Laporan Penelitian dan id bab 7
LAPORAN PENELITIAN
PEMBUATAN BRIKET BAHAN BAKAR DARI SAMPAH PASAR
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD ARIF SUBARKAH
RISKI HARIANTO
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
i
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET BAHAN BAKAR DARI SAMPAH PASAR
Disusun Oleh :
Muhammad Arif Subarkah
Riski Harianto
Yogyakarta, September 2015 Disetujui oleh,
Pembimbing I
Pembimbing II
(Prof.Dr.Ir. H Supranto, SU)
(Ir. H Abdullah Effendi, MT)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Pembuatan Briket Bahan Bakar dari Sampah Pasar” tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan nilai pada Tugas Akhir I yaitu Penelitian.
Dengan selesainya makalah ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H Supranto, SU selaku pembimbing I penelitian yang telah memberikan saran dan bimbingannya.
2. Ir. H Abdullah Effendi, MT selaku pembimbing II penelitian yang telah memberikan saran dan bimbingannya.
3. Kedua orang tua kami yang telah banyak memberikan saran dan sumbangan materil dan morilnya.
4. Teman-teman yang senantiasa membantu, memberikan saran, dan masukan dalam penyusunan makalah.
Akhir kata penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukan laporan penelitian ini khususnya mahasiswa teknik kimia.
Yogyakarta, September 2015
Penyusun
iii
INTISARI
Briket adalah gumpalan atau batangan arang yang dikeraskan menggunakan perekat. Briket merupakan salah satu bahan bakar alternatif pengganti kayu. Alasan pembuatan briket ini ialah selain untuk mengurangi jumlah sampah juga untuk menghasilkan bahan bakar alternatif berupa briket.
Dalam penelitian ini briket dibuat dengan bantuan proses pirolisis pada suhu 500ºC selama 8 jam untuk menghasilkan bioarang. Setelah proses pirolisis selesai bioarang yang sudah jadi kemudian dicampur dengan berbagai variasi perekat perbandingan kanji dan air ( 1:16, 2:16, 3:16, 4:16, dan 5:16) grgr. Masing-masing perekat tersebut dicampur dengan bioarang sebanyak 20 gr sampai merata. Kemudian hasil pencampuran dicetak menggunakan mesin hydraulic press dengan kuat tekan 50
kgcm 2 . Dilanjutkan dengan
proses pengeringan di dalam oven dengan suhu 100ºC selama 3 jam. Setelah briket bioarang jadi kemudian dilakukan analisa kualitas briket yaitu analisa kerapatan, kadar air, kadar volatile matter, kadar abu, kadar karbon (C) terikat dan nilai kalor. Selanjutnya dilakukan analisa laju pembakaran pada briket bioarang.
Dari penelitian ini diperoleh briket nilai kalor tertinggi terdapat pada briket dengan perbandingan kanji dan air (1:16) grgr yaitu sebesar 5684,6910 kalgram dan laju pembakarannya sebesar 0,0058 mdetik . Dengan nilai kalor tersebut maka briket bioarang ini kualitas nilai kalornya mendekati batubara kategori sub-bituminus yang nilai kalornya 5403kalgram.
viii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di zaman yang semakin maju kebutuhan energi semakin meningkat dan hingga saat ini masyarakat masih bergantung pada sumber energi yang berasal dari perut bumi, misalnya minyak tanah, solar, bensin dan batubara. Untuk rumah tangga sebagian besar kebutuhan energinya mengandalkan minyak dan gas elpiji. Ketergantungan masyarakat Indonesia akan bahan bakar minyak dan gas harus mendapatkan perhatian. Sumber energi yang terdapat di perut bumi ini merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaruhi dalam waktu singkat, karena berasal dari sampah organik misalnya hewan tumbuhan dan manusia yang tertimbun jutaan tahun yang lalu. Sehingga diperlukan usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan, dan bernilai ekonomis, semakin banyak dilakukan. Salah satunya adalah pengembangan energi terbarukan yang berasal dari sampah. Sampah dapat dimanfaatkan untuk penyediaan energi dan sangat potensial untuk sumber karbon yang merupakan salah satu bahan untuk pembuatan briket bioarang. Briket sampah terbuat dari sampah-sampah jenis bio-organik seperti daun, ranting, rumput dan sebagainya.
Secara spesifik salah satu penghasil sampah terbesar berasal dari pasar. Penggunaan sampah pasar sebagai bahan untuk membuat briket berangkat dari keprihatinan bahwa, semakin hari jumlah produksi sampah semakin banyak serta ternyata di kota besar malah menimbulkan permasalahan yang berat dan berkepanjangan, dan tentunya semua kota yang berkembang akan menghadapi permasalahan ini. Memang upaya penggunaan sampah sebagai briket tidak dapat menyelesaikan permasalahan sampah dari beberapa faktor, namun upaya ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi produksi sampah.
I.2 Tujuan Penelitian
1. Membuat briket bioarang dari sampah pasar dengan menggunakan proses pirolisis
2. Mengetahui kadar volatile matter, kadar air, kadar abu, kadar karbon (C), nilai kalor dan laju pembakaran dari briket bioarang
3. Membandingkan kualitas kalori briket bioarang dengan batubara.
I.3 Tinjauan Pustaka
I.3.1 SAMPAH PASAR
Sampah pasar memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan sampah perumahan. Komposisi sampah pasar lebih dominan sampah organik. Sampah-sampah plastik jumlahnya lebih sedikit daripada sampah dari perumahan. Sama halnya dengan sampah pada umumnya, sampah pasar apabila tidak dilakukan pengolahan yang baik dapat menimbulkan pengaruh terhadap kesehatan maupun pengaruh terhadap lingkungan. Sampah pasar terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan sampah anorganik.
Berdasarkan asalnya, sampah dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Sampah organik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar sampah organik, misalnya: sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun.
2. Sampah anorganik adalah sampah dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tak dapat diuraikan oleh alam, 2. Sampah anorganik adalah sampah dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tak dapat diuraikan oleh alam,
Murthado dan Said, (1997) mengklasifikasikan sampah organik menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Sampah organik yang mudah membusuk (garbage) yaitu limbah padat semi basah berupa bahan- bahan organik yang berasal dari sektor pertanian dan pangan termasuk dari sampah pasar.Sampah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk, karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Sampah ini akan menjijikan jika sudah membusuk apalagi bila terkena genangan air sehingga masyarakat enggan menanganinya.
