroperasi pada tanggal 1
Mei 1992
4. UU NO. 7 TAHUN 1992
• Definisi Bank pada Pasal 1 angka 1 adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
• Definisi Kredit pada Pasal 1 angka 12 ini
kredit didefinisikan adalah
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan
• Pasal 6 huruf m mengenai usaha yang
dilakukan oleh Bank Umum dan Pasal 13
huruf c mengenai usaha yang dilakukan
oleh Bank Perkreditan Rakyat, bahwa salah
satu usaha yang dapat dilakukan adalah
menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil
• Dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 72 Tahun
1992 disebutkan bahwa prinsip bagi hasil
adalah prinsip bagi hasil berdasarkan
syariat
PP No. 72 Tahun 1992
• Pada Pasal 6 PP No. 72 Tahun 1992
ditentukan bahwa:
1) Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat
yang kegiatan usahanya semata-mata
berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha
yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil
2) Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat
yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan
prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan
melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan
prinsip bagi hasil
SEBI No. 25/4/BPPP
• SEBI No. 25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993
yang pada pokoknya menetapkan hal-hal antara
lain:
1) Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang
dilakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip
bagi hasil;
2) Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip
bagi hasil yang berdasarkan syariah;
3) Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki
Dewan Pengawas Syariah (DPS); dan
4) Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang
kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip
bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan
usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.
Sebaliknya, Bank Umum atau Bank Perkreditan
Rakyat yang melakukan usaha tidak dengan prinsip
bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip bagi hasil.
5. UU NO. 10 TAHUN 1998
• Istilah Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil
menjadi Bank berdasarkan Prinsip Syariah
• Definisi Bank pada Pasal I angka 1
– Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak
• Definisi Prinsip Syariah pada Pasal I angka 1
– Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Cont’d
Peraturan lebih lanjut mengenai
bank syariah diatur dalam SK dan
PBI
SK Dir BI No. 32/34/KEP/DIR ttg Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
PBI No. 6/24/PBI/2004
SK Dir BI No. 32/36/KEP/DIR ttg Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah PBI No. 6/17/PBI/2004
6. UU NO. 21 TAHUN 2008
• UU No. 21 tahun 2008 memiliki beberapa
ketentuan umum yang menarik untuk
dicermati. Ketentuan umum dimaksud (Pasal
1) adalah merupakan sesuatu yang baru dan
akan memberikan implikasi tertentu, meliputi:
1. Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah
menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya
perbedaan antara kredit dan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah.
2. Definisi Prinsip Syariah. Dalam definisi dimaksud
memiliki dua pesan penting yaitu (1) prinsip
syariah adalah prinsip hukum Islam dan (2)
penetapan pihak/lembaga yang berwenang
mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar prinsip
syariah.
3. Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai
pihak terafiliasi seperti halnya akuntan
publik, konsultan dan penilai.
4. Definisi pembiayaan yang berubah secara
signifikan dibandingkan definisi yang ada
dalam UU sebelumnya tentang perbankan
(UU No. 10 tahun 1998). Dalam definisi
terbaru, pembiayaan dapat berupa transaksi
bagi hasil, transaksi sewa menyewa,
transaksi jual beli, transaksi pinjam
meminjam dan transaksi sewa menyewa
jasa (multijasa).
5. Bentuk badan hukum bank syariah adalah
PT.
