Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab. Mandailing Natal (Studi Kasus : Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak)
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Tumbuhan Obat
Bangsa Indonesia telah lama mengenal tumbuhan obat. Tumbuhan obat
umumnya merupakan tumbuhan hutan yang sejak jaman nenek moyang telah
menjadi tumbuhan pekarangan dan secara turun-temurun digunakan sebagai
tumbuhan obat (Simbala, 2009).
Tumbuhan obat yaitu tumbuhan yang hidup secara liar dimana bagian
tumbuhan tersebut berupa daun, batang, buah, bunga, dan akarnya memiliki
khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat
modern maupun obat-obatan tradisional. Tumbuhan obat di Indonesia merupakan
salah satu kelompok komoditas hutan dan kebun yang erosi genetiknya tergolong
pesat.
Menurut Departemen Kesehatan RI, defenisi tanaman obat Indonesia
sebagaimana tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978 adalah
sebagai berikut :
1. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional
atau jamu.
2. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan
baku obat (prokursor).
3. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut
digunakan sebagai obat.
(Naemah, 2012).
Pada masyarakat lokal, sistem pengetahuan tentang alam tumbuhtumbuhan
merupakan
pengetahuan
dasar
yang
amat
penting
dalam
4
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan kelangsungan hidup mereka, tetapi sejalan dengan berubahnya
ekosistem tempat mereka hidup, perubahan lingkungan dan arus lalulintas,
komunikasi dan informasi dari luar, menyebabkan nilai-nilai budidaya yang
selama ini tumbuh dan berkembang di masyarakat ikut berkembang. Namun disisi
lain pengetahuan pemanfaatan dan cara meramu tumbuhan obat mengalami erosi
akibat masuknya obat-obatan modern dari luar (Setyowati dan Wardah, 2007).
Peran Tumbuhan Obat
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan
tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah
kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman ini
merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan
keterampilan, yang secara turun temurun telah diwariskan oleh generasi
berikutnya, termasuk generasi saat ini.
Semakin berkembangnya IPTEK dan pemanfaatannya bagi sektor
pelayanan medis, namun tidak berarti perkembangan tersebut telah meninggalkan
pengobatan tradisional yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu dalam
menghadapi berbagai gangguan kesehatan. Dalam hal ini, tanaman obat sudah
banyak
memberikan
manfaat
bagi
kesehatan
masyarakat.
Pemanfaatan
tanaman obat dimaksudkan bagi peningkatan kesehatan fisik dan mental
(Wijayakusuma, 2000).
Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan
kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya tanaman obat di
Indonesia. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat
tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di alam
5
Universitas Sumatera Utara
liar atau dibudidayakan dalam sekala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan
kualitas dan kuantitas yang kurang memadai (Asmaliyah dkk, 2010).
Tumbuhan obat tradisional di Indonesia mempunyai peran yang sangat
penting terutama bagi masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas kesehatannya
masih sangat terbatas. Nenek moyang kita mengenal obat-obtan tradisional yang
berasal dari tumbuhan disekitar pekarangan rumah maupun yang tumbuh liar
disemak belukar dan hutan-hutan. Masyarakat
disekitar kawasan hutan
memanfaatkan tumbuhan obat yang ada sebagai bahan baku obat-obatan
berdasarkan pengetahuan tentang pemanfaatan obat yang diwariskan secara turuntemurun (Hidayat dan Hardiansyah, 2012).
Tumbuhan sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan, karena disamping
sebagai sumber makanan juga dapat sebagai obat. Kadang-kadang untuk
menyembuhkan suatu penyakit tidak hanya dapat disembuhkan dengan
pengobatan modern, tetapi juga disembuhkan dengan menggunakan dari tanaman
obat-obatan berkhasiat (Nursiah, 2013).
