BIOTEKNOLOGI dan yang id bab 3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Produksi kakao di Indonesia cukup melimpah dan tersebar di beberapa wilayah di
Indonesia yang memenuhi persyaratan tumbuhnya, salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mengolah limbah kakao menjadi pupuk organik secara mudah dan murah adalah
dengan agen biologi yaitu mikro organisme lokal (MOL) sebagai bioaktivator. Salah
satunya adalah MOL buah pepaya. Limbah pertanian merupakan bahan yang terbuang di
sektor pertanian. Pada pertanian konvensional atau modern pada umumnya tidak terdapat
pengelolaan limbah, sebab dalam pertanian konvensional semua inputnya seperti pupuk
menggunakan bahan kimia. Limbah dianggap suatu bahan yang tidak penting dan tidak
bernilai ekonomi. Padahal jika kaji dan dikelola, limbah pertanian dapat diolah menjadi
beberapa produk baru yang bernilai ekonoomi tinggi. Dalam era millennium ini, dalam
dunia usaha bisnis internasional telah berkembang paradigma pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang dikaitkan dengan terbitnya isu manajemen lingkungan
dalam bentuk penerbitan sertifikat ISO 14000 (Sistem Manajemen Lingkungan). Isu
tersebut menekankan pada pengelolaan sumber daya alam yang efektif dan efisien dengan
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Paradigma
pembangunan berkelanjutan tersebut memiliki tiga pilar utama, yaitu ekonomi, ekologi,

dan social. Secara ekonomi, pembangunan agribisnis/agroindustri harus dapat
menciptakan pertumbuhan yang tinggi untuk mrncapai kesejahteraan, khususnya bagi
stakeholder agribisnis/agroindustri. Secara ekologi, pembangunan tersebut hendaknya
menekan seminimal mungkin dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan
pengelolaan sumber daya alam. Penelitian dan evaluasi dengan agen biologi yaitu mikro
organisme lokal (MOL) sebagai bioaktivator dilakukan bertujuan agar dari penelitian ini
dapat diketahui pengaruh pemberian pupuk organik dari limbah kakao dengan
menggunakan MOL buah pepaya dan aplikasinya pada tanaman kakao produktif.

1

1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengelola limbah kakao mulai dari pra-panen, panen, dan
pasca panen?
2. Bagaimanakah proses pemanfaatan limbah kakao dengan bioaktivator
(MOL/Mikro organisme Lokal) yaitu buah papaya menjadi pupuk organik?
3. Apa saja yang dapat dihasilkan dari pengelolaan limbah kakao?


1.3

Tujuan
1. Mengetahui cara mengelola limbah kakao mulai dari pra-panen, panen, dan
pasca panen.
2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik dari limbah kakao dengan
menggunakan MOL buah pepaya dan aplikasinya pada tanaman kakao
produktif. .
3. Mengetahui hasil dari pengelolaan limbah kakao.

1.4

Manfaat
1. Mengetahui sejauh mana teori pemanfaatan agen biologis dapat diaplikasikan
dalam pemanfaatan pengelolaan limbah kakao.
2. Dengan tulisan sederhana ini dapat dijadikan masukan dan bahan perbandingan
serta acuan bagi peneliti lain maupun masyarakat yang akan menindaklanjuti
hasil penelitian atau sebagai acuan referensi untuk pemanfaatan maupun
pengelolaan limbah kakao dan MOL buah Pepaya untuk dijadikan pupuk
organik.


2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ekologi Industri
Ekologi industri merupakan dan seharusnya suatu industri melakukan kerjanya dengan
menggunakan sumber daya yang terbatas dengan menghasilkan limbah yang
seminimum mungkin. Hal ini dapat diraih dengan cara-cara antara lain; (1) melakukan
efisiensi penggunaan sumber daya, (2) memperpanjang umur produk, melakukan
pencegahan pencemaran, melakukan daur ulang dan panggunaan kembali, dan (50
membangun taman-taman ekoindustri (Rachmayanti, 2004).

