Pengaruh Konsentrasi Kapur Sirih (Ca(OH)2 dan Pengeringan terhadap Mutu Manisan Kering Bengkuang
TINJAUAN PUSTAKA
Bengkuang (Pachyrhizus erosus)
Tanaman bengkuang merupakan tanaman semak yang tumbuh melilit yang
termasuk dalam famili Leguminosae. Batang tanaman bengkuang berbentuk bulat
telur, pangkal daun tumpul, ujung daun runcing, tepi daun rata, dan pertulangan
daun menyirip. Daun tanaman bengkuang berbulu, memiliki panjang 7-10 cm,
lebar 5-9 cm dan berwarna hijau. Bunga tanaman bengkuang berbentuk tandan
dan berjumlah majemuk. Buah tanaman bengkuang berbentuk polong dan lanset
putih. Tanaman bengkuang memiliki akar tunggang dan berumbi. Umbi dari
bengkuang banyak dikonsumsi dalam bentuk segar, seringkali diolah menjadi
makanan awetan misalnya manisan. Kulit umbi bengkuang tipis dan berwarna
kuning pucat serta bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak
manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium
(Wikipedia, 2015). Gambar umbi bengkuang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Umbi bengkuang (buah-buahku, 2011)
Tanaman bengkuang banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah.
Akar tanaman bengkuang mampu bersimbiosis dengan Rhizobium sehingga
bersifat menguntungkan karena dapat mengikat nitrogen yang ada di dalam tanah.
5
Universitas Sumatera Utara
6
Tanaman bengkuang membentuk umbi akar yang bisa mencapai bobot 5 kg
(Astawan, 2009).
Varietas dari tanaman bengkuang bermacam-macam. Namun hanya dua
varietas tanaman bengkuang yang biasanya ditanam di Indonesia yaitu bengkuang
varietas genjah dan varietas badur. Kedua jenis varietas ini memiliki perbedaan
pada waktu panennya. Waktu panen bengkuang varietas genjah relatif lebih cepat
daripada bengkuang varietas badur. Bengkuang varietas genjah dapat dipanen
pada umur empat sampai lima bulan sedangkan bengkuang varietas badur dapat
dipanen pada umur tujuh sampai sebelas bulan lamanya (Sianturi, 2011).
Kandungan Nutrisi Bengkuang
Bengkuang
mengandung air
yang cukup tinggi sehingga dapat
menyegarkan tubuh setelah mengkonsumsinya. Kandungan utama bengkuang
adalah air dan serat yaitu sekitar 85 g/100 g umbi. Buah bengkuang mengandung
kadar energi yang cukup rendah yaitu sekitar 55 kkal/100 g. Bengkuang juga
mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Hal ini yang memungkinkan
bengkuang digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial untuk
menangkal serangan radikal bebas penyebab kanker dan penyakit degeneratif
seperti penyakit diabetes melitus. Kandungan kimia pada bengkuang yang
menyebabkan efek manis, dingin, sejuk, dan berkhasiat mendinginkan adalah
pachyrhizon, rotenon, vitamin B1, dan vitamin C. Selain itu, bengkuang juga
mengandung mineral tinggi. Mineral yang terkandung dalam bengkuang yang
paling dominan adalah fosfor, zat besi, serta kalsium (Shofyan, 2010). Komposisi
kimia bengkuang dapat dilihat pada Tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1. Komposisi kimia bengkuang per 100 g bahan
Zat gizi
Kadar per 100 gram
Energi (kkal)
55
Protein (g)
1,4
Lemak (g)
0,2
Karbohidrat (g)
12,8
Kalsium (mg)
15
Fosfor (mg)
18
Besi (mg)
0,6
Vitamin C (mg)
20
Vitamin B1 (mg)
0,04
Vitamin A (IU)
0
Air (g)
85,1
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)
Manfaat Bengkuang
Manfaat bengkuang bagi tubuh tidak hanya sebagai nutrisi perawatan bagi
kesehatan tubuh tetapi juga untuk perawatan kecantikan baik bagi pria maupun
wanita. Kandungan vitamin C pada bengkuang berguna sebagai antioksidan yang
baik bagi tubuh, sebagai obat sariawan, dapat menurunkan kadar kolesterol yang
mengendap di dalam tubuh. Kandungan senyawa alkali pada bengkuang dapat
menyembuhkan penyakit maag yang dimana senyawa alkali ini akan
menstabilkan kadar asam lambung sehingga asam lambung bisa normal.
Kandungan fosfor pada bengkuang berfungsi untuk menjaga pertumbuhan gigi
dan tulang. Kandungan inulin pada bengkuang dapat memberikan rasa manis
(Manfaatnyasehat, 2013).
Bengkuang juga mengandung serat yang tinggi yang berfungsi untuk
menurunkan kadar indeks glikemik dan memperlancar pencernaan. Bengkuang
dapat berperan sebagai antioksidan karena mengandung komponen bioaktif yaitu
senyawa isoflavon yang dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Isoflavon
Universitas Sumatera Utara
8
terbukti dapat menangkal radikal bebas dan dapat mencegah penyakit
kardiovaskular (Song, dkk., 1998).
Gula
Gula merupakan bahan pemanis dan juga merupakan bahan pengawet
yang ditambahkan pada bahan pangan. Air ditarik dari sel buah sehingga mikroba
menjadi tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan yang ditambahkan gula. Gula
lebih banyak digunakan untuk pengawetan bahan makanan yang berasal dari
buah-buahan. Bentuk produk makanan olahan yang pada umumnya menggunakan
gula sebagai pengawet antara lain sari buah, jam, jelly, marmalade, sirup, manisan
basah, manisan kering dan lain sebagainya (Satuhu, 1996).