Tanaman obat yang beranekaragam jenis, habitus dan khasiatnya
mempunyai peluang besar serta memberi kontribusi bagi pengembangan dan
pembangunan hutan. Karakteristik berbagai tanaman obat yang menghasilkan
produk berguna bagi masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan
dikembangkan bersama dalam hutan di daerah tertentu. Berbagai keuntungan
yang diperoleh dengan berperannya tanaman obat dalam hutan adalah pendapatan,
kesejahteraan,
konservasi
sebagai
sumberdaya,
pendidikan
nonformal,
keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja serta keamanan sosial
(Hamzari, 2008).
6
Universitas Sumatera Utara
Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Dalam sejarah perkembangan farmasi, tumbuhan obat merupakan sumber
senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat berbagai jenis penyakit. Hingga
saat ini, sumber alam nabati masih tetap masih merupakan sumber bahan kimia,
baik sebagai senyawa isolate murni yang langsung dipakai seperti alkaloida
morfvin, dan papaverin, maupun tidak langsung dipakai sebagai bahan dasar
setelah melalui derivatisasi menjadi senyawa bioaktif turunan yang lebih baik,
sehingga lebih potensial dan aman dipakai, seperti molekul artemisinin dari
tanaman Artemisia annua L. yang diderivatisasi menjadi artemisinin eter yang
lebih aktif mengendalikan penyakit malaria (Galingging, 2009).
Flora
Indonesia
sangat
kaya
dengan
berbagai
spesies
dan
keanekaragamannya.Sebagai gambaran kekayaan dan keanekaragaman flora
Indonesia, van Steein memperkirakan bahwa spesies tanaman berbunga saja
antara 25.000-30.000 jenis. Sedangkan koleksi herbarium yang berada di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan di Bogor mempunyai lebih dari 4.000
spesies pohon dalam 668 genus yang termasuk dalam 111 famili. Sedangkan dari
herbarium yang terdapat sebagai koleksi khusus tanaman-tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis, khususnya tanaman obat yang disebut sebagai koleksi
Heyne, mempunyai 3.302 spesies dalam 1468 genus dan termasuk dalam 199
famili (Kusumawati dkk, 2003).
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang dari 82% dari total
spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika pada ketinggian
dibawahn 1000 meter dari permukaan laut. Saat ini ekosistem hutan dataran
rendah adalah kawasan hutan yang paling banyak rusak dan punah karena
7
Universitas Sumatera Utara
berbagai kegiatan manusia baik secara legal maupun illegal. Berbagai ekosistem
hutan dataran rendah antara lain : tipe ekosistem hutan pantai, tipe hutan hujan
dataran rendah, dan lain–lain. Masing–masing tipe hutan ekosistem tropika
Indonesia merupakan wujud proses evolusi, interaksi yang kompleks dan teratur
dari komponen tanah, iklim (terutama cahaya, curah hujan, dan suhu), udara dan
organisme termasuk sosial-budaya manusia untuk mendukung kehidupan
keanekaragaman hayati, antara lain berbagai tumbuhan obat (Zuhud, 2008).
Menurut Hidayat dan Hardiansyah (2012), kelebihan tanaman obat
berikutnya adalah harga yang relatif murah. Menjadi sangat murah jika bisa
menanam atau mencari sendiri di kebun-kebun atau di hutan alam. Tetapi jika
harus diperoleh dalam bentuk simplisia menjadi lebih mahal. Semakin lebih
mahal, jika sudah diolah, tetapi umumnya tetap lebih murah jika dilihat
efektifitasnya. Selanjutnya sifat tanaman obat yang aman ini menyebabkan dalam
penggunaannya tidak dibutuhkan pengawasan yang ketat sehingga sering tidak
dibutuhkan bantuan tenaga medis atau para medis, tetapi cukup oleh anggota
keluarga sendiri jika diagnosa sudah jelas.
Kondisi Umum Daerah Penelitian
Hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut secara administrasi berlokasi di
Kabupaten Mandailing Natal (Madina) provinsi Sumatera Utara. Hutan lindung di
kecamatan Ulu Pungkut ini berdampingan dengan sebagian daerah kawasan
Taman Nasional Batang Gadis. Wilayah Taman Nasional Batang Gadis yang
berada di daerah ini awalnya juga merupakan daerah hutan lindung dimana
kawasan Taman Nasional Batang Gadis sebelum ditunjuk menjadi kawasan
konservasi awalnya merupakan kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas
8
Universitas Sumatera Utara
dan Hutan Produksi Tetap. Hutan Lindung yang dialihfungsikan menjadi Taman
Nasional adalah seluas 101.500 Ha.
