Pengaruh Kompetensi dan Independensi Au

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

SKRIPSI
PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR
TERHADAP KUALITAS AUDIT INVESTIGATIF PADA
DEPUTI BIDANG INVESTIGASI BPKP
Diajukan oleh :
FEDRIE YAMMAR
NPM : 154060006396
AHLI MADYA PERPAJAKAN
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Tahun 2011
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat – Syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan
Pada Politeknik Keuangan Negara STAN
2016

2


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

NAMA

: Fedrie Yammar

NOMOR POKOK MAHASISWA

: 154060006396

BIDANG SKRIPSI

: AUDIT INTERNAL PEMERINTAH

JUDUL SKRIPSI


: PENGARUH

KOMPETENSI

DAN

INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP
KUALITAS

AUDIT

INVESTIGATIF

PADA DEPUTI BIDANG INVESTIGASI
BPKP

Dengan ini menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi ini adalah hasil tulisan
saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin
atau tiru tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Bila terbukti saya

melakukan tindakan plagiarisme saya siap dinyatakan tidak lulus dan dicabut gelar
yang telah diberikan.

Tangerang Selatan,

Desember 2016

Yang memberikan pernyataan,

Fedrie Yammar

2

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA


: Fedrie Yammar

NOMOR POKOK MAHASISWA

: 154060006396

BIDANG SKRIPSI

: AUDIT INTERNAL PEMERINTAH

JUDUL SKRIPSI

: PENGARUH

KOMPETENSI

DAN

INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP

KUALITAS

AUDIT

INVESTIGATIF

PADA DEPUTI BIDANG INVESTIGASI
BPKP

Tangerang Selatan,

Desember 2016

Mengetahui,

Menyetujui,

Direktur

Dosen Pembimbing


.......................................

Agung Nugroho, S.E., Ak. MBIT.

NIP

NIP 197509271995021002

3

DAFTAR ISI
BAGIAN PENDAHULUAN
HALAMAN JUDUL

i

TANDA PERSETUJUAN RENCANA SKRIPSI

ii


DAFTAR ISI

iii

BAGIAN ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian

1

B. Ruang Lingkup Penelitian

3

C. Rumusan Masalah

4

D. Tujuan Penelitian


4

E. Manfaat Penelitian

4

F. Sistematika Penulisan

4

BAB II LANDASAN TEORI
A. Kualitas Audit Investigatif

6

B. Kompetensi Auditor

7


C. Independensi Auditor

8

D. Hasil Penelitian Sebelumnya

10

E. Kerangka Pemikiran

11

F. Hipotesis Penelitian

12

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum BPKP

13


B. Gambaran Umum Deputi Bidang Investigasi

15

1. Struktur Organisasi

16

2. SDM pada Deputi Bidang Invesitigasi BPKP

16

C. Jenis Data

17

D. Populasi dan Sampel Penelitian

18


E. Variabel Penelitian

19

F. Metode Pengumpulan Data

19

G. Cara Pengukuran Variabel

21

4

H. Cara Pengujian Instrumen

21

I. Uji Instrumen/Kualitas Data

21

J. Uji Asumsi Klasik

22

K. Cara Pengujian Hipotesis

25

L. Sarana Pengujian Yang Akan Digunakan

26

M.Hasil Yang Diharapkan

26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pengumpulan Data

27

B. Hasil Pengumpulan Data

27

1. Gambaran Umum Responden

27

2. Statistik Deskriptif

30

C. Pengujian Kualitas/Instrumen Data

31

1. Uji Validitas

31

2. Uji Reabilitas

33

D. Pengujian Asumsi Klasik

33

1. Uji Multikolonieritas

33

2. Uji Heteroskedatisistas

35

3. Uji Normalitas

36

E. Pengujian Hipotesis

39

1. Analisis Regresi Linear Berganda

39

2. Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

40

3. Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

40

4. Analisis Koefisien Determinasi

41

F. Pembahasan

42

1. Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit Investigatif

43

2. Pengaruh Independensi Terhadap Kualitas Audit Investigatif

43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan

45

B. Keterbatasan Penelitian

45

C. Saran

46

5

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS

6

DAFTAR TABEL
Tabel II.1

Penelitian Sebelumnya

10

Tabel IV.1

Usia Responden

28

Tabel IV.2

Jenis Kelamin Responden

28

Tabel IV.3

Tingkat Pendidikan Responden

29

Tabel IV.4

Pengalaman Sebagai Auditor

29

Tabel IV.5

Jabatan Auditor

30

Tabel IV.6

Statistik Deskriptif

30

Tabel IV.7

Hasil Pengujian Validitas Kompetensi Auditor

31

Tabel IV.8

Hasil Pengujian Validitas Independensi Auditor

32

Tabel IV.9

Hasil Pengujian Validitas Kualitas Audit Investigatif

32

Tabel IV.10

Hasil Pengujian Reliabilitas Cronbach’s Alpha

33

Tabel IV.11

Hasil Pengujian Multikolonieritas (1)

34

Tabel IV.12

Hasil Pengujian Multikolonieritas (2)

34

Tabel IV.13

Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser

36

Tabel IV.14

Uji Normalitas 1-S Kolmogorov-Smirnov

38

Tabel IV.15

Hasil Analisis Uji Regresi Linear Berganda

39

Tabel IV.16

Hasil Analisis dengan Uji F

40

Tabel IV.17

Hasil Analisis dengan Uji t

41

Tabel IV.18

Hasil Analisis Koefisien Determinasi

42

7

DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1

Kerangka Pemikiran

11

Gambar III.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Investigasi

16

Gambar III.2 SDM Deputi Bidang Investigasi

17

Gambar III.3 Jabatan Auditor

17

Gambar IV.1 Pengujian Heteroskedastisitas dengan Grafik Scatterplot

35

Gambar IV.2 Uji Normalitas Grafik Histogram

36

Gambar IV.3 Uji Normalitas Grafik Normal Plot

37

8

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I

Kuesioner Penelitian

Lampiran II

Rekap Jawaban Kuesioner

Lampiran III Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian
Lampiran IV Hasil Uji Reabilitas Instrumen Penelitian

