Analisis Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap Stabilitas Harga Beras di Kabupaten Simalungun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin
maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan
dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi
sekedar mengatasi rasa lapar tetapi semakin kompleks. Konsumen semakin sadar
bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi
seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan
tubuh. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat, baik
kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau sesuai daya beli
masyarakat. Kekurangan pangan tidak hanya dapat menimbulkan dampak sosial,
ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan sosial (Purnawijayanti, 2001).
Menurut PPRI No. 68 Tahun 2002, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. ketahanan pangan
merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan
bangsa pada abad milenium ini. Apabila melihat Penjelasan PP 68/2002 tersebut,
upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya
pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah. Ketersediaan pangan
berfungsi menjamin impor pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk,
dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan
dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2)
pemasokan pangan; (3) pengelolaan cadangan pangan. Ketersediaan pangan pada
Universitas Sumatera Utara
tingkat wilayah adalah produksi pangan pada tingkat lokal. Selain itu,
ketersediaan sarana dan prasarana distribusi darat dan antar-pulau serta pemasaran
pangan sangat penting untuk menunjang sistem distribusi yang efisien (Suryana,
2004).
Maleha (2004) berpendapat bahwa ada 2 variabel umum yang menentukan suatu
daerah berada dalam kondisi memiliki ketahanan pangan, yaitu ketersediaan
pangan dan konsumsi pangan.
1. Ketersediaan Pangan
Menurut Suryana (2004), salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap
ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan pada tingkat
wilayah adalah produksi pangan pada tingkat lokal. Bruntrup (2008)
menambahkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana distribusi darat dan
antarpulau serta pemasaran pangan sangat penting untuk menunjang sistem
distribusi yang efisien. Distribusi
menjamin agar seluruh wilayah
terjangkau kebutuhan
yang
sampai
efisien menjadi prasyarat untuk
pada
tingkat rumah
pangannya dalam jumlah dan kualitas
tangga dapat
yang
cukup
sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.
Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup
makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan berikut
turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu.
Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (hierarchial
systems) mulai dari nasional, propinsi (regional), lokal (Kabupaten/Kota) dan
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro maupun
mikro (Baliwati dan Roosita, 2004).
2. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Konsumsi pangan bertindak sebagai penyedia energi bagi tubuh, pengatur proses
metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan. Menurut
Sedioetama (1996), konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan,
secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok
orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan
sosiologis.
•
Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar)
atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.
•
Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera
•
Tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam
keluarga dan masyarakat
Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang
sangat
mendasar
karena
berpengaruh
langsung
terhadap
keberhasilan
pengembangan kualitas sumber daya manusia. Hal ini ditentukan oleh
keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi. Konsumsi
pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat
agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga
dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya
memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan
kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Penguatan LDPM
Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) adalah
bagian kegiatan program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan
meningkatkan kemampuan Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya
(distribusi/pemasaran dan cadangan pangan) dalam usaha memupuk cadangan
pangan dan memupuk modal dari usahanya dan dari anggotanya yang tergabung
dalam wadah Gapoktan. Kegiatan Penguatan-LDPM dibiayai melalui APBN
dengan mekanisme dana bantuan sosial (bansos) yang disalurkan langsung
kepada rekening Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan , 2010).
Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan Gapoktan dalam mengolah,
menyimpan
dan
mendistribusikan/memasarkan
hasil
produksinya dapat
menyebabkan ketidakstabilan harga di wilayah sentra produksi pertanian pada
saat terjadi panen raya dan kekurangan pangan pada saat musim paceklik.
Kegiatan Penguatan-LDPM Tahun 2015 bertujuan:
1.
Memberdayakan Gapoktan agar mampu mengembangkan unit usaha
distribusi atau pemasaran atau pengolahan hasil dan unit pengelola cadangan
pangan, antara lain dalam hal: a) sarana penyimpanan (gudang) sendiri, b)
menyediakan dan mengelola cadangan pangan (gabah/beras) minimal bagi
kebutuhan anggotanya di saat menghadapi musim paceklik, dan c) menjaga
stabilisasi harga beli dari petani anggota untuk komoditas gabah,
beras
dan/atau jagung disaat panen raya melalui kegiatan pembelian-penjualan;
Universitas Sumatera Utara
2.