2.2 Dasar Pengolahan Limbah di Indonesia
Keputusan

Menteri

Negara


Kependudukan

dan

Lingkungan

Hidup

No.

02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran adalah Masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia
atau proses alam sehingga kualitas udara/air menajdi kurang atau tidak dapar berfungsi
lagi sesuai dengan peruntukannya. Dengan semakin meningkatnya perkembangan
sektor industri dan transportasi, baik indutri minyak dan gas bumi, pertanian, industri
kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka
semakin meningkat pulabtingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat
berbagai kegiatan tersebut (Rachmayanti, 2004).


2.3 Karakteristik Limbah Pertanian Secara Umum
Limbah merupakan bagian dari produk hasil pertanian yang pengelelolaannya perlu
mendapat perhatian, karena dapat menjadi sumber bencana bagi manusia. Jika tidak
dikelola

dengan

baik

maka

limbah

pertanian

sering

menjadi


tempat

bersarang/berkembangbiak hama dan penyakit, terjadinya pencemaran (polusi) udara
berupa gas Metan (CH4), CO2 dan N2O (Baharuddin, 2010). Secara umum, limbah
pertanian merupakan limbah organik. Limbah pertanian memiliki ciri-ciri umum. Ciri
3

umum atau karakteristik tersebut dibagi dalam dua kategori, yaitu karakteristik secara
fisika dan kimia.
Karakteristik Sumber Limbah


Fisika :

 Warna Bahan Organik, limbah industri dan domestik
 Bau Penguraian Limbah Industri

 Padatan Sumber Air, Limbah industri dan domestik



 Suhu Limbah Industri dan Domestik
Kimia :

 Karbohidrat Limbah Industri, Perdagangan dan Domestik

 Minyak dan Lemak Limbah Industri, Perdagangan dan Domestik
 Pestisida Limbah hasil pertanian
 Penol Limbah Industri

4

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Limbah Pra Panen Kakao
3.1.1 Pengertian dan Pemanfaatan Limbah Kakao sebagai pupuk kompos
Potensi limbah kakao sebagai sumber bahan organik cukup besar. Limbah dapat
berupa daun guguran, kulit buah dan plasenta. Bobot kering daun gugur pada tanaman
kakao meningkat menurut umur. Pada umur 10 tahun diperkirakan 5,5 t/ha/tahun
(Ling, 1984), sementara itu kulit dan plasenta bobotnya sebanding dengan biji yang
dihasilkan (Shepheerd dan Ngau, 1984). Limbah daun kakao adalah masalah

lingkungan yang paling sulit di atasi, baik dari faktor volume limbah, kandungan bahan
pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah, dimana sering membuat kerugian
daripada keuntungan. Manfaat limbah daun kakao menjadi pupuk (1). Mengurangi
Volume limbah daun yang dibuang di TPA, karena daun dikomposkan di tempat di
mana kompos tersebut diambil, maka dengan sendirinya volume daun yang diangkut
ke TPA akan berkurang. (2). Menghemat Sumber Daya, berkurangnya volume daun
yang diangkut ke TPA juga mengakibatkan implikasi lain. Misalnya: berkurangnya
armada angkutan yang dibutuhkan, berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan,
menghemat bahan bakar. Semua ini akan menghemat biaya yang diperlukan untuk
pengelolaan limbah daun kakao. (3). Peningkatan Nilai Tambah, limbah indentik
dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Memang
stigma ini tidak sepenuhnya salah. Namun, dengan membuat sampah organik menjadi
kompos akan memberikan nilai tambah bagi sampah. Kompos memiliki nilai ekonomi
dan tidak berbau. (4). Menyuburkan tanah dan tanaman. (5). Manfaat untuk kebersihan
lingkungan. Dalam pengolahan limbah, terdapat beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Jumlah limbah, apakah Limbah dapat ditanggulangi sendiri di dalam pabrik
tanpa menggunakan peralatan pengolahan ataupun pengangkutan. Jika jumlah
limbah hanya sedikit maka tidak membutuhkan penanganan khusus seperti
tempat dan sarana pembuangannya, tetapi jika limbah yang dibuang, misalnya,