2. Sampah organik yang tak mudah membusuk (rubish) yaitu limbah padat organic kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga sulit membusuk. Hal ini karena rantai kimia panjang dan kompleks yang dimilikinya, contoh dari sampah ini adalah kertas dan selulosa
Proses pembuatan briket menggunakan bahan baku dari sampah pasar yang secara otomatis hal ini merupakan perlakuan pengurangan pencemaran lingkungan. Proses untuk mendapatkan briket dihasilkan melalui pembakaran yang kemudian menghasilkan bioarang dengan menggunakan proses pirolisis.
I.3.2 PIROLISIS
Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia menggunakan pemanasan tanpa atau dengan sedikit oksigen. Proses ini sebenarnya bagian dari proses karbonisasi, yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, tetapi sebagian menyebut proses pirolisis disebut juga High Temperature Carbonization (HTC). Proses pirolisis sederhana menghasilkan produk berupa Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia menggunakan pemanasan tanpa atau dengan sedikit oksigen. Proses ini sebenarnya bagian dari proses karbonisasi, yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, tetapi sebagian menyebut proses pirolisis disebut juga High Temperature Carbonization (HTC). Proses pirolisis sederhana menghasilkan produk berupa
zat lainnya. Produk lainnya adalah gas berupa karbondioksida (CO 2 ), metana
(CH 4 ) dan beberapa gas dalam jumlah kecil. Reaksi pirolisis umumnya dilakukan pada suhu antara 300°C-700°C.
Berdasarkan Johannes, 1989, hasil pirolisis ada tiga macam, yaitu: gas, cairan, dan padatan (bioarang).
Pirolisis
Biomassa
Cairan + Gas + Bioarang dan Abu
Proses Pirolisis menghasilkan 3 produk yaitu gas, distilat, dan residu, sedangkan proses pirolisis dibagi beberapa tahap yaitu :
1. Pada pemanasan awal kandungan air menguap, kemudian terjadi penguraian selulosa sampai suhu 200°C. Distilat yang terjadi sebagian mengandung metanol, asam cuka dan asam lainnya terutama dihasilkan pada perlakuan suhu 200°C-260°C.
2. Pada suhu 260°C-300°C selulosa terurai secara intensif, pada tingkatan ini banyak dihasilkan asap, gas, dan sedikit air.
3. Pada suhu 310°C-500°C lignin terurai dan dihasilkan banyak sekali tar, sedangkan asap dan gas menurun, dari tar tersebut sebagian besar dari penguraian lignin. Dengan meningkatnya suhu dan lamanya waktu
menyebabkan gas CO 2 yang terjadi semakin berkurang sedangkan CO,
CH 4 , dan H 2 bertambah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pirolisis:
a. Suhu Pirolisis Berpengaruh terhadap hasil pirolisis, karena dengan bertambahnya suhu maka proses peruraian semakin sempurna.
b. Waktu Pirolisis Berpengaruh terhadap kesempatan untuk bereaksi. Waktu pirolisis yang panjang akan meningkatkan hasil cair dan gas, sedangkan hasil padatnya akan menurun. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada jumlah dan jenis bahan yang diproses.
c. Kadar Air Bahan Kadar air yang tinggi akan menyebabkan timbulnya uap air dalam proses pirolisis yang menyebabkan tar tidak bisa mengembun di dalam pendingin sehingga waktu yang digunakan untuk pemanasan semakin sedikit.
d. Ukuran Bahan Tergantung dari tujuan pemakaian, hasil arang dan ukuran alat yang digunakan.
I.3.3 BIOARANG
Bioarang merupakan arang yang diperoleh dengan membakar biomassa kering tanpa menggunakan udara (pirolisis) atau sedikit udara dalam suatu bejana bermulut sempit (Johannes, 1989).
Bioarang adalah residu yang berbentuk padat hasil dari karbonisasi biomassa pada saat kondisi terkontrol. Peristiwa ini terjadi pada pemanasan biomassa langsung maupun tidak langsung dalam timbunan, retort, kiln, atau tanur dengan jumlah udara terbatas. Pada proses penguraian ini selain menghasilkan arang, juga produk lain berupa distilat dan gas. Bioarang memiliki nilai kalor yang cukup tinggi dan dapat digunakan sebagai bahan bakar padat dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas bioarang tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis lainnya. Secara umum batubara dapat dikategorikan berdasarkan kalori, kandungan air, dan kandungan karbon seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Kategori Batubara dan Nilai Kalori
3 Low Volatile Sub-bituminous
Medium Volatile Sub-
5 High Volatile Sub-bituminous
( Sumber : www.slideshare.netFitriHandayani3 )
I.3.4 PEREKAT
Penambahan perekat akan menyebabkan tekanan akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan briket tanpa memakai bahan perekat (Josep dan Hitslop, 1981). Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan. Dengan adanya perekat maka susunan partikel akan semakin baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dan arang briket semakin baik (Silalahi, 2000).
Bahan perekat dari zat pati, dekstrin dan tepung beras akan menghasilkan arang briketb yang berasap sedikit dan tahan lama, tetapi nilai kalornya tidak setinggi nilai kalor arang kayunya. Perekat yang umum digunakan dalam pembuatan biobriket adalah pati karena harganya murah, melimpah ketersediaannya dan cara pemakaiannya sederhana.
Perekat yang umum digunakan pada pembuatan briket : Perekat yang umum digunakan pada pembuatan briket :
b. Perekat yang tidak berasap antara lain : pati, dekstrin, dan tepung beras. Jenis briket yang baik digunakan di rumah tangga sebaiknya memakai
bahan perekat yang tidak berasap (Abdullah, 1991).
