Pengaruh Pemberian Kapur CaCo3 dan Pupuk KCl terhadap Pertumbuhan serta Serapan Ca dan K Tanaman Kedelai di Tanah Ultisol
17
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Ultisol
Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian
basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena
proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol
yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada
bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi
kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation
hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu,
peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah
(ameliorasi),
pemupukan,
dan
pemberian
bahan
organik
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Ultisol dari bahan sedimen mempunyai kesuburan alami yang rendah
karena bahan sedimen sudah merupakan hasil perombakan bahan lain sehingga
kandungan unsur haranya pun rendah. Contohnya Ultisol dari Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Timur yang berkembang dari batuan sedimen batu pasir dan batu
liat mempunyai nilai kapasitas tukar kation tanah 3−18 cmol(+)/kg, kejenuhan
basa 3− 9%, kejenuhan Al 33−95%, dan pH 3,70−5 (Prasetyo dan Suharta 2000;
Yatno et al. 2000; Prasetyo et al. 2001).
Berdasarkan data analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia,
menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ciri reaksi tanah sangat masam
(pH 4,1 – 4,8). Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8 – 12 cm),
umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5 -10). Kandungan
P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai
Universitas Sumatera Utara
18
rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah,
kandungan K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100 g tanah. Sehingga dapat
disimpulkan potensi kesuburan alami Ultisol sangat rendah sampai rendah
(Subagyo, dkk, 2000).
Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada
klasifikasi lama menurut Soepraptohardjo (1961), Ultisol diklasifikasikan sebagai
Podsolik Merah Kuning (PMK). Warna tanah pada horizon argilik sangat
bervariasi dengan hue dari 10YR hingga 10R, nilai −6
3 dan
kroma 4− 8. Warna
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang
menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan
seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida
besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Kapur CaCO 3
Pengapuran merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan
kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi pada tanah Ultisol. Kemasaman tanah
berhubungan erat dengan kejenuhan Al, seperti yang dilaporkan oleh Abruna et al.
(1975) dalam Prasetyo dan Suriadikarta (2006) , % kejenuhan Al = 516,10 −
163,97 kemasaman tanah + 12,70 (kemasaman tanah)2, dengan r = 0,90.
Umumnya bahan kapur untuk pertanian adalah berupa CaCO 3 , sedikit
yang berupa CaO atau Ca(OH)2. Dalam ilmu kimia, kapur adalah CaO tetapi
dalam bidang pertanian kapur umumnya berupa CaCO 3 . Kalsium karbonat
kadang – kadang disebut juga daya penetral dari kapur. Kapur yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
19
kalsium karbonat
murni mempunyai kalsium karbonat
ekivalen 100%
(Hardjowigeno, 1993).
Reaksi antara sisa asam dari bahan kapur yaitu ion OH- dengan ion H+ dan
Al3+ dapat menurunkan kemasaman dan menekankan kejenuhan Al di tanah.
sementara Ca hanya berperan menggantikan H dan Al yang teradsorbsi pada
kompleks jerapan (Mukhlis dkk, 2011).
Bahan kapur (CaCO 3, CaO, atau Ca(OH) 2 yang masuk ke tanah, pertama
sekali akan bereaksi dengan air. Selanjutnya kation Ca akan melakukan reaksi
pertukaran dengan kation H dan Al yang teradsorpsi di permukaan koloid tanah.
Ion H dan Al yang bebas, setelah dipertukarkan dengan ion Ca, selanjutnya akan
dinetralkan oleh sisa asam kapur yaitu ion OH- sehingga tidak mengasamkan
tanah lagi. Ion Al bereaksi dengan OH menjadi bentuk padat yang mengendap
Al(OH) 3 dengan reaksi sebagai berikut :
CaCO 3 + H 2 O
Ca2+ + HCO3- + OH-
CaO + H 2 O
Ca(OH) 2 ↔ Ca2+ + OH-
Ca(OH) 2 + H 2 O Ca2+ + OH- H+
- Ca2+
-
-
- Al3+
+
Ca2+
-
- Ca2+
H+
+
Al3+
-
H+ +
OH- H 2 O
Al3+ + OH-
Al(OH) 3
(Mukhlis, dkk, 2011).