Mengembangkan agribisnis melalui peningkatan usaha pembelian dan
penjualan gabah, beras dan/atau jagung dan pangan strategis lainnya di
luar masa panen gabah/beras/jagung; dan
3.
Meningkatkan nilai tambah produk petani anggotanya melalui kegiatan
penyimpanan atau pengolahan atau pengemasan dan lain-lain
(Anonimous,
2015).
Kebijakan tersebut diarahkan untuk: (a) mendukung upaya petani memperoleh
harga produksi yang lebih baik disaat panen raya; (b) meningkatkan kemampuan
petani memperoleh nilai tambah produksi pangan dan usahanya melalui kegiatan
pengolahan/pengepakan/pemasaran sehingga terjadi perbaikan pendapatan di
tingkat petani; dan (c) memperkuat kemampuan Gapoktan dalam melakukan
pengelolaan cadangan pangan sehingga mampu mendekatkan akses pangan pada
saat menghadapi paceklik kepada anggota petani yang tergabung dalam wadah
Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan, 2010).
Dengan memberdayakan Gapoktan, mereka mampu untuk: (a) meningkatkan
kerja sama antar Gapoktan dengan unit-unit usaha yang dikelola dalam wadah
Gapoktan; (b) menghimpun dan mengembangkan/memupuk dana yang dikelola
oleh unit usaha/Gapoktan secara transparan, dengan aturan dan sanksi yang
dirumuskan dan ditetapkan sendiri secara musyawarah dan mufakat oleh petani
anggotanya; dan (c) meningkatkan keterampilan dalam hal: administrasi,
pembukuan
pemantauan
(pembelian-penjualan,
secara
pengadaan-penyaluran,
keuangan),
partisipatif, pengawasan internal, dan bermitra serta
bernegosiasi dengan pihak lain untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya (Badan Ketahanan Pangan ,2010).
Universitas Sumatera Utara
Strategi yang dilaksanakan pada program P-LDPM ini antara lain: (a)
memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit usaha distribusi/ pemasaran
/pengolahan untuk memperkuat kemampuannya mendistribusikan/memasarkan
gabah/beras/jagung dari petani anggotanya. Hal ini dilaksanakan dengan
melakukan pembelian dan penjualan kepada mitra usahanya baik di dalam
maupun di luar wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan sehingga tercapai
stabilisasi harga di tingkat petani; dan (b) memberikan dukungan kepada
Gapoktan dan unit pengelolaan cadangan pangan dalam mengelola cadangan
pangan. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pengadaan gabah/beras dan/atau
jagung dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya sehingga mudah diakses
dan tersedia setiap waktu secara berkelanjutan (Badan Ketahanan Pangan, 2010).
Untuk mengukur keberhasilan kegiatan P-LDPM tahap penumbuhan, Badan
Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara menyebutkan bahwa digunakan
beberapa indikator kinerja, yaitu;
A . Indikator Masukan (Input)
1. Dana Bansos Tahun Anggaran 2010 sebagai tambahan modal bagi Gapoktan.
2. Terseleksinya
pendamping tahun 2009
dan
tahun
2010
yang
siap
melanjutkan pembinaan terhadap Gapoktan di Wilayahnya
3. Terseleksinya Gapoktan hasil Penumbuhan tahun 2009 yang siap untuk
menerima dana tambahan Bansos
B.
Indikator Keberhasilan (Outcome)
1. Tersedianya cadangan pangan (gabah/beras) di gudang milik Gapoktan
2. Meningkatnya volume pembelian-penjualan gabah/beras dan/atau/jagung di
unit usaha Distribusi/Pemasaran/Pengolahan minimal 2 kali putaran
Universitas Sumatera Utara
3. Meningkatnya modal usaha lebih besar dari dana bansos yang telah diterima.
C. Indikator Manfaat (Benefit)
1. Dana terseleksi untuk membeli gabah/beras/jagung minimal dari hasil
produksi petani anggotanya.
2. Minimal petani
gabah/ beras/ jagung
anggota
Gapoktan
terseleksi
memperoleh harga gabah/beras serendah-rendahnya sesuai HPP dan HRD
untuk jagung terutama saat panen raya.
3. Minimal anggota Gapoktan dapat memperoleh akses pangan dengan mudah
pada saat musim paceklik.