I.3.5 KANJI
Kanji memiliki kandungan amilose dengan rantai lurus dan amilopektin yang rantainya bercabang. Apabila kanji ditetesi larutan iodium, maka akan timbul warna biru yang disebabkan oleh adanya amilose yang menyerap iodine. Kanji tidak dapat larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas. Karbohidrat (pati) akan bereaksi dengan air sehingga menggelembungkan dan pecah membentuk larutan lem (dekstrin). Dekstrin merupakan glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati dan tergantung dari pemecahan rantai polisakarida. (Agra dkk. 1979)
I.3.6 BRIKET
Briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan menggunakan perekat. Pada kenyataannya, briket yang sering dijual di pasaran sekarang ini berbahan baku biomassa. Sedangkan briket biomassa merupakan gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat dari bioarang (bahan lunak) yang dikeraskan menggunakan perekat. Bioarang yang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Bioarang memiliki kualitas yang tidak kalah dengan bahan bakar jenis lainnya (Adan, 1998).
Briket bioarang pada dasarnya merupakan hasil konversi energi yaitu energi kimia menjadi energi panas. Briket arang yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar dapat diihat dari nilai kalor, kerapatan, dan kadar karbon Briket bioarang pada dasarnya merupakan hasil konversi energi yaitu energi kimia menjadi energi panas. Briket arang yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar dapat diihat dari nilai kalor, kerapatan, dan kadar karbon
Tabel 2. Standarisasi Briket Arang (SNI 01-6235-2000)
1 Kadar Air
Maksimal 8
2 Kadar Volatile Matter
Maksimal 15
3 Kadar Abu
Maksimal 8
4 Nilai Kalor
Minimal 5000 kalgr
(Sumber : Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta
ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014)
Kualitas briket dapat dilihat dari beberapa hal meliputi :
1. Kerapatan Kerapatan identik dengan berat jenis merupakan parameter fisik untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan. Kerapatan menunjukkan perbandingan antara berat dan volum briket. Briket dengan berat jenis tinggi lebih kompak dibandingkan dengan briket yang berat jenisnya rendah (Abdullah, 1991).
2. Keteguhan tekan Keteguhan tekan merupakan kemampuan briket untuk memberikan daya tahan atau kekompakan briket terhadap pecah atau hancurnya briket jika diberikan beban pada benda tersebut. Semakin tinggi nilai keteguhan tekan briket berarti daya tahan briket terhadap pecah semakin baik. Semakin seragam serbuk arang akan menghasilkan briket arang dengan kerapatan dan keteguhan tekan yang semakin tinggi (Hendra dan Darmawan, 2000 dalam Bahri, 2007).
3. Nilai kalor Nilai kalor atau nilai panas adalah salah satu sifat yang penting untuk menentukan kualitas arang terutama yang berhubungan dengan penggunaannya. Penetapan kalor bertujuan untuk mengetahui sejauh mana nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan briket arang. Semakin tinggi nilai kalor, maka semakin baik kualitas briket arang yang dihasilkan.
4. Kadar air Kadar air briket berpengaruh terhadap keterbakaran briket. Semakin tinggi kadar airnya maka semakin sulit briket terbakar, demikian juga sebaliknya. Briket dengan kerapatan rendah memiliki pori-pori banyak. Hal ini mengakibatkan penguapan air menjadi lebih mudah pada saat dilakukan pengeringan, kemudian setelah selesai briket disimpan dalam plastik sehingga tidak terkontamiasi dengan kelembaban udara, sehingga pada saat dilakukan uji kadar air yang tersisatinggal sedikit dibandingkan dengan briket yang memiliki kerapatan lebih tinggi (Suwanda, 2009).
5. Kadar abu Abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran dalam hal ini adalah sisa pembakaran briket arang. Salah satu unsur kadar abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Semakin rendah kadar abu maka semakin baik kualitas briket yang dihasilkan.
6. Kadar zat mudah menguap (volatile matter) Zat mudah menguap terdiri dari unsur hidrokarbon, metana, dan karbonmonoksida. Zat mudah menguap berpengaruh terhadap pembakaran briket, kandungan zat mudah menguap mempengaruhi kesempurnaan 6. Kadar zat mudah menguap (volatile matter) Zat mudah menguap terdiri dari unsur hidrokarbon, metana, dan karbonmonoksida. Zat mudah menguap berpengaruh terhadap pembakaran briket, kandungan zat mudah menguap mempengaruhi kesempurnaan
7. Kadar karbon (C) terikat Karbon terikat atau fixed carbon yaitu fraksi karbon (C) yang terikat di dalam arang selain fraksi air, zat menguap, dan abu. Jumlah karbon terikat dan bahan yang mudah menguap serta kaar air secara langsung turut andil terhadap nilai panas briket. Karbon terikat bergerak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Sedangkan kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukkan mudahnya penyalaan bahan bakar.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas briket (Supriadi, 1995) diantaranya :
1. Jenis bahan baku yang digunakan, dimana bahan baku mempunyai nilai kalor yang berbeda sehingga mempengaruhi kualitas arang briket tersebut.
2. Pembakaran dilakukan pada suhu lebih dari 400°C
3. Jenis perekat
4. Pengeringan briket, dimana proses ini dapat dilakukan dengan cara menjemur arang briket di bawah sinar matahari langsung ataupun dikeringkan di dalam oven.
I.4 Landasan Teori
Limbah sampah pasar biasanya lebih didominasi sampah organik seperti sayur, buah, dedaunan dan lain-lain. Sampah organik memiliki kadar air yang cukup tinggi, maka untuk mengurangi kadar air yang ada dilakukan pengeringan dengan cara menjemurnya di bawah panas terik matahari selama ±1 minggu. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah proses pirolisis, dimana proses ini dilakukan pada suhu 500°C sehingga kadar airnya berkurang dan kadar abunya semakin tinggi.
Proses pirolisis merupakan proses penguraian hidrokarbon pada suhu tinggi, yang merupakan proses pemecahan hidrokarbon pada suhu tinggi, yang merupakan proses pemecahan rantai panjang yang berupa lignin (lignosellulosa) menjadi rantai pendek berupa alkana, alkohol, keton dll dalam fase gas dan residu berupa karbon atau arang.
Selanjutnya arang yang telah diperoleh dapat dibentuk menjadi briket dengan mencampurnya dengan perekat (kanji). Penambahan perekat bertujuan untuk meningkatkan daya rekat agar semakin tinggi dan pada waktu dikempa akan sulit untuk dipecah.
Arang yang diperoleh mengandung karbon terikat, apabila dibakar dapat menghasilkan energi yang dapat dilihat dari kadar NHV (Net Heating Value). Kadar NHV inilah yang akan menentukan besarnya energi panas yang terkandung dalam briket arang tersebut.