Hutan lindung di kecamatan Ulu pungkut memiliki luas total lebih kurang
38.256 Ha. Dari hasil diskusi dengan pihak Dinas Kehutanan Kabupaten
Mandailing Natal, desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak
merupakan desa yang banyak memanfaatkan tanaman obat dari hutan.
Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak merupakan desa
yang berdampingan dengan hutan dimana kebun maupun sawah warga ada yang
berbatasan langsung dengan wilayah hutan. Masyarakat di desa Alahankae,
Hutanagodang, dan Simpang Banyak mayoritas bekerja sebagai petani, dan
sisanya bekerja sebagai pegawai pemerintahan dan wiraswata.
Data akurat mengenai luas hutan lindung di tiap-tiap desa tidak diperoleh
karena belum pernah dilakukan pengukuran langsung pada masing-masing desa.
Berdasarkan data luas hutan pada Dinas Kehutanan diperoleh data luas hutan
lindung di desaAlahankae luasnya lebih kurang 4474 Ha, di desa Hutanagodang
luasnya lebih kurang 1455 Ha, dan di desa dan di desa Simpang Banyak luasnya
lebih kurang 5618 Ha.
Keadaan topografi kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut berupa
perbukitan yang memiliki ketinggian yang bervariasi. Intensitas curah hujan di
daerah penelitian tergolong tinggi. Dimana, jumlah hari hujan rata – rata bulanan
12 sampai 13 hari dalam setiap bulannya, presipitasi rata – rata tahunan lebih
besar dari 1.717,5 mm/tahun. Temperatur rata – rata bulanan adalah 23 – 25,4oC.
9
Universitas Sumatera Utara
Pengertian Tumbuhan Obat
Bangsa Indonesia telah lama mengenal tumbuhan obat. Tumbuhan obat
umumnya merupakan tumbuhan hutan yang sejak jaman nenek moyang telah
menjadi tumbuhan pekarangan dan secara turun-temurun digunakan sebagai
tumbuhan obat (Simbala, 2009).
Tumbuhan obat yaitu tumbuhan yang hidup secara liar dimana bagian
tumbuhan tersebut berupa daun, batang, buah, bunga, dan akarnya memiliki
khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat
modern maupun obat-obatan tradisional. Tumbuhan obat di Indonesia merupakan
salah satu kelompok komoditas hutan dan kebun yang erosi genetiknya tergolong
pesat.
Menurut Departemen Kesehatan RI, defenisi tanaman obat Indonesia
sebagaimana tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978 adalah
sebagai berikut :
1. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional
atau jamu.
2. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan
baku obat (prokursor).
3. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut
digunakan sebagai obat.
(Naemah, 2012).
Pada masyarakat lokal, sistem pengetahuan tentang alam tumbuhtumbuhan
merupakan
pengetahuan
dasar
yang
amat
penting
dalam
4
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan kelangsungan hidup mereka, tetapi sejalan dengan berubahnya
ekosistem tempat mereka hidup, perubahan lingkungan dan arus lalulintas,
komunikasi dan informasi dari luar, menyebabkan nilai-nilai budidaya yang
selama ini tumbuh dan berkembang di masyarakat ikut berkembang. Namun disisi
lain pengetahuan pemanfaatan dan cara meramu tumbuhan obat mengalami erosi
akibat masuknya obat-obatan modern dari luar (Setyowati dan Wardah, 2007).
Peran Tumbuhan Obat
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan
tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah
kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman ini
merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan
keterampilan, yang secara turun temurun telah diwariskan oleh generasi
berikutnya, termasuk generasi saat ini.