Gula digunakan pada berbagai produk makanan. Selain memberikan rasa
manis gula juga dapat berperan sebagai pengawet makanan. Konsentrasi gula
yang ditambahkan dalam jumlah yang tinggi 70% dapat menghambat
pertumbuhan mikroba perusak. Sedangkan kadar gula dengan jumlah minimum
40% bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan
pangan terikat sehingga menurunkan nilai aktivasi air dan tidak dapat digunakan
oleh mikroba. Penggunaan gula memperluas pengawetan bahan pangan terhadap
buah-buahan dan sayuran (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Menurut Nickerson dan Ronsivalli (1980), pada umumnya gula memiliki
rumus molekul C6H12O6 dan disakarida memiliki rumus umum C12H22O12.
Monosakarida juga ada yang terdiri dari 3-karbon gula (triosa), 4-karbon gula
(tetrosa), 5-karbon gula (pentosa), 6-karbon gula (heksosa). Namun dari keenam
rantai karbon ini, hanya gula 6-karbon yang penting pada nutrisi manusia yang
berguna sebagai sumber energi.
Universitas Sumatera Utara
9
Secara komersial gula pasir yang 99% terdiri atas sukrosa atau sakarosa.
Sukrosa atau sakarosa akan melalui proses penyulingan dan kristalisasi untuk
menghasilkan gula pasir 99% tersebut. Penyusun gula terbesar adalah sukrosa
yang memiliki sifat kimiawi yang berbeda dengan jenis gula lainnya, dimana gula
dalam bentuk granula kasar yang bersifat larut dalam air, tidak tahan panas dan
dalam bentuk yang cair gula dapat dikristalkan (Vaclavik dan Christian, 2008).
Menurut Labuza dan Erdman (1984), mengonsumsi gula sederhana termasuk
sukrosa dapat menyebabkan kerusakan gigi. Hal ini tidak berarti bahwa gula dan
makanan yang mengandung gula harus dihilangkan seluruhnya dari menu
makanan.
Gula pasir merupakan salah satu bahan pangan alamiah yang diperoleh
dari tanaman tebu dengan komponen penyusun berupa sukrosa. Sukrosa
merupakan jenis disakarida yang berbentuk kristal halus atau kasar yang larut air
dan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang dikenal sebagai gula invert
(Winarno, 1992). Adapun komposisi kimia gula pasir per 100 gram bahan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia gula pasir per 100 gram bahan
Komponen
Kalori (Kal)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Air (g)
Sumber : Anonim, (1981).
Jumlah
364,0
94,0
5,0
1,0
5,4
Batas maksimal asupan gula harian bagi orang dewasa yang normal adalah
sekitar 90 gram atau tidak lebih dari setengah cangkir. Jumlah 90 gram gula
tersebut sudah termasuk semua jenis gula, baik gula yang murni maupun gula
Universitas Sumatera Utara
10
buatan juga yang berasal dari makanan dan minuman yang mengandung gula
(Wahyuningsih, 2011).
Kapur Sirih (Ca(OH)2)
Kapur sirih berasal dari bebatuan jenis gamping yang diperoleh dari
gunung kapur. Namun, jenis batu kapur sirih tidak sama dengan kapur bahan
bangunan. Kapur sirih merupakan jenis yang aman untuk dikonsumsi terutama
jika ditambahkan ke dalam bahan pangan. Penggunaan kapur sirih pada bahan
pangan biasanya dalam bentuk larutan sehingga akan terbentuk air kapur sirih. Air
kapur merupakan nama umum dari larutan kalsium hidroksida (Ca(OH)2).
Kalsium hidroksida tidak begitu larut di dalam air (1,5g dm−3 pada
suhu 25°C). Pada umumnya air kapur tidak berwarna atau jenih dengan sedikit
bau tanah dan mempunyai rasa yang pahit akibat terbentuknya kalsium klorida
(Wikipedia, 2013).
Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) atau yang lebih dikenal dengan air kapur,
termasuk dalam golongan basa kuat yang dapat menetralkan atau menurunkan
kandungan asam. Menurut Utami (2007), penambahan garam kalsium seperti
Ca(OH)2 yang tinggi pada pembuatan manisan tamarilo dapat mengurangi
terjadinya kerusakan pada bahan.
Pada umumnya air kapur digunakan sebagai bahan tambahan makanan
yang berguna untuk memperkeras dan mempertahankan tekstur daging buah.
Penggunaan kapur sirih harus dilarutkan dengan air terlebih dahulu sehingga
menjadi dalam bentuk larutan kapur. Daging buah yang direndam di dalam larutan
air kapur memiliki tekstur yang lebih keras sehingga akan menghasilkan rasa yang
lebih enak (Satuhu, 1996).
Universitas Sumatera Utara
11
Selain berguna sebagai pengeras dan mempertahankan tekstur daging
buah, kapur sirih juga memiliki fungsi dapat menghilangkan rasa gatal atau getir
pada buah yang menghasilkan rasa gatal/getir (Hasbullah, 2001). Kapur juga
digunakan oleh masyarakat Melayu lama untuk dimakan bersamaan dengan daun
sirih yang dimana kapur diletakkan di atas daun sirih lalu dikunyah
(Wikipedia, 2013). Larutan kapur sirih juga dapat digunakan untuk menguatkan
jaringan irisan umbi. Larutan ini mengandung ion Ca2+. Kulit yang mengalami
pengapuran akan memiliki kadar air yang rendah karena adanya ion-ion Ca2+ yang
masuk dalam jaringan sehingga dinding sel menjadi kokoh dan air dapat tertarik
keluar dari jaringan sel (Bryant dan Hamaker, 1997).