I.5 Batasan Masalah
a. Limbah sampah pasar diperoleh dari pasar Condongcatur
b. Proses pirolisis dilakukan pada suhu tetap 500°C, selama 8 jam
c. Ukuran partikel untuk briket seragam, yaitu ±40 mesh
d. Massa bioarang untuk membuat briket seragam, yaitu ±20 gram
e. Kuat tekan untuk pencetakan briket seragam, yaitu 50 kgcm 2 e. Kuat tekan untuk pencetakan briket seragam, yaitu 50 kgcm 2
g. Analisis hasil yang dikoreksi terhadap :
Kadar air Kadar abu Kadar volatile matter Kadar karbon (C) terikat Nilai kalor atau Net Heating Value (NHV) Laju pembakaran briket
I.6 Hipotesa
Sampah pasar dapat dimaanfaatkan sebagai bahan baku untuk membuat bahan bakar alternatif berupa briket.
BAB II PELAKSANAAN PENELITIAN
II.1 Bahan
1. Limbah sampah pasar Condongcatur
2. Kanji sebagai perekat
3. Air
II.2 Alat
1. reaktor pirolisis
2. kompor
3. ayakan ukuran 40 mesh
4. timbangan digital
5. baskom
6. pencetak briket dari logam
7. hydraulic press
8. oven
9. Jangka sorong
10. Compressor
II.3 Rangkaian Alat
Gambar 1. Alat Pirolisis
Keterangan :
1. Pipa pengeluaran gas hasil pirolisis yang tidak terkondensasi.
2. Pipa pengeluaran asap cair hasil pirolisis.
3. Statif
4. Pendingin
5. Pipa pengeluaran gas hasil pirolisis
6. Penutup logam.
7. Tabung pirolisis (retort)
8. Alas.
9. Kabel penyambung listrik.
Gambar 2. Alat Uji Laju Pembakaran
Keterangan :
1. Kompressor
4. Tungku pemanas
2. Kran
5. Timbangan digital
3. Rotameter
6. Termostat
II.4 Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Bioarang
Limbah sampah pasar yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam tabung pirolisis (retort), kemudian tabung pirolisis ditutup rapat dengan mengencangkan bautnya. Selanjutnya tabung pirolisis (retort) dihubungkan dengan sumber panas berupa arus listrik melalui pengatur suhu (regulator)
yang sudah disetel pada suhu maksimum 500 0 C. Pirolisis selesai dengan
ditandai tidak adanya asap yang keluar. Kemudian peralatan dimatikan dan didiamkan selama satu hari. Setelah itu tutup dibuka dan arang dikeluarkan dari tabung pirolisis. Hasil bioarang dihaluskan secara manual dengan cara ditumbuk di atas alas besi. Selanjutnya untuk mendapatkan ukuran yang seragam diayak sampai lolos 40 mesh.
2. Pembuatan Briket dengan variasi perekat (kanji dan air)
Perekat dibuat dari kanji yang dicampur air sebagai pengencer dengan variasi perbandingan antara kanji dan air sebagai berikut: (1:16), (2:16), (3:16), (4:16), dan (5:16) gramgram. Selanjutnya larutan kanji dipanaskan sampai menjadi lem (perekat) dan dilanjutkan pembuatan briket dengan masing-masing perekat dicampur bioarang sebanyak 20 gram sampai merata. Setelah itu, campuran bioarang dengan perekat yang sudah merata dicetak
untuk setiap briket dengan kuat tekan 50 kgcm 2 menggunakan hydraulic press. Briket bioarang yang sudah jadi kemudian dikeringkan dalam oven
±100 0
C selama 3 jam. Hasil briket bioarang kemudian dianalisis kadar air,
kadar abu, kadar volatile matter, kadar karbon (C) terikat dan nilai kalor (NHV).
3. Pengujian Laju Pembakaran Briket
Dari percobaan pembuatan briket, briket yang sudah dianalisis kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, kadar karbon (C) terikat dan nilai kalor (NHV) kemudian dianalisis masing-masing laju pembakarannya. Dari hasil pengujian laju pembakaran briket tersebut akan di peroleh data waktu,suhu dan massa berkurangnya briket. Dengan data tersebut dapat dicari laju pembakaran briketnya. sehingga didapatkan grafik persamaan antara waktu vs laju pembakaran briket.
II.5 Diagram Alir Cara Kerja
sampah pasar
Penyortiran
(sampah organik dan anorganik)
Sampah organik
(diangin-anginkan di ruang terbuka ±1 minggu)
Pengeringan
Proses Pirolisis: 500◦C
Pengayakan sampai lolos 40 mesh
Variasi perekat (kanji dan air) bioarang 20 gr (1:16, 2:16, 3:16, 4:16, dan 5:16)
Pencampuran
Kuat tekan 50 kgcm 2 Pencetakan
Pengeringan : 3 jam, 100◦C
BRIKET variasi perekat Analisis 1 Analisis 2
Keterangan: Analisis 1 : Kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, kadar karbon (C) terikat, dan Net
Heating Value (NHV).
Analisis 2 : Laju pembakaran briket
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Briket
II.6 Analisa Hasil
1. Kerapatan
Prosedur perhitungan rapat massa dilakukan dengan menggunakan metode ASTM D-2395. Kerapatan pada umumnya dinyatakan dalam perbandingan berat per volume, yaitu dengn cara menimbang dan mengukur volume dalam keadaan kering udara.
Kerapatan briket dapat diukur dengan menggunakan persamaan :
Kerapatan (ρ) =
Keterangan :
ρ = kerapatan ( grcm³) m = berat briket (gr) v = volume (cm³)
2. Kadar Air
Pengujian dilakukan dengan prosedur American Society for Testing and Material (ASTM) D-3173 sebagai berikut: Sampel sebanyak 2 gram (p)
dikeringkan dalam oven dengan suhu 102 – 105 0
C selama 3 jam sampai
beratnya konstan (q), sampel kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.