9

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang penelitian
Pada saat ini auditor merupakan suatu profesi yang dituntut untuk selalu
memiliki performa terbaik, hal ini dipicu oleh profesi akuntan yang juga semakin
berkembang di berbagai belahan dunia. Kebutuhan dunia usaha, pemerintah dan
masyarakat akan jasa akuntan, terus mengembangkan profesi akuntan (Maryani dan
Ludigdo, 2001), begitu juga dengan profesi auditor yang berhubungan dan berkaitan
sangat erat dengan akuntan itu sendiri. Muncul harapan dan kepercayaan yang besar
dari pemakai laporan keuangan terhadap kinerja auditor, terutama saat auditor
memberikan jasa audit laporan keuangan, yang merupakan akibat dari adanya
skandal-skandal akuntansi yang melibatkan berbagai akuntan. Hal pula yang akhirnya
menuntut berbagai organisasi untuk senantiasa meningkatkan dan mengendalikan
mutu audit yang dilakukan. Berbagai pihak berharap audit yang dilakukan oleh
auditor merupakan laporan yang berkualitas.
BPKP merupakan salah satu lembaga ataupun organisasi yang dipercaya
memiliki kemampuan untuk melaksanakan berbagai jenis audit. Diantara adalah audit
investigatif yang bertujuan menemukan titik terang atas suatu kasus dan permasalahan
yang ada. Mengungkap fraud dibutuhkan usaha yang besar, karena sifat fraud yang
tersembunyi dan tertutup. Kualitas audit investigatif yang dilakukan untuk
mengungkap fraud harus dapat membuka/menjelaskan temuan dan melaporkan
kondisi sebenarnya dibandingkan dengan kriteria yang seharusnya. Ada banyak faktor
yang dapat mempengaruhi kualitas audit. Faktor-faktor yang sangat penting
peranannya dalam menentukan kualitas audit tersebut diantaranya adalah kompetensi
dan independensi. Kualitas audit yang baik akan menghasilkan laporan auditan yang
mampu menyajikan temuan dan melaporkan dengan sesungguhnya tentang kondisi
keuangan kliennya, termasuk apabila di dalamnya terjadi pelanggaran pada sistem
akuntansi klien. Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan
independensi (Christiawan, 2002).

2

Di Indonesia, seiring dengan gencarnya pergerakan melawan korupsi, dimana
korupsi merupakan salah satu bentuk fraud, auditor dituntut untuk bekerja lebih keras
dalam mengungkapkan fraud. Permintaan audit investigatif sangat banyak, namun
tidak dimbangi oleh waktu pelaksanaan audit. Berdasarkan data yang telah diolah oleh
Indonesian Corruption Watch (ICW), BPKP telah melakukan 3.072 audit investigatif
dan perhitungan kerugian negara selama 2011 – 2015 semester I dengan nilai temuan
sebesar Rp 16 triliun. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan penegakan hukum
mengharapkan agar hasil audit investigatif selesai cepat tanpa memperdulikan
rumitnya fraud yang harus ditemukan oleh auditor. Pada Januari 2016, Neta S. Pane
selaku Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) menilai bahwa BPK dan
BPKP belum serius dan maksimal membantu Polri dengan dalam melakukan
pemberantasan korupsi karena lambannya kinerja kedua lembaga itu dinilai membuat
kepolisian terganjal dalam memproses kasus korupsi secara cepat dan tepat. Banyak
hal yang mempengaruhi lamanya penyelesaian audit, diantaranya adalah skema fraud
yang juga turut berkembang seiring dengan berkembangnya praktek akuntansi.
Sehingga auditor harus terus mengembangkan kompetensinya pada saat melakukan
audit investigatif agar didapatkan hasil audit investigatif yang berkualitas.
Selain itu, auditor dituntut untuk memiliki Independensi yang tinggi.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh seorang
auditor. Independen berarti auditor tidak mudah dipengaruhi. Sikap independen
menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Hal yang tidak dapat
dipungkiri bahwa, tidak mudah untuk dapat terus menjaga tingkat independensi agar
tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya karena banyak situasi dilemma etis yang
menyebabkan auditor menjadi tidak dapat independen. Namun dengan demikian,
independensi merupakan sebuah kode etik yang harus dipegang teguh oleh auditor
karena seberapa baik pun hasil audit yang telah dilakukan auditor akan menjadi tidak
berarti jika independensinya terganggu karena ia tidak akan bisa mengungkapkan
pendapatnya secara bebas dan objektif.
Dari berbagai audit investigatif yang pernah dilakukan oleh BPKP, hasil audit
BPKP cenderung diterima oleh masyarakat umum dan lembaga-lembaga yang terlibat

3

dalam penanganan korupsi (fraud), akan tetapi mulai muncul pihak-pihak yang mulai
meragukan kualitas audit investigatif BPKP. Berikut adalah Diagram Opini Publik
terhadap BPKP Pusat dan Perwakilan pada Tahun 2011 – 2013:
Tahun
2011
2012
2013

Baik Sekali
Baik
Tidak Baik Tidak Baik Sekali
4,04 %
93,6%
2,34%
0%
0,64%
92,43%
6,93%
0%
87,08%
12,92%
Sumber: Diolah dari www.bpkp.go.id

Opini publik dengan kategori tidak baik/negatif yang muncul adalah keluhan
berupa lamanya proses audit investigatif yang dilakukan oleh BPKP sehingga
penanganan korupsi menjadi terhambat. Para tersangka yang diaudit pun tidak segansegan menggugat laporan audit investigatif yang dilakukan oleh BPKP pada saat
proses persidangan. Hal ini menuntut BPKP untuk selalu menjaga kualitas audit
investigatif yang dilakukannya. Pada saat ini BPKP sangat gencar untuk menambah
kompetensi yang dimiliki auditor, dengan tujuan bahwa semakin tinggi kompetensi
yang dimiliki oleh auditor maka akan semakin baik pula hasil audit investigatif yang
akan dihasilkan. Selain itu BPKP berusaha meningkatkan independensi auditor
dengan menerapkan kode etik dan adanya buku saku perilaku auditor BPKP.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh kompetensi dan independensi
auditor terhadap kualitas audit investigatif yang dilaksanakan oleh Deputi Bidang
Investigasi. Adapun judul penelitian yang diambil oleh penulis adalah “PENGARUH
KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS
AUDIT INVESTIGATIF DEPUTI BIDANG INVESTIGASI BPKP”.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian merupakan batasan yang ditetapkan agar penelitian
yang dilakukan menjadi lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan penelitian.
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada Deputi Bidang Investigasi Kantor Pusat
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
C. Rumusan Masalah

4

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian dirumuskan
sebagai berikut :
1.