Semakin berkembangnya IPTEK dan pemanfaatannya bagi sektor
pelayanan medis, namun tidak berarti perkembangan tersebut telah meninggalkan
pengobatan tradisional yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu dalam
menghadapi berbagai gangguan kesehatan. Dalam hal ini, tanaman obat sudah
banyak
memberikan
manfaat
bagi
kesehatan
masyarakat.
Pemanfaatan
tanaman obat dimaksudkan bagi peningkatan kesehatan fisik dan mental
(Wijayakusuma, 2000).
Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan
kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya tanaman obat di
Indonesia. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat
tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di alam
5
Universitas Sumatera Utara
liar atau dibudidayakan dalam sekala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan
kualitas dan kuantitas yang kurang memadai (Asmaliyah dkk, 2010).
Tumbuhan obat tradisional di Indonesia mempunyai peran yang sangat
penting terutama bagi masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas kesehatannya
masih sangat terbatas. Nenek moyang kita mengenal obat-obtan tradisional yang
berasal dari tumbuhan disekitar pekarangan rumah maupun yang tumbuh liar
disemak belukar dan hutan-hutan. Masyarakat
disekitar kawasan hutan
memanfaatkan tumbuhan obat yang ada sebagai bahan baku obat-obatan
berdasarkan pengetahuan tentang pemanfaatan obat yang diwariskan secara turuntemurun (Hidayat dan Hardiansyah, 2012).
Tumbuhan sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan, karena disamping
sebagai sumber makanan juga dapat sebagai obat. Kadang-kadang untuk
menyembuhkan suatu penyakit tidak hanya dapat disembuhkan dengan
pengobatan modern, tetapi juga disembuhkan dengan menggunakan dari tanaman
obat-obatan berkhasiat (Nursiah, 2013).
Tanaman obat yang beranekaragam jenis, habitus dan khasiatnya
mempunyai peluang besar serta memberi kontribusi bagi pengembangan dan
pembangunan hutan. Karakteristik berbagai tanaman obat yang menghasilkan
produk berguna bagi masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan
dikembangkan bersama dalam hutan di daerah tertentu. Berbagai keuntungan
yang diperoleh dengan berperannya tanaman obat dalam hutan adalah pendapatan,
kesejahteraan,
konservasi
sebagai
sumberdaya,
pendidikan
nonformal,
keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja serta keamanan sosial
(Hamzari, 2008).
6
Universitas Sumatera Utara
Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Dalam sejarah perkembangan farmasi, tumbuhan obat merupakan sumber
senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat berbagai jenis penyakit. Hingga
saat ini, sumber alam nabati masih tetap masih merupakan sumber bahan kimia,
baik sebagai senyawa isolate murni yang langsung dipakai seperti alkaloida
morfvin, dan papaverin, maupun tidak langsung dipakai sebagai bahan dasar
setelah melalui derivatisasi menjadi senyawa bioaktif turunan yang lebih baik,
sehingga lebih potensial dan aman dipakai, seperti molekul artemisinin dari
tanaman Artemisia annua L. yang diderivatisasi menjadi artemisinin eter yang
lebih aktif mengendalikan penyakit malaria (Galingging, 2009).
Flora
Indonesia
sangat
kaya
dengan
berbagai
spesies
dan
keanekaragamannya.Sebagai gambaran kekayaan dan keanekaragaman flora
Indonesia, van Steein memperkirakan bahwa spesies tanaman berbunga saja
antara 25.000-30.000 jenis. Sedangkan koleksi herbarium yang berada di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan di Bogor mempunyai lebih dari 4.000
spesies pohon dalam 668 genus yang termasuk dalam 111 famili. Sedangkan dari
herbarium yang terdapat sebagai koleksi khusus tanaman-tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis, khususnya tanaman obat yang disebut sebagai koleksi
Heyne, mempunyai 3.302 spesies dalam 1468 genus dan termasuk dalam 199
famili (Kusumawati dkk, 2003).