5

4 m3/hari, sudah tentu membutuhkan tempat pembuangan akhir dan sarana
angkutan tersendiri.
2. Sifat fisik dan kimia limbah, limbah padat terdiri dari berbagai macam wujud
dan bentuk, tergantung pada jenis industrinya. Sifat fisik limbah akan
mempengaruhi pilihan tempat pembuangan akhir, sarana pengangkutan dan
pilihan sistem pengolahan. Disamping sifat fisik limbah, sifat kimia merupakan
sifat yang tidak dapat diabaikan. Sifat kimia limbah pada akan merusak dan
mencemari lingkungan secara kimia yang dapat menimbulkan reaksi saat-saat
membentuk senyawa baru. Limbah padat yang berupa lumpur dari pabrik pulp
dan dan rayon akan mencemari air tanah melalui penyerapan kedalam tanah
3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan, lingkungan terdiri dari
berbagai komponen, baik yang sensitif maupun yang tidak terhadap berbagai
komponen polutan. Perlu diketahui komponen lingkungan yang rusak akibat
pencemaran pada tempat pembuangan akhir.
4. Tujuan Akhir yang hendak dicapai, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai
dalam upaya pengolahan limbah. Tujuan ini tergantung dari kondisi limbah,
bersifat ekonomis atau non ekonomis. Untuk Non-ekonomis, pengolahan
ditujukan untuk pencegahan (preventive) kerusakan lingkungan, sedangkan

limbah yang memiliki nilai ekonomis mempunyai tujuan meningkatkan
efisiensi produk secara keseluruhan dan untuk memanfatkan kembali bahan
yang masih berguna dengan tujuan lain. Bagaimanapun pengelolaan akhir
limbah harus mendapatkan perhatian yang utama. Untuk itu perlu dilakukan
pengelolaan pendahuluan untuk mendapatkan limbah yang lebih mudah
mengelolanya,

misalnya

mudah

dipindahkan,

mudah

diangkut,

tidak

menimbulkan bau pada saat dibawa ke tempat pembuangan akhir dan lain-lain.


3.2

Limbah Panen Kakao

3.2.1 Pemanfaatan Limbah Kakao Dengan Menggunakan Bioaktivator
Mikroorganisme Lokal (MoL) Buah Pepaya Pada Tanaman Kakao Produktif
Jumlah unsur hara setara pupuk pada daun gugur dan kulit buah dengan produktivitas
1000 kg biji kering/ha yaitu 200 kg Urea, 75 kg TSP, 640 kg KCl, dan 210 kg Kiserit
6

per ha. Untuk dapat menjadi pupuk organik, limbah kakao harus mengalami
dekomposisi (pelapukan), melalui pemanfaatan mikro organisme tanah (dekomposer).
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik dari limbah
kakao dengan menggunakan MOL buah pepaya dan aplikasinya pada tanaman kakao
produktif. Penelitian ini dimungkinkan mampu menjadi pupuk alternative yang dapat
dimanfaatkan oleh petani dengan memanfaatkan limbah kakao yang ada di areal
pertanaman. Dalam pengujian ini dilakukan dalam 2 tahap:
A. Pengolahan Limbah Kakao Menjadi Pupuk Organik
Prosedur pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik adalah sebagai berikut:
limbah kakao (dedaunan dan kulit buah) dikumpulkan pada tempat yang sudah
disiapkan, kemudian dicampurkan dengan kotoran. Limbah kakao berukuran besar
dan panjang dipotong-potong / dicincang), lalu ditambahkan Mikro Organisme
Lokal (MOL) dari buah pepaya yaitu produk mikroba pada setiap tumpukan 30 cm
hingga mencapai + 1 meter. Untuk 1 ton limbah kakao diberikan aktivator 5 liter.
Dari proses tersebut dihasilkan kompos, kemudian disaring secara fisik dengan
cara mengayak kompos. Selanjutnya siap diaplikasikan pada tanaman kakao
produktif.
B. Aplikasi