Apakah pengaruh kompetensi auditor terhadap kualitas audit investigatif?

2.

Apakah pengaruh independensi auditor terhadap kualitas audit investigatif?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, beberapa tujuan yang ingin dicapai
penulis dalam penelitian ini adalah:
1.

Untuk memperoleh bukti empiris atas pengaruh kompetensi auditor terhadap
kualitas audit investigatif Deputi Bidang Investigasi BPKP;

2.

Untuk memperoleh bukti empiris atas pengaruh independensi auditor terhadap
kualitas audit investigatif Deputi Bidang Investigasi BPKP.

E. Manfaat Penelitian
1.

Manfaat akademis
Penelitian ini merupakan kajian ilmiah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan akademisi di bidang pendidikan dan ekonomi, sehingga penulis
dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di
Politeknik Keuangan Negara-STAN.

2.

Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh
kompetensi dan independensi auditor dalam meningkatkan kualitas audit
investigatif Deputi Bidang Investigasi Kantor Pusat BPKP.

F.

Sistematika Penulisan
Sesuai dengan Pedoman Penyusunan Skripsi Politeknik Keuangan Negara

STAN yang diatur dalam Surat Edaran Nomor SE – 4/PKN/2016, penelitian ini
disusun dalam lima bab dan tiap bab terbagi dalam subbab-subbab dengan urutan
penyajian dan isinya adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN

5

Bab ini Menguraikan tentang latar belakang penelitian, ruang lingkup
penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan, manfaat penelitian, serta
sistematika dalam penulisan penelitan
BAB II

LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang penulis ambil dari literatur
yang relevan dan berhubungan dengan materi penelitian. Teori difokuskan
pada teori tentang pengertian kualitas audit investigatif, kompetensi dan
independensi auditor.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang data dan fakta dalam penelitian yang terdiri
dari gambaran umum objek penelitian yang sedang dibahas berupa data
organisasi, latar belakang objek, serta bentuk/badan hukum organisasi,
metode pengumpulan data, model penelitian dan pengolahan data
penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang deskripsi data hasil penelitian berdasarkan
hasil pengolahan data atas segenap variabel yang diteliti dan pengujian data
yang dilakukan.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan dan menyajikan kesimpulan yang diperoleh dari
analisis data selama penelitian. Beserta saran yang terkait dengan masalah
yang ada.

6

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kualitas Audit Investigatif
Kualitas audit menurut De Angelo dalam Alim, dkk (2007) adalah sebagai
probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada
sistem akuntansi klien. Probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada
kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada
independensi auditor.
Sedangkan Lowensohn et al. (2005) menyatakan bahwa kualitas audit dapat
diukur dengan tiga pendekatan, yaitu: (1) menggunakan proksi kualitas audit,
misalnya ukuran auditor (Mansi et al., 2004), kualitas laba (Kim et al., 2002), reputasi
KAP (Beatty, 1989), besarnya audit fee (Copley, 1991), adanya tuntutan hukum pada
auditor (Palmrose, 1988), dan lain lain; (2) pendekatan langsung, misalnya dengan
melihat proses audit yang dilakukan dan sejauh mana ketaatan KAP terhadap standar
pemeriksaan audit (Dang, 2004; dan O’Keefe et al., 1994); (3) menggunakan persepsi
dari berbagai pihak terhadap proses audit yang dilakukan KAP (Carcello, 1992).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor
dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian
mutu. AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002)
menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi (keahlian)
dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit.
Dalam konteks sektor pemerintahan di Indonesia, melalui pendekatan
Loweshon et al. (2007) yang menggunakan proksi seperti kualitas laba, reputasi KAP,
dan besarnya audit fee pada auditor tidak dapat diterapkan. Hal ini karena BPKP
adalah lembaga negara yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan audit
investigatif sesuai dengan kompetensinya sebagai lembaga yang independen dalam
rangka pemberantasan korupsi, sehingga proksi tersebut tidak bisa sebagai proksi
kualitas audit pada lembaga pemerintah.

7

B. Kompetensi Auditor
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Lasmahadi (2002)
kompetensi merupakan aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan
dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup berbagai sifat,
motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi
akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Menurut Susanto (2000) definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah
karakteristik-karakteristk yang mendasari individu untuk mencapai kinerja
superior.