EVOLUSI PERUNDANG-UNDANGAN PERBANKAN (by
Karnaen AP)
NDANG-UNDANG NO. 14/1967
DEREGULASI 1 JUNI 1983
PAKTO 27 OKTOBER 1988
* TIDAK MUNGKIN ADA BANK
TANPA BUNGA
* DIMUNGKINKAN ADANYA
BANK TANPA
BUNGA TETAPI BELUM DIBUKA
IZIN MENDIRIKAN BANK BARU
* DIMUNGKINKAN ADANYA BANK
TANPA BUNGA DAN SUDAH
DIBUKA IZIN
MENDIRIKAN BANK BARU
* SISTEM BAGI HASIL ATAS
DASAR KESEPAKATAN MURNI
UNDANG-UNDANG NO. 7/1992
* SUDAH DIAKOMIDIR ADANYA
BANK TANPA BUNGA DENGAN
SISTEM BAGI HASIL
UNDANG-UNDANG NO. 10/1998
* SUDAH DIAKOMIDIR
ADANYA BANK SYARIAH
UNDANG-UNDANG NO. 21/2008
* BANK SYARIAH PUNYA UNDANGUNDANG SENDIRI
TERIMA KASIH
WASSALAM
Selasa, 2 Oktober 2013
FHUI, Depok
PRINSIP-PRINSIP BANK
1. ISLAM
Menghindari unsur riba
Menghindari penggunaan sistem tambahan di awal
atas suatu usaha, karena hanya Allah swt yang
mengetahui pasti apa yang akan terjadi di esok hari
(QS. Lukman ayat 34)
Menghindari penggunaan sistem prosentase biaya atas
utang atau imbalan atas simpanan yang mengandung
unsur berlipat ganda (QS. Ali Imran ayat 130)
Menghindari penggunaan sistem perdagangan/
penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang
ribawi lainnya dengan melebihi kuantitas dan kualitas
Menghindari penggunaan sistem penetapan tambahan
atas utang di awal transaksi bukan atas prakarsa yang
berutang secara sukarela. Pembayaran utang yang
lebih baik harus atas dasar sukarela dan prakarsa
datang dari yang berutang pada saat jatuh tempo
Hasil Penelitian Anwar Iqbal
tentang Praktik Riba
Seseorang yang tidak dapat membayar
utangnya pada waktu yang ditentukan,
diberi waktu untuk membayarnya dengan
jumlah yang lebih besar
Seseorang meminjam uang dalam jangka
waktu tertentu dengan syarat bahwa pada
saat jatuh tempo ia harus membayar
pokok modal dan tambahannya
Seseorang meminjam uang dengan syarat
membayarnya dengan adanya tambahan.
Apabila pada saat jatuh tempo tidak
membayarnya, ia harus membayar tingkat
kenaikan riba
Praktik Rasulullah saw
Rasulullah meminjam seekor unta dengan usia
tertentu pada seseorang, kemudian ditagih oleh
orang tsb. Setelah dicarikan unta yang seumur
dengan unta yang dipinjam tidak ada, maka
Rasulullah saw memerintahkan untuk membayar
utangnya tsb dengan unta yang lebih tua. “Sebaikbaik kamu adalah orang yang sebaik-baiknya
membayar utang” (HR Ahmad bin Hanbal dan Abu
Dawud)
Tambahan tidak termasuk riba apabila:
Tidak disyaratkan di awal perjanjian terlebih dulu
Tambahan berasal dari inisiatif peminjam
Inisiatif itu timbul pada waktu jatuh tempo
FATWA MUI NO. 1 TAHUN 2004 TENTANG
BUNGA
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam
transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang di perhitungkan dari pokok
pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok
tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di
muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.
Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena
penangguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya,
dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga (interest)
Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba
yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, yakni Riba Nasi’ah.
Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah
satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
Praktek penbungaan tersebut hukumnya adalah haram,baik
dilakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan
Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan
konvensional
Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan
Syari’ah dan mudah dijangkau,tidak dibolehkan melakukan transaksi
yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan
Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga
keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.
DAMPAK RIBA SECARA
PSIKOLOGIS
(Safrizal)
1. Aspek Kognisi (kemampuan berfikir)
Berfikir yang menyimpang dari fitrah
manusiawi
Berfikir egoisme dan untuk keuntungan