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang dari 82% dari total
spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika pada ketinggian
dibawahn 1000 meter dari permukaan laut. Saat ini ekosistem hutan dataran
rendah adalah kawasan hutan yang paling banyak rusak dan punah karena
7
Universitas Sumatera Utara
berbagai kegiatan manusia baik secara legal maupun illegal. Berbagai ekosistem
hutan dataran rendah antara lain : tipe ekosistem hutan pantai, tipe hutan hujan
dataran rendah, dan lain–lain. Masing–masing tipe hutan ekosistem tropika
Indonesia merupakan wujud proses evolusi, interaksi yang kompleks dan teratur
dari komponen tanah, iklim (terutama cahaya, curah hujan, dan suhu), udara dan
organisme termasuk sosial-budaya manusia untuk mendukung kehidupan
keanekaragaman hayati, antara lain berbagai tumbuhan obat (Zuhud, 2008).
Menurut Hidayat dan Hardiansyah (2012), kelebihan tanaman obat
berikutnya adalah harga yang relatif murah. Menjadi sangat murah jika bisa
menanam atau mencari sendiri di kebun-kebun atau di hutan alam. Tetapi jika
harus diperoleh dalam bentuk simplisia menjadi lebih mahal. Semakin lebih
mahal, jika sudah diolah, tetapi umumnya tetap lebih murah jika dilihat
efektifitasnya. Selanjutnya sifat tanaman obat yang aman ini menyebabkan dalam
penggunaannya tidak dibutuhkan pengawasan yang ketat sehingga sering tidak
dibutuhkan bantuan tenaga medis atau para medis, tetapi cukup oleh anggota
keluarga sendiri jika diagnosa sudah jelas.
Kondisi Umum Daerah Penelitian
Hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut secara administrasi berlokasi di
Kabupaten Mandailing Natal (Madina) provinsi Sumatera Utara. Hutan lindung di
kecamatan Ulu Pungkut ini berdampingan dengan sebagian daerah kawasan
Taman Nasional Batang Gadis. Wilayah Taman Nasional Batang Gadis yang
berada di daerah ini awalnya juga merupakan daerah hutan lindung dimana
kawasan Taman Nasional Batang Gadis sebelum ditunjuk menjadi kawasan
konservasi awalnya merupakan kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas
8
Universitas Sumatera Utara
dan Hutan Produksi Tetap. Hutan Lindung yang dialihfungsikan menjadi Taman
Nasional adalah seluas 101.500 Ha.
Hutan lindung di kecamatan Ulu pungkut memiliki luas total lebih kurang
38.256 Ha. Dari hasil diskusi dengan pihak Dinas Kehutanan Kabupaten
Mandailing Natal, desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak
merupakan desa yang banyak memanfaatkan tanaman obat dari hutan.
Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak merupakan desa
yang berdampingan dengan hutan dimana kebun maupun sawah warga ada yang
berbatasan langsung dengan wilayah hutan. Masyarakat di desa Alahankae,
Hutanagodang, dan Simpang Banyak mayoritas bekerja sebagai petani, dan
sisanya bekerja sebagai pegawai pemerintahan dan wiraswata.
Data akurat mengenai luas hutan lindung di tiap-tiap desa tidak diperoleh
karena belum pernah dilakukan pengukuran langsung pada masing-masing desa.
Berdasarkan data luas hutan pada Dinas Kehutanan diperoleh data luas hutan
lindung di desaAlahankae luasnya lebih kurang 4474 Ha, di desa Hutanagodang
luasnya lebih kurang 1455 Ha, dan di desa dan di desa Simpang Banyak luasnya
lebih kurang 5618 Ha.
Keadaan topografi kawasan hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut berupa
perbukitan yang memiliki ketinggian yang bervariasi. Intensitas curah hujan di
daerah penelitian tergolong tinggi. Dimana, jumlah hari hujan rata – rata bulanan
12 sampai 13 hari dalam setiap bulannya, presipitasi rata – rata tahunan lebih
besar dari 1.717,5 mm/tahun. Temperatur rata – rata bulanan adalah 23 – 25,4oC.
9
Universitas Sumatera Utara