Universitas Sumatera Utara
20
Pemberian kapur tidak hanya meningkatkan pH saja, tapi juga
meningkatkan dan menurunkan beberapa unsur hara tertentu. Choudry (1984)
melaporkan bahwa aplikasi kapur bakar (CaO) meningkatkan pH tanah, Ca tukar,
P tersedia, dan S tersedia tetapi menurunkan tingkatan K tukar, Mn tukar, dan Al
tukar jika dibandingkan sebelum pengaplikasian kapur ini pada tanaman tebu.
Terdapat hubungan yang sangat nyata antara takaran kapur dengan Al dan
kejenuhan Al. Pengapuran efektif mereduksi kemasaman dan pemberian kapur
setara dengan l x Aldd dapat menurunkan kejenuhan Al dari 87% menjadi < 20%
(Sri Adiningsih dan Prihatini 1986). Sehingga untuk menentukan takaran kapur
didasarkan pada Aldd atau persentase kejenuhan Al, karena setiap jenis tanaman
khususnya tanaman pangan mempunyai toleransi yang berbeda terhadap
kejenuhan Al. Makin besar persentase kejenuhan Al dalam tanah, makin banyak
kapur yang harus diberikan ke dalam tanah untuk mencapai pH agak netral sampai
netral.
Dampak terbesar penambahan CaCO 3
yang ditunjukkan dengan
peningkatan pH larutan, Ca, dan HCO 3 ditemukan 1 minggu setelah pengapuran.
Efek lain dari pengapuran seperti peningkatan NO 3 dan bahan organik, serta
penurunan kadar K dan Si. Aktivitas dari kation utama (Ca, Mg, K, dan Na) dan
NO 3 meningkat, sementara pH turun selama inkubasi (Curtin and Smillie, 1995).
Pupuk KCl
Kalium (K) merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi
tanaman, karena unsur ini terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis
antara lain, (1) aspek biofisik, kalium berperan dalam pengendalian tekanan
osmotik dan turgor sel serta stabilitas pH, dan (2) aspek biokimia, kalium
Universitas Sumatera Utara
21
berperan dalam aktivitas enzim pada sintesis karbohidrat dan protein, serta
meningkatkan translokasi fotosintat keluar daun (Marschner, 1995).
Pupuk K yang biasa digunakan adalah pupuk KCl yang dikenal juga
dengan nama Muriate of Potash. Pupuk ini berbentuk kristal yang berwarna
merah dan ada pula yang berwarna putih kotor. Terdapat dua macam pupuk KCl
yakni KCl 80% yang mengandung 52-53% K2O dan KCl 90 dengan kandungan
55-58% K2O. Pupuk ini larut dalam air. Bila dimasukkan ke dalam tanah akan
terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Pupuk ini larut di dalam air, reaksi fisiologis
adalah asam lemak dan sedikit higroskopis (Hasibuan, 2006).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk Kalium dapat
meningkatkan produktivitas tanah sehingga hasil berbagai komoditas tanaman
juga meningkat. Dosis pupuk K sampai dengan dosis 100 kg KCl/ha dapat
meningkatkan serapan hara K sekitar 23 % dan memperoleh hasil kacang tanah
yang optimal di lahan kering Alfisol (Ispandi dan Munip, 2004).
Dalam
penelitian yang lain , pemupukan K nyata meningkatkan hasil biji kering kedelai
di lokasi Tanjung Gusti dimana hasil tanaman meningkat dari 0.81 t/ha menjadi
1.99 t/ha akibat pemberian 80 kg K/ha atau terjadi peningkatan sekitar 146%
(Nursyamsi, 2006).
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan K di Tanah
Penelitian Choudry (1984) melaporkan bahwa aplikasi kapur bakar (CaO)
pada budidaya tanaman tebu meningkatkan pH tanah, Ca tukar, P tersedia, dan S
tersedia tetapi menurunkan tingkatan K tukar, Mn tukar, dan Al tukar jika
dibandingkan sebelum pengaplikasian kapur quick. Aplikasi kapur quick juga
Universitas Sumatera Utara
22
meningkatkan pengambilan N, P, dan Ca dan membatasi pengambilan K dan Mg
pada semua umur tanaman.
