Pengaruh Brand Image Terhadap Intensi Membeli Produk IPhone pada Siswa-Siswi SMA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Intensi Membeli
I. Definisi Intensi Membeli
Intensi merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk
menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku
(Ajzen, 2006). Hal ini diperjelas oleh Warshaw dan Davis (dalam Landry,
2003) yang menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang
memformulasikan rencana untuk menunjukkan suatu tujuan masa depan
yang spesifik atau tidak, secara sadar. Menurut Sudarsono (1993) intensi
adalah niat, tujuan, keinginan untuk melakukan sesuatu, mempunyai tujuan.
Selain itu Horton (1984) mengatakan bahwa dalam istilah intensi terkait 2
hal berbeda yang saling berhubungan yaitu kecenderungan untuk membeli
dan rencana dari keputusan membeli. Jadi intensi berhubungan dengan
perilaku. Individu melakukan perilaku tersebut, apabila ia benar-benar ingin
melakukannya untuk membentuk intensi.
Membeli adalah bagian dari perilaku konsumen yang selalu kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari. Dan kegiatan ini dilakukan dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Sebagaimana dikatakan oleh Schiffman & Kanuk
(1983) bahwa perilaku konsumen dapat didefenisikan sebagai sebuah


10
Universitas Sumatera Utara

perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari sesuatu, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, membuang produk, jasa, dan pemikiran
dimana mereka berharap kebutuhan mereka akan terpuaskan.
Intensi membeli adalah suatu rangkaian aktivitas yang melibatkan
perhatian individu sebelum sampai pada keputusan membeli. Intensi
membeli merupakan suatu awal dari terbentuknya perilaku membeli yang
diawali dengan suatu perhatian terhadap produk, proses psikologis yang
melibatkan kepercayaan, sikap terhadap produk yang kemudian menjadi
pertimbangan untuk melakukan evaluasi alternatif dan selanjutnya
mengambil keputusan untuk memilih produk tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa intensi membeli adalah rencana
individu atau kelompok untuk membeli dimana rencana ini dipengaruhi oleh
evaluasi individu atas perilakunya dan potensi untuk mewujudkan
perilakunya. Oleh karena itu intensi membeli ini dapat digunakan sebagai
prediktor dari perilaku membeli.
II. Aspek-aspek Intensi

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek,
yaitu:
1. Sasaran (Target), yaitu sasaran yang ingin dicapai jika
menampilkan suatu perilaku.
2. Action

merupakan

suatu

tindakan

yang

mengiringi

munculnya perilaku.

11
Universitas Sumatera Utara


3. Context mengacu pada situasi yang akan memunculkan
perilaku.
4. Time (waktu) , yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi
waktu tertentu, dalam satu periode atau jangka waktu yang
tidak terbatas.
III. Faktor-Faktor Intensi
Menurut Ajzen (2005), terdapat 3 faktor yang dapat membentuk
intensi, yaitu :
a. Attitude
Adanya kecenderungan seseorang untuk berperilaku tertentu.
Kecenderungan berperilaku melakukan atau tidak melakukan tindakan
tersebut didasarkan atas keyakinan dan kepercayaan dirinya mengenai boleh
atau tidaknya dilakukan jika seseorang dalam kondisi atau dihadapkan pada
situasi tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975).
Sikap terhadap perilaku adalah derajat ukuran nilai terhadap
perilaku, apakah positif atau negatif (Ajzen, 2006). Sikap subjek penelitian
terhadap

suatu


produk

didefinisikan

sebagai

keyakinan

terhadap

konsekuensi tertentu (positif atau negatif) dari suatu produk dan evaluasi
subjek terhadap hasilnya yang tercermin dalam penilaiannya yang
mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable) terhadap
perilaku membeli produk tersebut. Jadi sikap merupakan fungsi dari
keyakinan mengenai timbulnya konsekuensi bila individu gemar pada suatu

12
Universitas Sumatera Utara


produk dan evaluasi pribadinya terhadap konsekuensi dari membeli produk
tersebut. Pada intinya, sikap terhadap membeli suatu produk merupakan
interelasi dari dua komponen, yaitu belief (keyakinan seseorang terhadap
hasil yang akan dimunculkan) dan evaluation (evaluasi terhadap hasil).
Menurut Ajzen (2005) penentuan sikap didasarkan pada belief
berupa pemahaman. Pemahaman tersebut dapat langsung atau otomatis
muncul tanpa melalui proses konstruksi. Jadi, ketika individu diminta untuk
mengemukakan sikapnya terhadap sesuatu, maka orang tersebut tidak
memerlukan review terhadap beliefnya. Sebelumnya belief individu tentang
konsep dari suatu perilaku telah terpikirkan, maka pemahaman terhadap
konsep perilaku tersebut secara otomatis akan muncul..
b. Subjective norm
Menurut Ajzen (1991) norma subjektif dalam penelitian ini adalah
persepsi individu terhadap harapan yang diinginkan significant other atau
lingkungan yang signifikan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
membeli. Significant other ini disebut sebagai referen. Referen ini dibagi
menjadi dua, basic dan specific. Basic referent yang dianggap penting
meliputi agama, peraturan, norma, budaya, dan nilai-nilai yang dianut.
Specific referent meliputi orang tua, pasangan, saudara, dosen, guru, teman
dekat, dan teman kerja. Norma subjektif dalam penelitian ini didefinisikan

sebagai tekanan sosial yang telah dipersepsi oleh individu, berasal dari basic
dan specific referent yang menyarankan atau mendorong individu untuk

13
Universitas Sumatera Utara

membeli dan keyakinan apa yang diharapkan oleh significant other
(normative belief).
Dalam menentukan keinginan seseorang untuk mematuhi norma
tersebut, akan melibatkan pertimbangan individu terhadap dua komponen,
yaitu : 1.) keyakinan pribadi mengenai apa yang perlu dilakukan; dan 2.)
keyakinan individu mengenai apa yang diharapkan oleh masyarakat atau
orang-orang yang penting baginya (Fishbein & Ajzen, 1975). Namun dalam
kenyataannya, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensi seseorang
akan tergantung pada faktor situasional (Fishbein & Ajzen, 1975).
c. Perceived behavioral control
Perceived behavioral control adalah persepsi seseorang tentang
kemampuan dirinya dalam melakukan perilaku tertentu dan perkiraan
mengenai seberapa sulit atau mudahnya (Ajzen, 1991). Aspek perceived
behavioral control ini dapat digunakan dalam berbagai situasi dan perilaku.

Kontrol perilaku ini dapat mempengaruhi perilaku secara mandiri atau tidak
tergantung pada variabel sikap terhadap perilaku membeli dan norma
subjektif. Kontrol perilaku menunjukkan sejauh mana seseorang merasa
bahwa yakin dapat menampilkan atau tidak menampilkan perilaku yang
berada di bawah kontrol individu itu sendiri yang tergantung pada control
belief dan perceived power. Control believe dan perceived power itu sendiri
juga dipengaruhi oleh self efficacy dan controllability (Ajzen, 2005). Self
efficacy dapat diukur dengan menanyakan seberapa sulit menampilkan

14
Universitas Sumatera Utara

perilaku dan seberapa tinggi tingkat kepercayaan diri mereka dapat
menunjukkan perilaku. Controllability dapat diukur dengan pertanyaan
apakah memunculkan perilaku membeli berdasarkan keinginan mereka
sendiri dan faktor lain dibawah kontrol mereka.

