ANALISIS TINDAK TUTUR ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI DI PASAR CEPOGO BOYOLALI: KAJIAN PRAGMATIK Analisis Tindak Tutur Antara Penjual Dan Pembeli Di Pasar Cepogo Boyolali: Kajian Pragmatik.

ANALISIS TINDAK TUTUR ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI
DI PASAR CEPOGO BOYOLALI: KAJIAN PRAGMATIK
NASKAH PUBLIKASI

Untuk memenuhi Sebagian Pernyataan
Guna Mencapai Derajat
Sarjana S-1

Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

ALFIAN KRIDA DANUARTA
A 310 080 109

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

SURAT PERNYATAAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Bismillahirrahmanirrohim

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama
: ALFIAN KRIDA DANUARTA
NIM
: A 310 080 109
Fak/ Prodi
: FKIP / Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
Jenis
: SKRIPSI
Judul
: ANALISIS TINDAK TUTUR ANTARA PENJUAL DAN
PEMBELI DI PASAR CEPOGO BOYOLALI: KAJIAN
PRAGMATIK
Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk :
1. Memberikan hak bebas royalti kepada perpustakaan UMS atas penulisan karya
ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/ mengalih formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikan serta menampilkannya
dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMS,
tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/ pencipta.
3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak
Perpustakaan UMS, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran
hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Surakarta, 29 Januari 2014
Yang Menyatakan

Alfian Krida Danuarta
A 310 080 109

ABSTRAK
ANALISIS TINDAK TUTUR ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI
DI PASAR CEPOGO BOYOLALI: KAJIAN PRAGMATIK
Alfian Krida Danuarta, A 310 080 109, Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia
dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2013, 69 halaman
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan: (1) memahami dan menjelaskan

bentuk tindak tutur tidak langsung tidak literal antara penjual dan pembeli dengan
penjual sayur di Pasar Cepogo, Boyolali dan (2) memahami dan menjelaskan maksud
yang terkandung dalam tindak tutur tidak langsung tidak literal antara penjual dan
pembeli sayur di Pasar Cepogo, Boyolali. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
yang bersifat deskriptif, dengan objek penelitian penjual dan pembeli sayur di Pasar
Cepogo, Boyolali. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik rekaman, simak, dan
catat. Analisis data menggunakan metode padan. Hasil peneltian dapat disimpulkan
sebagai berikut: (1) bentuk tindak tutur tidak langsung tidak literal di pasar Cepogo,
Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Bentuk tindak tutur tidak langsung tidak
literaldiantaranya meliputi: (a) bentuk tuturan yang berupa sindiran terdapat satu
tuturan, (b) bentuk tuturan yang berupa rayuan terdapat tiga tuturan, dan (c) bentuk
tuturan yang berupa penawaran terdapat empat tuturan, (2) maksud yang terkandung di
dalam tindak tutur tidak langsung tidak literal yang digunakan oleh pedagang di pasar
Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Maksud tindak tutur tidak langsung
tidak literal diantaranya meliputi: (a) tuturan yang bermaksud menolak lawan tutur
terdapat tiga tuturan, (b)tuturan yang bermaksud mengungkapkan kebohongan
terdapatsatu tuturan, dan (c) tuturan yang bermaksud merayu terdapat dua tuturan.
Kata kunci: tindak tutur, tidak langsung tidak literal

1


A. PENDAHULUAN
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai alat
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, Bahasa adalah suatu kenyataan
bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai alat vital dalam kehidupan. Bahasa
adalah alat vital komunikasi yang juga dapat dipergunakan untuk bertukar pendapat,
berdiskusi, atau membahas persoalan yang dihadapi. Menurut Keraf (1994: 1)
bahasa ialah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Tarigan (1991: 13) mengemukakan bahwa komunikasi adalah pertukaran ideide, gagasan-gagasan, informasi, dan sebagainya antara dua orang atau lebih.
Komunikasi secara lisan sebagai pertukaran informasi melalui penggunaan
lambang-lambang verbal dan non verbal, mode-mode, serta proses-proses produksi
dalam berbahasa. Penggunaan lambang-lambang verbal dan non verbal yang
ditemui dalam bahasa lisan yang digunakan oleh seseorang saat berbicara sering
ditanggapi secara berbeda oleh partisipan atau lawan bicara.Untuk mudah dipahami
oleh partisipan, pembicara memerlukan tidak tutur atau pertuturan secara teratur.
Yule (2006: 82-83) tindak tutur adalah suatu tindakan-tindakan yang
ditampilkan lewat tuturan dan dalam bahasa Inggris secara umum diberi label yang
lebih khusus, misalnya permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan, janji atau
permohonan. Jenis-jenis tindak tutur itu sendiri menurut Wijana (1996: 36) dibagi