Mekanisme larutan kapur (Ca(OH)2) sebagai pengeras dalam perendaman
bahan pangan adalah kapur yang termasuk elektrolit kuat, akan mudah larut dalam
air dan ion Ca akan mudah terabsorbsi dalam jaringan bahan. Sehingga
penggunaan kapur dalam proses perendaman dapat membantu mempertahankan
tekstur bahan pangan. Selain itu, Ca(OH)2 juga dapat mencegah proses
pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh ion Ca terhadap asam amino.
Reaksi pencoklatan non enzimatis umumnya terjadi bila kita mengeringkan bahan
makanan. Warna coklat akan timbul akibat terjadinya reaksi antara gula dengan
protein atau asam amino (Purnomo, 1995).
Manisan
Manisan adalah produk olahan yang disukai oleh masyarakat yang diolah
dengan cara menambahkan gula dalam konsentrasi tinggi sehingga dapat
mengawetkan bahan tersebut (Radiyati, dkk., 1996). Saraswati (1986) menyatakan
bahwa manisan merupakan salah satu usaha untuk memperpanjang masa simpan
Universitas Sumatera Utara
12
pada bahan pangan yang pada umumnya bersifat mudah rusak. Penambahan gula
pada pembuatan manisan bertujuan untuk memberikan rasa manis sekaligus
mencegah
tumbuhnya
mikroorganisme
seperti
jamur
dan
kapang.
Mikroorganisme ini dapat mempercepat terjadinya perubahan warna, tekstur, cita
rasa dan pembusukan pada buah.
Pada umumnya, manisan yang diolah menggunakan bahan utama dari
buah-buahan. Produk manisan dari buah-buahan merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 20% dan kadar gula yang tinggi (>60%). Produk
ini merupakan alternatif usaha yang mungkin menguntungkan karena cara
pembuatannya sederhana, biaya tidak mahal, dan penampilan produk cukup
menarik (Hertami, 1976).
Klasifikasi Manisan
Pada umumnya ada 2 macam olahan manisan buah yaitu manisan basah
dan manisan kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan
gula, sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang pertama kali
dihasilkan (manisan basah) dijemur sampai kering (Kemenristek2, 2000).
Perbedaan kedua jenis manisan ini terletak pada cara pembuatannya,
penampakannya, dan daya awetnya (Fachruddin, 2006).
Manisan buah kering adalah manisan buah yang cara pengolahannya yaitu
setelah direndam air gula pekat lalu dikeringkan di bawah sinar matahari atau
dengan menggunakan oven pengering (Fachruddin, 2006). Menurut Tarwiyah dan
Kamal (2001), manisan merupakan bahan setengah kering dengan kadar air
sekitar 20% dan kadar gula yang tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
13
manisan dapat disimpan lebih lama. Adapun syarat mutu manisan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu manisan
No.
Uraian
Persyaratan
1.
Keadaan (kenampakan, bau, rasa dan jamur)
Normal,tidak berjamur
2.
Kadar air
Maks. 25% (b/b)
3.
Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa)
Min. 40%
4.
Pemanis buatan
Tidak ada
5.
Zat warna
Tidak ada yang diizinkan
6.
Benda asing (daun, tangkai, pasir dan lain-lain) Tidak ada
7.
Bahan pengawet (dihitung sebagai SO2)
Maks. 50 mg/kg
8.
Cemara logam:
- Tembaga (Cu)
Maks. 50 mg/kg
- Timbal (Pb)
Maks. 2,5 mg/kg
- Seng (Zn)
Maks. 40 mg/kg
- Timah (Sn)
Maks. 150 mg/kg (*)
9.
Arsen
Maks. 1,0 mg/kg
10.
Pemeriksaan mikrobiologi
- Golongan bentuk coli
Tidak ada
- Bakteri Eschericchiacoli
Tidak ada
Keterangan: (*) Produk yang dikalengkan.
Sumber: SNI No. 1718 (1996)
Di pasaran, ada empat jenis manisan yang diperdagangkan. Jenis pertama
adalah manisan basah dengan larutan gula encer. Buah yang sering diolah dengan
manisan basah dengan larutan gula encer adalah mangga, salak, kedondong,
pepaya mengkal dan jambu biji. Jenis kedua adalah manisan basah dengan larutan
gula kental. Buah yang diolah dengan jenis manisan ini adalah pala, belimbing
dan ceremai. Jenis ketiga adalah manisan kering bertabur gula pasir kasar. Buah
yang diolah dengan jenis manisan ini adalah kedondong dan pala. Jenis keempat
adalah manisan kering asin. Rasa manisan jenis ini asam, asin dan manis karena
relatif banyak digarami. Jenis buah yang diolah dengan manisan ini adalah
belimbing, mangga, pepaya, pala dan lain sebagainya (Satuhu, 1996).
Pada
prinsipnya,
pembuatan
empat
jenis
manisan
sama
yaitu
menggunakan buah-buahan sebagai bahan utama dan bahan-bahan yang lain
Universitas Sumatera Utara
14
seperti gula, asam sitrat, kapur, garam, sulfit dan asam-asam benzoat sebagai
bahan yang ditambahkan. Gula sebagai pemanis, kapur sebagai bahan pengeras,
Garam sebagai bahan pelemas, pembuang getah dan rasa asam. Dan asam-asam
benzoat sebagai bahan pengawet (Satuhu, 1996).
Pembuatan Manisan Kering
Pembuatan manisan kering dengan proses penggulaan
Secara sederhana, cara pembuatan manisan adalah dengan merendam
bahan di dalam larutan gula. Tujuan bahan pangan diolah menjadi produk
manisan adalah untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat lebih tahan
lama untuk dikonsumsi dan untuk memperbaiki citarasa produk aslinya.