B. Brand Image
I. Definisi Brand Image
Image menurut Kotler & Keller (2008) adalah sejumlah keyakinan,

ide, dan kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah objek.
Mengembangkan citra yang kuat membutuhkan kreatifitas dan kerja keras.
Image tidak dapat ditanamkan dalam pikiran manusia dalam semalam atau
disebarkan melalui media masa. Sebaliknya, image itu harus disampaikan
melalui tiap sarana komunikasi yang tersedia dan disebarkan secara terusmenerus. Sedangkan brand adalah sebuah nama, tanda, istilah, simbol, atau
desain dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari
seorang penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa competitor
lainnya (Kotler, 2009).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
brand merupakan identitas produk yang digunakan untuk pembeda antara
barang dan jasa. Brand juga menawarkan janji akan nilai brand produk
kepada konsumen yang nantinya akan mempengaruhi persepsi konsumen
terhadap brand tersebut.

15
Universitas Sumatera Utara

Brand tentunya juga mempunyai image, baik yang bersifat positif
maupun negatif, tergantung kepada upaya perusahaan dalam menciptakan
image akan produknya. Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan brand

sebagai “nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari
semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa
pesaing”. Dengan demikian sebuah brand adalah produk atau jasa
penambah dimensi yang dengan cara tertentu mendiferensiasikan dari
produk dan jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang
sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau berwujud yang dikaitkan
dengan kinerja produk dari brand (Kotler, 2009).
Brand image adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh
konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan
konsumen (Kotler & Keller, 2008). Sedangkan Hawkins (2007) mengatakan
bahwa brand image adalah memori skematik dari sebuah merek. Ini berisi
interpretasi target pasar atribut produk, manfaat, situasi penggunaan,
pengguna, dan karakteristik produsen/pemasar dan merupakan apa yang
orang pikirkan dan rasakan ketika mereka mendengar atau melihat nama
merek. Sitinjak (2005) menambahkan bahwa brand image merupakan aspek
yang penting dalam merek, citra dapat didasarkan kepada kenyataan atau
fiksi tergantung bagaimana konsumen mempersepsikan. Untuk mengukur
brand image itu sendiri dapat dikaitkan dengan dimensi kualitas pelayanan.
Brand image atau brand description yakni deskrispi tentang asosiasi dan
keyakinan konsumen terhadap brand tertentu. Sejumlah teknik kuantitatif

16
Universitas Sumatera Utara

dan kualitatif telah dikembangkan untuk membantuk mengungkap presepsi
dan asosiasi konsumen terhadap sebuah brand tertentu, diantaranya
multidimensional scaling, projection techniques, dan sebagainya (Tjiptono,
2011).
Sedangkan menurut Kotler (2009), brand image adalah sekumpulan
asosiasi merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen. Konsumen
yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi
terhadap brand image. Brand image ialah persepsi dan keyakinan yang
dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi
dalam memori konsumen.
Brand image kadang-kadang dapat berubah, ketika dibutuhkan suatu
perubahan citra merek maka model peran yang harus ditemukan. Sebagai
bagian dari identifikasi merek, model peran tersebut seyogianya dapat
mewakili elemen identitas inti sebuah merek (Surachman, 2008).
Jadi, brand image dapat diartikan sebagai apa yang menjadi persepsi
konsumen ketika melihat suatu produk yang didasarkan pada kenyataan dan
biasanya merek diartikan dengan bagaimana kualitas pelayanan.

II. Faktor-Faktor Terbentuknya Brand Image
Menurut Kotler & Keller (2008) bahwa pengukur citra merek dapat
dilakukan berdasarkan pada faktor-faktor terbentuknya sebuah merek, yaitu:

17
Universitas Sumatera Utara

a. Kekuatan (Strengthness)
Dalam hal ini adalah keunggulan yang dimiliki oleh merek yang bersifat
fisik dan tidak ditemukan pada merek lainnya. Keunggulan merek ini
mengacu pada atribut-atribut fisik atas merek tersebut sehingga bisa
dianggap sebagai sebuah kelebihan dibanding dengan merek lainnya. Yang
termasuk pada sekelompok kekuatan (strength) adalah keberfungsian semua
fasilitas produk, penampilan fisik, harga produk, maupun penampilan
fasilitas pendukung dari produk tersebut dan memiliki cakupan pasar yang
luas.
b. Keunikan (Uniqueness)
Keunikan merupakan kemampuan untuk membedakan sebuah merek
diantara merek lainnya. Kesan ini muncul dari atribut produk tersebut yang
menjadi bahan pembeda atau diferensiasi dengan produk-produk lainnya.
Yang termasuk dalam kelompok unik ini adalah variasi penampilan atau
nama dari sebuah merek yang mudah diingat dan diucapkan, dan fisik
produk itu sendiri.
c. Keunggulan (Favorable)
Yang termasuk dalam kelompok favorable ini antara lain,
kemudahan merek produk diucapkan serta kemampuan merek untuk tetap
diingat oleh pelanggan yang membuat produk terkenal dan menjadi favorit
di masyarakat maupun kesesuaian antara kesan merek di benak pelanggan
dengan citra yang diinginkan perusahaan atas merek yang bersangkutan.

18
Universitas Sumatera Utara

C. Produk IPhone
IPhone dirancang dan dipasarkan oleh Apple Inc (Apple, 2014),
perusahaan yang pernah di komandoi oleh Steve Jobs. IPhone pertama kali
diluncurkan pada tahun 2007 sesaat setelah kemunculan iPad, dengan
senjata sistem operasi telepone genggam iOS Apple yang dikenal dengan
nama “iPhone OS” ponsel pintar ini langsung digemari para pengguna
smartphone dan bersaing dengan BlackBerry. IPhone seri pertama ini
aplikasinya belum bisa ditambah dari pihak ketiga yang dikembangkan oleh
para developer sehingga tidak bisa digunakan untuk mendownload aplikasiaplikasi terbaru. Namun demikian Apple sukses menjual iPhone seri
pertama ini sebanyak 700.000 di minggu pertama setelah launching.
Pada 29 Juli 2007 Apple merilis iPhone generasi pertama yang
bernama iPhone 2G, dengan kapasitas memori 4Gb dan 8Gb ponsel ini
memiliki layar 3,5 inci dengan resolusi 320 x 480 pixel dan dilengkapi
dengan kamera 2MP. Pada awal kemunculannya sudah laku terjual
sebanyak 700.000 unit suatu pencaian yang cukup bagus bagi Apple.
Sampai dengan tahun 2009 Apple merilis dua produk barunya yaitu iPhone
3G pada 2008 dan iPhone 3Gs pada 2009, dengan demikian tiap tahun
iPhone mengeluarkan produk terbaru. IPhone 3G dan 3Gs sudah dilengkapi
dengan App Store yang tidak di sediakan di iPhone generasi pertama.
Kapasitas memori juga mengalami perubahan yaitu 8 – 32 Gb , karena akan
dirilisnya iPhone generasi ke empat maka pada 24 Juni 2010 iPhone
generasi ketiga pembuatanyan diberhentikan hal serupa juga di lakukan

19
Universitas Sumatera Utara

pada generasi ke dua yang telah di berhentikan pembuatanya pada 8 Juni
2009. IPhone 4 mulai di rilis pada 24 juni 2010 dengan perubahan dari segi
kamera yang sebelumnya 3,2Mp menjadi 5Mp tidak hanya itu saja Apple
juga memproduksi model CDMA dan model GSM dalam selang waktu 24
jam dari pemeberitahuan akan dirilisnya iPhone 4 sebanyak 600.000 sudah
melakukan pre–order. Pada tahun 2011 iPhone muncul generasi berikutnya
yang bernama iPhone 4s yang dilengkapi kamera 8mp , kemampuan
merekam video 1080 HD. Dalam waktu 3 hari (14 – 17 Oktober 2011)
iPhone 4s berhasil terjual sebanyak 4 juta unit.
Pada tahun berikutnya munculah iPhone 5. Ini adalah produk
smartphone pertama yang diluncurkan Apple tanpa campur tangan Steve
Jobs yang meninggal beberapa waktu setelah peluncuran 4S. Ketika
diluncurkan, perusahaan mengklaim iPhone 5 adalah produk ponsel
tercepat, paling tipis dan paling ringan yang pernah mereka buat. Lagi lagi
Apple membuat kejutan dengan merilis produk mereka pada tahun 2013
yang bernama iPhone 5c dan 5s. Untuk 5C, banyak orang menganggap
ponsel ini tidak berbeda dengan 5. Namun yang membuatnya istimewa
adalah karena dia adalah ponsel warna-warni pertama yang dijual oleh
Apple. Berbeda dengan 5C, 5S justru mengalami upgrade yang cukup
signifikan, terutama di bagian prosesor. Di mana Apple menjadi produsen
pertama yang menyematkan teknologi 64 bite untuk smartphone. Selain itu,
perusahaan juga menambah flash kamera menjadi dua, teknologi finger
print, dan mengganti sistem operasi menjadi iOS 7 pada kedua produk

20
Universitas Sumatera Utara

barunya. IPhone 6 dan iPhone 6 plus merupakan generasi terbaru yang
dirilis pada bulan september 2014. Di mana iPhone 6 berukuran 4,7 inci
1334×1750 pixel dan 6 Plus sebesar 5,5 inci 1920×1080 pixel. Keduanya
masing-masing memiliki layar kaca Retina HD dengan penutup belakang
dari bahan aluminum serta didesain lebih tipis dari pendahulunya.
Untuk masalah ukuran, iPhone 6 memiliki dimensi tebal 6,8 mm
sementara 6 Plus 7,1 mm. Kedua produk baru ini juga menjalankan sistem
operasi iOS 8 dan mengusung prosesor A8 1,4GHz yang diklaim 25 persen
lebih kencang dan tampilan grafis 50 persen lebih baik.
Selain itu smartphone ini juga memiliki perangkat lunak yang dapat
mengunggah foto. IPhone dapat memainkan video, sehingga pengguna
dapat menonton televisi atau film (Toucharcade, 2008). IPhone memiliki
hampir 100.000 aplikasi yang dijual di iTunes di computer, maupun di Apps
Store langsung di iPhone (Macrumors, 2014). Para pengguna iPhone
bahkan dapat langsung membeli dan mengunduh aplikasi yang dijual di
Apps Store, asalkan tidak melebihi 10 MB. Sistem operasi iPhone adalah
versi ringan Mac OS X tanpa berbagai komponen yang tidak diperlukan.
Sistem operasi ini memakan ruang kurang lebih sebanyak 250MB. Sistem
operasi dapat di update berkala melalui iTunes secara gratis.
D. Siswa-Siswi SMA
Masa SMA yang memiliki rentang usia 15-18 tahun bisa dikatakan
merupakan masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa

21
Universitas Sumatera Utara

dewasa atau yang lebih sering kita kenal dengan istilah masa remaja. Masa
remaja merupakan suatu tahap transisi menuju ke status yang lebih tinggi
yaitu status sebagai orang dewasa. Berdasarkan teori perkembangan, masa
remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat,
termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan
pencapaian (Fagan, 2006). Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka
yang berada pada usia 12-18 tahun. Sedangkan Monks, dkk (2004) memberi
batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Santrock, (2003) usia
remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa usia remaja berkisar 12-23 tahun.
Menurut Ali (2006) usia remaja cenderung berkarakteristik berikut:
1. Secara fisik:
a) umumnya individu telah mempunyai kematangan yang lengkap;
b) individu-individu ini kian menyerupai orang dewasa: tulang-tulang
tumbuh kian lengkap, dan sosoknya kian tinggi; serta
c) meningkatnya energi gerak pada setiap individu.
2. Secara mental:
a) individu dilanda kerisauan untuk menemukan jati diri dan tujuan
hidup mereka;
b) keadaan mental remaja itu terus berlanjut dan untuk berusaha keras
untuk menjadi mandiri;

22
Universitas Sumatera Utara

c) dalam melepaskan ketergantungan dari orang dewasa, pelbagai
individu ini kerap memperlihatkan perubahan mood yang ekstrem,
dari yang kooperatif hingga yang suka memberontak;
d) kendali untuk dapat diterima lingkungan masih kuat, dan individuindividu itu sangat memperhatikan popularitas, terutama bagi
kalangan yang berbeda kelamin; serta
e) berbagai individu kerap mengalami beberapa masalah dengan
membuat penilaian sendiri.

E. Dinamika Pengaruh Brand Image Terhadap Intensi Membeli Pada
Produk Iphone Dikalangan Siswa-Siswi SMA

Brand image merupakan gambaran atau kesan yang ditimbulkan
oleh suatu merek dalam benak pelanggan (Kotler, 2007). Penempatan citra
merek dibenak konsumen harus dilakukan secara terus-menerus agar citra
merek yang tercipta tetap kuat dan dapat diterima secara positif. Ketika
sebuah merek memiliki citra yang kuat dan positif di benak konsumen maka
merek tersebut akan selalu diingat dan kemungkinan konsumen untuk
membeli merek yang bersangkutan sangat besar. Faktor-faktor pendukung
terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi merek
(Kotler & Keller, 2008) yaitu keunggulan asosiasi merek, kekuatan asosiasi
merek, dan keunikan asosiasi merek.

23
Universitas Sumatera Utara

Kekuatan asosiasi merek merupakan keunggulan yang dimiliki oleh
merek yang bersifat fasilitas produk, penampilan produk, harga produk,
maupun penampilan fasilitas pendukung dari produk tersebut. Seperti harga
iPhone yang sangat mahal (Makemac, 2013), perangkatnya terbuat dari
bahan metal dan kaca sehingga memberikan kesan premium dan juga
berkelas (Teknokompas, 2014) dan memiliki hasil kamera yang jernih. Hal
ini sejalan dengan time yang merupakan waktu terjadinya perilaku yang
meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau jangka waktu yang tidak
terbatas. Seperti membeli iPhone ketika uang nya sudah cukup atau pun
sudah berencana ingin membeli iPhone dikarenakan harga iPhone yang
terkesan mahal.
Keunggulan asosiasi merek merupakan kesan merek di benak
pelanggan yang membuat produk terkenal. Di Amerika Serikat, iPhone
diketahui sebagai smartphone dengan tingkat kepuasan tertinggi dari para
penggunanya, dibanding smartphone lainnya (J.D.Power, 2012) dan juga
sudah

dipercaya

oleh

konsumen

beberapa

tahun

belakangan

ini

(Teknokompas, 2015). Ini menunjukkan pengguna iPhone memiliki brand
image yang positif, dan pengguna akan berbicara atau memberikan
review/suggest yang positif tentang brand iPhone.
Salah satu karakteristik siswa-siswi SMA adalah dapat diterima di
lingkungannya (Ali, 2006). Terkait dengan action, siswa-siswi SMA yang
mendapatkan informasi positif mengenai brand image iPhone akan
memunculkan intensi membeli produk iPhone. Selanjutnya, apabila teman-

24
Universitas Sumatera Utara

teman di dalam lingkungannya menggunakan brand yang sama, siswa-siswi
SMA akan memunculkan intensi membeli produk iPhone agar diterima oleh
lingkungannya. Sedangkan dalam context, ini akan semakin memunculkan
intensi membeli produk iPhone ketika ada promo, diskon, maupun
berprestasi di sekolah.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa brand image
memiliki peran dalam intensi individu dalam melakukan suatu perilaku.
Dimana dalam penelitian ini akan melihat intensi siswa-siswi SMA membeli
produk iPhone. Semakin positif brand image, maka semakin tinggi intensi
membeli produk iPhone.

F. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti memiliki hipotesa
bahwa terdapat pengaruh positif antara brand image dengan intensi
membeli. Artinya semakin positif brand image, maka semakin tinggi intensi
membeli produk iPhone

25
Universitas Sumatera Utara