menjadi 8: Tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal,
tindak tutur tidak literal, tindak tutur angsung literal, tindak tutur langsung tidak
literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur tidak langsung tidak literal
Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur merupakan
gejala individual, dan berlangsungnya ditentukan oleh kemampuan berbahasa
penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Peristiwa tutur banyak dilihat pada
makna/arti tindakan dalam tuturanya. Tindak tutur dan peristiwa tutur adalah dua
gejala yang terjadi pada suatu proses yaitu proses komunikasi (Chaer dan Agustina,
1995: 61).

2

Peneliti tertarik mengkaji tindak tutur tidak langsung tidak literal, yaitu tindak
tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna yang tidak sesuai dengan
maksud yang hendak diutarakan, karena dalam tindak tutur ini penutur menyimpan
maksud lain, dari sini lah ketertarikan peneliti untuk mengkaji maksud-maksud yang
sebenarnya ada dalam tuturan tidak langsung tidak literal antara pembeli dengan
penjual buah.
Berikut contoh dialog penjual dan pembeli mengungkapkan tuturan yang
modus kalimat dan maknanya tidak sesuai dengan yang hendak diutarakan.

(1a)
Pembeli : Mbah lombok e sekilone pinten?
(Mbah lomboknya sekilo berapa?)
Pedagang : kuwi sekilone 20 ewu mbak.
(itu sekilonya 20 ribu mbak.)
Pembeli : kok murah, napa mboten angsal kirang mbah?
(Murah sekali, apa tidak bisa kurang mbah?)(SD1)
Tuturan (1a) “kok murah, napa mboten angsal kirang mbah? merupakan
bentuk tindak tutur tidak langsung tidak literal karena dalam tuturan tersebut
penutur mengungkapkan secara langsung maksud dan tujuan yang diharapkan.
Penutur menyindir secara halus kepada pedagang cabai dengan tujuan agar
pedagang cabai mau manurunkan harga cabainya tersebut.
Berdasarkan

latar belakang diatas peneliti melakukan penelitian yang

berjudul Analisis Tindak Tutur antara Pembeli dengan Penjual sayur di Pasar
Cepogo, Boyolali: Kajian Pragmatik.

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk tindak tutur tidak langsung tidak literal antara pembeli
dengan penjual sayur di Pasar Cepogo, Boyolali?
2. Bagaimana maksud yang terkandung dalam tindak tutur tidak langsung tidak
literal antara pembeli dengan penjual sayur di Pasar Cepogo, Boyolali?
Ada dua tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini.

3

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk tindak tutur tidak langsung tidak literal
antara penjual dan pembeli dengan penjual sayur di Pasar Cepogo, Boyolali.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan maksud yang terkandung dalam tindak tutur
tidak langsung tidak literal antara penjual dan pembeli sayur di Pasar Cepogo,
Boyolali.

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini meliputi:
1. Manfaat Teoretis
Dapat memberikan pengetahuan bahasa tentang tindak tutur tidak langsung
tidak literal antara pembeli dengan penjual sayur di Pasar Cepogo, Boyolali serta
dapat memberikan pemahaman yang mendalam terhadap kajian ilmu bahasa
tindak tutur di Indonesia.

2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan

memberikan sumbangan

terhadap penelitian

berikutnya dan dapat dijadikan pemicu bagi peneliti lainnya untuk bersikap kritis
dan kreatif dalam menyikapi perkembangan tindak bahasa.

B. METODE PENELITIAN
Tempat yang digunakan sebagai penelitian mengenai tindak tutur tidak langsung
tidak literal antara penjual dan pembeli yaitu di Pasar Cepogo, Kecamatan Cepogo,
Kabupaen Boyolali. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September
2012 sampai bulan Maret 2012. Rincian kegiatan seperti pengajuan judul, proposal
penelitian, proses penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan
laporan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Djajasudarma (1993: 3)
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara
fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan masyarakat tersebut melalui bahasannya seperti peristilahan.