Penambahan kapur meningkatkan pH dan KTK tanah, namun menurunkan
kelarutan Kalium. Jumlah Kalium yang harus ditambahkan ke tanah untuk untuk
meningkatkan 24 ppm tanpa pengapuran menjadi 575 ppm untuk tingkat
pengapuran
yang
tinggi
adalah
2
kali
dari
dosis
normal
(Magdoff dan Barlet, 1980).
Pengapuran dapat mengubah keseimbangan K larutan tanah dan K tukar
yang berperan dalam peningkatan KTK dan pemindahan Al dari kompleks
pertukaran atau karena persaingan di kompleks pertukaran dengan kapur-turunan
Ca. Dalam studi laboratorium, konsentrasi K di larutan tanah menurun setelah
pengapuran berdampak pada peningkatan adsorpsi K. Rasio Ca/K di larutan tanah
dapat meningkat ketika dikapur (Curtin and Smillie, 1995).
Kedelai
Sistematika tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Familia :
Leguminosae, Subfamili : Papilionoidae, Genus : Glycine, dan Species :
Glycine max L. (Prihatman, 2000).
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan
sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Prihatman, 2000).
Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30°C. Suhu
lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C (Irwan, 2006).
Kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah.
Tanah yang cocok ditanami kedelai adalah jenis tanah alluvial, regosol, grumusol,
Universitas Sumatera Utara
23
latosol dan andosol. Reaksi kemasaman tanah sekitar 5 -7 (Abidin, 2001) .
Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8 - 7,0
tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5
pertumbuhannya
sangat
terhambat
karena
keracunan
aluminium
(Prihatman, 2000).
Setiap jenis tanaman khususnya tanaman pangan mempunyai toleransi
yang berbeda terhadap kejenuhan Al. Toleransi tanaman kedelai terhadap
kejenuhan Al adalah < 20 (Sujadi, 1984). Kandungan Al yang tinggi dapat
mengganggu pertumbuhan kedelai dan merusak perakaran tanaman sehingga
mengakibatkan tidak efisiennya akar menyerap unsur hara dan air . Makin besar
persentase kejenuhan Al dalam tanah, makin banyak kapur yang harus diberikan
ke dalam tanah untuk mencapai pH agak netral sampai netral.
Rekomendasi dosis pemupukan dan pengelolaan tanaman kedelai pada
tipe penggunaan lahan tegalan dari Balai Penelitian Tanah (2006), adalah:
Tabel 1. Rekomendasi Dosis Pemupukan dan Pengelolaan Tanaman Kedelai pada
Tipe Penggunaan Lahan
Masukan
Potensi Lahan
Tinggi
Sedang
Rendah
Urea
25 kg/ha
25 kg/ha
25 kg/ha
Sp-36
100 kg/ha
100 kg/ha
100 kg/ha
KCl
50 kg/ha
100 kg/ha
150 kg/ha
200 g
200 g
200 g
500 kg/ha
1000 kg/ha
2000 kg/ha
2t pupuk kandang
2t
5t
Inokulum Rhizobium
Kapur
Bahan Organik
Pengolahan Tanah
Pengelolaan Air
Minimum – sempurna
Saluran drainase/guludan searah lereng
Universitas Sumatera Utara
24
Kriteria kadar hara daun tanaman kedelai pada bagian daun yang baru
berkembang pada awal pembentukan polong pada Wolf and Mills (1991) dalam
Mukhlis (2011) , yaitu sebagai berikut :
Tabel 2. Kriteria Kadar Hara Daun Tanaman Kedelai
Unsur
N
P
K
Ca
Mg
S
Defisiensi
Optimum
Berlebih
-----------------------------%--------------------------3,10 - 4,00
4,01 – 5,50
5,51 – 7,00
0,16 – 0,25
0,26 – 0,50
0,51 – 0,80
1,26 – 1,70
1,71 – 2,50
2,51 – 2,75
0,21 – 0,35
0,36 – 2,00
2,01 – 3,00
0,11 – 0,25
0,26 – 1,00
1,01 – 1,50
0,16 – 0,20
0,21 – 0,40
> 0,40
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Ultisol
Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian
basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena
proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol
yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada
bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi
kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation
hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu,
peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah
(ameliorasi),
pemupukan,
dan
pemberian
bahan
organik
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Ultisol dari bahan sedimen mempunyai kesuburan alami yang rendah
karena bahan sedimen sudah merupakan hasil perombakan bahan lain sehingga
kandungan unsur haranya pun rendah. Contohnya Ultisol dari Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Timur yang berkembang dari batuan sedimen batu pasir dan batu
liat mempunyai nilai kapasitas tukar kation tanah 3−18 cmol(+)/kg, kejenuhan
basa 3− 9%, kejenuhan Al 33−95%, dan pH 3,70−5 (Prasetyo dan Suharta 2000;
Yatno et al. 2000; Prasetyo et al. 2001).