Kompetensi

juga

merupakan

pengetahuan,

ketrampilan,

dan

kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang
dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin.
Kompetensi auditor diukur dengan empat indikator formatif, yaitu: (a) perencanaan
mengacu pada Dikolli (2004) bahwa adanya perencanaan audit yang baik, maka
auditor berpotensi akan memiliki kompetensi dalam menemukan bahan misstatements
material dan dalam membuat perencanaan audit perlu mempertimbangkan sistem
pengendalian internal klien, risiko audit, dan prosedur pengujian substantive; (b)
pengetahuan mengacu pada Tan dan Libby (1997) bahwa pengetahuan merupakan
salah satu penentu dari kompetensi teknis dan sangat bermanfaat pada tugas-tugas
terstruktur auditor; (c) pengalaman mengacu pada Colbert (1989) bahwa auditor yang
berpengalaman akan melakukan judgement dengan tingkat kekeliruan lebih rendah
dibanding auditor yang tidak berpengalaman, sehingga berpengaruh terhadap
kompetensi; dan (d) supervisi mengacu pada Malone dan Roberts (1996) bahwa
supervisi yang kuat mencegah kemungkinan auditor berpartisipasi dalam perilaku
mengurangi kualitas audit dan proses audit yang disupervisi cenderung menghasilkan
disclosure yang benar dan kualitas audit yang lebih tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003)
menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas:
1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu
kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedurprosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga mengatakan bahwa

8

pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan
kemajuan bagi pengetahuan.
2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan
bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan Larocque’s (1990) juga
menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja
sama adalah unsur penting bagi kompetensi audit.
C. Independensi Auditor
Definisi independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox adalah
merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen
bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya
tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993,246). Kode Etik
Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan
dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam
pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Independensi auditor mengacu pada Sridharan et al. (2002) bahwa independensi
adalah sikap mental auditor yang tidak bias dalam pengambilan keputusan di seluruh
audit dan laporannya. Independensi auditor diukur dengan empat indikator formatif,
yaitu: (a) persaingan pasar audit mengacu pada Beattie et al. (1999) bahwa persaingan
pasar audit yang tinggi dicerminkan oleh harga yang kompetitif yang berdampak pada
pengurangan jumlah sumber daya personal yang berkualitas, sehingga berisiko
terhadap penurunan kompetensi dan independensi auditor; (b) kebergantungan
ekonomi mengacu pada Deis dan Giroux (1992) bahwa pada kondisi kebergantungan
ekonomi tinggi dapat digunakan sebagai alat oleh klien untuk menekan auditor
dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan
dapat bertahan dengan tekanan klien tersebut, sehingga menyebabkan independensi
mereka melemah; (c) jasa non-audit mengacu pada Ashbaugh (2004) bahwa adanya
jasa non-audit relatif tinggi akan menciptakan ikatan ekonomi yang tinggi antara
auditor dan klien, sehingga dapat menyebabkan auditor kehilangan independensinya;

9

dan (d) masa penugasan auditor mengacu pada Dye (1991) bahwa adanya masa
penugasan auditor yang panjang berpotensi dapat merusak independensi, karena dapat
memupuk kedekatan antara manajemen dan auditor.
Shockley (1981) melakukan penelitian tentang empat faktor yang berpengaruh
terhadap independensi akuntan publik dimana responden penelitiannya adalah kantor
akuntan publik, bank dan analis keuangan. Faktor yang diteliti adalah pemberian jasa
konsultasi kepada klien, persaingan antar KAP, ukuran KAP dan lama hubungan audit
dengan klien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KAP yang memberikan jasa
konsultasi manajemen kepada klien yang diaudit dapat meningkatkan risiko rusaknya
independensi yang lebih besar dibandingkan yang tidak memberikan jasa tersebut.
Tingkat persaingan antar KAP juga dapat meningkatkan risiko rusaknya independensi
akuntan publik. KAP yang lebih kecil mempunyai risiko kehilangan independensi
yang lebih besar dibandingkan KAP yang lebih besar. Sedangkan faktor lama ikatan
hubungan dengan klien tertentu tidak mempengaruhi secara sifnifikan terhadap
independensi akuntan publik.
Penelitian yang dilakukan oleh Lavin (1976) menunjukkan bahwa pembuatan
pembukuan perusahaan atau pelaksanaan fungsi pengolahan data oleh auditor tidak
akan berpengaruh terhadap teknik-teknik yang digunakan auditor untuk mengaudit.
Selain itu penggunaan komputer klien untuk hubungan bisnis dianggap juga tidak
merusak independensi auditor. Supriyono (1988) dalam Wati dan Subroto (2003) telah
melakukan penelitian mengenai independensi auditor di Indonesia. Penelitian ini
mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor yaitu (1) ikatan
keputusan keuangan dan hubungan usaha dengan klien; (2) persaingan antar KAP; (3)
pemberian jasa lain selain jasa audit; (4) lama penugasan audit; (5) besar kantor
akuntan; dan (6) besarnya audit fee. Responden yang dipilih meliputi direktur
keuangan perusahaan yang telah go public, partner KAP, pejabat kredit bank dan
lembaga keuangan non bank, dan Bapepam.

D. Hasil Penelitian Sebelumnya

10

Sebagai bahan referensi dan untuk menambah informasi yang dibutuhkan terkait
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, penulis mengambil rujukan
dari beberapa penelitian terdahulu yang memiliki bahasan relevan sebagai berikut:
Tabel II.1 Penelitian Sebelumnya
Penulis
M. Nizarul Alim;

Judul
Pengaruh Kompetensi dan

Hasil Penelitian
Kompentensi

Trisni Hapsari;

Independensi

Independensi

Liliek Purwanti

Kualitas Audit dengan Etika

berpengaruh

Auditor

terhadap kualitas audit.

Dicka Ichsan Prabantoro

Tahun
2007

2011

Terhadap

Sebagai

Moderasi
Analisis

Variabel
Pengaruh

Independensi

dan

Kompetensi

Terhadap

2012

Sri Suranta

Auditor
signifikan

Independensi

dan

kompetensi
pengaruh

memiliki
positif

signifikan terhadap kualitas

pada

audit baik secara parsial

Inspektorat

VII

Jenderal

maupun secara simultan.

Kementerian Keuangan)
Pengaruh Kompetensi dan

Kompetensi

Independensi

signifikan terhadap kualitas

Terhadap

Auditor

Kualitas

Investigatif
Perwakilan

pada

Audit
Kantor
BPK-RI

audit

positif

investigatif,

independensi
audit investigatif.
Kompetensi

Elyzabet Indrawati

Independensi

berpengaruh

Marpaung;

Terhadap Kualitas Audit

2012

Auditor

Santy Setiawan

dan
namun
tidak

signifikan terhadap kualitas

Yogyakarta
Pengaruh Kompetensi dan

Lauw Tjun Tjun;

dan

Kualitas Audit (Studi Empiris
Inspektorat
Annisa Perdany;

dan

Auditor
secara

signifikan terhadap kualitas
audit.