4. Kemampuan manajemen Gapoktan dan unit-unit usahanya semakin baik,
transparan dan akuntabel bansos dari pemerintah dimanfaatkan dengan baik
oleh Gapoktan.
D. Indikator Dampak (Impact)
1. Terwujudnya stabilitas harga gabah/ beras dan jagung di wilayah Gapoktan.
2. Terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani.
3. Meningkatnya ekonomi pedesaan yang bersumber dari komoditas pangan.
4. Meningkatnya pendapatan petani padi dan jagung yang berada di wilayah
Gapoktan.
2.2.2. Pengertian Program
Menurut Jones (1996), program adalah cara yang disahkan untuk mencapai
tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih
terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami,
karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan
pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang
antara lain adalah:
1. Adanya tujuan yang ingin dicapai
2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu
3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui
4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan.
5. Adanya strategi dalam pelaksanaan
Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah adanya
kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang
tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan
adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan
manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal
dilaksanakan.
Berhasil
tidaknya
suatu
program
dilaksanakan
tergantung
dari
unsur
pelaksananya. Pelaksana penting artinya karena pelaksanaan suatu program, baik
itu organisasi ataupun perseorangan bertanggung jawab dalam pengelola maupun
pengawasan dalam pelaksanaan. Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak
ukur yang bisa dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung,
berhasilnya atau tidak berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah
tentu memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber
daya yang mengelolanya.
2.2.3. Kelembagaan
Universitas Sumatera Utara
Nasution (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan mempunyai pengertian
sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkatn
aturan, prosedur, norma prilaku individual dan sangat penting artinya sebagai
pengembangan pertanian.
Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan dapat dibagi kedalam 2 kelompok
yaitu: pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lainlain.
Kedua,
lembaga
tradisional
atau
lokal.
Kelembagaan
merupakan
kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering
memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan komunitas tersebut.
Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai- nilai, kebiasaan-kebiasaan dan
cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas. Keberadaan lembaga
dipedesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang
merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah
mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut,maka lembaga dipedesaan yang saat
ini memiliki kesamaan dengan karakteristik tersebut dapat dikatakan sebagai
lembaga gabungan kelompok tani atau gapoktan.
Menurut Sesbany (2007) Kelembagaan mempunyai titik strategis (entry point)
dslam menggerakkan system agribisnis pedesaan. Untuk itu segala sumber daya
yang ada dipedesaan perlu diarahkan/diprioritaskan dalam rangka peningkatan
profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok tani). Penguatan posisi tawar
petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak
dan mutlak diperlukan oleh petani, agar dapat bersaing dalam melaksanakan
kegiatan usaha tani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha
agribisnis diatas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai
peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani
lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan lemahnya
akses petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha. Pada prinsipnya
lembaga gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun
diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran
penting terhadap pertanian (Syahyuti, 2007).
Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumber daya dan distribusi
manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya
peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya
kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang
hubungan antar pemilik input dalam menghasilan output ekonomi desa dan dalam
mengatur distribusi ouput tersebut (Prihartanto, 2009).
2.2.4. Stabilisasi Harga
Menurut Daniel (2002) harga merupakan
salah satu faktor yang sulit
dikendalikan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah mengenai yang
satu ini, tetapi sampai saat ini tetap saja harga merupakan masalah, malah lebih
berkembang lagi menjadi masalah nomor wahid bagi petani. Kebijaksanaan
mengenai harga biasanya merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan
dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat yang diberi wewenang untuk itu.
Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan menstabilkan
perekonomian. Dasar penetapan harga adalah hubungan antara input dengan
output dalam proses suatu komoditas.
Universitas Sumatera Utara
Harga dinyatakan stabil jika gejolak harga pangan di suatu wilayah kurang dari
25% dari kondisi normal. Dan koefisien variasi (CV) adalah salah satu ukuran
yang paling sederhana yang dapat dipergunakan untuk melihat instabilitas.
Dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
cv
= koefisien variasi (%)
StDev = standard deviasi
Mean = rata-rata
Dan untuk mempermudah dalam membacanya kemudian dikalikan100 (dalam
persen, dimana cv semakin kecil semakin stabil)
Dimana :
Sedangkan;
Universitas Sumatera Utara
2.3. Penelitian Terdahulu
Syarief (2007) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Efektivitas Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha
Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) Di Kabupaten Lampung Tengah” memaparkan
bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas Program DPM-LUEP
adalah pendidikan formal, masa kerja SDM pengelola LUEP, sarana, jaringan
pasar, produksi GKP mitra LUEP dan kualitas GKP mitra LUEP. Selain itu juga
dianalisis bagaimana efektivitas program DPM- LUEP di Kabupaten Lampung
Tengah. Kesimpulan yang diperoleh, rata-rata efektivitas Program DPM-LUEP
berklasifikasi efektif pada ketepatan lokasi ketepatan waktu dan jumlah dana yang
dikembalikan,volume pembelian gabah, jumlah petani dan pemanfaatan
dana,kurang efektif pada harga GKP dan tidak efektif pada ketepatan waktu
pembelian gabah. Hal ini menunjukkan bahwa Program DPM-LUEP belum
berjalan sesuai tujuan.
Ashari
(2007)
dalam
penelitiannya
yang berjudul “Analisis dan Kinerja
Program bahwa DPM-LUEP belum berhasil/belum efektif dalam mengamankan
Harga Pembelian Pemerintah. Selain itu juga dianalisis mengenai detil kinerja
DPM-LUEP dan dampak DPM-LUEP terhadap pembentukan harga di tingkat
wilayah. Kesimpulan yang diambil DPM-LUEP telah menunjukkan kinerja yang
cukup baik serta mendapat respon positif dari petani, pemilik LUEP dan
pemerintah daerah. Nilai Rasio Dampak Manfaat DPM menunjukkan kinerja
dalam pemanfaatan dana tersebut cukup berhasil.
Universitas Sumatera Utara
Lubis (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “ Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Keberhasilan Program Penguatan Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat (P-LDPM) di Kabupaten Serdang Bedagai” memaparkan
bahwa hasil analisis menunjukkan dari 6 (enam) gapoktan peserta Program PLDPM, hanya 3 yang masuk dalam kategori berhasil. Faktor yang secara
signifikan berhubungan dengan keberhasilan program adalah tingkat
pendidikan petani peserta dan dua faktor lainnya yang dianalisis (umur dan
pendidikan non formal) menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak
ada hubungan yang signifikan terhadap keberhasilan Program P-LDPM. Tidak
ada perbedaan penerimaan (harga) yang signifikan antara petani gapoktan yang
berhasil melaksanakan program P-LDPM dengan petani gapoktan yang tidak
berhasil melaksanakan program
P-LDPM.
Universitas Sumatera Utara
2.4.Kerangka Pemikiran Penelitian
Pada saat ini petani dihadapkan oleh beberapa permasalahan yang dihadapi pada
saat produksi beras yaitu pada kondisi panen raya yang menyebabkan penurunan
harga dan sebaliknya pada periode tertentu seperti musim paceklik yang
menyebabkan ketersediaan beras menjadi terbatas sehingga harga jual gabah
melambung tinggi. Fluktuasi harga ini yang cenderung petani mengalami
kerugian.
Untuk menghadapi permasalahan tersebut pemerintah membuat program yaitu PLDPM. P-LDPM adalah salah satu program pemerintah dibidang pertanian yang
dibentuk sejak tahun 2009 yang bertujuan untuk membantu petani dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup petani. Program ini cukup
mudah
untuk
dijalankan
oleh
petani- petani terutama petani-petani yang
bernaung di bawah Gapoktan.
Dengan adanya program P-LDPM diharapkan bisa memeberikan pengaruh positif
dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Melalaui bansos yang
diberikan kepada Gapoktan melalui penguatan modal usaha untuk mendukung
aktivitas dalam pembangunan sarana penyimpanan dan penyediaan dana dalam
kegiatan pemasaran. Sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap petani
dalam menjaga ketersediaan komoditi beras dan menciptakan stabilitas harga
beras.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum Program
P-LDPM
Petani
Produksi
Panen Raya
Paceklik
Harga Jual
Stabilitas Harga
Program
Bansos
Gapoktan
Sesudah Program
P-LDPM
Keterangan :
= Menyatakan hubungan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.5. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada perbedaan yang nyata stabilitas harga beras sebelum dan sesudah adanya
Program P-LDPM.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin
maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan
dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi
sekedar mengatasi rasa lapar tetapi semakin kompleks. Konsumen semakin sadar
bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi
seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan
tubuh. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat, baik
kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau sesuai daya beli
masyarakat. Kekurangan pangan tidak hanya dapat menimbulkan dampak sosial,
ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan sosial (Purnawijayanti, 2001).