Berdasarkan data analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia,
menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ciri reaksi tanah sangat masam
(pH 4,1 – 4,8). Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8 – 12 cm),
umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5 -10). Kandungan
P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai
Universitas Sumatera Utara
18
rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah,
kandungan K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100 g tanah. Sehingga dapat
disimpulkan potensi kesuburan alami Ultisol sangat rendah sampai rendah
(Subagyo, dkk, 2000).
Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada
klasifikasi lama menurut Soepraptohardjo (1961), Ultisol diklasifikasikan sebagai
Podsolik Merah Kuning (PMK). Warna tanah pada horizon argilik sangat
bervariasi dengan hue dari 10YR hingga 10R, nilai −6
3 dan
kroma 4− 8. Warna
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang
menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan
seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida
besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Kapur CaCO 3
Pengapuran merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan
kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi pada tanah Ultisol. Kemasaman tanah
berhubungan erat dengan kejenuhan Al, seperti yang dilaporkan oleh Abruna et al.
(1975) dalam Prasetyo dan Suriadikarta (2006) , % kejenuhan Al = 516,10 −
163,97 kemasaman tanah + 12,70 (kemasaman tanah)2, dengan r = 0,90.
Umumnya bahan kapur untuk pertanian adalah berupa CaCO 3 , sedikit
yang berupa CaO atau Ca(OH)2. Dalam ilmu kimia, kapur adalah CaO tetapi
dalam bidang pertanian kapur umumnya berupa CaCO 3 . Kalsium karbonat
kadang – kadang disebut juga daya penetral dari kapur. Kapur yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
19
kalsium karbonat
murni mempunyai kalsium karbonat
ekivalen 100%
(Hardjowigeno, 1993).
Reaksi antara sisa asam dari bahan kapur yaitu ion OH- dengan ion H+ dan
Al3+ dapat menurunkan kemasaman dan menekankan kejenuhan Al di tanah.
sementara Ca hanya berperan menggantikan H dan Al yang teradsorbsi pada
kompleks jerapan (Mukhlis dkk, 2011).
Bahan kapur (CaCO 3, CaO, atau Ca(OH) 2 yang masuk ke tanah, pertama
sekali akan bereaksi dengan air. Selanjutnya kation Ca akan melakukan reaksi
pertukaran dengan kation H dan Al yang teradsorpsi di permukaan koloid tanah.
Ion H dan Al yang bebas, setelah dipertukarkan dengan ion Ca, selanjutnya akan
dinetralkan oleh sisa asam kapur yaitu ion OH- sehingga tidak mengasamkan
tanah lagi. Ion Al bereaksi dengan OH menjadi bentuk padat yang mengendap
Al(OH) 3 dengan reaksi sebagai berikut :
CaCO 3 + H 2 O
Ca2+ + HCO3- + OH-
CaO + H 2 O
Ca(OH) 2 ↔ Ca2+ + OH-
Ca(OH) 2 + H 2 O Ca2+ + OH- H+
- Ca2+
-
-
- Al3+
+
Ca2+
-
- Ca2+
H+
+
Al3+
-
H+ +
OH- H 2 O
Al3+ + OH-
Al(OH) 3
(Mukhlis, dkk, 2011).