Pupuk Organik Limbah Kakao (POLK) pada Tanaman Kakao

Produktif
Aplikasi pupuk organik limbah kakao difokuskan pada tanaman kakao produktif.
Kegiatan ini mengkaji kombinasi perlakuan Pupuk Organik Limbah Kakao
(POLK) dan pupuk an-organik, dengan melibatkan 3 - 4 petani kooperator sebagai
ulangan. Pemberian pupuk organik dan an-organik akan dilakukan 2 kali dalam
setahun, yakni pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan. Pupuk
diberikan secara sebar dan dicampur dengan tanah sekitar pohon (batang).
Perlakuan yang dikaji adalah :
A = POLK 2 t/ha + 900 kg NPK/ha
B = POLK 2 t/ha + 600 kg NPK/ha
C = POLK 2 t/ha + 300 kg NPK/ha
D = POLK 5 t/ha
E = 600 kg NPK/ha (tanpa POLK)
7

Setiap perlakuan diaplikasikan pada 49 tanaman kakao dengan jarak tanam 3 m x
3 m. Sedangkan jumlah pohon untuk sampel pengamatan dari tiap perlakuan
adalah 9 pohon, yang berada di tengah pertanaman. Perlakuan disusun dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan.
Parameter yang diamati, meliputi komponen hasil yakni jumlah bantalan buah,
jumlah buah yang dipanen/pohon, berat buah, jumlah biji/buah, berat biji/buah,
berat biji (10 biji) dan berat biji kering/ha, serta kondisi serangan hama dan
penyakit serta mencatat respon petani. Data yang dikumpulkan diolah dan
dianalisis dengan sidik ragam, sedangkan pengaruh perbedaan antar perlakuan diuji
dengan “Duncan-test”. Hasil uji hara pupuk kompos yang berasal dari limbah kulit
kakao dengan menggunakan dekomposer MOL Pepaya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil laboratorium uji kadar hara pupuk organik (kompos)
No
1
2
3
4
5
6

Parameter
N-total, % (Kjeldahl)
P2O5, % (Spektrofotmetri)
K2O, % (AAS)
pH (Elektrometri)
C-Organik (Churmies)
C/N Ratio

Hasil
1,38
0,18
1,01
7,73
5,39
4

Faktor Keunggulan berdasarkan hasil analisis kandungan hara yang terdapat dalam
kompos dengan menggunakan dekomposer MOL Pepaya maka kandungan N-total
1,38 %, kandungan P2O5 0,18%, Kandungan K2O 1,01%, pH tanah 7,73, kandungan
C-Organik 5,39 %, C/N Ratio 4. Kandungan hara yang terkandung dalam POLK
tersebut diatas layak untuk digunakan sebagai pupuk organik. Bahan-bahan
mikroorganisme lokal mengandung zat yang diduga berupa zat yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman dan zat yang mampu mendorong perkembangan tanaman seperti
zyberlin, sitoxinin, auxin, dan inhibitor (Mauludin, 2009). Larutan MOL mengandung
unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai
perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali
hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai
dekomposer, pupuk hayati dan pestisida organik terutama sebagai fungisida
(Purwasasmita, 2009). Hasil pengamatan awal tanaman 6 (enam) bulan sebelum
8

aplikasi pemupukan disajikan pada Tabel 2. Komponen bantalan buah, komponen
jumlah buah, berat buah, jumlah biji, berat biji dan berat 100 biji menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan sebelum aplikasi. Selanjutnya pada
Tabel 3 disajikan pengamatan pada 6 bulan selama aplikasi pemupukan.
Tabel 2. Pengamatan Awal Tanaman (6 bulan sebelum aplikasi)
Perlakuan

Bantalan
Buah
a

Jumlah
Buah
a

Berat Buah
(g)