Menurut PPRI No. 68 Tahun 2002, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. ketahanan pangan
merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan
bangsa pada abad milenium ini. Apabila melihat Penjelasan PP 68/2002 tersebut,
upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya
pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah. Ketersediaan pangan
berfungsi menjamin impor pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk,
dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan
dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2)
pemasokan pangan; (3) pengelolaan cadangan pangan. Ketersediaan pangan pada
Universitas Sumatera Utara
tingkat wilayah adalah produksi pangan pada tingkat lokal. Selain itu,
ketersediaan sarana dan prasarana distribusi darat dan antar-pulau serta pemasaran
pangan sangat penting untuk menunjang sistem distribusi yang efisien (Suryana,
2004).
Maleha (2004) berpendapat bahwa ada 2 variabel umum yang menentukan suatu
daerah berada dalam kondisi memiliki ketahanan pangan, yaitu ketersediaan
pangan dan konsumsi pangan.
1. Ketersediaan Pangan
Menurut Suryana (2004), salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap
ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan pada tingkat
wilayah adalah produksi pangan pada tingkat lokal. Bruntrup (2008)
menambahkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana distribusi darat dan
antarpulau serta pemasaran pangan sangat penting untuk menunjang sistem
distribusi yang efisien. Distribusi
menjamin agar seluruh wilayah
terjangkau kebutuhan
yang
sampai
efisien menjadi prasyarat untuk
pada
tingkat rumah
pangannya dalam jumlah dan kualitas
tangga dapat
yang
cukup
sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.
Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup
makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan berikut
turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu.
Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (hierarchial
systems) mulai dari nasional, propinsi (regional), lokal (Kabupaten/Kota) dan
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro maupun
mikro (Baliwati dan Roosita, 2004).
2. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Konsumsi pangan bertindak sebagai penyedia energi bagi tubuh, pengatur proses
metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan. Menurut
Sedioetama (1996), konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan,
secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok
orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan
sosiologis.
•
Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar)
atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.
•
Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera
•
Tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam
keluarga dan masyarakat
Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang
sangat
mendasar
karena
berpengaruh
langsung
terhadap
keberhasilan
pengembangan kualitas sumber daya manusia. Hal ini ditentukan oleh
keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi. Konsumsi
pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat
agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga
dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya
memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan
kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Penguatan LDPM
Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) adalah
bagian kegiatan program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan
meningkatkan kemampuan Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya
(distribusi/pemasaran dan cadangan pangan) dalam usaha memupuk cadangan
pangan dan memupuk modal dari usahanya dan dari anggotanya yang tergabung
dalam wadah Gapoktan. Kegiatan Penguatan-LDPM dibiayai melalui APBN
dengan mekanisme dana bantuan sosial (bansos) yang disalurkan langsung
kepada rekening Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan , 2010).
Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan Gapoktan dalam mengolah,
menyimpan
dan
mendistribusikan/memasarkan
hasil
produksinya dapat
menyebabkan ketidakstabilan harga di wilayah sentra produksi pertanian pada
saat terjadi panen raya dan kekurangan pangan pada saat musim paceklik.
Kegiatan Penguatan-LDPM Tahun 2015 bertujuan:
1.
Memberdayakan Gapoktan agar mampu mengembangkan unit usaha
distribusi atau pemasaran atau pengolahan hasil dan unit pengelola cadangan
pangan, antara lain dalam hal: a) sarana penyimpanan (gudang) sendiri, b)
menyediakan dan mengelola cadangan pangan (gabah/beras) minimal bagi
kebutuhan anggotanya di saat menghadapi musim paceklik, dan c) menjaga
stabilisasi harga beli dari petani anggota untuk komoditas gabah,
beras
dan/atau jagung disaat panen raya melalui kegiatan pembelian-penjualan;
Universitas Sumatera Utara
2.