Universitas Sumatera Utara
20
Pemberian kapur tidak hanya meningkatkan pH saja, tapi juga
meningkatkan dan menurunkan beberapa unsur hara tertentu. Choudry (1984)
melaporkan bahwa aplikasi kapur bakar (CaO) meningkatkan pH tanah, Ca tukar,
P tersedia, dan S tersedia tetapi menurunkan tingkatan K tukar, Mn tukar, dan Al
tukar jika dibandingkan sebelum pengaplikasian kapur ini pada tanaman tebu.
Terdapat hubungan yang sangat nyata antara takaran kapur dengan Al dan
kejenuhan Al. Pengapuran efektif mereduksi kemasaman dan pemberian kapur
setara dengan l x Aldd dapat menurunkan kejenuhan Al dari 87% menjadi < 20%
(Sri Adiningsih dan Prihatini 1986). Sehingga untuk menentukan takaran kapur
didasarkan pada Aldd atau persentase kejenuhan Al, karena setiap jenis tanaman
khususnya tanaman pangan mempunyai toleransi yang berbeda terhadap
kejenuhan Al. Makin besar persentase kejenuhan Al dalam tanah, makin banyak
kapur yang harus diberikan ke dalam tanah untuk mencapai pH agak netral sampai
netral.
Dampak terbesar penambahan CaCO 3
yang ditunjukkan dengan
peningkatan pH larutan, Ca, dan HCO 3 ditemukan 1 minggu setelah pengapuran.
Efek lain dari pengapuran seperti peningkatan NO 3 dan bahan organik, serta
penurunan kadar K dan Si. Aktivitas dari kation utama (Ca, Mg, K, dan Na) dan
NO 3 meningkat, sementara pH turun selama inkubasi (Curtin and Smillie, 1995).
Pupuk KCl
Kalium (K) merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi
tanaman, karena unsur ini terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis
antara lain, (1) aspek biofisik, kalium berperan dalam pengendalian tekanan
osmotik dan turgor sel serta stabilitas pH, dan (2) aspek biokimia, kalium
Universitas Sumatera Utara
21
berperan dalam aktivitas enzim pada sintesis karbohidrat dan protein, serta
meningkatkan translokasi fotosintat keluar daun (Marschner, 1995).
Pupuk K yang biasa digunakan adalah pupuk KCl yang dikenal juga
dengan nama Muriate of Potash. Pupuk ini berbentuk kristal yang berwarna
merah dan ada pula yang berwarna putih kotor. Terdapat dua macam pupuk KCl
yakni KCl 80% yang mengandung 52-53% K2O dan KCl 90 dengan kandungan
55-58% K2O. Pupuk ini larut dalam air. Bila dimasukkan ke dalam tanah akan
terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Pupuk ini larut di dalam air, reaksi fisiologis
adalah asam lemak dan sedikit higroskopis (Hasibuan, 2006).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk Kalium dapat
meningkatkan produktivitas tanah sehingga hasil berbagai komoditas tanaman
juga meningkat. Dosis pupuk K sampai dengan dosis 100 kg KCl/ha dapat
meningkatkan serapan hara K sekitar 23 % dan memperoleh hasil kacang tanah
yang optimal di lahan kering Alfisol (Ispandi dan Munip, 2004).
Dalam
penelitian yang lain , pemupukan K nyata meningkatkan hasil biji kering kedelai
di lokasi Tanjung Gusti dimana hasil tanaman meningkat dari 0.81 t/ha menjadi
1.99 t/ha akibat pemberian 80 kg K/ha atau terjadi peningkatan sekitar 146%
(Nursyamsi, 2006).
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan K di Tanah
Penelitian Choudry (1984) melaporkan bahwa aplikasi kapur bakar (CaO)
pada budidaya tanaman tebu meningkatkan pH tanah, Ca tukar, P tersedia, dan S
tersedia tetapi menurunkan tingkatan K tukar, Mn tukar, dan Al tukar jika
dibandingkan sebelum pengaplikasian kapur quick. Aplikasi kapur quick juga
Universitas Sumatera Utara
22
meningkatkan pengambilan N, P, dan Ca dan membatasi pengambilan K dan Mg
pada semua umur tanaman.