Jumlah
Biji/Buah

a

a

Berat
Biji/Buah (g)
a

Berat 100
biji (g)
a

Provitas
(ton/ha/ 6 bln)
a

A
23,17
21,79
126,34
21,22
30,24
64,53
0,658
a
a
a
a
a
a
a
B
23,37
21,49
126,33
23,60
30,14
65,51
0,647
a
a
a
a
a
a
a
C
23,33
21,55
126,46
23,16
30,19
64,11
0,650
a
a
a
a
a
a
a
D
23,22
21,68
126,52
22,17
30,21
63,44
0,654
a
a
a
a
a
a
a
E
23,49
21,46
126,99
23,80
30,15
62,25
0,647
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT-0,05.
Tabel 3. Pengamatan pada 6 bulan selama aplikasi pemupukan
Perlakuan

Bantalan
Buah
a

Jumlah
Buah
a

Berat Buah
(g)

Jumlah
Biji/Buah

b

a

Berat
Biji/Buah (g)
a

Berat 100
biji (g)
ab

Provitas (t/ha/
6 bln)
a

A
32,17
29,63
136,44
31,32
33,64
84,60
0,997
a
a
a
a
a
b
a
B
32,37
29,77
146,33
26,70
32,04
81,22
0,954
a
a
ab
a
a
ab
a
C
32,33
30,19
143,77
48,88
33,46
83,10
1,001
a
a
a
a
a
ab
a
D
32,22
29,76
150,60
29,19
31,08
85,58
0,924
a
a
a
a
a
a
a
E
32,49
27,61
148,26
32,04
31,24
87,54
0,862
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT-0,05.

Pengamatan terhadap komponen produksi tanaman selama aplikasi pemupukan
menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan data awal sebelum
aplikasi. Hasil analisis statistik terhadap komponen jumlah bantalan buah
menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antar setiap perlakuan, walaupun demikian
perlakuan E (600 kg NPK/ha) memberikan rata-rata tertinggi yaitu 32,49. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman kakao amat responsif terhadap pemberian
bahan organik (POLK) tanah. Produktivitas tanaman berkisar antara 0,862 – 1,001
ton / ha, meskipun berdasarkan analisis statistik menunjukan bahwa produktivitas
tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar setiap perlakuan, akan tetapi
pemberian 2 ton POLK/ha + 300 kg NPK/ha mampu meningkatkan 41% - 54%
produktivitas tanaman jika dibandingkan sebelum aplikasi pemupukan. Penyebab dari
peningkatan hasil buah kakao tersebut merupakan akumulasi dari pengaruh positif
pupuk organik terhadap kadar bahan organik tanah, kandungan hara makro dan mikro
dalam kebun, serta terhadap populasi hama dan penyakit tanaman. Kompos
9

memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan
akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur
hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman
menghadapi serangan penyakit. Serangan hama penggerek buah kakao (PBK) hingga
saat ini masih menjadi masalah serius dalam budidaya secara nasional. Pada lokasi
kajian, persentase serangan hama PBK masih dalam kategori ringan. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase buah terserang hama PBK
Perlakuan
A
B
C
D
E

Persentase Buah
Terserang (%)
a
0,18
a
0,18
a
0,07
a
2,22
a
2,49

Buah kakao yang telah terserang PBK mengakibatkan biji tidak berkembang, lengket
satu dengan lainnya, sulit dipisahkan dengan kulit buah dan apabila dilakukan
pengolahan biji akan terjadi fermentasi tidak sempurna.