Kadar air dihitung dengan rumus:
−
Kadar air () =
Keterangan:
p = Berat sampel awal (gram) q = Berat sampel konstan setelah dikeringkan pada suhu 102 – 105 0 C
(gram)
3. Kadar Abu
Pengujian dilakukan dengan prosedur ASTM D–3174 sebagai berikut: sampel ± 2 gram (p) dimasukkan dalam cawan pengabuan (krus) dan ditimbang (q) krus tanpa diberi tutup dipanaskan dalam muffle furnace
dengan suhu 720 – 750 0
C selama 2,5 jam, kemudian muffle furnace dibuka
selama satu menit untuk menyempurnakan proses pembakaran krus dan sampel kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (r).
Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
−
Kadar abu () = 100
Keterangan:
r = Berat cawan + abu (gram) q = Berat cawan (gram) p = Berat sampel awal (gram)
4. Kadar Volatile Matter
Sampel briket bioarang ditimbang sebanyak 2 gram (p) dan dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 920 – 950 0 C selama 15 menit. Setelah suhu
tercapai, dibiarkan dingin dahulu dalam muffle furnace. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang (q) jika masih ada bagian yang berwarna putih, maka pengujian harus diulangi.
Perhitungan kadar volatile matter menggunakan prosedur ASTM–3175
sebagai berikut:
−
Zat Hilang () =
Keterangan:
p = Berat awal sampel (gram) q = Berat akhir sampel (gram)
Kadar Zat Mudah Menguap () = Zat hilang – Kadar air
5. Kadar Karbon (C) Terikat
Karbon terikat adalah fraksi karbon (C) dalam briket, selain fraksi air, zat menguap dan abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan metode ASTM D5142 – 02 dengan persamaan:
Kadar karbon terikat = 100 – (M+A+V)
Keterangan:
M = Kadar air ()
A = Kadar abu ()
V = Kadar zat mudah menguap ()
6. Nilai Kalor
Penentuan nilai kalor briket dilakukan dengan alat bomb calorimeter, serial NO: 4270, menggunakan metode ASTM D-2015, dengan operasional sebagai berikut:
1) menimbang sampel dengan cawan nikel secara teliti sebanyak 1 gram, kemudian ditempatkan pada tempat cawan.
2) Memotong kawat nikelin dan benang, pasang kutub positif dan negatif pada tempat cawan dan sentuhkan kawat nikelin pada sampel.
3) Memasukkan perlahan-lahan dalam reaktor, menutup dengan rapat dan benar (menjaga agar kawat nikelin tidak lepas dari sampel).
4) Mengisi reaktor dengan gas oksigen dengan tekanan 20 – 30 atm kemudian menutup kran pembuka gas dengan benar (menjaga agar tidak bocor, mengulangi pengisian bila bocor).
5) Mengisi tabungbejana pemanas dengan air 2000 gram (2000ml) dengan tepat, memasukkan reaktor ke dalam bejana pemanas dan menghubungkan reaktor dengan kutub positif dan negatif pada arus.
6) Menutup alat dengan benar dan memasang thermometer khusus bomb calorimeter dengan benar dan menghidupkan pengaduk sehingga suhu dalam bejana pemanas konstan dan homogen.
7) Menekan tombol pembakar dan mengamati perubahan suhu awal pembakaran dan kenaikan suhunya sampai diperoleh suhu konstan ( mencatat suhunya sebagai suhu akhir).
8) Mematikan alat, melepas thermometer khusus bomb calorimeter dan mengeluarkan reaktor, membuka kran oksigen sampai oksigen keluar.
Kalor pembakaran dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
ΔT = T 2 –T 1 Q Total = Cp alat x ΔT Q b =m b x Cp b Q k =m k x Cp k Q b+k =Q b +Q k Q koreksi =Q total –Q b+k
Qkoreksi
Q=
Keterangan: ΔT
0 = Beda suhu air pada alat ( C)
Q Total = Kalor dari alat pembakaran
(kal)
Q b+k = kalor benang + kalor kawat (kal)
Q koreksi = Kalor pembakaran terkoreksi
(kal)
Q b = Kalor dari pembakaran benang
(kal)
Q k = Kalor dari pembakaran kawat
(kal)
Q
= Kalor pembakaran sampel
(kalg)
alat
Cp 0 = kalor jenis alat (kalori gram. C)
b Cp 0 = kalor jenis benang (kalori gram. C)
Cp 0
k
= kalor jenis kawat (kalori gram. C)
m b = Massa berat benang
(gram)
m k
= Massa berat kawat
(gram)
m
= Massa sampel
(gram)
7. Laju Pembakaran
Penentuan laju pembakaran dilakukan dengan operasional sebagai berikut:
1. Menimbang sampel briket
2. Menyalakan termostat dan mengatur suhunya 400ºC untuk memanaskan tungku pembakaran
3. Menyalakan kompressor
4. Mengatur rotameter dan menjaganya selalu tetap pada debit 30 m³detik
5. Memasukkan sampel briket dalam tungku pembakaran apabila suhu tungku sudah mencapai 400ºC
6. Mencatat setiap perubahan massa pada briket tiap interval 1 menit selama 30 menit proses pembakaran
7. Mengulangi percobaan di atas untuk tiap masing-masing perbandingan kanji dan air
8. Membuat grafik persamaan hubungan waktu dengan massa briket selama proses pembakaran
9. Membuat grafik persamaan hubungan waktu dengan laju pembakaran
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh data hasil penelitian yang dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Kenampakan (Kerapatan) Briket pada Berbagai Variasi Perekat
Kanji dan Air
Tabel 4. Hasil Analisa Pengaruh Variasi Perekat terhadap Kadar Air, Kadar
Volatile Matter, Kadar Abu, Kadar Karbon (C) Terikat dan Nilai Kalor
Kadar
Kadar
Kanji dan Air
Kadar
Kadar
Nilai Kalor
Volatile
Karbon
(gr : gr)
air
Abu
(kalgr)
Matter
Terikat
Tabel 5. Hasil Analisa Massa Briket Selama Pembakaran
Waktu
Massa Briket (gram)
(menit)
Kanji 1 gr
Kanji 2 gr
Kanji 3 gr
Kanji 4 gr Kanji 5 gr
Tabel 6. Hasil Analisa Laju Pembakaran
Waktu
Laju Pembakaran (mdetik)
(menit)
Kanji 1 gr
Kanji 2 gr
Kanji 3 gr
Kanji 4 gr Kanji 5 gr
1. Hubungan variasi perekat terhadap kadar air ( berat)
Kadar Air
ad 6.4
K y = 0.2352x + 6.0973
Perbandingan Kanji dan Air
Gambar 4. Hubungan variasi perekat terhadap kadar air
Dari tabel 3 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin banyak kanji yang digunakan sebagai perekat maka persentase kadar air akan semakin tinggi. Kadar air terendah diperoleh pada pencetakan briket dengan perekat kanji 1 gr sebesar 6,2812 dan kadar air terbesar diperoleh pada pencetakan briket dengan kanji 5 gr sebesar 7,3144.