Penambahan kapur meningkatkan pH dan KTK tanah, namun menurunkan
kelarutan Kalium. Jumlah Kalium yang harus ditambahkan ke tanah untuk untuk
meningkatkan 24 ppm tanpa pengapuran menjadi 575 ppm untuk tingkat
pengapuran
yang
tinggi
adalah
2
kali
dari
dosis
normal
(Magdoff dan Barlet, 1980).
Pengapuran dapat mengubah keseimbangan K larutan tanah dan K tukar
yang berperan dalam peningkatan KTK dan pemindahan Al dari kompleks
pertukaran atau karena persaingan di kompleks pertukaran dengan kapur-turunan
Ca. Dalam studi laboratorium, konsentrasi K di larutan tanah menurun setelah
pengapuran berdampak pada peningkatan adsorpsi K. Rasio Ca/K di larutan tanah
dapat meningkat ketika dikapur (Curtin and Smillie, 1995).
Kedelai
Sistematika tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Familia :
Leguminosae, Subfamili : Papilionoidae, Genus : Glycine, dan Species :
Glycine max L. (Prihatman, 2000).
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan
sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Prihatman, 2000).
Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30°C. Suhu
lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C (Irwan, 2006).
Kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah.
Tanah yang cocok ditanami kedelai adalah jenis tanah alluvial, regosol, grumusol,
Universitas Sumatera Utara
23
latosol dan andosol. Reaksi kemasaman tanah sekitar 5 -7 (Abidin, 2001) .
Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8 - 7,0
tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5
pertumbuhannya
sangat
terhambat
karena
keracunan
aluminium
(Prihatman, 2000).
Setiap jenis tanaman khususnya tanaman pangan mempunyai toleransi
yang berbeda terhadap kejenuhan Al. Toleransi tanaman kedelai terhadap
kejenuhan Al adalah < 20 (Sujadi, 1984). Kandungan Al yang tinggi dapat
mengganggu pertumbuhan kedelai dan merusak perakaran tanaman sehingga
mengakibatkan tidak efisiennya akar menyerap unsur hara dan air . Makin besar
persentase kejenuhan Al dalam tanah, makin banyak kapur yang harus diberikan
ke dalam tanah untuk mencapai pH agak netral sampai netral.
Rekomendasi dosis pemupukan dan pengelolaan tanaman kedelai pada
tipe penggunaan lahan tegalan dari Balai Penelitian Tanah (2006), adalah:
Tabel 1. Rekomendasi Dosis Pemupukan dan Pengelolaan Tanaman Kedelai pada
Tipe Penggunaan Lahan
Masukan
Potensi Lahan
Tinggi
Sedang
Rendah
Urea
25 kg/ha
25 kg/ha
25 kg/ha
Sp-36
100 kg/ha
100 kg/ha
100 kg/ha
KCl
50 kg/ha
100 kg/ha
150 kg/ha
200 g
200 g
200 g
500 kg/ha
1000 kg/ha
2000 kg/ha
2t pupuk kandang
2t
5t
Inokulum Rhizobium
Kapur
Bahan Organik
Pengolahan Tanah
Pengelolaan Air
Minimum – sempurna
Saluran drainase/guludan searah lereng
Universitas Sumatera Utara
24
Kriteria kadar hara daun tanaman kedelai pada bagian daun yang baru
berkembang pada awal pembentukan polong pada Wolf and Mills (1991) dalam
Mukhlis (2011) , yaitu sebagai berikut :
Tabel 2. Kriteria Kadar Hara Daun Tanaman Kedelai
Unsur
N
P
K
Ca
Mg
S
Defisiensi
Optimum
Berlebih
-----------------------------%--------------------------3,10 - 4,00
4,01 – 5,50
5,51 – 7,00
0,16 – 0,25
0,26 – 0,50
0,51 – 0,80
1,26 – 1,70
1,71 – 2,50
2,51 – 2,75
0,21 – 0,35
0,36 – 2,00
2,01 – 3,00
0,11 – 0,25
0,26 – 1,00
1,01 – 1,50
0,16 – 0,20
0,21 – 0,40
> 0,40
Universitas Sumatera Utara