Mengembangkan agribisnis melalui peningkatan usaha pembelian dan
penjualan gabah, beras dan/atau jagung dan pangan strategis lainnya di
luar masa panen gabah/beras/jagung; dan
3.
Meningkatkan nilai tambah produk petani anggotanya melalui kegiatan
penyimpanan atau pengolahan atau pengemasan dan lain-lain
(Anonimous,
2015).
Kebijakan tersebut diarahkan untuk: (a) mendukung upaya petani memperoleh
harga produksi yang lebih baik disaat panen raya; (b) meningkatkan kemampuan
petani memperoleh nilai tambah produksi pangan dan usahanya melalui kegiatan
pengolahan/pengepakan/pemasaran sehingga terjadi perbaikan pendapatan di
tingkat petani; dan (c) memperkuat kemampuan Gapoktan dalam melakukan
pengelolaan cadangan pangan sehingga mampu mendekatkan akses pangan pada
saat menghadapi paceklik kepada anggota petani yang tergabung dalam wadah
Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan, 2010).
Dengan memberdayakan Gapoktan, mereka mampu untuk: (a) meningkatkan
kerja sama antar Gapoktan dengan unit-unit usaha yang dikelola dalam wadah
Gapoktan; (b) menghimpun dan mengembangkan/memupuk dana yang dikelola
oleh unit usaha/Gapoktan secara transparan, dengan aturan dan sanksi yang
dirumuskan dan ditetapkan sendiri secara musyawarah dan mufakat oleh petani
anggotanya; dan (c) meningkatkan keterampilan dalam hal: administrasi,
pembukuan
pemantauan
(pembelian-penjualan,
secara
pengadaan-penyaluran,
keuangan),
partisipatif, pengawasan internal, dan bermitra serta
bernegosiasi dengan pihak lain untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya (Badan Ketahanan Pangan ,2010).
Universitas Sumatera Utara
Strategi yang dilaksanakan pada program P-LDPM ini antara lain: (a)
memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit usaha distribusi/ pemasaran
/pengolahan untuk memperkuat kemampuannya mendistribusikan/memasarkan
gabah/beras/jagung dari petani anggotanya. Hal ini dilaksanakan dengan
melakukan pembelian dan penjualan kepada mitra usahanya baik di dalam
maupun di luar wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan sehingga tercapai
stabilisasi harga di tingkat petani; dan (b) memberikan dukungan kepada
Gapoktan dan unit pengelolaan cadangan pangan dalam mengelola cadangan
pangan. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pengadaan gabah/beras dan/atau
jagung dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya sehingga mudah diakses
dan tersedia setiap waktu secara berkelanjutan (Badan Ketahanan Pangan, 2010).
Untuk mengukur keberhasilan kegiatan P-LDPM tahap penumbuhan, Badan
Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara menyebutkan bahwa digunakan
beberapa indikator kinerja, yaitu;
A . Indikator Masukan (Input)
1. Dana Bansos Tahun Anggaran 2010 sebagai tambahan modal bagi Gapoktan.
2. Terseleksinya
pendamping tahun 2009
dan
tahun
2010
yang
siap
melanjutkan pembinaan terhadap Gapoktan di Wilayahnya
3. Terseleksinya Gapoktan hasil Penumbuhan tahun 2009 yang siap untuk
menerima dana tambahan Bansos
B.
Indikator Keberhasilan (Outcome)
1. Tersedianya cadangan pangan (gabah/beras) di gudang milik Gapoktan
2. Meningkatnya volume pembelian-penjualan gabah/beras dan/atau/jagung di
unit usaha Distribusi/Pemasaran/Pengolahan minimal 2 kali putaran
Universitas Sumatera Utara
3. Meningkatnya modal usaha lebih besar dari dana bansos yang telah diterima.
C. Indikator Manfaat (Benefit)
1. Dana terseleksi untuk membeli gabah/beras/jagung minimal dari hasil
produksi petani anggotanya.
2. Minimal petani
gabah/ beras/ jagung
anggota
Gapoktan
terseleksi
memperoleh harga gabah/beras serendah-rendahnya sesuai HPP dan HRD
untuk jagung terutama saat panen raya.
3. Minimal anggota Gapoktan dapat memperoleh akses pangan dengan mudah
pada saat musim paceklik.