pribadi serta tidak mempedulikan
kemaslahatan orang banyak
2. Aspek Afeksi (sikap, perasaan, tata nilai)
Sombong
Kikir
Tamak
Hilangnya rasa kasih sayang
DAMPAK RIBA SECARA
PSIKOLOGIS
(Safrizal)
3. Aspek Perilaku
Boros
Orang kaya memeras orang miskin
4. Aspek Persepsi
Memperoleh harta sebanyak mungkin sebagai
tujuan
5. Aspek Rohani
Para pemakan riba tidak cenderung untuk
membantu fakir miskin
Riba merupakan perbuatan yang bathil dan
mendapat siksa dari Allah
DAMPAK RIBA SECARA
EKONOMI
(Abdul
Majidkekayaan
Diyah) secara tidak adil
1. Distribusi
Praktik riba akan terpusat hanya pada
pihak yang mampu memberi jaminan
pelunasan hutang dan tambahannya
Keuntungan hanya bagi pemodal,
pengelola menanggung untung dan rugi
Subordinasi keahlian terhadap modal
2. Hancurnya sumber-sumber ekonomi
Riba akan dipusatkan pada hal yang
kurang bermanfaat (konsumtif)
DAMPAK RIBA SECARA
EKONOMI
(Abdul
Majid perkembangan
Diyah)
3. Lemahnya
ekonomi
dan permodalan
Menurunnya tingkat produktifitas
Menurunnya pengembalian hutang dan
tambahan
4. Pengangguran
Akibat lemahnya perkembangan
ekonomi dan permodalan
Pengurangan SDM untuk efisiensi
finansial
Prinsip... (2)
2. Menerapkan prinsip bagi hasil dan jual
beli
Investasi bagi penyimpan dana pada bank
akan memperoleh hak bagi hasil dari
usaha bank yang sifatnya tidak tetap dan
tidak pasti
Pembiayaan investasi baik seluruh maupun
sebagian untuk suatu usaha, dengan
mendapatkan bagi hasil dari usaha sesuai
dengan kesepakatan
Bentuk pembiayaan dapat berupa
mudharabah atau murabahah, dll
PERBEDAAN RIBA & JUAL
BELI
Jual beli hukumnya halal, riba
hukumnya haram
Jual beli ada untung rugi, riba hanya
ada keuntungan
Dalam jual beli penjual dan pembeli
sama-sama untung, dalam riba hanya
pemberi riba yang selalu untung
Dalam jual beli ada usaha/bekerja,
dalam riba tidak ada usaha/bekerja
PERBEDAAN BUNGA DAN BAGI HASIL
SUBJEK
BUNGA
BAGI HASIL
Penentuan
Keuntungan
Saat perjanjian berasumsi
selalu harus untung
Saat perjanjian berasumsi
kemungkinan untung rugi
Besar
Prosentase
Berdasarkan jumlah uang
(modal) yg dipinjamkan
Berdasarkan jumlah
keuntungan yang diperoleh
Pembayaran
Berdasarkan perjanjian
tanpa pertimbangan
untung atau rugi
Bergantung pada
keuntungan. Bila rugi
ditanggung bersama
Jumlah
Pembayaran
Tetap, tidak meningkat
walau keuntungan berlipat
Sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan
Eksistensi
Diragukan oleh semua
agama
Tidak ada yang meragukan
keabsahannya
PERBEDAAN BANK ISLAM & BANK
KONVENSIONAL
SUBJEK
BANK ISLAM
BANK
KONVENSIONAL
Akad & aspek legalitas
Hk Islam dan hk positif
Hk positif
Lembaga penyelesaian
sengketa
Peradilan Agama,
Basyarnas, & Peradilan
Umum
Peradilan Umum &
BANI
Struktur Organisasi
Ada DSN & DPS
Tidak ada DSN & DPS
Investasi
Halal
Halal & haram
Prinsip Operasional
Bagi hasil, jual beli,
sewa, dll
Perangkat bunga
Tujuan
Profit dan falah oriented Profit oriented
Hubungan Bank &
Nasabah
Kemitraan
Debitor & kreditor
CIRI OPERASIONAL BANK ISLAM DI
INDONESIA
1. Pembinaan dan pengawasan BI, DSN, & DPS
2. Keselarasan dengan UU Perbankan UU No.
3.
4.
5.
6.
7/1992, UU No. 10/1989, UU 21/2008
Ikatan emosional dan peranan ulama
Mengikutsertakan DSN-MUI
DPS dan fungsinya DPS yang selalu berada
pada setiap bank Islam berfungsi mengawasi
pelaksanaan syari’ah pada bank tsb
Kelebihan likuiditas Banyaknya muslim yang
ingin mendapatkan keuntungan sekaligus
keberkahan dari Allah swt menanamkan
investasinya pada bank Islam
Kebersamaan dalam memikul resiko dan berbagi
hasil Kebersamaan ini merupakan dasar
utama operasional bank Islam sehingga ada
peluang negosiasi
Ciri Operasional... (2)
7. Produk-produk perbankan Islam Transaksi yang
berlandaskan syari’ah diterapkan pada
penghimpunan dan penyaluran dana
8. Daya jangkau dan kemampuan penetrasi Sangat
luas, sehingga dapat digunakan oleh siapa saja,
asalkan telah memenuhi syarat dan ketentuannya
9. Fasilitas yang ideal dan primadona Fasilitas yang
ideal adalah mudharabah dan musyarakah.