Hal tersebut disebabkan karena kanji yang bereaksi dengan air panas membentuk lem. Semakin banyak kanji yang digunakan maka semakin banyak lem yang terbentuk dan air yang diserap semakin banyak. Sehingga pada saat di oven briket dengan kanji 5 gr, tidak banyak air yang teruapkan menyebabkan persentase kadar airnya tinggi. Sedangkan briket dengan kanji 1 gr lebih banyak air yang teruapkan sehingga persentase kadar airnya rendah.
2. Hubungan variasi perekat terhadap kadar volatile matter ( berat)
Kadar Volatile
ti la matter o 15
V y = 3.5248x + 8.8458
Perbandingan Kanji dan Air
Gambar 5. Hubungan variasi perekat terhadap kadar volatile matter
Dari tabel 3 dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin banyak kanji yang digunakan sebagai perekat maka persentase kadar volatile matter akan semakin tinggi. Kadar volatile matter terendah diperoleh pada pencetakan briket dengan perekat kanji 1 gr sebesar 12,4658 dan kadar volatile matter terbesar diperoleh pada pencetakan briket dengan kanji 5 gr sebesar 26,4129.
Hal tersebut disebabkan karena adanya pengeringan menggunakan pada suhu 900°C selama 15 menit dengan perlakuan yang sama, sehingga pada briket dengan kanji lebih sedikitpada saat di muffle furnace banyak air yang teruapkan sehingga persentase kadar volatilenya rendah. Sedangkan briket dengan kanji lebih banyak, air yang teruapkan saat di muffle furnace sedikit menyebabkan persentase kadar volatilenya tinggi.
3. Hubungan variasi perekat terhadap kadar abu ( berat)
u Kadar Abu 25
y = -0.9103x + 27.036 21 R² = 0.9981
Perbandingan Kanji dan Air
Gambar 6. Hubungan variasi perekat terhadap kadar abu
Dari tabel 3 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin banyak kanji yang digunakan sebagai perekat maka persentase kadar abu akan semakin rendah. Kadar abu terendah diperoleh pada pencetakan briket dengan perekat kanji 5 gr sebesar 22,4993 dan kadar abu terbesar diperoleh pada pencetakan briket dengan kanji 1 gr sebesar 26,0849.
Hal ini disebabkan karena adanya proses pemanasan dengan muffle furnace pada suhu 720-750°C selama 3-4 jam dengan pelakuan sama, sehingga briket yang perekat kanjinya lebih sedikit (1 gr) akan menghasilkan kadar abu lebih banyak karena banyaknya jumlah arang briket yang terbakar menjadi abu. Sebaliknya briket dengan perekat kanji lebih banyak (5 gr) menghasilkan kadar abu lebih sedikit karena jumlah arang briket yang terbakar lebih sedikit.
4. Hubungan variasi perekat terhadap kadar karbon (C) terikat ( berat)
Kadar Karbon
y = -2.8497x + 58.021
Perbandingan Kanji dan Air
Gambar 7. Hubungan variasi perekat terhadap kadar karbon (C) terikat
Dari tabel 3 dan Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin banyak kanji yang digunakan sebagai perekat maka persentase kadar karbon terikat akan semakin rendah. Kadar karbon terikat yang terendah diperoleh pada pencetakan briket dengan perekat kanji 5 gr sebesar 43,7735 dan kadar abu terbesar diperoleh pada pencetakan briket dengan kanji 1 gr sebesar 55,1681.
Hal ini berhubungan dengan hasil yang diperoleh untuk kadar air, kadar volatile matter, kadar abu briket arang tersebut rendah, yang kemudian dapat dihitung menggunakan rumus :
Kadar karbon terikat = 100 – (M+V+A)
Dimana : M = Kadar air ()
V = Kadar volatile matter()
A = Kadar abu ()
5. Hubungan variasi perekat terhadap nilai kalor
y = -135.12x + 5841.4
Nilai Kalor
Perbandingan Kanji dan Air
Gambar 8. Hubungan variasi perekat terhadap Nilai Kalor
Dari tabel 3 dan Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin banyak kanji yang digunakan sebagai perekat maka nilai kalor yang dihasilkan akan semakin rendah. Nilai kalor terbesar diperoleh pada pencetakan briket dengan perekat kanji 1 gr sebesar 5684,6910 kalgram dan nilai kalor terendah diperoleh pada pencetakan briket dengan kanji 5 gr sebesar 5128,7164 kalgram.
Hal ini disebabkan karena semakin banyak perekat kanji yang digunakan, maka kandungan kadar air yang diperoleh semakin banyak yang disebabkan adanya pengeringan menggunakan oven pada waktu yang sama. Sehingga semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam briket, maka semakin kecil nilai kalor yang dihasilkan.
Kualitas nilai kalori yang dihasilkan briket bioarang ini mendekati kalori batubara kategori sub-bituminous dimana pada batubara kategori sub-bituminous kalorinya sebesar 5403 kalgram.
6. Hubungan waktu terhadap massa briket selama pembakaran
Kanji 1 gr
m
ra 35
(g Kanji 2 gr
et ik
Kanji 3 gr
Br 25
Kanji 4 gr
assa M
Kanji 5 gr
Waktu (menit)
Gambar 9. Hubungan waktu terhadap massa briket selama pembakaran
Dari tabel 4 dan Gambar 9 dapat dilihat bahwa briket dengan kanji yang lebih sedikit (1gr) selama 30 menit proses pembakaran massa briketnya masih besar. Massa briket terbesar diperoleh pada briket dengan kanji 1 gr seberat 16,17 gr. Sedangkan massa briket terkecil diperoleh pada briket dengan kanji 5 gr seberat 11,41 gr.