Teknik pengumpulan data berupa teknik rekaman, teknik simak, dan teknik catat.
Teknik simak adalah suatu metode pemerolehan data yang dilakukan dengan cara
menyimak suatu penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 90). Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan metode padan. Metode padan adalah metode yang alat

4

penentunya diluar bahasa, terlepas dan tidak menjadi bagian bahasa yang
bersangkutan (Sudaryanto, 1993:3).
Dalam penelitian ini yang harus diperhatikan untuk menhgiji keabsahan
penelitian adalah triangulasi data/sumber, triangulasi metode, triangulasi peneliti,
triangulasi teori. Pada tahap analisis data dilakukan dengan metode padan. Metode
padan a dalah metode yang alat penentunya diluar bahasa, terlepas dan tidak
menjadi bagian bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:3).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lahan yang sekarang menjadi sebuah pasar sayur ini dulunya merupakan
sebuah lapangan. Pasar sayur ini karang sering disebut pasar cepogo, karena pasar
ini pertempat di Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Pasar ini bediri

pada saat penjajahan kolonial Belanda, dapat dikatakan lebih tepatnya pada tahun
1917. Pertama kali pasar ini berdiri di Desa Jonggol, Kecamatan Cepogo,
Kabupaten Boyolali. Pasar sayur ini didirikan sebagai pusat penjualan sayur bagi
para petani sayur yang berada di Kabupaten Boyolali.
1. Bentuk-bentuk Tindak tutur tidak langsung tidak literal
a. Bentuk tuturan yang berupa sindiran
Tuturan yang dimaksud dapat dijelaskan pada penggalan tuturan berikut.
(1a) Pembeli

: Teronge miro?
(Teorongnya berapa?)

(1b) Penjual

: Teronge rongewu seprapat.
(Terongnya Rp 2.250)

(1c) Pembeli

: lha saiki terong regane murah ki! Sewu

seprapat yo?
(Sekarang terong harganya murah itu! Rp
1.250 ya)

(1d) Penjual

: Raetuk
(Tidak boleh)

5

Pada tuturan (1c) di atas tindak tutur tidak langsung tidak literal yang
berupa sindiran terdapat pada kalimat “lha saiki terong regane murah ki!
(sekarang terong harganya murah itu!). Jadi, pembeli sebagai (penutur)
mengatakan kepada pedagang (mitra tutur) bahwa harga terong yang
sekarang murah dari pada harga yang dipatok oleh penjual. Pada hal dalam
hatinya, pembeli tersebut berkata bahwa harga terongny sangat mahal.
(b1) suara radionya keras sekali,
(b2) matikan!
Pada tuturan (b1) suara radionya keras sekali, merupakan tindak tutur
langsung tidak literal. Tuturan tersebut berupa perintah yang bermaksud
agar suara radionya bisa dikecilkan.

b. Bentuk tuturan yang berupa rayuan
Tuturan yang dimaksud dapat dijelaskan pada tuturan berikut.
(1a) Pembeli

: Mbok ora larang-larang to mbak?
(Jangan mahal-mahal to mbak?)

(1b) Penjual

: Ora larang
(Tidak mahal)

(1c) Pembeli

: Wis 18 entuk opo ora mbak?
(yasudah 18 dapat apa tidak mbak?)

(1d) Penjual

: Ora entuk, rongewu tenan kae entuk potongan
e mbak.
(Tidak boleh, Rp 2.000 itu juga dapat
potongan mbak)

Pada tuturan (1a) di atas tindak tutur tidak langsung tidak literal yang
berupa rayuan terdapat pada kalimat Mbok ora larang-larang to mbak
(Mbok jangan mahal-mahal to mbak). Jadi, pembeli sebagai (penutur)
mengatakan kepada penjual (mitra tutur) bahwa pembeli menginginkan
harganya boleh berkurang lagi.
(2a) Pembeli

: Pinten niki sawine buk?

6

(berapa ini buk sawinya?)
(2b) Pedagang : Sewu gangsalatusan.
(seribu limaratusan)
(2c) Pembeli

: mboten saget kirang niki?
(ini tidak boleh kurang)

(2d) Pedagang : mpun pas niku, sawine niku sae mbak.(SD2)
(sudah harga pas itu, sawinya itu bagus mbak.)
(2e) Pembeli

: sing niki?
(yang ini?)

(2f) Pedagang : nggih mbak.
(iya mbak.)

Pada tuturan(2d) di atas tindak tutur tidak langsung tidak literal yang
berupa rayuan terdapat pada kalimat”sawine niku sae mbak”. Jadi, di sini
pedagang

sebagai (penutur) mengatakan kepada pembeli (mitra tutur)

bahwa sayur sawi yang akan dibeli kualitasnya bagus.

