Memasak Bersama Anak Mengolah Cinta dan
Memasak Bersama Anak: Mengolah Cinta dan Logika, Mengaduk
Keterampilan dan Komunikasi dan Mematangkan Keceriaan dan
Kepercayaan Diri
8 April 2017 Universitas Pembangunan Jaya
Memasak kini menjadi bagian dari budaya populer keseharian. Televisi menayangkan
beraneka program memasak baik untuk dewasa maupun anak – baik laki-laki maupun
perempuan. Sebetulnya apa manfaat memasak untuk anak?
Keterampilan Numerik: Tambahkan 2 sendok gula ke dalam adonan, peras ¼ lemon ke
dalam cangkir, panggang kentang selama 30 menit, bagilah tumpukan keju parut untuk 3
kali taburan di atas lapisan lasagna. Secara aplikatif, anak belajar tentang angka dan
penerapannya. Operasi matematika seperti penambahan pengurangan perkalian dan
pembagian dipelajari oleh anak dengan gembira dalam suasana menyenangkan.
Keterampilan Verbal: Apa itu merebus dan mengkukus? Apa persamaan dan perbedaan
pokcay dan kailan? Mana yang lebih enak, chocolate cookies atau chocolate lava cake –
dan mengapa kamu berpendapat demikian? Bagaimana langkah demi langkah menghias
cupcakes? Di dapur, Ayah dan Bunda dapat memperkenalkan kata-kata baru kepada si
kecil.
Logika Sebab Akibat: Apabila langkah yang dilakukan sesuai dengan resep, maka apa
yang terjadi? Wah, mengapa kok ternyata masakan gosong? Apakah ada langkah yang
terlewat? Jangan-jangan aku salah dalam menimbang bahan-bahan? Lewat memasak,
anak belajar tentang sistematika berpikir, menguraikan langkah dan urutan kejadian,
berpikir reflektif serta menarik hikmah serta mengamati langsung rangkaian sebab akibat
dari perbuatannya.
Kepercayaan Diri: Pandangan mata berbinar Ayah Bunda saat anak berhasil menyajikan
masakan, komentar hangat kepada sang anak tentang betapa enaknya masakan tersebut
serta antusiasme orang tua memotret hasil masakan untuk dibagikan ke keluarga besar,
termasuk licinnya piring Ayah dan Bunda karena masakan tandas disantap punya dampak
besar pada rasa percaya diri si anak. Di masa depan, bekal rasa percaya diri ini bahkan
dapat terus dikembangkan menjadi salah satu pilihan karir mendatang.
Memasak juga baik untuk anak di rentang usia yang lebih tinggi yaitu usia sekolah. Anak
belajar mengurutkan langkah-langkah mempersiapkan masakan, anak belajar klasifikasi
dengan mengidentifikasi bahan, juga memahami konsep reversibility – yakni bahwa jumlah
atau bahan dapat diubah kembali ke keadaan semula. Secara sosial, anak belajar bangga
akan prestasi dan kerja kerasnya membangun rasa aman dan tak lagi bingung tentang diri
sendiri maupun masa depan. Memasak membuat anak belajar menyusun rencana,
menghitung bahan dan lamanya waktu, mengembangkan kemandirian dan merasa percaya
diri.
Berikut tips praktis agar pengalaman memasak bersama menjadi lebih menyenangkan:
1.
Cermati tingkat kesulitan masalah: Pilihlah resep yang mudah atau yang sudah
pernah Ayah dan Ibu buat agar tidak sulit diikuti oleh anak dan menghindari kejutankejutan yang mengagetkan.
2.
Belanja bersama: Sebelum mulai memasak, orang tua dan anak dapat berbelanja
bersama untuk memastikan bahwa semua bahan tersedia.
3.
Luangkan waktu dengan memadai: Jika masakan karya anak direncanakan
menjadi pencuci mulut hidangan makan siang, maka mulailah di awal hari supaya tidak
tergopoh-gopoh saat memasak.
4.
Bersenang-senang: Bahan yang sedikit tumpah, agak berceceran saat dituang
dan kurang rapi saat disajikan merupakan bagian dari si anak bereksplorasi dengan
gembira.
5.
Perhatikan keselamatan: Pisau tajam, percikan minyak, loyang panas dan gelas
ukur yang mudah pecah bukan penghalang dalam memasak. Supervisi orang tua serta
panduan keselamatan saat bersama-sama memasak dapat membuat anak cermat
dalam melangkah bahkan belajar mengantisipasi. Semua ini merupakan keterampilan
hidup yang dapat diadaptasikan dalam berbagai konteks.