Sedangkan

Independensi

tidak

berpengaruh

secara

signifikan terhadap kualitas
Alfiyah Ariani Dwiyanti;

2014

Analisis

Pengaruh

audit.
Kompetensi

dan

11

Zaenal Fanani

Kompetensi
Independensi

dan
Terhadap

Kualitas Audit

Independensi

Auditor

mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas
audit

E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang
dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran dari kinerja teori
dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang
ditetapkan (Hamid,2009).
Penelitian ini menganalisis pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor
terhadap Kualitas Audit Investigatif, dimana variabel bebas adalah Kompetensi dan
Independensi Auditor yang berpengaruh terhadap Kualitas Audit Investigatif sebagai
sebagai variabel terikatnya.
Secara umum kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran

F. Hipotesis Penelitian

12

Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian serta uraian perumusan masalah diatas, maka penulis mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
1.

Kompetensi Auditor mempunyai pengaruh positif terhadap Kualitas Audit
Investigatif, dengan:
Ha1:  Artinya, Kompetensi Auditor berpengaruh secara signifikan
terhadap Kualitas Audit Investigatif.
H01:  Artinya, Kompetensi Auditor tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Kualitas Audit Investigatif.

2.

Independensi Auditor mempunyai pengaruh positif terhadap Kualitas Audit
Investigatif, dengan:
Ha2:  Artinya, Independensi Auditor berpengaruh secara signifikan
terhadap Kualitas Audit Investigatif.
H02:  Artinya, Independensi Auditor tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Kualitas Audit Investigatif.

3.

Kompetensi dan Independensi Auditor secara bersama – sama mempunyai
pengaruh positif terhadap Kualitas Audit Investigatif, dengan:
Ha3:  Artinya, Kompetensi dan Independensi Auditor secara bersama –
sama berpengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Audit
Investigatif.
H03: 

Artinya, Kompetensi dan Independensi Auditor secara bersama –
sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Audit
Investigatif.

13

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum BPKP
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah salah satu
organisasi pemerintah yang sebelumnya disebut dengan nama Djawatan Akuntan
Negara (Regering Accountantsdienst) yang memiliki tugas melakukan penelitian
terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu. Djawatan
Akuntan Negara (DAN) merupakan aparat pengawasan pertama di Indonesia.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 dibentuk Direktorat
Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) pada Departemen Keuangan
Adapun tugas DJPKN dalam peraturan tersebut adalah melakukan pengawasan
anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula merupakan tugas pokok
dan fungsi DAN dan Thesauri Jenderal. Perubahan selanjutnya adalah melalui
Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971, tugas Inspektorat Jendral dalam bidang
pengawasan keuangan negara pada Departemen Keuangan dilakukan oleh DJPKN.
BPKP mulai menjadi lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden setelah diterbitkan
Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. Peraturan tersebut
merubah DJPKN menjadi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
pembentukan BPKP disebabkan oleh pentingnya badan atau lembaga pengawasan
yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan
hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya.
Dengan terlepasnya kedudukan BPKP dari semua departemen atau lembaga,
maka BPKP dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.
Selanjutnya pada era reformasi, BPKP diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 103
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja

14

Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 peraturan tersebut
disebutkan bahwa “BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Pada Tahun 2014, peraturan terbaru yang mengatur tentang BPKP, yakni
melalui Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan. Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa BPKP
merupakan aparat pengawasan intern pemerintah yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu Presiden juga mengeluarkan Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kualitas
Sistem Pengendalian Intern dan Keandalan Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan
Intern Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat dengan menugaskan Kepala
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan
pengawasan dalam rangka meningkatkan penerimaan negara/daerah serta efisiensi
dan efektivitas anggaran pengeluaran negara/ daerah, meliputi:
a. Audit dan evaluasi terhadap pengelolaan penerimaan pajak, bea dan cukai;
b. Audit dan evaluasi terhadap pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada
Instansi Pemerintah, Badan Hukum lain, dan Wajib Bayar;
c. Audit dan evaluasi terhadap pengelolaan Pendapatan Asli Daerah;
d. Audit dan evaluasi terhadap pemanfaatan aset negara/ daerah;
e. Audit dan evaluasi terhadap program/kegiatan strategis di bidang kemaritiman,
ketahanan energi, ketahanan pangan, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan;
f. Audit dan evaluasi terhadap pembiayaan pembangunan nasional/daerah;
g. Evaluasi terhadap penerapan sistem pengendalian intern dan sistem pengendalian
kecurangan yang dapat mencegah, mendeteksi, dan menangkal korupsi;

15

h. Audit investigatif terhadap penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan
negara/daerah untuk memberikan dampak pencegahan yang efektif;
i. Audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara/daerah dan
pemberian keterangan ahli sesuai dengan peraturan perundangan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengamanatkan bahwa BPKP
merupakan

aparat

pengawasan

intern

pemerintah

yang

mempunyai

tugas

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/
daerah dan pembangunan nasional.
Untuk melaksanakan mandat tersebut, salah satu tugas BPKP adalah
melakukan pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program dan/atau
kegiatan yang dapat menghambat kelancaran pembangunan, audit atas penyesuaian
harga, audit klaim, audit isvestigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang
berindikasi merugikan keuangan negara/daerah, audit penghitungan kerugian
keuangan negara/daerah, pemberian keterangan ahli, dan upaya pencegahan korupsi.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, Kepala BPKP dibantu oleh Deputi Kepala
BPKP Bidang Investigasi. Sebelum mandat tersebut dituangkan pada Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014, kegiatan audit penyesuaian
harga belum disebut secara implisist dalam peraturanperaturan terkait BPKP seperti
Kepres 31 Tahun 1983, Perpres 103 Tahun 2001 maupun PP 60 Tahun 2008.

B. Gambaran Deputi Bidang Investigasi
Deputi Bidang Investigasi merupakan unsur pelaksana tugas dan fungsi BPKP
di bidang investigasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
BPKP. Deputi Bidang Investigasi melaksanakan tugas membantu Kepala di bidang
pelaksanaan pengawasan kelancaran pembangunan termasuk program lintas sektoral,
pencegahan korupsi, audit atas penyesuaian harga, audit klaim, audit investigatif

16

terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara,
audit penghitungan kerugian keuangan negara dan pemberian keterangan ahli.
Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, salah satu fungsi yang
diselenggarakan Deputi Bidang Investigasi adalah pelaksanaan audit atas penyesuaian
harga, audit klaim dan audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang
berindikasi merugikan keuangan negara, audit penghitungan kerugian keuangan
negara, dan pemberian keterangan ahli pada instansi pusat dan daerah, dan/atau
kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya dibiayai oleh anggaran negara
dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang didalamnya terdapat
kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah, serta upaya pencegahan korupsi

1.

Struktur Organisasi Deputi Bidang Investigasi Kantor Pusat BPKP
Struktur organisasi Deputi Bidang Investigasi Kantor Pusat BPKP adalah

dijelaskan sebagai berikut pada gambar III.1:
Gambar III.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Investigasi

17

Sumber: www.bpkp.go.id
2.

Sumber Daya Manusia Deputi Bidang Investigasi BPKP
Sumber Daya Manusia pada Deputi Bidang Investigasi BPKP per Juni 2016

adalah berjumlah sebanyak 105 pegawai dengan rincian sebagai berikut pada gambar
III.2:
Gambar III.2 SDM Deputi Bidang Investigasi

18

SDM Deputi Bidang Investigasi
90
80

82

70
60
50
40
30

23

20
10
0
Auditor

Non Auditor

Sumber: Diolah dari data penelitian
Dengan jumlah rencana responden adalah seluruh auditor pada Deputi Bidang
Investigasi BPKP mulai dari Kepala (Deputi) sampai dengan Auditor Pelaksana
adalah sebanyak 82 responden yang dijelaskan pada gambar III.3:
Gambar III.3 Jabatan Auditor

3

7

1
Kepala
Direktur
Kasubdit
Fungsional
71

Sumber: Diolah dari data penelitian

C. Jenis data

19

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data
primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung melalui
hasil kuesioner terhadap variabel: kompentesi auditor, independensi auditor dan
kualitas audit investigatif sedangkan data sekunder merupakan dokumen resmi dari
instansi, buku-buku yang relevan, serta jurnal yang terkait dengan variabel yang
digunakan pada penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik

pengumpulan

data

dalam

penelitian

ini

dilakukan

dengan

menggunakan cara sebagai berikut:
1.

Kuesioner (angket), yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan daftar pernyataan dan pertanyaan tertulis yang bersifat tertutup
kepada responden untuk diisi dan dijawab. Kuesioner yang digunakan terdiri dari
tiga bagian yaitu data responden, pernyataan terkait dengan variabel penelitian,
serta pertanyaan tertulis terkait variabel penelitian.

2.

Studi kepustakaan adalah studi yang dilakukan dengan mempelajari dan
memahami data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, dapat bersumber dan
diperoleh dari berbagai literatur maupun dokumen yang secara terpercaya serta
relevan dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian.

E. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan, sedangkan Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono 2009, 80-81).
Selain itu, Arikunto (2006, 116) juga mengemukakan bahwa, penentuan pengambilan

20

Sampel adalah sebagai berikut : Apabila jumlah populasi kurang dari 100 lebih baik
diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika jumlah
populasinya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-55% yang jumlahnya
disesuaikan dengan:
1. Kemampuan peneliti yang dilihat dari waktu, tenaga dan dana yang akan
digunakan dalam penelitian;
2. Wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena sempit atau luasnya berkaitan
dengan dana yang dibutuhkan.
3. Untuk penelitian yang resikonya besar, besar kecilnya resiko tersebut dapat
dijadikan pertimbangan dimana penggunaan sampel yang lebih besar membuat
hasil penelitian menjadi lebih baik.
Menurut Roscoe dalam Sekaran, (2005, 160) memberikan pedoman penentuan
besarnya sampel penelitian, yaitu: “jumlah sampel lebih besar dari 30 dan lebih kecil
dari 500 telah mencukupi untuk semua penelitian”. Dalam penelitian multivariate,
jumlah sampel seharusnya beberapa kali (lebih baik apabila 10 kali atau lebih) dari
jumlah variabel dalam penelitian. Dari perhitungan tersebut maka jumlah minimal
sampel yang disarankan adalah 10 kali 3 variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu 30 sampel. Pada akhirnya peneliti menetapkan jumlah sampel dengan
menggunakan metode Slovin (Sevilla et. Al, 1960,182) yaitu n = N / 1 + Ne2 dimana
n adalah jumlah sampel, N adalah jumlah populasi dan e adalah batas toleransi
kesalahan. Sehingga jumlah sampel menurut metode slovin adalah n = 82 / 1 +
82(0,05)2 yaitu sebanyak 68 sampel dari keseluruhan jumlah populasi.
Teknik pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah pemilihan sampel
nonprobabilitas, yaitu teknik penarikan sampel yang tidak mengikuti panduan
probabilitas matematis. Teknik sampel nonprobabilitas yang digunakan adalah
sampling purposiv. Sekaran (2003,301) mengemukakan bahwa sampling purposiv
adalah salah satu teknik sampling dengan memilih subjek atas dasar kriteria tertentu
sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Sehingga diharapkan

21

pengambilan sampel ini dapat membentu penulis dalam melakukan penghitungan
statistik untuk menentukan hubungan antara variabel yang akan diteliti.

F.

Variabel penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga variabel yang terdiri dari dua variabel bebas

yaitu kompetensi auditor dan independensi auditor serta satu variabel terikat yaitu
kualitas audit investigatif.
1.