4. Kemampuan manajemen Gapoktan dan unit-unit usahanya semakin baik,
transparan dan akuntabel bansos dari pemerintah dimanfaatkan dengan baik
oleh Gapoktan.
D. Indikator Dampak (Impact)
1. Terwujudnya stabilitas harga gabah/ beras dan jagung di wilayah Gapoktan.
2. Terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani.
3. Meningkatnya ekonomi pedesaan yang bersumber dari komoditas pangan.
4. Meningkatnya pendapatan petani padi dan jagung yang berada di wilayah
Gapoktan.
2.2.2. Pengertian Program
Menurut Jones (1996), program adalah cara yang disahkan untuk mencapai
tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih
terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami,
karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan
pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang
antara lain adalah:
1. Adanya tujuan yang ingin dicapai
2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu
3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui
4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan.
5. Adanya strategi dalam pelaksanaan
Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah adanya
kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang
tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan
adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan
manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal
dilaksanakan.
Berhasil
tidaknya
suatu
program
dilaksanakan
tergantung
dari
unsur
pelaksananya. Pelaksana penting artinya karena pelaksanaan suatu program, baik
itu organisasi ataupun perseorangan bertanggung jawab dalam pengelola maupun
pengawasan dalam pelaksanaan. Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak
ukur yang bisa dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung,
berhasilnya atau tidak berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah
tentu memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber
daya yang mengelolanya.
2.2.3. Kelembagaan
Universitas Sumatera Utara
Nasution (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan mempunyai pengertian
sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkatn
aturan, prosedur, norma prilaku individual dan sangat penting artinya sebagai
pengembangan pertanian.
Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan dapat dibagi kedalam 2 kelompok
yaitu: pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lainlain.
Kedua,
lembaga
tradisional
atau
lokal.
Kelembagaan
merupakan
kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering
memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan komunitas tersebut.
Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai- nilai, kebiasaan-kebiasaan dan
cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas. Keberadaan lembaga
dipedesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang
merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah
mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut,maka lembaga dipedesaan yang saat
ini memiliki kesamaan dengan karakteristik tersebut dapat dikatakan sebagai
lembaga gabungan kelompok tani atau gapoktan.
Menurut Sesbany (2007) Kelembagaan mempunyai titik strategis (entry point)
dslam menggerakkan system agribisnis pedesaan. Untuk itu segala sumber daya
yang ada dipedesaan perlu diarahkan/diprioritaskan dalam rangka peningkatan
profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok tani). Penguatan posisi tawar
petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak
dan mutlak diperlukan oleh petani, agar dapat bersaing dalam melaksanakan
kegiatan usaha tani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha
agribisnis diatas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai
peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani
lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan lemahnya
akses petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha. Pada prinsipnya
lembaga gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun
diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran
penting terhadap pertanian (Syahyuti, 2007).
Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumber daya dan distribusi
manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya
peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya
kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang
hubungan antar pemilik input dalam menghasilan output ekonomi desa dan dalam
mengatur distribusi ouput tersebut (Prihartanto, 2009).
2.2.4. Stabilisasi Harga
Menurut Daniel (2002) harga merupakan
salah satu faktor yang sulit
dikendalikan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah mengenai yang
satu ini, tetapi sampai saat ini tetap saja harga merupakan masalah, malah lebih
berkembang lagi menjadi masalah nomor wahid bagi petani. Kebijaksanaan
mengenai harga biasanya merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan
dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat yang diberi wewenang untuk itu.
Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan menstabilkan
perekonomian. Dasar penetapan harga adalah hubungan antara input dengan
output dalam proses suatu komoditas.
Universitas Sumatera Utara
Harga dinyatakan stabil jika gejolak harga pangan di suatu wilayah kurang dari
25% dari kondisi normal. Dan koefisien variasi (CV) adalah salah satu ukuran
yang paling sederhana yang dapat dipergunakan untuk melihat instabilitas.
Dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
cv
= koefisien variasi (%)
StDev = standard deviasi
Mean = rata-rata
Dan untuk mempermudah dalam membacanya kemudian dikalikan100 (dalam
persen, dimana cv semakin kecil semakin stabil)
Dimana :
Sedangkan;
Universitas Sumatera Utara
2.3. Penelitian Terdahulu
Syarief (2007) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Efektivitas Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha
Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) Di Kabupaten Lampung Tengah” memaparkan
bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas Program DPM-LUEP
adalah pendidikan formal, masa kerja SDM pengelola LUEP, sarana, jaringan
pasar, produksi GKP mitra LUEP dan kualitas GKP mitra LUEP. Selain itu juga
dianalisis bagaimana efektivitas program DPM- LUEP di Kabupaten Lampung
Tengah. Kesimpulan yang diperoleh, rata-rata efektivitas Program DPM-LUEP
berklasifikasi efektif pada ketepatan lokasi ketepatan waktu dan jumlah dana yang
dikembalikan,volume pembelian gabah, jumlah petani dan pemanfaatan
dana,kurang efektif pada harga GKP dan tidak efektif pada ketepatan waktu
pembelian gabah. Hal ini menunjukkan bahwa Program DPM-LUEP belum
berjalan sesuai tujuan.
Ashari
(2007)
dalam
penelitiannya
yang berjudul “Analisis dan Kinerja
Program bahwa DPM-LUEP belum berhasil/belum efektif dalam mengamankan
Harga Pembelian Pemerintah. Selain itu juga dianalisis mengenai detil kinerja
DPM-LUEP dan dampak DPM-LUEP terhadap pembentukan harga di tingkat
wilayah. Kesimpulan yang diambil DPM-LUEP telah menunjukkan kinerja yang
cukup baik serta mendapat respon positif dari petani, pemilik LUEP dan
pemerintah daerah. Nilai Rasio Dampak Manfaat DPM menunjukkan kinerja
dalam pemanfaatan dana tersebut cukup berhasil.
Universitas Sumatera Utara
Lubis (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “ Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Keberhasilan Program Penguatan Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat (P-LDPM) di Kabupaten Serdang Bedagai” memaparkan
bahwa hasil analisis menunjukkan dari 6 (enam) gapoktan peserta Program PLDPM, hanya 3 yang masuk dalam kategori berhasil. Faktor yang secara
signifikan berhubungan dengan keberhasilan program adalah tingkat
pendidikan petani peserta dan dua faktor lainnya yang dianalisis (umur dan
pendidikan non formal) menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak
ada hubungan yang signifikan terhadap keberhasilan Program P-LDPM. Tidak
ada perbedaan penerimaan (harga) yang signifikan antara petani gapoktan yang
berhasil melaksanakan program P-LDPM dengan petani gapoktan yang tidak
berhasil melaksanakan program
P-LDPM.
Universitas Sumatera Utara
2.4.Kerangka Pemikiran Penelitian
Pada saat ini petani dihadapkan oleh beberapa permasalahan yang dihadapi pada
saat produksi beras yaitu pada kondisi panen raya yang menyebabkan penurunan
harga dan sebaliknya pada periode tertentu seperti musim paceklik yang
menyebabkan ketersediaan beras menjadi terbatas sehingga harga jual gabah
melambung tinggi. Fluktuasi harga ini yang cenderung petani mengalami
kerugian.
Untuk menghadapi permasalahan tersebut pemerintah membuat program yaitu PLDPM. P-LDPM adalah salah satu program pemerintah dibidang pertanian yang
dibentuk sejak tahun 2009 yang bertujuan untuk membantu petani dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup petani. Program ini cukup
mudah
untuk
dijalankan
oleh
petani- petani terutama petani-petani yang
bernaung di bawah Gapoktan.
Dengan adanya program P-LDPM diharapkan bisa memeberikan pengaruh positif
dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Melalaui bansos yang
diberikan kepada Gapoktan melalui penguatan modal usaha untuk mendukung
aktivitas dalam pembangunan sarana penyimpanan dan penyediaan dana dalam
kegiatan pemasaran. Sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap petani
dalam menjaga ketersediaan komoditi beras dan menciptakan stabilitas harga
beras.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum Program
P-LDPM
Petani
Produksi
Panen Raya
Paceklik
Harga Jual
Stabilitas Harga
Program
Bansos
Gapoktan
Sesudah Program
P-LDPM
Keterangan :
= Menyatakan hubungan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.5. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada perbedaan yang nyata stabilitas harga beras sebelum dan sesudah adanya
Program P-LDPM.
Universitas Sumatera Utara