Konsentrasi gula yang tinggi (sampai 70%) pada pembuatan manisan sudah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kadar gula yang tinggi
(minimum 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air
dalam bahan pangan menjadi terikat sehingga menurunkan aktivitas air dan tidak
dapat digunakan oleh mikroba (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Tahap pembuatan manisan buah dapat dimulai dari sortasi buah yang
digunakan sebagai bahan utama yang bebas dari kerusakan mekanis dan
mikrobiologis. Setelah buah disortasi, dilakukan pengupasan dan pengecilan
ukuran lalu pencucian dan perendaman di dalam larutan kapur. Setelah dilakukan
perendaman di dalam larutan kapur, dilakukan penirisan kemudian perendaman di
dalam larutan sulfit lalu perendaman di dalam larutan gula. Perendaman di dalam
larutan gula biasanya dilakukan selama semalam yang pengerjaannya ini dapat
diulang sebanyak 3-4 kali. Setelah perendaman dilakukan penirisan. Produk yang
Universitas Sumatera Utara
15
ditiriskan merupakan manisan basah. Untuk menghasilkan produk manisan
kering, dilanjutkan proses pengeringan (Sinar Tani, 2011).
Pengeringan
Setelah pembuatan manisan basah, dilakukan proses pengeringan.
Pengeringan merupakan salah satu aspek penting dalam pengolahan makanan dan
merupakan teknik umum dalam pengawetan makanan untuk menghasilkan bentuk
baru produk yang pada umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan oven
(Mechlouch, dkk., 2012). Metode pengawetan dengan cara pengeringan dapat
mengurangi kadar air dari bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih
panjang. Supaya produk yang sudah dikeringkan menjadi awet, kadar air harus
dijaga tetap rendah. Produk pangan dengan kadar air rendah dapat disimpan dalam
jangka
waktu
lama
jika
pengemasan
yang
digunakan
tepat
(Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Tujuan proses pengeringan pada bahan pangan adalah untuk mendapatkan
bentuk fisik yang diinginkan pada produk yang dihasilkan, mendapatkan warna,
flavor, atau tekstur yang diinginkan, mengurangi berat atau volume saat
transportasi, mengawetkan produk dan memperpanjang umur simpan karena dapat
mengurangi aw serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas
enzim (Winarno, 1993).
Pencoklatan (browning)
Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan seperti
pisang, salak, pala apel dan lain-lain. Buah yang memar juga mengalami proses
Universitas Sumatera Utara
16
pencoklatan. Pada umumnya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu proses pencoklatan enzimatik dan non enzimatik (Winarno, 1993).
Pencoklatan
enzimatik
terjadi
pada
buah-buahan
yang
banyak
mengandung substrat senyawa fenolik. Ada banyak senyawa fenolik yang dapat
bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan
dan sayuran. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol
oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut
(Winarno, 1993).
Pencoklatan non enzimatik disebabkan oleh karamelisasi, reaksi Maillard
dan oksidasi vitamin C (Eskin, dkk., 1971). Selama pengeringan terjadi reaksi
pencoklatan (reaksi maillard). Menurut Winarno (1993), reaksi maillard adalah
reaksi pencoklatan yang terjadi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi
dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna
coklat yang sering tidak dikehendaki atau bahkan menjadi indikasi penurunan
mutu. Cara mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada suatu produk pangan,
sering dilakukan dengan penambahan zat antibrowning seperti asam askorbat,
asam asetat, asam sitrat, larutan natrium metabisulfit, dan larutan sirup gula.
Bahan-Bahan yang Ditambahkan
Sulfit
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit
dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang
tidak terdisosiasi dan terutama pada pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah
menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehida membentuk
senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan
Universitas Sumatera Utara
17
disulfida enzim dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang
dapat menghambat mekanisme pernapasan (Winarno, 1992).
Pada pembuatan manisan kering dilakukan perendaman bahan di dalam
larutan sulfit. Perendaman di dalam larutan sulfit ditujukan untuk memperbaiki
atau mengurangi terjadinya pencoklatan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Mekanisme sulfit dalam menghambat pencoklatan yaitu sebagai contoh bisulfit
akan menghambat energi D-glukosa menjadi furfural dengan cara membentuk
senyawa kompleks dengan gugus reduksi akan terhenti, jadi dapat menghambat
pembentukan pigmen coklat. Bisulfit juga akan memblokir gugus karbonil dari
gula tereduksi (Tranggono, dkk., 1990).
Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun
dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan) dan juga merupakan bahan
pengawet yang baik dan alami. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap
molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus
hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan,
yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada proses pengolahan
makanan dengan berbagai tujuan. Salah satu tujuan dari asam sitrat yaitu untuk
penambah rasa masam (Wikipedia, 2013).
Menurut Ashurt (1998), asam dapat berfungsi sebagai perasa dan sebagai
pengawet pada makanan. Asam sitrat dapat memberikan rasa masam yang
seimbang pada penggunaan gula antara 10-12% dan penambahan asam sekitar
0,05-0,3%. Penambahan asam sitrat harus dalam jumlah yang tepat untuk
mendapatkan kombinasi rasa masam dan manis yang proposional.
Universitas Sumatera Utara
18
Penelitian Sebelumnya tentang Manisan Kering
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Windyastari, dkk., 2007
adalah pengembangan belimbing wuluh sebagai manisan kering dengan kajian
konsentrasi perendaman air kapur (Ca(OH)2) dan lama waktu pengeringan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan manisan kering
yang paling disukai adalah perlakuan dengan konsentrasi perendaman air kapur
(Ca(OH)2) 1,8% dan lama waktu pengeringan 11 jam.
Universitas Sumatera Utara
Bengkuang (Pachyrhizus erosus)
Tanaman bengkuang merupakan tanaman semak yang tumbuh melilit yang
termasuk dalam famili Leguminosae. Batang tanaman bengkuang berbentuk bulat
telur, pangkal daun tumpul, ujung daun runcing, tepi daun rata, dan pertulangan
daun menyirip. Daun tanaman bengkuang berbulu, memiliki panjang 7-10 cm,
lebar 5-9 cm dan berwarna hijau. Bunga tanaman bengkuang berbentuk tandan
dan berjumlah majemuk. Buah tanaman bengkuang berbentuk polong dan lanset
putih. Tanaman bengkuang memiliki akar tunggang dan berumbi. Umbi dari
bengkuang banyak dikonsumsi dalam bentuk segar, seringkali diolah menjadi
makanan awetan misalnya manisan. Kulit umbi bengkuang tipis dan berwarna
kuning pucat serta bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak
manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium
(Wikipedia, 2015). Gambar umbi bengkuang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Umbi bengkuang (buah-buahku, 2011)
Tanaman bengkuang banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah.
Akar tanaman bengkuang mampu bersimbiosis dengan Rhizobium sehingga
bersifat menguntungkan karena dapat mengikat nitrogen yang ada di dalam tanah.
5
Universitas Sumatera Utara
6
Tanaman bengkuang membentuk umbi akar yang bisa mencapai bobot 5 kg
(Astawan, 2009).
Varietas dari tanaman bengkuang bermacam-macam. Namun hanya dua
varietas tanaman bengkuang yang biasanya ditanam di Indonesia yaitu bengkuang
varietas genjah dan varietas badur. Kedua jenis varietas ini memiliki perbedaan
pada waktu panennya. Waktu panen bengkuang varietas genjah relatif lebih cepat
daripada bengkuang varietas badur. Bengkuang varietas genjah dapat dipanen
pada umur empat sampai lima bulan sedangkan bengkuang varietas badur dapat
dipanen pada umur tujuh sampai sebelas bulan lamanya (Sianturi, 2011).
Kandungan Nutrisi Bengkuang
Bengkuang
mengandung air
yang cukup tinggi sehingga dapat
menyegarkan tubuh setelah mengkonsumsinya. Kandungan utama bengkuang
adalah air dan serat yaitu sekitar 85 g/100 g umbi. Buah bengkuang mengandung
kadar energi yang cukup rendah yaitu sekitar 55 kkal/100 g. Bengkuang juga
mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Hal ini yang memungkinkan
bengkuang digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial untuk
menangkal serangan radikal bebas penyebab kanker dan penyakit degeneratif
seperti penyakit diabetes melitus. Kandungan kimia pada bengkuang yang
menyebabkan efek manis, dingin, sejuk, dan berkhasiat mendinginkan adalah
pachyrhizon, rotenon, vitamin B1, dan vitamin C. Selain itu, bengkuang juga
mengandung mineral tinggi. Mineral yang terkandung dalam bengkuang yang
paling dominan adalah fosfor, zat besi, serta kalsium (Shofyan, 2010). Komposisi
kimia bengkuang dapat dilihat pada Tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1. Komposisi kimia bengkuang per 100 g bahan
Zat gizi
Kadar per 100 gram
Energi (kkal)
55
Protein (g)
1,4
Lemak (g)
0,2
Karbohidrat (g)
12,8
Kalsium (mg)
15
Fosfor (mg)
18
Besi (mg)
0,6
Vitamin C (mg)
20
Vitamin B1 (mg)
0,04
Vitamin A (IU)
0
Air (g)
85,1
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)
Manfaat Bengkuang
Manfaat bengkuang bagi tubuh tidak hanya sebagai nutrisi perawatan bagi
kesehatan tubuh tetapi juga untuk perawatan kecantikan baik bagi pria maupun
wanita. Kandungan vitamin C pada bengkuang berguna sebagai antioksidan yang
baik bagi tubuh, sebagai obat sariawan, dapat menurunkan kadar kolesterol yang
mengendap di dalam tubuh. Kandungan senyawa alkali pada bengkuang dapat
menyembuhkan penyakit maag yang dimana senyawa alkali ini akan
menstabilkan kadar asam lambung sehingga asam lambung bisa normal.
Kandungan fosfor pada bengkuang berfungsi untuk menjaga pertumbuhan gigi
dan tulang. Kandungan inulin pada bengkuang dapat memberikan rasa manis
(Manfaatnyasehat, 2013).
Bengkuang juga mengandung serat yang tinggi yang berfungsi untuk
menurunkan kadar indeks glikemik dan memperlancar pencernaan. Bengkuang
dapat berperan sebagai antioksidan karena mengandung komponen bioaktif yaitu
senyawa isoflavon yang dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Isoflavon
Universitas Sumatera Utara
8
terbukti dapat menangkal radikal bebas dan dapat mencegah penyakit
kardiovaskular (Song, dkk., 1998).
Gula
Gula merupakan bahan pemanis dan juga merupakan bahan pengawet
yang ditambahkan pada bahan pangan. Air ditarik dari sel buah sehingga mikroba
menjadi tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan yang ditambahkan gula. Gula
lebih banyak digunakan untuk pengawetan bahan makanan yang berasal dari
buah-buahan. Bentuk produk makanan olahan yang pada umumnya menggunakan
gula sebagai pengawet antara lain sari buah, jam, jelly, marmalade, sirup, manisan
basah, manisan kering dan lain sebagainya (Satuhu, 1996).
Gula digunakan pada berbagai produk makanan. Selain memberikan rasa
manis gula juga dapat berperan sebagai pengawet makanan. Konsentrasi gula
yang ditambahkan dalam jumlah yang tinggi 70% dapat menghambat
pertumbuhan mikroba perusak. Sedangkan kadar gula dengan jumlah minimum
40% bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan
pangan terikat sehingga menurunkan nilai aktivasi air dan tidak dapat digunakan
oleh mikroba. Penggunaan gula memperluas pengawetan bahan pangan terhadap
buah-buahan dan sayuran (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Menurut Nickerson dan Ronsivalli (1980), pada umumnya gula memiliki
rumus molekul C6H12O6 dan disakarida memiliki rumus umum C12H22O12.
Monosakarida juga ada yang terdiri dari 3-karbon gula (triosa), 4-karbon gula
(tetrosa), 5-karbon gula (pentosa), 6-karbon gula (heksosa). Namun dari keenam
rantai karbon ini, hanya gula 6-karbon yang penting pada nutrisi manusia yang
berguna sebagai sumber energi.
Universitas Sumatera Utara
9
Secara komersial gula pasir yang 99% terdiri atas sukrosa atau sakarosa.
Sukrosa atau sakarosa akan melalui proses penyulingan dan kristalisasi untuk
menghasilkan gula pasir 99% tersebut. Penyusun gula terbesar adalah sukrosa
yang memiliki sifat kimiawi yang berbeda dengan jenis gula lainnya, dimana gula
dalam bentuk granula kasar yang bersifat larut dalam air, tidak tahan panas dan
dalam bentuk yang cair gula dapat dikristalkan (Vaclavik dan Christian, 2008).
Menurut Labuza dan Erdman (1984), mengonsumsi gula sederhana termasuk
sukrosa dapat menyebabkan kerusakan gigi. Hal ini tidak berarti bahwa gula dan
makanan yang mengandung gula harus dihilangkan seluruhnya dari menu
makanan.
Gula pasir merupakan salah satu bahan pangan alamiah yang diperoleh
dari tanaman tebu dengan komponen penyusun berupa sukrosa. Sukrosa
merupakan jenis disakarida yang berbentuk kristal halus atau kasar yang larut air
dan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang dikenal sebagai gula invert
(Winarno, 1992). Adapun komposisi kimia gula pasir per 100 gram bahan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia gula pasir per 100 gram bahan
Komponen
Kalori (Kal)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Air (g)
Sumber : Anonim, (1981).
Jumlah
364,0
94,0
5,0
1,0
5,4
Batas maksimal asupan gula harian bagi orang dewasa yang normal adalah
sekitar 90 gram atau tidak lebih dari setengah cangkir. Jumlah 90 gram gula
tersebut sudah termasuk semua jenis gula, baik gula yang murni maupun gula
Universitas Sumatera Utara
10
buatan juga yang berasal dari makanan dan minuman yang mengandung gula
(Wahyuningsih, 2011).
Kapur Sirih (Ca(OH)2)
Kapur sirih berasal dari bebatuan jenis gamping yang diperoleh dari
gunung kapur. Namun, jenis batu kapur sirih tidak sama dengan kapur bahan
bangunan. Kapur sirih merupakan jenis yang aman untuk dikonsumsi terutama
jika ditambahkan ke dalam bahan pangan. Penggunaan kapur sirih pada bahan
pangan biasanya dalam bentuk larutan sehingga akan terbentuk air kapur sirih. Air
kapur merupakan nama umum dari larutan kalsium hidroksida (Ca(OH)2).
Kalsium hidroksida tidak begitu larut di dalam air (1,5g dm−3 pada
suhu 25°C). Pada umumnya air kapur tidak berwarna atau jenih dengan sedikit
bau tanah dan mempunyai rasa yang pahit akibat terbentuknya kalsium klorida
(Wikipedia, 2013).
Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) atau yang lebih dikenal dengan air kapur,
termasuk dalam golongan basa kuat yang dapat menetralkan atau menurunkan
kandungan asam. Menurut Utami (2007), penambahan garam kalsium seperti
Ca(OH)2 yang tinggi pada pembuatan manisan tamarilo dapat mengurangi
terjadinya kerusakan pada bahan.
Pada umumnya air kapur digunakan sebagai bahan tambahan makanan
yang berguna untuk memperkeras dan mempertahankan tekstur daging buah.
Penggunaan kapur sirih harus dilarutkan dengan air terlebih dahulu sehingga
menjadi dalam bentuk larutan kapur. Daging buah yang direndam di dalam larutan
air kapur memiliki tekstur yang lebih keras sehingga akan menghasilkan rasa yang
lebih enak (Satuhu, 1996).
Universitas Sumatera Utara
11
Selain berguna sebagai pengeras dan mempertahankan tekstur daging
buah, kapur sirih juga memiliki fungsi dapat menghilangkan rasa gatal atau getir
pada buah yang menghasilkan rasa gatal/getir (Hasbullah, 2001). Kapur juga
digunakan oleh masyarakat Melayu lama untuk dimakan bersamaan dengan daun
sirih yang dimana kapur diletakkan di atas daun sirih lalu dikunyah
(Wikipedia, 2013). Larutan kapur sirih juga dapat digunakan untuk menguatkan
jaringan irisan umbi. Larutan ini mengandung ion Ca2+. Kulit yang mengalami
pengapuran akan memiliki kadar air yang rendah karena adanya ion-ion Ca2+ yang
masuk dalam jaringan sehingga dinding sel menjadi kokoh dan air dapat tertarik
keluar dari jaringan sel (Bryant dan Hamaker, 1997).
Mekanisme larutan kapur (Ca(OH)2) sebagai pengeras dalam perendaman
bahan pangan adalah kapur yang termasuk elektrolit kuat, akan mudah larut dalam
air dan ion Ca akan mudah terabsorbsi dalam jaringan bahan. Sehingga
penggunaan kapur dalam proses perendaman dapat membantu mempertahankan
tekstur bahan pangan. Selain itu, Ca(OH)2 juga dapat mencegah proses
pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh ion Ca terhadap asam amino.
Reaksi pencoklatan non enzimatis umumnya terjadi bila kita mengeringkan bahan
makanan. Warna coklat akan timbul akibat terjadinya reaksi antara gula dengan
protein atau asam amino (Purnomo, 1995).
Manisan
Manisan adalah produk olahan yang disukai oleh masyarakat yang diolah
dengan cara menambahkan gula dalam konsentrasi tinggi sehingga dapat
mengawetkan bahan tersebut (Radiyati, dkk., 1996). Saraswati (1986) menyatakan
bahwa manisan merupakan salah satu usaha untuk memperpanjang masa simpan
Universitas Sumatera Utara
12
pada bahan pangan yang pada umumnya bersifat mudah rusak. Penambahan gula
pada pembuatan manisan bertujuan untuk memberikan rasa manis sekaligus
mencegah
tumbuhnya
mikroorganisme
seperti
jamur
dan
kapang.
Mikroorganisme ini dapat mempercepat terjadinya perubahan warna, tekstur, cita
rasa dan pembusukan pada buah.
Pada umumnya, manisan yang diolah menggunakan bahan utama dari
buah-buahan. Produk manisan dari buah-buahan merupakan bahan setengah
kering dengan kadar air sekitar 20% dan kadar gula yang tinggi (>60%). Produk
ini merupakan alternatif usaha yang mungkin menguntungkan karena cara
pembuatannya sederhana, biaya tidak mahal, dan penampilan produk cukup
menarik (Hertami, 1976).
Klasifikasi Manisan
Pada umumnya ada 2 macam olahan manisan buah yaitu manisan basah
dan manisan kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan
gula, sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang pertama kali
dihasilkan (manisan basah) dijemur sampai kering (Kemenristek2, 2000).
Perbedaan kedua jenis manisan ini terletak pada cara pembuatannya,
penampakannya, dan daya awetnya (Fachruddin, 2006).
Manisan buah kering adalah manisan buah yang cara pengolahannya yaitu
setelah direndam air gula pekat lalu dikeringkan di bawah sinar matahari atau
dengan menggunakan oven pengering (Fachruddin, 2006). Menurut Tarwiyah dan
Kamal (2001), manisan merupakan bahan setengah kering dengan kadar air
sekitar 20% dan kadar gula yang tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
13
manisan dapat disimpan lebih lama. Adapun syarat mutu manisan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu manisan
No.
Uraian
Persyaratan
1.
Keadaan (kenampakan, bau, rasa dan jamur)
Normal,tidak berjamur
2.
Kadar air
Maks. 25% (b/b)
3.
Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa)
Min. 40%
4.
Pemanis buatan
Tidak ada
5.
Zat warna
Tidak ada yang diizinkan
6.
Benda asing (daun, tangkai, pasir dan lain-lain) Tidak ada
7.
Bahan pengawet (dihitung sebagai SO2)
Maks. 50 mg/kg
8.
Cemara logam:
- Tembaga (Cu)
Maks. 50 mg/kg
- Timbal (Pb)
Maks. 2,5 mg/kg
- Seng (Zn)
Maks. 40 mg/kg
- Timah (Sn)
Maks. 150 mg/kg (*)
9.
Arsen
Maks. 1,0 mg/kg
10.
Pemeriksaan mikrobiologi
- Golongan bentuk coli
Tidak ada
- Bakteri Eschericchiacoli
Tidak ada
Keterangan: (*) Produk yang dikalengkan.
Sumber: SNI No. 1718 (1996)
Di pasaran, ada empat jenis manisan yang diperdagangkan. Jenis pertama
adalah manisan basah dengan larutan gula encer. Buah yang sering diolah dengan
manisan basah dengan larutan gula encer adalah mangga, salak, kedondong,
pepaya mengkal dan jambu biji. Jenis kedua adalah manisan basah dengan larutan
gula kental. Buah yang diolah dengan jenis manisan ini adalah pala, belimbing
dan ceremai. Jenis ketiga adalah manisan kering bertabur gula pasir kasar. Buah
yang diolah dengan jenis manisan ini adalah kedondong dan pala. Jenis keempat
adalah manisan kering asin. Rasa manisan jenis ini asam, asin dan manis karena
relatif banyak digarami. Jenis buah yang diolah dengan manisan ini adalah
belimbing, mangga, pepaya, pala dan lain sebagainya (Satuhu, 1996).
Pada
prinsipnya,
pembuatan
empat
jenis
manisan
sama
yaitu
menggunakan buah-buahan sebagai bahan utama dan bahan-bahan yang lain
Universitas Sumatera Utara
14
seperti gula, asam sitrat, kapur, garam, sulfit dan asam-asam benzoat sebagai
bahan yang ditambahkan. Gula sebagai pemanis, kapur sebagai bahan pengeras,
Garam sebagai bahan pelemas, pembuang getah dan rasa asam. Dan asam-asam
benzoat sebagai bahan pengawet (Satuhu, 1996).
Pembuatan Manisan Kering
Pembuatan manisan kering dengan proses penggulaan
Secara sederhana, cara pembuatan manisan adalah dengan merendam
bahan di dalam larutan gula. Tujuan bahan pangan diolah menjadi produk
manisan adalah untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat lebih tahan
lama untuk dikonsumsi dan untuk memperbaiki citarasa produk aslinya.