Variabel bebas.
Variabel – variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan

sebagai berikut:
a. Kompetensi Auditor
Kompetensi

auditor

adalah

kemampuan

auditor

untuk

menerapkan

pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan dalam audit dengan
teliti, cermat, intuitif, dan obyektif. Berdasarkan Standar Kompetensi Auditor (BPKP,
2010) yang menyebutkan bahwa auditor harus memiliki kemampuan mencakup
pengetahuan yang dimiliki, keterampilan/keahlian yang dimiliki, sikap perilaku yang
dimiliki, pendidikan serta pelatihan professional berkelanjutan. Kompetensi auditor
diukur dengan menggunakan instrumen yang pernah digunakan oleh Efendy (2010)
terdiri dari 6 pertanyaan dengan skala likert 1-5.
b. Independensi Auditor
Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan
aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif.
Independensi menurut Mulyadi (2002) dapat diartikan sebagai sikap mental yang
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain. Mautz dan Sharaf dalam Sawyer (2005, 35-36) memberikan beberapa indikator
independensi bagi akuntan publik, tetapi konsep tersebut dapat relevan untuk

22

digunakan oleh auditor internal berkaitan dengan sikap obyektif. Indikator
independensi tersebut adalah independensi dalam program audit, independensi dalam
verifikasi, dan independensi dalam pelaporan. Independensi auditor diukur dengan
menggunakan dengan menggunakan instrumen yang pernah digunakan oleh Efendy
(2010) terdiri dari 6 pertanyaan dengan skala likert 1-5

2.

Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kualitas Audit Investigatif, yang

didefinisikan oleh Government Accountabilty Office (GAO) sebagai ketaatan
terhadap standar pofesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Lowenshon,
et al., 2005). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) juga mengemukakan bahwa audit yang
dilakukan auditor dikatakan berkualitas jika memenuhi standar auditing dan standar
pengendalian mutu (Elfarini, 2007). Kualitas audit investigatif diukur dengan
menggunakan instrumen yang pernah digunakan oleh Efendy (2010) terdiri dari 8
pertanyaan dengan skala likert 1-5.

G. Cara Pengukuran Variabel
Cara pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala likert yaitu
skala yang sering digunakan untuk mengukur sikap, pendapat maupun persepsi
seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu kejadian atau keadaan sosial
(Sekaran 2005, 31). Skala likert yang digunakan adalah skala likert pernyataan positif
maupun negatif dengan lima alternatif jawaban yaitu sangat setuju, setuju, netral,
tidak setuju dan sangat tidak setuju.

H. Cara pengujian instrumen
Data yang dihasilkan pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji
instrumen dan uji asumsi klasik untuk menguji apakah selanjutnya data tersebut layak

23

untuk dilakukan pengujian analisis dengan analisis regresi. Cara pengujian yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1.

Uji Instrumen/ Kualitas Data.

a. Uji Validitas
Validitas merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur
apa yang seharusnya diukur (Sugiyono 2009, 121). Validitas suatu item pernyataan
ditentukan melalui tingkat signifikansi pada koefisien korelasi antara skor item
pertanyaan dengan skor total pertanyaan. Pengujian untuk mengukur validitas dapat
dilakukan dengan menghitung korelasi Pearson antara skor dari tiap butir pernyataan
dengan total skor dalam variabel penelitian. Perhitungan tersebut akan menghasilkan
r-hitung yang kemudian dibandingkan dengan r-tabel. Apabila r-hitung tiap
pernyataan lebih besar dari nilai r-tabel (rhitung > rtabel) sehingga dapat disimpulkan
bahwa item pernyataan tersebut valid demikian sebaliknya (Ghozali 2013, 53).
Teknis yang digunakan dalam pengujian validitas kuesioner adalah dengan
menguji kuesioner yang akan disebarkan kepada responden sebenarnya, kuesioner
yang akan digunakan terlebih dahulu diujikan pada beberapa auditor internal untuk
memastikan agar terdapat persamaan persepsi auditor internal terhadap maksud dari
pertanyaan – pertanyaan yang diajukan. Pada penelitian ini, kuesioner terlebih dahulu
diuji pada 20 rekan – rekan sesama auditor. Sehingga didapatkan pertanyaan yang
valid dan memenuhi kriteria sebagai instrumen penelitian serta menghapus pertanyaan
yang tidak valid sebagai instrumen penelitian.. Selain itu hal tersebut dilakukan untuk
memperoleh masukan dalam penyusunan pertanyaan kuesioner yang lebih baik.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah alat ukur yaitu
kuesioner penelitian dapat dipergunakan secara konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu Azwar (2008, 4). Suatu alat ukur yang digunakan dua kali atau lebih akan
menunjukkan hasil pengukuran yang konsisten, sehingga alat pengukur tersebut

24

dinilai reliabel. Uji reliabilitas dalam penelitian ini pengukurannya dilakukan
sebanyak satu kali untuk kemudian dibandingkan dengan pertanyaan lain sehingga
didapatkan korelasi antar jawaban tiap pertanyaan kuesioner. Dalam penelitian ini,
reliabilitas diuji dengan menggunakan software SPSS, karena SPSS menyediakan
fasilitas pengujian statistik dengan Cronbachs Alpha (α) untuk mengukur reliabilitas
suatu instrumen penelitian. Ketentuan yang digunakan menurut Nunnally dalam
Ghozali (2013, 48) adalah jika suatu konstruk atau variabel penelitian menghasilkan
nilai Cronbachs Alpha > 0,70 maka variabel tersebut dikatakan reliabel.

2.