3.2.2 Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang
dihasilkan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) Buah coklat yang terdiri dari 74 %
kulit buah, 2 % plasenta dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 %
protein dan 3-9 % lemak. Kulit buah cokelat dapat dimanfaatkan sebagai campuran
bahan makanan ternak. Kandungan proteinnya mencapai 20,4%. Kulit buah cokelat
jika dibenamkan ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah hara yang tersedia.
Disamping itu, kulit buah cokelat juga dapat digunakan sebagai sumber gas bio, dan
bahan bakar pembuat pektin (Nasrullah dan A. Ella, 1993). Pulp sebagai limbah pada
fermentasi biji cokelat berguna dalam pembuatan alkohol dan cocoa jelly. Pulp
mengandung 10-15% gula, 1% pektin, dan 1,5% asam sitrat serta senyawa-senyawa
lain, seperti kalium, kalsium, magnesium, albuminoid, dan lain-lain (Nasrullah dan A.
10

Ella, 1993).Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak domba, bahwa
penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai substitusi suplemen sebanyak
15 % atau 5 % dari ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak,
limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan
kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari
6-8 % menjadi 12-15 %. Pemberian kulit buah kakao yang telah diproses pada ternak
sapi dapat meningkatkan berat badan sapi sebesar 0,9 kg/ hari (Hasnah, Tanpa Tahun).
Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan,
sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, bahkan untuk ransum babi
dan ayam. Salah satu fermentor yang cocok untuk limbah kulit buah kakao adalah
Aspergillus Niger. Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain :

 Meningkatkan kandungan protein

 Menurunkan kandungan serat kasar

 Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan)
Cara pengolahan fermentasi berbeda dengan tanpa fermentasi. Cara fermentasi yaitu
dengan cara mengumpulkan limbah kulit buah kakao dari hasil panen lalu dicingcang.
Kemudian dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara
mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering ditumbuk dengan
menggunakan lesung atau alat penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan.
Untuk meningkatkan mutu pakan ternak, maka tepung kulit buah kakao dapat
dicampur dengan bekatul dan jagung giling masing-masing 15 %, 35 % dan 30 %. Ini
artinya bahwa ransum tersebut terdiri atas 15 % tepung kulit buah kakao, 35 % bekatul
dan 30 % jagung giling (Hasnah, Tanpa Tahun).
Faktor Kelemahannya:
Kelemahan pengolahan limbah ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses
fermentasi dan pengeringan, sebelumnya dalam proses pengolahan limbah pod kakao
sebagai pakan ternak ini harus dilakukan sortasi terlebih dahulu. Dimana pod yang
terjangkit dan busuk dipisahkan. Sehingga yang diolah hanya pod yang mempunyai
kualitas baik. Kelemahan dalam pengolahan limbah pod kakao tanpa fermentasi ini
ialah serat kasar (lignin) yang terdapat pada kulit tidak akan berkurang. Sehingga jika
digunakan sebagai pakan ternak akan sulit untuk dicerna. Jika sulit dicerna maka akan
11

mempengaruhi proses pencernaan metebolisme ruminansia tersebut. Maka dari itu
disarankan melalui proses fermentasi.

3.3 Limbah Pasca Panen
3.3.1 Pemanfaatan Limbah Pulp sebagai Nata De Coco
Salah satu produk hasil samping yang dapat dihasilkan dari cairan lender biji kakao
adalah nata cacao. Produk tersebut hampir sama dengan nata de coco yanga bahannya
berasal dari air kelapa. Dengan proses fermentasi yang serupa yaitu pemnafaatan
bakteri acetobacter xylinum, cairan lender biji kakao dapat menghasilkan nata. Cara
pembuatan nata de cacao sama dengan pembuatan nata de coco yaitu relative
sederhanan dan mudah dikerjakan, hanya saja memerlukan suasana yang bersih dan
kondisi yang aseptis. Raktor yang berpengaruh pada pembuatan nata meliputi sumber
gula, suhu fermentasi, tingkat keasaman medium, lama fermentasi dan aktivitas
bakterinya. Gula merupakan salah satu nutrisi yang sangat diperlukan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sampai pada konsentrasi
tertentu penambahan gula akan meningkatkan pertumbuhan bakteri acetobter xylinum
sehingga pembentukan nata dari hasil perombaan gula menjadi semakin tinggi. Untuk
memperoleh hasil nata de cacao yang lebih putih, dalam pembuatannya harus
dilakukan pengenceran limbah cair biji kakao. Adapun tujuan pengenceran media
(limbah cair biji kakao) adalah untuk memucatkan warna kuning cokelat dari limbah
cair biji kakao agar nata yang dihasilkan lebih putih.