(1b) berasmu bagus kok pak.
(2b) jelas bagus bu, harganya juga mahal.
Pada tuturan (b1) berasmu bagus kok pak, diatas termasuk di dalam
tindak tutur langsung tidak literal. Jadi, disini pembeli (penutur) mengatakan
kepada penjual (mitra tutur) bahwa beras yang dia jual bagus.

c. Bentuk tuturan yang berupa penawaran
Tuturan yang dimaksud dapat dijelaskan pada tuturan berikut.
(1a) Pembeli

: Kobise piro?
(Kobisnya berapa?)

(1b) Pedagang : Loro seprapat, Sarbi mau nganyang rongewu
lho mbak, tenan!
(Rp 2.250, Sarbi tadi menawar Rp 2.000 lho
mbak, tenan!)

7

(2c) Pembeli

: Kurang seprapat entuk opo ora?
(Rp 1.750 dapat apa tidak?)

Pada tuturan (2c) di atas tindak tutur tidak langsung tidak literal yang
berupa penewaran terdapat pada kalimat ”Kurang seprapat entuk opo ora?”
(Rp 1.750 dapat apa tidak?). Jadi, pembeli sebagai (penutur) mengatakan
kepada penjual (mitra tutur) bahwa harga kobis tersebut mahal. Di sini
pembeli menawar harga kobis tersebut agar harganya bisa kurang.

2. Maksud yang terkandung di dalam tindak tutur tidak langsung tidak literal
a. Mengungkapkan modus pertanyaan yang bermaksud menolak lawan tutur
Tuturan yang dimaksud dapat dijelaskan pada tuturan berikut.
(1a) Pembeli

: Kobise piro?
(Kobisnya berapa?)

(1b) Pedagang : Loro seprapat, Sarbi mau nganyang rongewu
lho mbak, tenan!
(Rp 2.250, Sarbi tadi menawar Rp 2.000 lho
mbak, tenan!)
(1c) Pembeli

: Kurang seprapat entuk opo ora?
(Rp 1.750 dapat apa tidak?)

(1d) Penjual

: Ora entuk, pancen sarbi nganyang
rongewu, aku ngepas ngakon yu sarbi yo
rongewu seprapat.
(Tidak boleh, memang sarbi menawar
Rp 2.000, saya tetap menyuruh yu sarbi
Rp 2.250).

Pada tuturan (1d) di atas maksud tindak tutur tidak langsung tidak
literal yang mengungkapkan modus pertanyaan yang bermaksud menolak
lawan tutur terdapat pada kalimat “Ora entuk, pancen sarbi nganyang
rongewu, aku ngepas ngakon yu sarbi yo rongewu seprapat” (tidak boleh,

8

memang sarbi menawar Rp 2.000, saya tetap menyuruh yu sarbi Rp 2.250).
Jadi, penjual sebagai (penutur) mengatakan kepada pembeli (mitra tutur)
bahwa penjual tidak memperbolehkan harga kobisnya turun, agar tetap
dengan harga Rp 2.250.

(2a) dimakan dulu saja mas mienya, dari pada keburu dingin.
Pada tuturan (2a) dimakan dulu saja mas mienya, dari pada keburu
dingin. Diatas termasuk dalam tindak tutur langsung tidak literal berupa
pengungkap perintah. Penjual (penutur) mengatakan kepada pembeli (mitra
tutur) agar segera memakan mienya sebelum mienya dingin.

b. Pengungkap kebohongan
Tuturan yang dimaksuddapat dijelaskan pada tuturan berikut.
(1a) Pembeli

: Lha sing ndisik piro?
(Yang dulu berapa?)

(1b) Pedaagang

:Sing ndisik loro setengah, yo tak etung
nemlikur wae dari pada rame, aku
bakul raseneng angel-angel.
(Yang dulu dua setengah, saya hitung
dua puluh enam saja dari pada
bertengkar, saya penjual tidak suka
susah-susah.)

(1c) Pembeli

: Wong mas anto we sing ndisik jarene
dietunge patlikur kok saiki dadi
pitulikur.(SD1)
(Kata Mas Anto dulu dihitung dua
puluh empat kenapa skarang jadi dua
puluh tujuh.)