Konsentrasi gula yang tinggi (sampai 70%) pada pembuatan manisan sudah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kadar gula yang tinggi
(minimum 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air
dalam bahan pangan menjadi terikat sehingga menurunkan aktivitas air dan tidak
dapat digunakan oleh mikroba (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Tahap pembuatan manisan buah dapat dimulai dari sortasi buah yang
digunakan sebagai bahan utama yang bebas dari kerusakan mekanis dan
mikrobiologis. Setelah buah disortasi, dilakukan pengupasan dan pengecilan
ukuran lalu pencucian dan perendaman di dalam larutan kapur. Setelah dilakukan
perendaman di dalam larutan kapur, dilakukan penirisan kemudian perendaman di
dalam larutan sulfit lalu perendaman di dalam larutan gula. Perendaman di dalam
larutan gula biasanya dilakukan selama semalam yang pengerjaannya ini dapat
diulang sebanyak 3-4 kali. Setelah perendaman dilakukan penirisan. Produk yang
Universitas Sumatera Utara
15
ditiriskan merupakan manisan basah. Untuk menghasilkan produk manisan
kering, dilanjutkan proses pengeringan (Sinar Tani, 2011).
Pengeringan
Setelah pembuatan manisan basah, dilakukan proses pengeringan.
Pengeringan merupakan salah satu aspek penting dalam pengolahan makanan dan
merupakan teknik umum dalam pengawetan makanan untuk menghasilkan bentuk
baru produk yang pada umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan oven
(Mechlouch, dkk., 2012). Metode pengawetan dengan cara pengeringan dapat
mengurangi kadar air dari bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih
panjang. Supaya produk yang sudah dikeringkan menjadi awet, kadar air harus
dijaga tetap rendah. Produk pangan dengan kadar air rendah dapat disimpan dalam
jangka
waktu
lama
jika
pengemasan
yang
digunakan
tepat
(Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Tujuan proses pengeringan pada bahan pangan adalah untuk mendapatkan
bentuk fisik yang diinginkan pada produk yang dihasilkan, mendapatkan warna,
flavor, atau tekstur yang diinginkan, mengurangi berat atau volume saat
transportasi, mengawetkan produk dan memperpanjang umur simpan karena dapat
mengurangi aw serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas
enzim (Winarno, 1993).
Pencoklatan (browning)
Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan seperti
pisang, salak, pala apel dan lain-lain. Buah yang memar juga mengalami proses
Universitas Sumatera Utara
16
pencoklatan. Pada umumnya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu proses pencoklatan enzimatik dan non enzimatik (Winarno, 1993).
Pencoklatan
enzimatik
terjadi
pada
buah-buahan
yang
banyak
mengandung substrat senyawa fenolik. Ada banyak senyawa fenolik yang dapat
bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan
dan sayuran. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol
oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut
(Winarno, 1993).
Pencoklatan non enzimatik disebabkan oleh karamelisasi, reaksi Maillard
dan oksidasi vitamin C (Eskin, dkk., 1971). Selama pengeringan terjadi reaksi
pencoklatan (reaksi maillard). Menurut Winarno (1993), reaksi maillard adalah
reaksi pencoklatan yang terjadi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi
dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna
coklat yang sering tidak dikehendaki atau bahkan menjadi indikasi penurunan
mutu. Cara mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada suatu produk pangan,
sering dilakukan dengan penambahan zat antibrowning seperti asam askorbat,
asam asetat, asam sitrat, larutan natrium metabisulfit, dan larutan sirup gula.
Bahan-Bahan yang Ditambahkan
Sulfit
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit
dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang
tidak terdisosiasi dan terutama pada pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah
menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehida membentuk
senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan
Universitas Sumatera Utara
17
disulfida enzim dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang
dapat menghambat mekanisme pernapasan (Winarno, 1992).
Pada pembuatan manisan kering dilakukan perendaman bahan di dalam
larutan sulfit. Perendaman di dalam larutan sulfit ditujukan untuk memperbaiki
atau mengurangi terjadinya pencoklatan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Mekanisme sulfit dalam menghambat pencoklatan yaitu sebagai contoh bisulfit
akan menghambat energi D-glukosa menjadi furfural dengan cara membentuk
senyawa kompleks dengan gugus reduksi akan terhenti, jadi dapat menghambat
pembentukan pigmen coklat. Bisulfit juga akan memblokir gugus karbonil dari
gula tereduksi (Tranggono, dkk., 1990).
Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun
dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan) dan juga merupakan bahan
pengawet yang baik dan alami. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap
molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus
hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan,
yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada proses pengolahan
makanan dengan berbagai tujuan. Salah satu tujuan dari asam sitrat yaitu untuk
penambah rasa masam (Wikipedia, 2013).
Menurut Ashurt (1998), asam dapat berfungsi sebagai perasa dan sebagai
pengawet pada makanan. Asam sitrat dapat memberikan rasa masam yang
seimbang pada penggunaan gula antara 10-12% dan penambahan asam sekitar
0,05-0,3%. Penambahan asam sitrat harus dalam jumlah yang tepat untuk
mendapatkan kombinasi rasa masam dan manis yang proposional.
Universitas Sumatera Utara
18
Penelitian Sebelumnya tentang Manisan Kering
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Windyastari, dkk., 2007
adalah pengembangan belimbing wuluh sebagai manisan kering dengan kajian
konsentrasi perendaman air kapur (Ca(OH)2) dan lama waktu pengeringan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan manisan kering
yang paling disukai adalah perlakuan dengan konsentrasi perendaman air kapur
(Ca(OH)2) 1,8% dan lama waktu pengeringan 11 jam.
Universitas Sumatera Utara