Hal ini disebabkan karena adanya proses pembakaran selama 30 menit pada suhu 400ºC dengan pelakuan yang sama, sehingga semakin sedikit perekat kanji yang digunakan untuk pembuatan briket maka saat proses pembakaran, briket akan semakin lama terbakar karena kadar karbon yang dimiliki lebih banyak menyebabkan briket lebih awettidak cepat habis. Sebaliknya bila perekat yang digunakan semakin banyak maka briket tersebut akan lebih cepat habis terbakar karena kadar karbonnya lebih sedikit.
7. Hubungan waktu terhadap laju pembakaran
(m Kanji 1 gr
an 0.020
Kanji 2 gr
ar
ak 0.015
b Kanji 3 gr m
e 0.010
Kanji 4 gr
P
ju
Kanji 5 gr
Waktu (menit)
Gambar 10. Hubungan waktu terhadap laju pembakaran
Dari tabel 5 dan gambar 10 dapat dilihat bahwa laju pembakaran yang besar berpuncak pada satu titik yaitu di menit ke-4 pada masing- masing kanji. Kemudian laju pembakarannya mengalami penurunan seiring lamanya briket terbakar dan hasilnya sampai menit ke-30 lajunya sama. Hal ini dikarenakan air yang terkandung dalam briket teruapkan seluruhnya lalu diikuti oleh laju permbakaran karbon itu sendiri dan perbedaan jumlah perekat kanji yang digunakan tidak terlalu besar sehingga menyebabkan laju pembakaran yang dihasilkan sama.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa sampah pasar dapat digunakan untuk membuat briket sebagai bahan bakar. Nilai kalor tertinggi didapat pada briket perekat kanji dan air (1 : 16) grgr sebesar
5684,6910 kalgram dengan laju pembakarannya sebesar 0,0058 mdetik.
Kualitas nilai kalor briket ini masuk atau mendekati nilai kalor batubara kategori sub-bituminous yang sebesar 5403 kalgram.
IV.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diberikan saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya variasi perekat yang diambil harus sesuai selain itu variasi perlakuan suhu dan waktu pelaksanaan pirolisis dinaikkan sehingga kesempurnaan proses dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 1991, Energi dan Listrik Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Adan, I.U., 1998, “Membuat Briket Bioarang”, Laporan Hasil Penelitian,
Yogyakarta. Agra dkk, 1979, Hidrolisa Pati Ketela Rambat pada Suhu Lebih dari 100 0 C,
Forum Tehnik, 3. Hendra dan Darmawan, 2000, Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan
Tekanan Kempa Terhadap Kualitas Briket Arang, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Johannes, 1989, Bioarang Potensi dan Energinya, Kertas Kerja dalam Seminar
Pengembangan Tungku Hemat Energi Nasional, Yogyakarta. Josep, S., dan D. Hislop, 1981, Residu Briquetting in Development Countries,
London: Aplied Science Publisher. Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2
Nomor 2 Tahun 2014. Murthado, D.,E.G. Sa`id, 1997, Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat,
Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. Silalahi, 2000, Penelitian Pembuatan Briket Kayu dari Serbuk Gergajian Kayu,
Bogor, Hasil Penelitian Industri Perindag. Subroto, 2007, “Karakterisktik Pembakaran Briket Campuran Arang Kayu dan
Jerami, Jurnal Media Mesin vol 8 no 1 Fak, Teknik UMS Surakarta.
Supriadi, 1995, Pembuatan Briket Biomassa Jagung dan Padi, Laporan hasil
Penelitian, Universitas Pembangunan nasional “Veteran” Yogyakarta. Suwanda, T.H., 2009, Pengaruh Kekentalan Binder dan Teana Kempa terhadap
Kualitas Briket Bioarang, Laporan Penelitian Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN DATA
1. Kerapatan Briket Pada briket perbandingan kanji dan air (1:16)
Berat briket = 24,10 gr Diameter
= 4 cm
Tinggi
= 2,1 cm Volume =
²
Kerapatan (ρ) = Dimana, ρ = Kerapatan (grcm³)
d = diameter (cm) t = tinggi (cm) m = berat briket (gr) v = volume (cm³)
Maka, untuk kerapatan pada briket dengan perekat kanji 1 gr 3,14 Volume = 4² 2,1 =26,376 cm³
24,10 Kerapatan = =0,91371 grcm³
Analog dengan cara yang sama seperti di atas digunakan untuk mencari kadar air pada variasi perekat kanji dan air (2:16), (3:16), (3:16), (4:16), dan (5:16) grgr.
Tabel 7. Hasil Analisa Kerapatan Briket pada Berbagai Variasi Perekat
Kanji dan Air Berat Diameter
Tinggi
Volume
Kerapatan
(gr : gr)
(gr)
(cm)
(cm)
(cm³)
(grcm³)
2. Pengaruh Perekat terhadap Kadar Air
Tabel 8. Hasil Analisa Kadar Air pada Perbandingan Kanji dan Air (1:16)
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-rata
Berat awal sampel
Berat setelah di oven
Berat air yang hilang
Kadar air () = − 100
Dimana, p = berat awal sampel
q = berat setelah di oven
Maka, untuk kadar air pada briket dengan perekat kanji 1 gr
2,0033−1,8775 Kadar air () = x 100
= 6,2812 Analog dengan cara yang sama seperti di atas digunakan untuk mencari
kadar air pada variasi perekat kanji dan air (2:16), (3:16), (3:16), (4:16), dan (5:16) grgr
Sehingga diperoleh hasilnya:
Tabel 9. Hasil Kadar Air pada Berbagai Variasi Perekat
Kanji dan Air Kadar Air ( gr : gr)
Dari Tabel.9 dapat dicari persen kesalahan dengan metode Least Square yaitu
Kanji dan Air
a.15 + 5.b
a.55 + 15.b
825.a + 275.b
825.a + 225.b _
a.15 + 5.b
Sehingga persamaan garisnya menjadi
Y = 0,2352 (x) + 6,0973
| − ℎ|
Maka, Kesalahan =
x
Y data
Y hitung Kesalahan
Kesalahan rata-rata
3. Pengaruh Perekat terhadap Kadar Volatile Matter Tabel 10. Hasil Analisa kadar Volatile Matter pada Perbandingan Kanji dan
Air (1:16)
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-rata
Berat Awal
Berat setelah di
Zat Hilang () =
Keterangan:
p = Berat awal sampel (gram) q = Berat akhir sampel (gram) Kadar Zat mudah menguap () = Zat hilang – Kadar air
Zat Hilang () = (2,0033 – 1,6278)2,0033 x 100 = 18,744 Volatile Matter () = zat hilang – kadar air
= 18,744 - 6,2812 = 12,4658 Analog dengan cara yang sama seperti di atas digunakan untuk mencari
kadar Volatile Matter pada variasi perekat kanji dan air (2:16), (3:16), (3:16), (4:16), dan (5:16) grgr
Tabel 11. Hasil Kadar Volatile Matter pada Berbagai Variasi Perekat
Kanji dan Air Kadar Volatile matter (gr : gr)
Dari Tabel.11 dapat dicari persen kesalahan dengan metode Least Square yaitu
Kanji dan Air
a.15 + 5.b
a.55 + 15.b
825.a + 275.b
825.a + 225.b _
a.15 + 5.b
Sehingga persamaan garisnya menjadi
Y = 3,5248 (x) + 8,8458
Maka, Kesalahan = | − ℎ| 100
x
Y data
Y hitung Kesalahan
Kesalahan rata-rata
4. Pengaruh Perekat terhadap Kadar Abu Tabel 12. Hasil Analisa Kadar Abu pada Perbandingan Kanji dan Air (1:16)
Berat awal sampel 2,0017
Berat setelah di oven
Kadar abu () = 100
Keterangan:
r = Berat cawan + abu (gram) q = Berat cawan (gram) p = Berat sampel awal (gram)
Kadar abu () = − 100
= 26,1628 Analog dengan cara yang sama seperti di atas digunakan untuk mencari
kadar Abu pada variasi perekat kanji dan air (2:16), (3:16), (3:16), (4:16), dan (5:16) grgr
Tabel 13. Hasil Kadar Abu pada Berbagai Variasi Perekat
Kanji dan Air Kadar Abu ( gr : gr)
Dari Tabel.13 dapat dicari persen kesalahan dengan metode Least Square yaitu
Kanji dan Air
a. 55 + 15.b |x 15
825.a + 275.b
825.a + 225.b _
a.15 + 5.b
Sehingga persamaan garisnya menjadi
Y = -0,9103 (x) + 27,0356
Maka, Kesalahan = | − ℎ| 100
x
Y data
Y hitung Kesalahan
Kesalahan rata-rata
5. Pengaruh Perekat terhadap Kadar Karbon (C) Terikat
Kadar karbon terikat = 100 – (M+A+V) Keterangan:
M = Kadar air ()
A = Kadar abu ()
V = Kadar zat mudah menguap () Kadar karbon terikat = 100 – ( 6,2812 + 12,4658 + 26,0849)
= 55,1681 Analog dengan cara yang sama seperti di atas digunakan untuk mencari
kadar Karbon (C) terikat pada variasi perekat kanji dan air (2:16), (3:16), (3:16), (4:16), dan (5:16) gr gr
Tabel 14. Hasil Analisa Kadar Karbon Terikat pada Perbandingan Kanji dan Air (1:16)
Kanji dan Air Kadar Karbon Terikat (gr : gr)
Dari Tabel.14 dapat dicari persen kesalahan dengan metode Least Square yaitu
Kanji dan Air
a.15 + 5.b
|x 55
a.55 + 15.b
|x 15
825.a + 275.b
825.a + 225.b _
a.15 + 5.b
Sehingga persamaan garisnya menjadi
Y = -2,8497 (x) + 58,0213
| − ℎ|
Maka, Kesalahan =
x
Y data
Y hitung
Kesalahan rata-rata
6. Hasil Analisa Laju Pembakaran Briket
a. Briket perekat Kanji 1 gr
Kecepatan udara = 3 ms Massa awal = 40,35 gr
Laju
Waktu
Suhu Tungku
Massa (gr)
(mdetik)
Kecepatan udara = 3 ms Massa awal = 40,47 gr
Laju
Waktu
Suhu Tungku
Massa (gr)
(mdetik)
Kecepatan udara = 3 ms Massa awal = 40,29 gr
Laju
Waktu
Suhu Tungku
Massa (gr)
(mdetik)
Kecepatan udara = 3 ms Massa awal = 40,19 gr
Laju
Waktu
Suhu Tungku
Massa (gr)
(mdetik)
Kecepatan udara = 3 ms Massa awal = 40,24 gr
Laju
Waktu
Suhu Tungku
Massa (gr)
(mdetik)
1 0 400,3
40,24
2 1 384,8
39,09
1,15
0,0192
3 2 392,6
37,73
1,36
0,0227
4 3 401,9
36,24
1,49
0,0248
5 4 406,8
34,26
1,98
0,0330
6 5 412,6
32,59
1,67
0,0278
7 6 416,2
31,03
1,56
0,0260
8 7 421,8
29,54
1,49
0,0248
9 8 426,9
28,11
1,43
0,0238
10 9 438,3
26,72
1,39
0,0232
11 10 441,7
25,38
1,34
0,0223
12 11 449,4
24,14
1,24
0,0207
13 12 451,3
22,92
1,22
0,0203
14 13 448,9
21,76
1,16
0,0193
15 14 447,6
20,66
1,10
0,0183
16 15 445,1
19,71
0,95
0,0158
17 16 442,6
18,77
0,94
0,0157
18 17 441,2
17,88
0,89
0,0148
19 18 438,7
17,09
0,79
0,0132
20 19 438,6
16,41
0,68
0,0113
21 20 438,1
15,74
0,67
0,0112
22 21 437,1
15,14
0,60
0,0100
23 22 436,5
14,55
0,59
0,0098
24 23 431
13,96
0,59
0,0098
25 24 429,5
13,49
0,47
0,0078
26 25 425,6
13,09
0,40
0,0067
27 26 425,1
12,69
0,40
0,0067
28 27 423,7
12,36
0,33
0,0055
29 28 422,9
12,04
0,32
0,0053
30 29 421,2
11,72
0,32
0,0053
31 30 420,7
11,41
0,31
0,0052