Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Sistem Penyuara dengan Cacat Minimal T1 612009030 BAB IV

(1)

44

Pengujian perancangan yang dilakukan penulis terdiri dari pengukuran tanggapan magnitudo dan impedansi sistem penyuara. Pengujian dilakukan pada tiap bagian perancangan yaitu untai L-pad, Zobel, crossover / hasil akhir sistem penyuara.

Pengukuran dilakukan menggunakan perangkan keras dan lunak Clio 6.5 PCI version sebagai pembangkit isyarat masukan dan amplifier Crown xls1500 sebagai penguat daya untuk sistem penyuara. Microphone Clio Mic-01 digunakan untuk memperoleh tanggapan frekuensi penyuara.

Pada bagian akhir penulis melakukan pembandingan antara sistem penyuara yang telah dirancangan oleh penulis dengan penggunaan crossover Focal pada sistem penyuara.

4.1. Pengujian Untai L-pad

Pada untai L-pad pengujian meliputi pengukuran tanggapan magnitudo dan impedansi pada tweeter. Pada perancangan L-pad ditargetkan menurunkan tingkat kekerasan suara tweeter sebesar -4.5 dB dan nilai impedansinya 4 Ω.Untai L-pad yang telah dirancang ditunjukkan pada Gambar 4.1.


(2)

Gambar 4.2. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo untai L-pad pada tweeter

Pengujian untai L-pad pada tweeter didapatkan hasil yang sesuai dengan perancangan yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Di mana garis hijau menunjukan tanggapan magnitudo woofer, garis biru menunjukan tanggapan magnitudo tweeter, dan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad. Hasil pengujian menunjukan dengan untai L-pad yang telah dirancang penulis tingkat kekerasan suara tweeter menjadi setara terhadap woofer.


(3)

Gambar 4.3. Hasil pengukuran impedansi untai L-pad pada tweeter

Gambar 4.3 menunjukan hasil pengukuran impedansi pada tweeter dengan untai L-pad. Garis merah menunjukan impedansi awal tweeter dan garis hitam menunjukan impedansi dengan aplikasi L-pad. Dari hasil pengukuran didapatkan hasil yang sesuai dengan perancangan di mana impedansi tweeter dengan aplikasi L-pad menjadi sekitar 4 Ω.

4.2. Pengujian Zobel

Pengujian Zobel dilakukan pengukuran impedansi woofer dengan dan tanpa untai Zobel. Pada perancangan yang telah dilakukan penulis, ditargetkan impedansi frekuensi tinggi pada daerah frekuensi crossover menjadi mendekati resistif dengan nilai 4 Ω. Untai Zobel yang telah dirancang ditunjukkan pada Gambar 4.4.


(4)

Gambar 4.5 menunjukan hasil pengujian impedansi woofer dengan untai Zobel dimana garis merah menunjukan impedansi woofer dan garis biru menunjukan impedansi woofer dengan untai Zobel. Dari hasil pengujian ini didapatkan hasil yang sesuai dengan perancangan dimana Zobel dapat menghilangkan sifat induktansi kumparan suara pada frekuensi tinggi.

Gambar 4.5. Hasil pengukuran impedansi dengan untai Zobel pada woofer

4.3. Pengujian Crossover/ sistem penyuara

Pengujian crossover dilakukan pengukuran tanggapan frekuensi pada penyuara yang telah diberi untai L-pad dan tapis lolos atas orde 3 untuk tweeter serta untai Zobel dan tapi lolos bawah orde 2 untuk woofer. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui hasil akhir dari sistem penyuara yang telah dirancang.

Hasil perancangan ditargetkan memiliki tanggapan magnitudo dengan ragam maksimal ±3 dB, dan selisih fase <45° yang ditunjukkan dengan


(5)

terjadinya phase cancellation ketika polaritas tweeter dibalik atau fasenya tergeser 180°.

Pada tweeter diberikan untai L-pad dan tapis lolos orde 3 atas untuk menjangkau frekuensi di atas 2.5 kHz. Untai yang diberikan pada tweeter ditunjukkan pada Gambar 4.6

Gambar 4.6. Untai tapis lolos atas dan L-pad pada tweeter

Pada Gambar 4.7 ditunjukkan hasil pengukuran tanggapan magnitudo pada tweeter dengan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad dan garis biru menunjukan tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad dan tapis lolos atas. Terjadi penurunan tingkat kekerasan suara sebesar -0.5dB yang disebabkan adanya hambatan pada komponen tapis lolos atas yang digunakan.

Gambar 4.7. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo tweeter dengan L-pad dan tapis lolos atas orde 3.


(6)

Pada woofer diberikan untai Zobel dan tapis lolos bawah orde 2 untuk menjangkau frekuensi di bawah 2.5 kHz. Untai yang diberikan pada woofer ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Untai tapis lolos atas dan Zobel pada woofer

Pada gambar 4.9 ditunjukkan hasil pengukuran tanggapan magnitudo woofer dengan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo woofer dengan untai Zobel dan garis biru menunjukan tanggapan magnitudo woofer dengan untai Zobel dan tapis lolos bawah orde 2. Terjadi penurunan tingkat kekerasan suara sebesar -1dB yang disebabkan adanya hambatan pada komponen tapis lolos bawah yang digunakan.

Gambar 4.9. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo dengan perancangan pada woofer


(7)

Untuk menguji hasil perancangan secara keseluruhan, dilakukan pengukuran woofer dan tweeter yang dibunyikan bersamaan yang ditunjukkan pada Gambar 4.10. Garis biru menunjukan tanggapan magnitudo woofer dengan untai Zobel dan tapis lolos bawah orde 2, garis hijau menunjukan tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad dan tapis lolos atas orde 3, garis ungu menunjukan tanggapan magnitudo total woofer dan tweeter, dan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo total woofer dan tweeter dengan polaritas dibalik.

Gambar 4.10. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo dengan perancangan pada woofer dan tweeter

Dari hasil pengujian diperoleh hasil yang sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan penulis. Sistem penyuara yang telah dirancang memiliki cacat minimal amplitudo dan fase. Cacat minimal amplitudo ditunjukkan tanggapan magnitudo sistem penyuara dengan ragam <±3 dB pada rentang frekuensi audio. Cacat minimal fase ditunjukkan tanggapan magnitudo sistem penyuara ketika polaritas tweeter terbalik atau bergeser fase 180° terjadi phase cancellation di atas 30 dB yang berarti selisih fase pada sistem penyuara < 45°.


(8)

4.4. Pembandingan dengan Crossover Focal

Pada bagian ini penulis melakukan pembandingan antara perancangan sistem penyuara yang telah dilakukan dan penggunaan crossover Focal dengan kondisi kotak dan penyuara yang sama. Pada pembandingan digunakan crossover dengan konfigurasi 2 jalur Focal. Pengukuran magnitudo saat polaritas woofer dan tweeter sama ditunjukkan pada Gambar 4.11. Garis hitam menunjukkan tanggapan magnitudo hasil perancangan sistem penyuara yang dilakukan dan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo penggunaan crossover Focal. Dari hasil pengukuran diketahui dengan jelas pada penggunaan crossover Focal terdapat cacat amplitudo ditunjukkan dengan adanya kenaikan tingkat kekerasan suara pada frekuensi di atas 6 kHz menjadi sekitar 93 dB.

Gambar 4.11. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo crossover Focal

Pembandingan dilanjutkan dengan mengukur tanggapan magnitudo woofer dan tweeter saat polaritas tweeter terbalik. Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 4.12. Garis hitam menunjukkan tanggapan magnitudo hasil perancangan sistem penyuara yang dilakukan dan garis


(9)

merah menunjukan tanggapan magnitudo penggunaan crossover Focal. Dari hasil pengukuran diketahui pada penggunaan crossover Focal terdapat cacat fase. Cacat fase pada penggunaan crossover Focal ditunjukkan dengan tidak adanya phase cancellation yang besar ketika polaritas tweeter digeser 180°. Penurunan yang terjadi di bawah 5 dB yang menunjukkan ketika polaritas normal terdapat selisih fase antara woofer dan tweeter pada daerah frekuensi crossover.

Gambar 4.12 Hasil pengukuran tanggapan magnitudo crossover Focal dengan polaritas tweeter terbalik


(1)

Gambar 4.5 menunjukan hasil pengujian impedansi woofer dengan untai Zobel dimana garis merah menunjukan impedansi woofer dan garis

biru menunjukan impedansi woofer dengan untai Zobel. Dari hasil pengujian ini didapatkan hasil yang sesuai dengan perancangan dimana Zobel dapat menghilangkan sifat induktansi kumparan suara pada frekuensi tinggi.

Gambar 4.5. Hasil pengukuran impedansi dengan untai Zobel pada woofer

4.3. Pengujian Crossover/ sistem penyuara

Pengujian crossover dilakukan pengukuran tanggapan frekuensi pada penyuara yang telah diberi untai L-pad dan tapis lolos atas orde 3 untuk tweeter serta untai Zobel dan tapi lolos bawah orde 2 untuk woofer. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui hasil akhir dari sistem penyuara yang telah dirancang.

Hasil perancangan ditargetkan memiliki tanggapan magnitudo dengan ragam maksimal ±3 dB, dan selisih fase <45° yang ditunjukkan dengan


(2)

terjadinya phase cancellation ketika polaritas tweeter dibalik atau fasenya tergeser 180°.

Pada tweeter diberikan untai L-pad dan tapis lolos orde 3 atas untuk menjangkau frekuensi di atas 2.5 kHz. Untai yang diberikan pada tweeter ditunjukkan pada Gambar 4.6

Gambar 4.6. Untai tapis lolos atas dan L-pad pada tweeter

Pada Gambar 4.7 ditunjukkan hasil pengukuran tanggapan magnitudo pada tweeter dengan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad dan garis biru menunjukan tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad dan tapis lolos atas. Terjadi penurunan tingkat kekerasan suara sebesar -0.5dB yang disebabkan adanya hambatan pada komponen tapis lolos atas yang digunakan.

Gambar 4.7. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo tweeter dengan L-pad dan tapis lolos atas orde 3.


(3)

Pada woofer diberikan untai Zobel dan tapis lolos bawah orde 2 untuk menjangkau frekuensi di bawah 2.5 kHz. Untai yang diberikan pada woofer ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Untai tapis lolos atas dan Zobel pada woofer

Pada gambar 4.9 ditunjukkan hasil pengukuran tanggapan magnitudo woofer dengan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo woofer dengan untai Zobel dan garis biru menunjukan tanggapan magnitudo woofer dengan untai Zobel dan tapis lolos bawah orde 2. Terjadi penurunan tingkat kekerasan suara sebesar -1dB yang disebabkan adanya hambatan pada komponen tapis lolos bawah yang digunakan.

Gambar 4.9. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo dengan perancangan pada woofer


(4)

Untuk menguji hasil perancangan secara keseluruhan, dilakukan pengukuran woofer dan tweeter yang dibunyikan bersamaan yang ditunjukkan pada Gambar 4.10. Garis biru menunjukan tanggapan magnitudo woofer dengan untai Zobel dan tapis lolos bawah orde 2, garis

hijau menunjukan tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad dan tapis lolos atas orde 3, garis ungu menunjukan tanggapan magnitudo total woofer dan tweeter, dan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo total woofer dan tweeter dengan polaritas dibalik.

Gambar 4.10. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo dengan perancangan pada woofer dan tweeter

Dari hasil pengujian diperoleh hasil yang sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan penulis. Sistem penyuara yang telah dirancang memiliki cacat minimal amplitudo dan fase. Cacat minimal amplitudo ditunjukkan tanggapan magnitudo sistem penyuara dengan ragam <±3 dB pada rentang frekuensi audio. Cacat minimal fase ditunjukkan tanggapan magnitudo sistem penyuara ketika polaritas tweeter terbalik atau bergeser fase 180° terjadi phase cancellation di atas 30 dB yang berarti selisih fase pada sistem penyuara < 45°.


(5)

4.4. Pembandingan dengan Crossover Focal

Pada bagian ini penulis melakukan pembandingan antara perancangan sistem penyuara yang telah dilakukan dan penggunaan crossover Focal dengan kondisi kotak dan penyuara yang sama. Pada pembandingan digunakan crossover dengan konfigurasi 2 jalur Focal. Pengukuran magnitudo saat polaritas woofer dan tweeter sama ditunjukkan pada Gambar

4.11. Garis hitam menunjukkan tanggapan magnitudo hasil perancangan

sistem penyuara yang dilakukan dan garis merah menunjukan tanggapan magnitudo penggunaan crossover Focal. Dari hasil pengukuran diketahui dengan jelas pada penggunaan crossover Focal terdapat cacat amplitudo ditunjukkan dengan adanya kenaikan tingkat kekerasan suara pada frekuensi di atas 6 kHz menjadi sekitar 93 dB.

Gambar 4.11. Hasil pengukuran tanggapan magnitudo crossover Focal

Pembandingan dilanjutkan dengan mengukur tanggapan magnitudo woofer dan tweeter saat polaritas tweeter terbalik. Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 4.12. Garis hitam menunjukkan tanggapan magnitudo hasil perancangan sistem penyuara yang dilakukan dan garis


(6)

merah menunjukan tanggapan magnitudo penggunaan crossover Focal. Dari hasil pengukuran diketahui pada penggunaan crossover Focal terdapat cacat fase. Cacat fase pada penggunaan crossover Focal ditunjukkan dengan tidak adanya phase cancellation yang besar ketika polaritas tweeter digeser 180°. Penurunan yang terjadi di bawah 5 dB yang menunjukkan ketika polaritas normal terdapat selisih fase antara woofer dan tweeter pada daerah frekuensi crossover.

Gambar 4.12 Hasil pengukuran tanggapan magnitudo crossover Focal dengan polaritas tweeter terbalik