Fasilitas primadona adalah murabahah
10.Pendapatan bank Islam Bagi hasil, margin
keuntungan, biaya sewa, fee atas penggunaan
fasilitas dan jasa
11.Transparansi bank Islam Tingkat nisbah atau
bagi hasil antara Bank dengan nasabah penyimpan
dana dan penyalur dana tidak boleh membebankan
satu dengan lainnya
Ciri Operasional... (3)
12.Sistem pembukuan berbasis tunai (cash
basis) Hanya mengenai penerimaan dan
pengeluaran yang benar-benar terjadi
13.Penyelesaian pembiayaan bermasalah:
Dibuat perjanjian baru tanpa tambahan biaya
Diberi pinjaman baru dari pos pembiayaan
kebajikan (al qardhul hassan)
Ditutup utangnya dari hibah, zakat, infak,
sedekah
Ditutup utangnya dari hasil sita jaminan
Ditutup utangnya dengan penyertaan sementara
oleh bank Islam yang telah memenuhi syarat
PERKEMBANGAN UU
PERBANKAN
• UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan
• UU No. 14 Tahun 1967 ttg Pokok-pokok
Perbankan
– Deregulasi 1 Juni 1983
– Pakto 1988
• UU No. 7 Tahun 1992 ttg Perbankan
• UU No. 10 Tahun 1998 ttg Perubahan atas
UU No. 7 Tahun 1992
• UU No. 21 Tahun 2008 ttg Perbankan
Syariah
1. UU NO. 14 TAHUN 1967
• Pasal 1 huruf a disebutkan definisi Bank
adalah
Lembaga Keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu-lintas
pembayaran dan peredaran uang.
• Definisi Kredit yang diberikan pada Pasal 1
huruf c yaitu:
penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat
disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
pinjam-meminjam antara bank dengan lain pihak
dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga (rente) yang telah
ditetapkan.
Cont’d
• Tujuan pemerintah dalam menentukan
tingkat bunga adalah agar tidak terjadi
penentuan bunga yang sewenang-wenang
oleh masing-masing bank dan untuk
menjaga stabilitas keuangan negara
• Akibat penentuan bunga oleh pemerintah:
– Bank-bank yang telah didirikan sangat
tergantung kepada tersedianya likuiditas BI
– Tidak ada persaingan antar-bank, sehingga
tabungan menjadi tidak menarik dan alokasi
dana tidak efisien
2. DEREGULASI 1 JUNI
• 1983
Deregulasi 1 Juni 1983 memberi kebebasan
kepada bank untuk menentukan tingkat suku
bunga, bahkan hingga 0%
• Kebolehan memberikan suku bunga 0%
memungkinkan pelaksanaan perbankan yang
sesuai dengan prinsip syariah, namun masih ada
kendala yaitu:
– Pemerintah belum membuka izin pendirian bank baru
– Konsep bank syariah dari segi politis juga dianggap
berkonotasi ideologis merupakan bagian atau berkaitan
dengan konsep negara Islam
– Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh
modal dalam ventura semacam itu
• Bank syariah didirikan dalam bentuk koperasi
yang dimulai oleh Koperasi Jasa Keahlian Teknosa
di Bandung, Koperasi Simpan Pinjam Ridho Gusti
di Jakarta
3. PAKTO 1988
• Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan
Oktober pada tanggal 27 Oktober 1988
(PAKTO 88) berisi kebijakan liberalisasi
perbankan yang membuka peluang untuk
mendirikan bank-bank baru.