Uji asumsi klasik.

a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah suatu model regresi
yang digunakan dalam penelitian memiliki/ terdapat korelasi antar variabel
independen atau variabel bebas. Dalam suatu model regresi yang baik seharusnya
tidak ditemukan adanya korelasi antar variabel independen tersebut (Ghozali 2013,
105). Multikolonieritas umumnya disebabkan oleh adanya kombinasi variabel bebas
sebanyak dua atau lebih. Biasanya jika korelasi antar variabel bebas cukup tinggi
maka terindikasi adanya multikolonieritas. Pengujian multikolonieritas dapat
ditentukan melalui dua cara yaitu dengan melihat angkata tolerance dan variance
inflation factor (VIF).
Tolerance memberikan pengukuran terhadap suatu variabel independen yang
tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Menurut Ghozali (2013, 106) batas
yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah apabila terdapat
variabel independen yang memiliki nilai tolerance  0,10 atau memiliki nilai VIF
10.

25

b. Uji Heteroskedastisitas
Ghozali (2013, 139) mengemukakan bahwa uji heteroskedastisitas dilakukan
untuk menguji variance atas nilai residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain.
Apabila variance tersebut tetap maka model regresi yang digunakan adalah
homoskedatisitas. Sebaliknya apabila variance berbeda dapat dikatakan bahwa dalam
model regresi terjadi heteroskedetisitas. Suatu model regresi yang baik seharusnya
bersifat

homoskedatisitas.

Salah

satu

cara

untuk

mendeteksi

terdapatnya

heteroskedastisitas adalah dengan melihat nilai prediksi variabel dependen yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID yang terlihat pada grafik scatterplot. Jika
membentuk pola tertentu, misalnya titik-titik atau pola tertentu yang terlihat teratur
seperti bergelombang, melebar lalu menyempit, maka dapat diindikasikan bahwa
dalam model regresi telah terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2013, 139).
Namun apabila tidak membentuk suatu pola tertentu dan titik titik yang
terlihat pada grafik scatterplot tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu
Y, maka model regresi tersebut dapat dianggap memiliki homokedastisitas. Pengujian
heteroskedastisitas yang dianalisis dengan grafik plots memiliki kelemahan sehingga
masih diperlukan pengujian secara statistik agar hasil lebih akurat. Menurut Gujarati
dalam Ghozali (2013, 142) pengujian lain yang dapat digunakan adalah uji Glejser.
Uji Glejser akan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen dalam
sebuah persamaan regresi. Tidak terjadinya heteroskedastisitas dapat dilihat dari
probabilitas signifikansi masing – masing variabel bebas yang berada di atas tingkat
kepercayaan 5%.
c. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi pada penelitian, variabel residual terdistribusi secara normal Ghozali (2013,
160). Pengujian ini dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal pada grafik normal probability plot atau dengan melihat grafik histogram
dari residualnya. Jika data (titik) tersebar di sekitar garis diagonal dan searah dengan

26

garis diagonal tersebut atau apabila gambaran yang ditunjukkan grafik histogramnya
memperlihatkan pola distribusi normal, maka model regresi dalam penelitian
memiliki data yang terdistribusi secara normal. Sedangkan apabila data (titik)
penyebarannya menjauh dari garis diagonal atau arahnya tidak sesuai dengan arah
garis diagonal dan grafik histogram menggambarkan pola distribusi yang tidak
normal, maka model regresi tidak memenuhi ketentuan normalitas.
Namun apabila pengamatan yang dilakukan hanya berdasarkan grafik
histogram maupun normal plot maka hasil pengujian dapat dianggap menyesatkan.
Oleh karena itu, agar hasil pengujian normalitas lebih kuat dan lengkap maka
diperlukan tambahan pengujian berdasarkan statistik yaitu menggunakan uji statistik
nonparametric 1-S Kolmogorov-Smirnov. Dengan kriteria apabila nilai signifikansi
yang dihasilkan lebih besar dari α = 5% maka dapat disimpulkan bahwa data
penelitian terdistribusi normal.

I.

Cara pengujian hipotesis
Analisis regresi merupakan analisis dengan mengukur kekuatan hubungan

serta menunjukkan arah hubungan positif atau negatif antara variabel independen
dengan variabel dependen (Ghozali 2013, 96). Pengujian terhadap hipotesis dalam
penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi linear berganda dalam persamaan
regresi sebagai berikut :
KAI = α + β1K + β2I
Keterangan :
KAI

: variabel Kualitas Audit Investigatif

K

: variabel Kompetensi Auditor

I

: variabel Independensi Audito

α

: konstanta

β 1, β 2 : koefisien regresi masing-masing variabel
Ketepatan untuk menaksir nilai aktual dapat diukur dengan uji statistik melalui

27

beberapa pengujian antara lain:
1.

Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk menunjukkan apakah seluruh variabel independen
yang digunakan dalam model penelitian memiliki pengaruh secara simultan atau
bersama-sama terhadap variabel dependen dan menilai signifikansi pengaruhnya.
Dengan kriteria penerimaan suatu hipotesis adalah apabila F-hitung > F-tabel,
sehingga dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Selain itu, hasil uji F juga dapat
diukur dengan membandingkan nilai probabilitas signifikansi (α). Jika nilai
probabilitasnya dibawah α = 0,05, maka seluruh variabel independen dikatakan secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2.

Uji Statistik t

Uji statistik t dilakukan bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh yang
dihasilkan oleh suatu variabel independen secara parsial dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Cara melakukan uji t dua arah adalah dengan membandingkan
nilai t hasil perhitungan statistik dengan nilai t menurut tabel berdasarkan degree of
freedom (df) dengan tingkat signifikansi 5%. Apabila t-hitung lebih besar daripada
t-tabel (-t-tabel ≤ t-hitung ≤ t-tabel) maka suatu variabel independenden dikatakan
secara parsial signifikan dalam mempengaruhi variabel independen.
3.

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model
penelitian atau regresi menerangkan variasi variabel independen berdasarkan
perhitungan nilai R square. Nilai R2 yang mendekati 1 atau 100% memiliki arti
bahwa variasi variabel independen mampu memberikan hampir seluruh informasi
yang diperlukan dalam memprediksi variabel dependen (Ghozali 2013, 97). Koefisien
determinasi memiliki kelemahan mendasar karena bias terhadap jumlah variabel
independen. Menurut banyak peneliti lebih dianjurkan untuk menggunakan adjusted R

28

squ