Intinya, memasak bersama anak bukanlah sekedar mengisi waktu. Dengan memasak, Ayah
dan Bunda mengolah cinta bersama anak, mengasah logika serta keterampilan hidup,
mengolah komunikasi lewat kehangatan bersama seraya mematangkan rasa percaya diri
anak. Yuk, masak…
Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo, M.A., M.Psi., Psikolog
Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
Keterampilan dan Komunikasi dan Mematangkan Keceriaan dan
Kepercayaan Diri
8 April 2017 Universitas Pembangunan Jaya
Memasak kini menjadi bagian dari budaya populer keseharian. Televisi menayangkan
beraneka program memasak baik untuk dewasa maupun anak – baik laki-laki maupun
perempuan. Sebetulnya apa manfaat memasak untuk anak?
Keterampilan Numerik: Tambahkan 2 sendok gula ke dalam adonan, peras ¼ lemon ke
dalam cangkir, panggang kentang selama 30 menit, bagilah tumpukan keju parut untuk 3
kali taburan di atas lapisan lasagna. Secara aplikatif, anak belajar tentang angka dan
penerapannya. Operasi matematika seperti penambahan pengurangan perkalian dan
pembagian dipelajari oleh anak dengan gembira dalam suasana menyenangkan.
Keterampilan Verbal: Apa itu merebus dan mengkukus? Apa persamaan dan perbedaan
pokcay dan kailan? Mana yang lebih enak, chocolate cookies atau chocolate lava cake –
dan mengapa kamu berpendapat demikian? Bagaimana langkah demi langkah menghias
cupcakes? Di dapur, Ayah dan Bunda dapat memperkenalkan kata-kata baru kepada si
kecil.
Logika Sebab Akibat: Apabila langkah yang dilakukan sesuai dengan resep, maka apa
yang terjadi? Wah, mengapa kok ternyata masakan gosong? Apakah ada langkah yang
terlewat? Jangan-jangan aku salah dalam menimbang bahan-bahan? Lewat memasak,
anak belajar tentang sistematika berpikir, menguraikan langkah dan urutan kejadian,
berpikir reflektif serta menarik hikmah serta mengamati langsung rangkaian sebab akibat
dari perbuatannya.
Kepercayaan Diri: Pandangan mata berbinar Ayah Bunda saat anak berhasil menyajikan
masakan, komentar hangat kepada sang anak tentang betapa enaknya masakan tersebut
serta antusiasme orang tua memotret hasil masakan untuk dibagikan ke keluarga besar,
termasuk licinnya piring Ayah dan Bunda karena masakan tandas disantap punya dampak
besar pada rasa percaya diri si anak. Di masa depan, bekal rasa percaya diri ini bahkan
dapat terus dikembangkan menjadi salah satu pilihan karir mendatang.
Memasak juga baik untuk anak di rentang usia yang lebih tinggi yaitu usia sekolah. Anak
belajar mengurutkan langkah-langkah mempersiapkan masakan, anak belajar klasifikasi
dengan mengidentifikasi bahan, juga memahami konsep reversibility – yakni bahwa jumlah
atau bahan dapat diubah kembali ke keadaan semula. Secara sosial, anak belajar bangga
akan prestasi dan kerja kerasnya membangun rasa aman dan tak lagi bingung tentang diri
sendiri maupun masa depan. Memasak membuat anak belajar menyusun rencana,
menghitung bahan dan lamanya waktu, mengembangkan kemandirian dan merasa percaya
diri.
Berikut tips praktis agar pengalaman memasak bersama menjadi lebih menyenangkan:
1.
Cermati tingkat kesulitan masalah: Pilihlah resep yang mudah atau yang sudah
pernah Ayah dan Ibu buat agar tidak sulit diikuti oleh anak dan menghindari kejutankejutan yang mengagetkan.
2.
Belanja bersama: Sebelum mulai memasak, orang tua dan anak dapat berbelanja
bersama untuk memastikan bahwa semua bahan tersedia.
3.
Luangkan waktu dengan memadai: Jika masakan karya anak direncanakan
menjadi pencuci mulut hidangan makan siang, maka mulailah di awal hari supaya tidak
tergopoh-gopoh saat memasak.
4.
Bersenang-senang: Bahan yang sedikit tumpah, agak berceceran saat dituang
dan kurang rapi saat disajikan merupakan bagian dari si anak bereksplorasi dengan
gembira.
5.
Perhatikan keselamatan: Pisau tajam, percikan minyak, loyang panas dan gelas
ukur yang mudah pecah bukan penghalang dalam memasak. Supervisi orang tua serta
panduan keselamatan saat bersama-sama memasak dapat membuat anak cermat
dalam melangkah bahkan belajar mengantisipasi. Semua ini merupakan keterampilan
hidup yang dapat diadaptasikan dalam berbagai konteks.
Intinya, memasak bersama anak bukanlah sekedar mengisi waktu. Dengan memasak, Ayah
dan Bunda mengolah cinta bersama anak, mengasah logika serta keterampilan hidup,
mengolah komunikasi lewat kehangatan bersama seraya mematangkan rasa percaya diri
anak. Yuk, masak…
Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo, M.A., M.Psi., Psikolog
Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya