PELUANG PENGEMBANGAN PELATIHAN KERJA BID

PELUANG PENGEMBANGAN PELATIHAN
KERJA BIDANG PARIWISATA
(STUDI KASUS DI DIY, BALI DAN NTB)

KUSMAYADI
Pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi saja,
ternyata telah menciptakan struktur ekonomi yang rapuh, karena tidak
ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia yang memadai.
Aspek sumber daya manusia sebagai subjek di dalam pembangunan
pariwisata khususnya, semestinya memiliki peranan besar. Di samping itu,
pemerataan kesempatan kerja dan peluang berusaha sektor pariwisata perlu
diperluas sebagai penopang perekonomian.
Hasil studi di tiga propinsi (DIY, Bali dan NTB) menunjukkan bahwa
peluang dan kesempatan kerja di sektor tersebut cukup memberikan harapan,
sehingga peluang dan kesempatan untuk mengembangkan pelatihan kerja di
bidang ini masih terbuka luas.

A. TIN JAUAN UM UM SUM BER DAYA M AN USIA
Pembangunan nasional yang
bertumpu pada pertumbuhan
ekonomi

seperti
telah
dilakukan selama ini, di satu
sisi telah dapat membawa
perubahan dari masyarakat
pertanian
ke
masyarakat
industri.
Pertumbuhan GNP,
tumbuhnya sektor jasa, terkendalinya
inflasi,
tingginya
tingkat partisipasi angkatan
kerja,
pertumbuhan
jumlah
penduduk
melek
huruf,

rendahnya tingkat kematian
BALITA, atau naiknya angka
harapan
hidup
difahami

sebagai keberhasilan ekonomi
nasional yang sangat menakjubkan
mulai
awal
1979.
Namun di sisi lain, semua
indikator kemajuan ekonomi
tersebut sulit dipertahankan
dewasa ini karena indikator
kemajuan ekonomi tersebut
tidak berbasis pada sumber
daya manusia yang handal.
Oleh karena itu, perubahan
tatanan ekonomi yang tidak

selalu
linear
merupakan
pelajaran nasional yang paling
berharga
bagi
pengambil
kebijaksanaan
pembangunan
ekonomi nasional untuk selalu
menjaga keseimbangan antara
pertumbuhan
ekonomi
dan

Ir. Kusmayadi, Ka. PUSLITDIMAS Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti 26-40

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

mutu sumber daya manusia

dalam pembangunan di masa
mendatang.
Membahas
mengenai
kualitas sumber daya manusia,
menurut hasil studi UNDP
(1996;
1998)
berdasarkan
indikator Human Development
Index (HDI), negara Indonesia
menduduki
peringkat
102
dengan
nilai
HDI:
0,641.
Sementara Singapura berada
pada tingkat 34 (HDI: 0,881),

Brunei peringkat ke-36 (HDI:
0,872), Thailand ke-52 (HDI:
0,832), Malaysia ke-53 (HDI:
0,826), Philippina ke-95 (HDI:
0,666), dan Jepang berada
pada tingkat ke-3 (HDI: 0,938).
Kondisi
ini
memberikan
gambaran,
bahwa
betapa
beratnya posisi SDM Indonesia
terhadap standard rata-rata
SDM negara Asia. Apalagi bila
dikaitkan
dengan
standar
kebutuhan SDM untuk bidang
pariwisata dan sektor jasa

lainnya yang menuntut kriteria
kemampuan
yang
amat
spesifik.
Kondisi lain yang
dapat
menggambarkan
rendahnya
kualitas
SDM
tersebut dapat dilihat dari
tingkat pendidikan angkatan
kerja. Sebagai contoh, pada
tahun 1998 banyaknya pekerja
atau
karyawan
yang
berpendidikan
SLA

sampai
perguruan
tinggi
hanya

Kusmayadi: 26-40

27

mencapai 10,3%. Sedangkan
pekerja/karyawan
yang
terbesar memiliki pendidikan
paling tinggi SD.
Walaupun
demikian bila dibandingkan
dengan
tahun
1997,
pekerja/karyawan

yang
berpendidikan paling tinggi SD
menurun sekitar 1,1% (BPS,
Sakernas 1997; 1998).
Penyediaan SDM Pariwisata
saat ini berasal dari SMK,
SMU, pendidikan tinggi dan
balai latihan kerja.
Bidang
kejuruan
pariwisata
dan
perhotelan diprogramkan pada
dua jenis SMK yaitu SMK di
mana bidang studi pariwisata
dan
perhotelan
merupakan
salah satu alternatif yang
ditawarkan

SMK
yang
bersangkutan dan SMIP yang
merupakan
SMK
khusus
menawarkan
bidang
studi
pariwisata dan perhotelan.
Saat
ini
di
Indonesia
terdapat sekitar 700 SMK
Negeri dan 3.000 SMK Swasta
termasuk 75 buah SMIP dan
SMK
yang
menawarkan

pariwisata
dan
perhotelan
(negeri dan swasta).
Data
tahun
1996,
menunjukkan
bahwa terdapat sekitar 1,4 juta
orang siswa yang duduk di
bangku
SMK
baik
negeri
maupun swasta. Dari jumlah
tersebut, 50% belajar di SMEA,
38% belajar di STM dan

ISSN 1411-1527


28

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

sisanya
(12%)
mempelajari
bidang-bidang
lain.
Sedangkan jumlah siswa yang
menekuni
pariwisata
dan
perhotelan
diperkirakan
sekitar 30.000 orang (PHRI,
1996).
Sumber
lain
(Depparsenibud,
1998)
menyebutkan bahwa lembaga
yang
menyelenggarakan
pendidikan
kepariwisataan
pada tahun 1998 di Indonesia
terdapat
55
lembaga
pendidikan tinggi (diploma),
122
lembaga
pendidikan
menengah
dan
28
pusat
pelatihan,
dengan
lulusan
sebanyak 106 ribu orang per
tahun.
Jumlah
lulusan
tersebut terdiri atas 28%
lulusan pendidikan tinggi, 59%
lulusan pendidikan menengah
dan
13%
lulusan
hasil
pelatihan. Dari jumlah lulusan
yang
ada
tersebut,
maka
menurut Taroeprajeka (1998)
pada akhir Pelita VI akan
kekurangan
tenaga
operasional
pariwisata
sebanyak
370.000 orang.
Dalam pengadaan tenaga
kerja
tersebut
masih
menghadapi
permasalahanpermasalahan antara lain: (1)
adanya kesenjangan antara
hasil didik dengan kompetensi
yang dibutuhkan industri, (2)
produktivitas
rendah,
(3)
Kusmayadi: 26-40

masalah pendanaan di dalam
diklat
sehingga
sarana/prasarana tidak memadai,
(4)
adanya
kecenderungan quick yielding
dari pihak industri dan (5)
kesulitan
merumuskan
kurikulum
pendidikan
dan
pelatihan yang standard. Di
samping itu, ungkapan dari
industri (user) menyebutkan
bahwa
SDM
pariwisata
Indonesia
pada
umumnya
masih berada pada tingkatan
pekerja lapangan (practical
worker). Sementara kenyataan
yang dihadapi berbagai posisi
dan tingkatan jabatan yang
saat ini tengah dan akan diisi
lagi oleh tenaga kerja asing.
B. M ETO DO LO GI
Tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui peluang dan kesempatan kerja sektor pariwisata pada saat ini.
Karya tulis ini didasarkan
atas kajian terhadap perkembangan pariwisata di tiga propinsi yaitu Daerah Istimewa
Yogyakarta, Bali dan Nusa
Tenggara Barat yang dilakukan
pada bulan November 1999Januari 2000.
Selain Documental Study, yang digunakan
mengumpulkan data, observasi
lapangan juga dilakukan untuk mengamati situasi kepa-

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

riwisataan di ketiga lokasi tersebut.
Untuk melengkapi data yang
terkumpul, dilakukan pula wawancara dengan unsure dari
Dinas Pariwisata, BAPPEDA,
Kanwil Depnaker, PHRI dan
ASITA setempat. Di samping
itu
dilakukan
pula
wawancaradengan kepala dan
staf dari Balai Latihan Kerja
Khusus
Pariwisata
untuk
mengetahui kondisi pelatihan
yang dilaksanakannya.
Untuk mengetahui bagaimana aspirasi dan peran serta
masyarakat, terutama pencari
kerja terhadap kepariwisataan,
dilakukan pula diskusi terfokus
(focus group discussion).

29

kembali ke titik 7% pada tahun
2002.
Dalam
keadaan
demikian, harapan terhadap
sektor
pariwisata
sebagai
sektor andalan sangat besar,
mengingat
potensi
sumber
daya pariwsata ini sangat
besar.
Selain potensi sumber daya
alam,
potensi
geografis
Indonesia
yang
merupakan
negara kepulauan, dan terletak
di jalur perjalanan dunia.
2. Sektor Pariw isata dalam
Perekonom ian

C. TEM UAN : TIN JAUAN
EKO N O M I SEKTO R PARIW ISATA
1. Prospek Pengem bangan
Sektor Pariw isata
Krisis ekonomi yang diperberat dengan adanya krisis
politik
telah
menimbulkan
kemunduran di dalam berbagai
sektor kehidupan. Lebih-lebih
sektor
ekonomi,
Indonesia
yang
pada
tahun
1996
mencapai pertumbuhan ratarata 7% turun menjadi minus
18% pada tahun 1999 dan
diharapkan dapat kembali ke
0% pada tahun 2000 serta

Kusmayadi: 26-40

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

30

Pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
terhadap
kesejahteraan
masyarakat.
Secara konvensional, salah
satu
indikator pertumbuhan
ekonomi nasional dapat dilihat
pada laju pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB).
PDB
dihitung menurut harga yang
berlaku 1998 dan menurut
harga konstan 1993 digunakan
untuk kajian ini. Berdasarkan
data PDB pada Tabel 1.
perekonomian Indonesia belum
menggambarkan
kepulihan
yang berarti setelah krisis

menerpa perekonomian kita
sejak 1997 lalu.
Dalam
menghadapi
krisis
yang
berjalan,
pemerintah
sebenarnya terus optimis bahwa
nilai PDB menurut harga yang
berlaku
diharapkan
dapat
meningkat
dari
625.505,9
menjadi
989.573,1
milyar
rupiah dari tahun 1997 ke
tahun
1998.
Sebaliknya,
pemerintah juga terbuka dan
jujur melaporkan bahwa PDB
menurut harga konstan 1993
diakui telah mengalami penurunan
sebesar
14%,
dari

Tabel 1.
Peranan Sektor Pariwisata Terhadap PDB dibandingkan dengan sektor lainnya
Lapangan Usaha
1.
!
!
!
!
!
2.
3.
4.
5.
6.
!
!
!
7.
8.
9.

Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
Tanaman bahan makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Perdaganan besar dan eceran
Hotel
Restoran
Transportasi dan komunikasi
Keuangan
Jasa

Tahun
1997
16,0
8,2
2,6
1,8
1,5
1,7
8,7
25,5
1,2
7,3
16,5
13,00
0,6
2,9
6,7
9,3
8,3

1998
18,28
8,9
3,6
2,0
1,9
2,2
12,8
26,2
1,2
5,4
14,5
11,6
0,5
2,7
5,4
8,2
6,9

Perubahan
8,8
0,7
1,0
0,2
0,4
0,5
4,1
0,7
0,0
-1,9
-1,6
-1,4
-0,1
-0,2
-1,3
-1,1
-1,4

Sumber: BPS, 1999

Kusmayadi: 26-40

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

434.095,5 menjadi 374.718,7
pada periode
yang
sama.
Adalah suatu realitas bahwa
perubahan ekonomi tersebut
mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat, terutama tenaga
kerja.
Lebih lanjut, BPS (1998)
menjelaskan bahwa hampir
semua sektor ekonomi telah
mengalami
pertumbuhan
negatif, kecuali sektor pertanian,
yang
mengalami
pertumbuhan
sebesar
0,2
persen.

31

impor
mengalami
kenaikan
yang
sangat
menakjubkan.
Ekspor
meningkat
sebesar
50,6 persen dan impor naik
sebesar 42,9 persen.
Di
tiga
propinsi
lokasi
penelitian,
peran
sektor
pariwisata terhadap Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB) menunjukkan adanya
penurunan terhadap total.

Sejak 1991 sampai 1999,
sumbangan terbesar terhadap
PDB masih diberikan oleh
sektor industri pengolahan.
Sektor ini telah menyumbangkan PDB sebesar 26,2
persen.
Kemudian sektor
perikanan (yang masih dalam
satu
kategori
dengan
pertanian,
peternakan,
dan
kehutanan)
mampu
memberikan kontribusi terhadap PDB sebanyak 18,8
persen. Sedangkan sumbangan
sektor
perdagangan
(yang
masih menjadi satu kategori
dengan sub sektor perhotelan,
dan restoran) terhadap PDB
menempati urutan ketiga, yaitu
sebesar 14,9 persen. Lalu,
sektor
pertambangan
dan
penggalian
menyumbangkan
2,9 persen terhadap PDB.
Terakhir,
peranan
ekspor

Kusmayadi: 26-40

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

32

Tabel 2. menggambarkan
Produk
Domestik
Regional
Bruto (PDRB) di tiga lokasi
studi
menunjukkan
bahwa
pangsa sektor 6 (perdagangan,
hotel dan restoran) terhadap
total
PDRB
mengalami
penurunan kecuali di DIY, naik
2,50% dari tahun 1997 ke
tahun 1998. Walaupun secara
keseluruhan
sektor
6
mengalami penurunan, di Bali,
sektor perdagangan meningkat
sebesar 0,9% dan di NTB,
perhotelan naik 0,19% dari
tahun 1997.
Dorongan
optimis
bagi
pengembangan pariwisata, di
ketiga daerah tersebut, terutama di propinsi DIY, ditunjukkan dari hasil studi seperti

pada Tabel 3. Walaupun dalam
kondisi
ekonomi
sedang
melemah tetapi sektor ini
mampu
menjadi penggerak
ekonomi
dengan
kenaikan
yang cukup menggembirakan.
D. PERKEM BAN GAN PARIW ISATA NASIO NAL
Indikator
yang
menggambarkan
perkembangan
pariwisata
antara
lain
perkembangan
kunjungan wisatawan manca
negara
(wisman),
tingkat
penuhian kamar (TPK), lama
tinggal
(length
of
stay),
perolehan devisa, investasi
dan lain-lain.
Secara

umum,

kondisi

Tabel 2.
PDB Tiga Propinsi Atas Dasar Harga Berlaku

Tabel 3
PERDATOTAL PDB
TAHUN
RESTORAN PERHOTELAN
TOTAL
Pangsa Sektor
Pariwisata
Terhadap
PDRB
GANGAN Di Tiga Propinsi Atas Dasar Harga Berlaku

PROPINSI
DIY

1996

6,383,328

Propinsi
1997

Tahun
7,103,949

DIY 1998

9,725,407
1996

1996

1997
8,621,457

1997

1998
9,897,407

BALI1998

1996
13,525,985

BALI

NTB

1996

NTB

1997
1998

Sumber: BPS, 1999
Kusmayadi: 26-40

1997
3,986,481
1998
4,534,065
1996
7,784,900
1997
1998

431,830
Perda494,505
gangan
716,179
6.76
6.96
886,631
7.36
1,056,750
10.28
1,566,354
10.68
568,239
11.58
671,339
14.25
1,136,292
14.81
14.60

104,679

1,007,295

Restoran
526,948 Perhotelan
126,516

470,786

Total
1,147,969

899,469
7.38
7.42
670,000
9.25
789,525
7.77
1,070,822
7.98
56,312
7.92
67,960
1.41
109,141
1.50
1.40

199,203
1.64
1.78
1,097,401
2.05
1,172,628
12.73
1,487,005
11.85
47,967
10.99
57,707
1.20
113,397
1.27
1.46

1,814,851
15.78

16.16
2,654,032
18.66
3,018,903
30.78
4,124,181

30.50
672,518
30.49
797,006
16.87
1,358,830
17.58
17.45

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

kepariwisataan kita saat ini
sangat terpuruk akibat dari
kondisi
yang
tidak
aman.
Padahal seandainya kondisi
aman, maka masalah krisis
moneter merupakan dorongan
bagi
wisatawan
untuk
berkunjung
ke
Indonesia,
karena Indonesia merupakan
daerah tujuan wisata termurah
di dunia.

33

Hasanudin, Entikong dan Adi
Sumarmo justru mengalami
penurunan yang sangat tajam,
masing-masing sebesar 48,81
persen, 41,51 persen dan
23,26 persen.

3. Perkem bangan
Kunjungan W ism an
Jumlah kunjungan wisman
melalui 13 pintu masuk utama
pada bulan Desember 1999
tercatat
sebanyak
326.384
orang, dan kumulatif JanuariDesember
1999
sebanyak
3.920,3
ribu
orang,
yang
berarti
masih
mengalami
kenaikan
4,13
persen
dibandingkan dengan jumlah
wisman pada tahun 1998, yang
hanya
berjumlah
sebesar
3.764,7 ribu orang.
Bila dilihat menurut masingmasing
pintu
masuk,
persentase kenaikan jumlah
wisman
terbesar
selama
Januari-Desember
1999
dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya terjadi di
Mataram
sebesar
51,47
persen, diikuti oleh JuandaSurabaya 16,26 persen, dan
Ngurah Rai-Bali 12,30 persen.
Sebaliknya
jumlah
wisman
melalui
pintu
masuk
Kusmayadi: 26-40

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

34

Dari
data
kunjungan
wisatawan
yang
cukup
mengesankan tercatat melalui
pintu masuk M ataram yaitu
sebesar 58,85% atau 1.050
orang,
sampai
Juli
1999.
Kendatipun secara nasiona!
kontribusinya tercatat masih
terbilang kecil (0,28%), tetapi
yang patut dicatat dari pintu
masuk ini adalah pertumbuhan
kunjungan wisman yang secara
terus menerus menunjukkan
angka
positif
dengan
persentase yang cukup tinggi
merupakan indikasi terhadap
prospek
potensi
wisata
propinsi Nusa Tenggara Barat
yang
semakin
berkembang

pesat sebagai daerah tujuan
wisata di tanah air.
4. Perolehan Devisa
Perolehan devisa dari Sektor
Pariwisata melalui kunjungan
wisman yang masuk di 13
pintu
masuk
utama
pada
periode Januari - Juli 1999
sebesar ± US $ 2,092.93 juta.
Dibandingkan dengan periode
yang
sama
tahun
1998,
perolehan
devisa
secara
kumulatif naik 10,27 %.
Dengan
menggunakan
metoda pendekatan non linier
(logistic
smooting),
yang
didasari
asumsi
terjadinya
fluktuasi dalam pengeluaran

Tabel 4
Perkembangan Jumlah Wisman Untuk 13 Pintu Masuk Januari - Desember 1999

Bulan
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Jan-Des 99
Jan-Des 98

SoekarnoHatta
59.247
61.245
70.612
64.368
50.370
54.344
87.228
86.164
72.973
63.594
76.375
72.798
819.318
883.016

Ngurah Rai

Batam

108.626
105.673
121.514
110.188
112.241
124.841
146.859
143.306
134.153
110.207
93.029
88.934
1.399.571
1.246.289

96.232
98.131
112.141
97.710
104.391
97.583
107.547
88.516
98.476
110.973
120.608
116.483
1.248.791
1.173.392

10 Pintu
masuk lain
32.706
41.145
36.451
33.548
33.509
31.580
37.898
38.934
37.230
36.187
45.281
48.169
452.638
461.973

Jumlah
296.811
306.194
340.718
305.814
300.511
308.348
379.532
356.920
342.832
320.961
335.293
326.384
3.920.318
3.764.670

Sumber: BPS, 2000

Kusmayadi: 26-40

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

dan lama tinggal wisman dari
hasil
penelitian
PES
(Passenger Exit Survey) selama
delapan tahun terakhir (19911998), yang diwarnai dengan
penurunan lama tinggal dan
pengeluaran
serta
pertimbangan dampak inflasi
selama tahun berjalan, ratarata pengeluaran wisman per
kunjungan untuk tahun 1999
diperkirakan sebesar US $
935,21
per
orang
per
kunjungan atau turun 8,38 %
dibanding pengeluaran tahun
1998 (sebesar ± US $ 940,23).
Dengan demikian, perolehan
devisa dari sektor Pariwisata
melalui kunjungan wisman di
13 pintu masuk utama secara
kumulatif
pada
periode
Januari-Juli 1999 diperkirakan
dapat diperoleh devisa sebesar
± U S $ 2,092.93 juta atau
diperoleh kenaikan sebesar
10,27% dibandingkan dengan
Tabel 5
Perkembangan Perolehan Devisa Dari 13 Pintu
Masuk, 1999 Vs 1998
BULAN
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
M EI
J UNI
JULI
JAN-JUL

1999
1998
(Juta US$) (Juta US $)
277.58
288.97
286.36
261.71
318.64
275.43
286.00
290.37
281.04
230.00
288.37
241.02
354.94
310.48
2,092.93 1,897.98

Kusmayadi: 26-40

±(%)
-3,94
9,42
15,69
-1,50
22,19
19,65
14,32
10,27

35

perolehan devisa pada periode
yang
sama
tahun
1998
(sebesar $ US 1,897.98 juta).
5. Akom odasi Dan Tingkat
Penghunian Kam ar
a. Akomodasi

Sampai dengan posisi Juli
1999, jumlah akomodasi di
Indonesia tercatat sebanyak
9.608 unit dengan 231.722
kam ar,
terdiri
dari
hotel
berbintang 810 unit dengan
kapasitas 81.997 kam ar, dan
akom odasi lainnya 8.798
unit
dengan
kapasitas
149.725 kam ar.
Menurut
penyebarannya,
hotel berbintang tampak masih
ter-konsentrasi pada pusatpusat
kegiatan
pariwisata,
yaitu semua provinsi di P.
Jawa dengan jumlah 44.254
kamar (54,0 %), Ball 16.811
kamar (20,5 %), Sumatera
12.530 kamar (15,3%), dan
Kawasan
Timur
Indonesia
8.402 kamar (10,2 %).
b. Tingkat Penghunian Kamar(TPK)
Hotel di Indonesia

Berdasarkan
data
yang
diterima dari Badan Pusat
Statistik
(BPS),
rata-rata
tingkat
penghunian
kamar
hotel berbintang di 10 daerah
tujuan wisata pada bulan
Nopember
1999
mencapai
40,82 persen, atau turun 0,49
ISSN 1411-1527

36

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

persen dibanding TPK bulan
Oktober 1999 yang mencapai
41,31 persen.
Dilihat dari
DTW-nya, walaupun TPK di
Bali untuk bulan Nopember
1999 masih yang tertinggi
mencapai
52,67
persen,
namun mengalami penuran
dibanding bulan sebelumnya
sebesar
55,62
persen.
Penurunan
jumlah
wisman
pada
kenyataannya
sangat
terkait dengan penurunan TPK.
Sebaliknya TPK, di Sulawesi
Utara meningkat tajam dari
32,96 persen menjadi 47,48
persen
sekaligus
menempatkannya pada urutan
kedua. Sedangkan TPK hotel
berbintang di DTW Sulawesi
Selatan
menempati
urutan
terendah, yaitu hanya 20,92
persen.
Selanjutnya
bila
dilihat
menurut klasifikasinya, TPK
hotel bintang 5 mencapai
49,29 persen dan merupakan
persentase tertinggi dibanding
pada kelas hotel berbintang
yang lain. Sedangkan TPK
terendah pada hotel bintang 1
yang hanya mencapai 35,12
persen.
Data sampai bulan Juni
1999, yang
padat dihuni
adalah hotel bintang lima yakni
sebesar 44,04 %.

Kusmayadi: 26-40

6. Rata-rata Lam a
M enginap
Rata-rata lama menginap
tamu (asing dan nusantara)
pada bulan Juni 1999 di 10
daerah tujuan wisata tercatat
selama 2,35 hari. Terlama di
Bali yaitu 4,62 hari, dan
tersingkat di Sumatera Utara
selama 1,48 hari.
Menurut klasifikasi bintang
hotel, pada bulan Juni 1999,
terlama dihuni adalah hotel
bintang lima, yakni selama
3,34 hari, dan tersingkat
adalah hotel bintang 1 selama
1,36 hari.
7. Usaha Perjalanan W isata
Jumlah Usaha Perjalanan
Wisata
tahun
1999
telah
mencapai
2.660
perusahaan, yang terdiri atas
Biro Perjalanan Wisata (BPW)
sebanyak
1.739
perusahaan,
Cabang
Biro
Perjalanan Wisata (CBPW) 570
perusahaan,
dan
Agen
Perjalanan
Wisata
(APW)
sebanyak 351 perusahaan.
Dibanding
dengan
posisi
akhir tahun 1998 sebanyak
2.612
perusahaan,
berarti
selama
5
bulan
terdapat
pertambahan 48 perusahaan
(1,84 %) yang terdiri atas Biro
Perjalanan Wisata bertambah
37
perusahaan
(2,17
%),
Cabang Biro Perjalanan Wisata
ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

bertambah 6 perusahaan (1,06
%) dan Agen Perjalanan Wisata
bertambah 5 perusahaan (1,45
%).

PMA/PMDN sampai dengan
akhir bulan Mei 1999 tercatat
sebanyak 65 proyek dengan
nilai investasi sebesar U S $
93,645,95 ribu (PMA), R p
168.320,86 juta (PMDN), dan
Rp
2.812,00
juta
(NonFasilitas),
dengan
rincian
sebagai berikut :

8. Pem andu W isata
Jumlah
pemandu
wisata
1999 tercatat sebanyak 9.800
orang, atau turun 11,8 %
dibanding dengan posisi akhir
tahun 1998 (11.113 orang),
yang terdiri atas Pemimpin
Perjalanan Wisata (PPW) 669
orang atau turun 12,1 %
dibanding posisi akhir tahun
1998
(761
orang),
dan
Pramuwisata (PW) sebanyak
9.131 orang atau turun 11,8%
dibanding posisi akhir tahun
1998 (10.352 orang). Dari
seluruh
Pemandu
Wisata
tersebut, menguasai bahasa
Inggris 57,6 %, Jepang 15,0 %,
Mandarin 7,7 %, Jerman 5,2
%, Belanda 4,1%, Perancis
3,6%, dan beberapa bahasa
asing lainnya.
9. Investasi Di Sektor
Pariwisata
Jumlah
rencana
investasi
di
sektor
pariwisata
yang
telah
mendapat-kan
persetujuan
baik
yang
menggunakan Penanaman
Modal
Asing
(PMA)
maupun
Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
(PMDN)
dan
Non

Kusmayadi: 26-40

37

a. Penanaman Modal Asing
(PMA), 54 proyek senilai
U S $ 93,645,95 ribu,
untuk rincian bidang usaha
:
1) Perhotelan, 31 proyek
senilai US $88,012.70
2) Restoran,
9
proyek
senilai US$1,683.25
3) WisataTirta, 7 proyek
senilai US$1,080.50
4) Rekreasi,
7
proyek
senilai US 2,869.50
b. Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN), 8 proyek
senilai
Rp
168.320,83
juta
sernuanya
untuk
bidang usaha perhotelan.

Tabel 6
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada 3 Propinsi
Terpilih

Provinsi

1996

1997

1998

1. Yogyakarta

67.9

65.4

67.7

2. Bali

77.1

77.1

76.8

3. NTB

73.4

73.5

70.5

Sumber: BPS, 1998

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

38

c. Non Fasilitas, 3 proyek
senilai R p 2.812,00 juta
untuk bidang usaha:
1) Perhotelan, 2 proyek senilai
Rp 2.362,00 ribu
2) Restoran, 1 proyek senilai
Rp 450,00 ribu.
Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang diserap oleh
65 proyek tersebut mencapai
4.338 orang.
E. KO N DISI
JAAN

KETEN AGAKER-

Indonesia terkenal dengan
persediaan tenaga kerja yang
besar.
Jumlah
penduduk
Indonesia diestimasikan lebih
dari dari dua ratus juta jiwa
pada awal tahun 2000 ini.
Sebagai negara berkembang
dengan
jumlah
penduduk
terbesar ke empat di dunia,
wajar
apabila
tingkat
partisipasi
angkatan
kerja
(TPAK) mendekati hampir 70
persen, dengan bentuk U
terbalik. Angka tahun 1998 ini
meningkat lebih dari 3 persen
bila
dibandingkan
tahun
sebelumnya, yang hanya 66,3
persen.
Jumlah angkatan kerja yang
begitu
besar
tentu
memerlukan
peningkatan
kemampuan dan ketrampilan
serta
profesionalisme
yang

Kusmayadi: 26-40

sesuai perubahan pasar kerja
maupun perubahan teknologi,
baik di dalam negeri maupun
luar negeri.
Angka Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) di tiga
propinsi
lokasi
studi,
ditunjukkan pada tabel berikut:
Dari
sejumlah
penduduk
yang secara ekonomi aktif,
BPS
melaporkan
bahwa
mayoritas (68,28%) bekerja,
18,23
persen
mengurus
rumahtangga,
10
persen
bersekolah,
3,65
persen
dinyatakan
sebagai
pengangguran, dan sisanya
(6,70%)
termasuk
lain-lain.
Struktur tenaga kerja demikian
memberi
pilihan
bagi
Departemen
Tenaga
Kerja
untuk
menentukan
tujuan,
target, sasaran maupun pola
kebijaksanaan
yang
tepat
dalam meningkatkan kualitas
tenaga
kerja
sekaligus
memberdayakan masyarakat.
Pembangunan
memang
telah
dilaksanakan
selama
lebih
tiga
dekade.
Pembangunan
masa
lalu
diharapkan
untuk
mempercepat proses transisi
masyarakat
Indonesia
dari
masyarakat
pertanian
yang
tradisional dan marjinal ke
masyarakat
industri
yang
modern.
Namun
demikian,

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

penyerapan tenaga kerja di
Indonesia masih didominasi
sektor
pertanian.
Hampir
empat
puluh
lima
persen
(44,96%) tenaga kerja bekerja
di sektor pertanian.

39

yang paling tinggi hingga
jabatan
administrasi.
Banyaknya
tenaga
kerja
tersebut seperti pada Tabel 8.

Penyerapan terbesar kedua
ditempati
oleh
sektor
perdagangan (19.18%), di ikuti
sektor jasa (14,13%).
Perkembangan
pariwisata
akan
mendorong
pula
perkembangan
sarana
penunjang pariwisata seperti
akomodasi. Di ketiga propinsi
tempat
dilakukannya
studi,
setiap
usaha
akomodasi
menyerap tenaga kerja dengan
rata-rata 9,5, 33,1 dan 15,3
orang untuk DIY, Bali dan NTB.
Implikasinya adalah apabila
perkembangan
Tabel 7
usaha
akibat
Banyaknya Akomodasi Menurut Kamar, Tempat Tidur, Ratameningkatnya
Rata Pekerja Per Usaha Dan Banyaknya Tamu Per Hari, tahun
arus
kunjungan
1998
wisatawan, maka
akan
bertambah
U R A I A N
DIY
BALI
NTB
pula kesempatan
kerja
yang
1. Banyaknya
tersedia (Tabel 7).
a. Usaha
842
1,288
294
Data yang ada
saat ini menunjukkan
bahwa
tenaga
kerja
bidang
pariwista
menduduki
jabatan-jabatan
mulai dari tingkat
direktur
utama

Kusmayadi: 26-40

b. Kamar
c. Tempat tidur
2. Rata-rata pekerja
a. Per usaha
b. Per kamar
3. Banyanya tamu
a. Wisnus
b. Wisman
JUMLAH

12,331
21,535

34,747
57,446

4,842
8,673

9.5
0.7

33.1
1.2

15.3
0.9

3,012
395
3,407

2,583
10,358
12,941

451
872
1,323

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

40

Sebagai
contoh,
pada tahun 1998,
tenaga kerja yang
terserap oleh bidang
NTB
pariwisata
yang
mempunyai
52
pendidikan tertinggi
80
SLA
menduduki
274
urutan
teratas
di
80
ketiga propinsi. Di
266
DIY sebanyak 73,66
514
persen tenaga kerja
514
sektor
pariwisata
2,721
adalah
berpendidikan
SLA
ke
4,501
bawah,
sedangkan
di Bali dan NTB
masing-masing
74,68
dan
70,54.

Tabel 8
Banyaknya Pekerja Pada Usaha Akomodasi Menurut Jenis
Jabatan Pekerjaan, tahun 1998
JABATAN PEKERJAAN

DIY

1. Direktur Utama
2. Direktur
3. Manajer
4. Asisten manajer
5. Penyelia (supervisor)
6. Teknisi
7. Administrasi
8. Lainnya
JUMLAH

263
184
445
226
741
1,882
1,087
3,209
8,037

BALI
178
385
1,949
1,326
4,465
13,841
4,863
15,669
42,676

Sumber: BPS, 1999.

Dari gambaran tabel di atas
kita akan mengisi jabatan
pekerjaan dari level penyelia
ke bawah, di mana level ini
merupakan
jabatan
yang
menyerap tenaga kerja relatif
lebih banyak. Di samping itu,
tujuan
penyediaan
tenaga
kerja pada level yang lebih
tinggi biasa merupakan jenjang
karier
tenaga
kerja
di
perusahaan tersebut.
Yang perlu dipikirkan adalah
bagaimana
kita
dapat
memberikan pelatihan kepada
tenaga kerja non kejuruan
yang
pada
kenyataannya
memang banyak dibandingkan
dengan
lulusan
kejuruan.
Selain
itu,
tenaga
kerja
sebagian besar masih berpendidikan
SLTA
ke
bawah.

Kusmayadi: 26-40

Demikan pula dengan latar
belakang pendidikan kejuruan
dan non kejuruan, di ketiga
provinsi
umumnya
berlatar
belakang non kejuruan, sehingga sangat besar peluang
untuk melatih mereka agar
mempunyai bekal pengetahuan
dan keterampilan di bidang
kepariwisataan.
Selanjutnya, secara khusus
perlu
dirancang
model
pengembangan pelatihan yang
bertujuan untuk:
1) Mengembangkan pelatihan
melalui
peningkatan
relevansi program dengan
kebutuhan
pasar
kerja.
Dengan demikian, proyek

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

ini
akan
merancang,
melaksanakan, memantau,
menilai
dan
merancang
ulang
program
agar
tercapai kompetensi yang
ditetapkan.
2) Mengembangkan
kemampuan
dan
keterampilan melatih dan
merancang
program
pelatihan,
memberikan
pengalaman
kerja
di
industri
bagi
para
instruktur,
baik
melalui
pendidikan formal maupun
non formal.
3) Mengembangkan fasilitas,
sarana
dan
prasarana
pelatihan
yang
standar
dengan indutri sehingga
pelatihan yang dilakukan
dapat
memberikan
pengalaman
langsung

41
(hands on activities) kepada
para peserta didik.

4) Mengembangkan
pemanfaatan fasilitas dan
sarana pelatihan untuk uji
kompetensi dan sertifikasi
tenaga kerja baik pencari
kerja maupun mereka yang
sudah bekerja.
F. TARGET GRO UP
HAN KERJA

PELATI-

Sasaran atau target group
dari pengembangan pelatihan
kerja bidang pariwisata ini
diarahkan pada angkatan kerja
yang jumlahnya terus meningkat.
Sampai tahun 2004,
angkatan kerja di propinsi DIY
akan mencapai hampir sejuta
orang (Tabel 9).
Analisis
terhadap
data
pencari kerja, data statistik

Tabel 9
Perkiraan Banyaknya Angkatan Kerja di Provinsi DIY menurut Pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, 1998-2004
Pendidikan
Tidk/blm Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SD
SLTP Umum
SLTP Kejuruan
SLTA Umum
SLTA Kejuruan
Pendidikan Tinggi
Total

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

73.997
54.065
268.633
156.169
7.671
138.704
126.153
76.680
912.293

68.655
58.190
266.073
161.245
7.430
147.343
131.169
81.392
921.497

63.550
52.712
262.915
166.094
6.996
156.151
136.062
86.189
930.669

58.691
47.642
259.210
170.702
6.573
165.113
140.819
91.064
939.813

54.087
42.967
255.006
175.060
6.163
174.213
145.429
96.007
948.931

49.741
38.671
250.355
179.161
5.766
183.436
149.881
101.010
956.021

45.711
34.779
245.609
183.224
5.391
193.006
154.356
106.196
968.270

Sumber: Data Perencanaan Kesempatan Kerja Repelita VII Propinsi DIY

Kusmayadi: 26-40

ISSN 1411-1527

42

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

menunjukkan bahwa setiap
tahun
terjadi
penambahan
pencari kerja. Walaupun telah
jumlah lowongan kerja lebih
kecil dari pada jumlah pencari
kerja,
lowongan
tersebut
masih belum terisi semuanya,
karena adanya kesenjangan
antara
kompetensi
yang
dibutuhkan dengan kualifikasi
yang dimiliki tenaga kerja.
Dalam kondisi seperti ini,
peran pelatihan kerja bidang
Pariwisata sangat diharapkan
dalam
memperkecil
kesenjangan tersebut.

banyaknya pendaftar pencari
kerja, penempatan, sisa pendaftar dan lowongan, maka
disimpulkan bahwa kenaikan
jumlah
tersebut
masih
memungkinkan sampai tahun
2005, yaitu sebanyak 180.283
oarang.

Penyediaan calon peserta
pelatihan
di
DIY
dapat
dikategorikan
menjadi
tiga
kelompok,
yaitu
kelompok
yang sudah tidak sekolah di
mana mereka sedang mencari
pekerjaan.
Kelompok yang
kedua adalah mereka yang
masih
duduk
di
bangku
sekolah baik SLTP maupun
SLTA
sebagai
potensial
pencari kerja dan kelompok
ketiga
adalah
karyawan
industri pariwisata yang akan
ditingkatkan kemampuannya.
Kecenderungan
kelompok
pertama menunjukkan bahwa
masih terdapat peningkatan
yang linier walaupun pernah
terjadi beberapa tahun penurunan.
Berdasarkan analisis
trend linier terhadap 10 tahun
data
berkala
mengenai
Kusmayadi: 26-40

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

Dalam kurun waktu 19981997, jumlah pencari kerja
yang
terdaftar
selalu
menunjukkan
peningkatan,
kecuali dari tahun 1994 sampai
tahun
1996
terdapat
penurunan yang cukup tinggi.
Namun
demikian
kemudian
terjadi kenaikan kembali pada
tahun 1997. Pola pergerakan
jumlah
pendaftar
tersebut
dapat dilihat pada gambar 1.
Pengembangan
pelatihan
yang ditujukan untuk kelompok
potensial pencari kerja juga
mempunyai
pilihan
untuk
melanjutkan
pendidikan
ke
jenjang yang lebih tinggi atau
memilih
kursus-kursus.
Pilihan
melanjutkan
ke
pendidikan tinggi di DIY pada

Kusmayadi: 26-40

43

tahun 1997 berjumlah 77 buah.
Perlu digarisbawahi, bahwa
DIY
dikenal
sebagai
kota
pendidikan, sehingga jumlah
mahasiswa yang ada relatif
besar.
Hal tersebut memberikan
indikasi
bahwa
mahasiswa yang menimba ilmu
di DIY tidak hanya berasal dari
DIY
saja,
sehingga
perbandingannya
dengan
jumlah murid sekolan lanjutan
(pertama dan atas) tampak
tidak seimbang.
Alternatif
pilihan
kedua
pecari kerja potensial ini dapat
melanjutkan ke kursus-kursus
baik yang berada di bawah
pembinaan Depnaker maupun
instansi lainnya. Apabila kita
lihat di DIY, jumlah BLK

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

44

sebanyak
tersebut
Depnaker
buah) dan

468 yang.
Jumlah
terdiri atas, BLK
(6 buah), BLKLN (1
LLS (461 buah).

BPS.

1998. Kedaan Pekerja
dan
Karyawan
di
Indonesia Agustus 1998.

BPS.

1999. Produk domestik
bruto Propinsi-propinsi di
indonesia
1995-1998.
BPS. Jakarta.

BPS.

Berita Resmi.
2000.

BPS.

Daerah
Istimewa
Yogyakarta dalam Angka,
1997.

BPS.

Indikator Ekonomi.
Desember 1999.

BPS.

Statistik Hotel dan
Akomodasi
Lainnya
di
Indonesia 1998. Jakarta,
1999.

BPS.

Tingkat Penghunian
Kamar
Hotel
1998.
Jakarta, 1999.

G. PEN UTUP
Peluang
pengembangan
pelatihan
kerja
bidang
pariwisata di tiga propinsi
masih
mempunyai
peluang
yang
luas,
namun
perlu
dirancang
model
pelatihan
yang
sesuai
dengan
kompetensi yang dibutuhkan
oleh industri.
Adanya kesenjangan antara
kebutuhan
dan
tingkat
kemampuan
pencari
kerja
merupakan
salah
satu
tingginya angka pengangguran
di
DIY,
sehingga
masih
diperlukan suatu kegiatan yang
berfungsi untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan
tenaga kerja sektor ini.
H. BAHAN KEPUSTAKAAN
BLKKP Mataram.
Laporan
tahunan
1997/1998,
1998/1999.
BLKKP Yogyakarta.
Laporan
tahunan
1994/19951998/1999.
BPS, 1998. Keadaan Angkatan
Kerja di Indonesia.
BPS. 1997. Bali dalam angka.
1997.
Kusmayadi: 26-40

Jakarta

Depparsenibud.
1997.
Laporan
Akhir
penyusunan RIPNAS.
Depparsenibud.
1999.
Pariwisata Dalam Angka
Agustus 1999.
Dinas
Pariwisata
DI
Yogyakarta,
Statistik
Pariwisata
Prop.
DIY.
1999.
Dinas
Pariwisata
Tenggara
Kepariwisataan
Tenggara Barat
Angka. 1998.

Nusa
Barat.
Nusa
dalam

ISSN 1411-1527

J. Ilm. Pariwisata Vol. 4, No. 3, Mei 2000

45

Dirjen pembinaan pelatihan
dan produktivitas tenaga
kerja. Depnaker.
Profil
Balai latihan Kerja Menuju
Kemandirian.
Jakarta.
1997.
UNDP,
1999.
Human
Depelopmen Report 1998.
***ksm***

Kusmayadi: 26-40

ISSN 1411-1527