• Terbuka kesempatan untuk mendirikan
bank syariah dalam bentuk Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), yaitu
BPR Islam di Lombok, BPRS Berkah Amal
Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah, BPRS
Amanah Rabaniah, dan BPRS Hareukat
Pendirian Bank Syariah
• Lokakarya Ulama tentang Bunga dan Perbankan di
•
•
•
•
Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus 1990
Musyawarah Nasional ke IV MUI di Jakarta pada
tanggal 22-25 Agustus 1990
Tim Perbankan MUI berhasil mendirikan Bank
Muamalat dengan mengumpulkan komitmen
pembelian saham pendiri sebesar Rp84miliar
Silaturahmi Presiden RI dengan masyarakat Jawa
Barat di Istana Bogor, dipenuhi total komitmen
modal disetor awal sebesar Rp106.126.382,- yang
bersumber dari dana personal, institusi, dan
masyarakat
Bank Muamalat mulai beroperasi pada tanggal 1
Mei 1992
4. UU NO. 7 TAHUN 1992
• Definisi Bank pada Pasal 1 angka 1 adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
• Definisi Kredit pada Pasal 1 angka 12 ini
kredit didefinisikan adalah
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan
• Pasal 6 huruf m mengenai usaha yang
dilakukan oleh Bank Umum dan Pasal 13
huruf c mengenai usaha yang dilakukan
oleh Bank Perkreditan Rakyat, bahwa salah
satu usaha yang dapat dilakukan adalah
menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil
• Dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 72 Tahun
1992 disebutkan bahwa prinsip bagi hasil
adalah prinsip bagi hasil berdasarkan
syariat
PP No. 72 Tahun 1992
• Pada Pasal 6 PP No. 72 Tahun 1992
ditentukan bahwa:
1) Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat
yang kegiatan usahanya semata-mata
berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha
yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil
2) Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat
yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan
prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan
melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan
prinsip bagi hasil
SEBI No. 25/4/BPPP
• SEBI No. 25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993
yang pada pokoknya menetapkan hal-hal antara
lain:
1) Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang
dilakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip
bagi hasil;
2) Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip
bagi hasil yang berdasarkan syariah;
3) Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki
Dewan Pengawas Syariah (DPS); dan
4) Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang
kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip
bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan
usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.
Sebaliknya, Bank Umum atau Bank Perkreditan
Rakyat yang melakukan usaha tidak dengan prinsip
bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip bagi hasil.
5. UU NO. 10 TAHUN 1998
• Istilah Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil
menjadi Bank berdasarkan Prinsip Syariah
• Definisi Bank pada Pasal I angka 1
– Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak
• Definisi Prinsip Syariah pada Pasal I angka 1
– Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Cont’d
Peraturan lebih lanjut mengenai
bank syariah diatur dalam SK dan
PBI
SK Dir BI No. 32/34/KEP/DIR ttg Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
PBI No. 6/24/PBI/2004
SK Dir BI No. 32/36/KEP/DIR ttg Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah PBI No. 6/17/PBI/2004
6. UU NO. 21 TAHUN 2008
• UU No. 21 tahun 2008 memiliki beberapa
ketentuan umum yang menarik untuk
dicermati. Ketentuan umum dimaksud (Pasal
1) adalah merupakan sesuatu yang baru dan
akan memberikan implikasi tertentu, meliputi:
1. Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah
menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya
perbedaan antara kredit dan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah.
2. Definisi Prinsip Syariah. Dalam definisi dimaksud
memiliki dua pesan penting yaitu (1) prinsip
syariah adalah prinsip hukum Islam dan (2)
penetapan pihak/lembaga yang berwenang
mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar prinsip
syariah.
3. Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai
pihak terafiliasi seperti halnya akuntan
publik, konsultan dan penilai.
4. Definisi pembiayaan yang berubah secara
signifikan dibandingkan definisi yang ada
dalam UU sebelumnya tentang perbankan
(UU No. 10 tahun 1998). Dalam definisi
terbaru, pembiayaan dapat berupa transaksi
bagi hasil, transaksi sewa menyewa,
transaksi jual beli, transaksi pinjam
meminjam dan transaksi sewa menyewa
jasa (multijasa).
5. Bentuk badan hukum bank syariah adalah
PT.
EVOLUSI PERUNDANG-UNDANGAN PERBANKAN (by
Karnaen AP)
NDANG-UNDANG NO. 14/1967
DEREGULASI 1 JUNI 1983
PAKTO 27 OKTOBER 1988
* TIDAK MUNGKIN ADA BANK
TANPA BUNGA
* DIMUNGKINKAN ADANYA
BANK TANPA
BUNGA TETAPI BELUM DIBUKA
IZIN MENDIRIKAN BANK BARU
* DIMUNGKINKAN ADANYA BANK
TANPA BUNGA DAN SUDAH
DIBUKA IZIN
MENDIRIKAN BANK BARU
* SISTEM BAGI HASIL ATAS
DASAR KESEPAKATAN MURNI
UNDANG-UNDANG NO. 7/1992
* SUDAH DIAKOMIDIR ADANYA
BANK TANPA BUNGA DENGAN
SISTEM BAGI HASIL
UNDANG-UNDANG NO. 10/1998
* SUDAH DIAKOMIDIR
ADANYA BANK SYARIAH
UNDANG-UNDANG NO. 21/2008
* BANK SYARIAH PUNYA UNDANGUNDANG SENDIRI
TERIMA KASIH
WASSALAM