12

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

KESIMPULAN
1) Hasil analisis kandungan hara yang terdapat dalam kompos dengan menggunakan
dekomposer MOL Pepaya maka kandungan N-total (1,38 %), kandungan P2O5
(0,18%), Kandungan K2O (1,01%), pH tanah (7,73), kandungan C-Organik (5,39
%),

C/N Ratio (4); 2) Penggunaan dosis 2 ton POLK/ha + 300 NPK kg/ha

merupakan kombinasi pupuk yang dapat meningkatkan produktivitas kakao.
Intensitas serangan hama PBK di lokasi penelitian tergolong ringan; Pemberian
Pupuk Organik Limbah kakao dengan bioaktivator MOL buah pepaya dapat
menekan penggunaan pupuk anorganik. Disarankan guna meningkatkan aplikasi
penggunaan MOL untuk pengolahan Limbah Buah Kakao menjadi pupuk organik
perlu upaya sosialisasi teknologi lebih luas.
2) Limbah pertanian dibagi menjadi 4 yaitu limbah pra panen, limbah panen, limbah
pasca panen, dan limbah industri
3) Limbah pra panen kakao adalah berupa daun yang dapat diolah menjadi pupuk
kompos
4) Limbah panen berupa kulit kakao yang dapat diolah menjadi pakan ternak
ruminansia baik melalui proses fermentasi dan/atau tidak serta dapat diolah diolah
menjadi tepung pakan ikan
5) Limbah pasca penen berupa pulp kakao dapat diolah menjadi nata de coco dan juga
dapat dijadikan sebagai bahan campuran dalam pembuatan kertas.

4.2

SARAN
1) Bagi petani sebaiknya melakukan pengelolaan limbah agar bermanfaaat dan
bernilai ekonomi
2) Bagi mahasiswa sebaiknya mempelajari lebih dalam proses pengelolaan limbah
pertanian
3) Bagi menteri pertanian sebaiknya melakukan program penyuluhan kepada para
petani untuk mengelola limba
13

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A., 2008.

Pembuatan Starter/MOL (Mikro Organisme Lokal) oleh Petani.

http://organicfield.wordpress.com.

(Diakses pada tanggal 16 Mei 2010)

Tanaman. Pusat Penelitian Bioteknologi ITB. Bandung. 7 hlm
Ling, A.H., 1984. Cocoa Nutrition and Manuring on Inland Soil in Peninsular Malaysia. The
Planter 60 (694) : 12-24
Mauludin, 2009. Pengembangan Bahan Organik Melalui Mikro Organisme Lokal, Kompos
dan Pestisida Nabati. http://gofreedomindonesia.com. (Diakses pada tanggal
16 Mei 2010)
Opeke., L.K. 1984. Optimising Economic Returns (Profit) from Cacao Cultivation Through
Efficient Use of Cocoa By Products. Proceeding. 9th International Cocoa
Research Conference.
Purwasasmita, M., 2009. Mengenal SRI (System of Rice Intensification). http://sukatanibanguntani.blogspot.com. (Diakses tanggal 25 Juni 2010)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2000. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran
1999/2000.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia
Pustaka, Jakarta. 328 hlm.
Puslitkoka, 2008. Budidaya Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember
Hasnah, Juddawi, Albertus Sudiro dan Amirullah.---------Tanpa tahun. Pemanfaatan Kulit
Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak. Naskah Siaran Pedesaan. Instalasi
Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (IPPTP). Makassar.
Kristanto P. 2004. Ekologi Industeri. Jakarta: Penerbit Andi.
Kurniansyah, Aziz, Ridha Nugraha, dan Widya Ary Handoko. 2011. Fermentasi Limbah Kulit
Buah Kakao Sebagai Sumber Protein Alternatif Dalam Pakan Ikan. Program
Kreativitas Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor.
Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak
di Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang.
Rachmayanti. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia
14