Pada tuturan (1c) di atas maksud tindak tutur tidak langsung tidak
literal yang mengungkapkan kebohongan terdapat pada kalimat ” wong mas

9

Anto we sing ndisik jarene dietunge patlikur kok saiki dadi pitulikur“ (Kata
Mas Anto dulu dihitung dua puluh empat kenapa skarang jadi dua puluh
tujuh). Jadi, pembeli

sebagai (penutur) mengatakan

kepada pedagang

(mitra tutur) bahwa penjual tersebut berbohong bahwa harga yang diberikan
kemarin dengan yang sekarang berbeda dan lebih mahal.
(2a) semangkanya beli yang warna kuning apa yang warna
merah mbak?
Pada tutran (2a) semangkanya beli yang warna kuning apa yang
warna merah mbak? diatas termasuk dalam tindak tutur langsung tidak
literal yang berupa penegasan. Penjual (penutur) mengatakan kepada
pembeli (mitra tutur) bahwa penjual menegaskan kepada pembeli mau
membeli semangka yang warna kuning apayang warna merah.

c. Pengungkap modus berita dengan maksud merayu
Tuturan yang dimaksud dapat dijelaskan pada tuturan berikut.
(1a) Pembeli

: Mas kentange sing koyo biasane endi?
(Mas kentang yang biasanya mana?)

(1b) Pedagang : piro?
(Berapa?)
(1c) Pembeli

: Sing limangewu.
(yang Rp 5.000)

(1d) Penjual

: O iyo, pirang kilo?
(O iya, berapa kilo?)

(1f) Pembeli

: Sepuluh
(10 kg)

(1g) Penjual

: Yo
(Ya)

(1h) Pembeli

: Sing endi? Sing rodo gedhe.
(Yang mana? Yang agak besar)

(1i) Penjual

: Raeneng, ki bayaren limangewu tak longke
iki, iki wis payu.

10

(Tidak ada, yang ini bayar Rp 5.000 saja saya
kurangkan yang ini, yang ini sudah laku)
Pada tuturan (1i) di atas tindak tutur tidak langsung tidak literal
yang berupa penawaran terdapat pada kalimat “Raeneng, ki bayaren
limangewu tak lungke iki, iki wis payu”(Tidak ada, yang ini bayar Rp
5.000 saja saya kurangkan yang ini, yang ini sudah laku). Jadi, penjual
sebagai (penutur) mengatakan kepada pembeli

(mitra tutur) bahwa

harga Rp 5.000,00 untuk membeli kentang yang besar tidak boleh dan
panjual bermaksud merayu pembeli agar pembeli mau membeli kentang
yang agak kecil walaupun kentang yang dijual tersebut sudah dibeli
oleh orang lain.
(a1) jeruknya satu kilo pak.
(a2) tidak sekalian klengkengnya bu? Klengkengnya manis
manis bu.
Pada tuturan (a2) tidak sekalian klengkengnya bu?diatas
termasuk dalam tindak tutur tidak langsung tidak literal. Penjual
(penutur)

mengatakan

kepada

pembeli

klengkengnya manis-manis, agar pembeli

(mitra

tutur)

bahwa

mau membeli buah

klengkengnya.

D. SIMPULAN
Sejalan dengan perumusan dan pembahasan masalah yang telah disajikanpada
bab sebelumnya, maka diperoleh beberapa simpulan. Terdapat dua hal pokok yang
perlu disampaikan dalam simpulan ini. duasimpulan yang dimaksud dapat dilihat
pada uraian berikut.
1. Bentuk tindak tutur tidak langsung tidak literal yang digunakan oleh pedagang
di pasar Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
a. Tuturan yang berupa sindiran terdapat satu tuturan.
b. Tuturan yang berupa rayuan terdapat tiga tuturan.

11

c. Tuturan yang berupa penawaran terdapat empat tuturan.
2. Maksud yang terkandung pada tindak tutur tidak langsung tidak literal yang
digunakan oleh pedagang sayur di di pasar Cepogo, Kecamatan Cepogo,
Kabupaten Boyolali.
a.

Maksud mengungkapkan modus pertanyaan yang bermaksud menolak
lawan tutur terdapat tiga tuturan.

b.

Maksud yang mengungkap kebohongan terdapat satu tuturan.

c.

Maksud yang mengungkap modus berita dengan maksud merayu terdapat
dua tuturan.

Implikasi
Dari hasil penelitian ini memberikan implikasi bahwa tindak tutur tidak langsung
tidak literal dapat memberikan manfaat bagi pedagang dalam proses jual beli. Hal ini
menunjukkan bahwa tindak tutur tidak langsung tidak literal dapat meningkatkan
pendapatan pedagang dan menarik pembeli untuk membeli dagangannya
Bagi pembaca, dari hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu wawasan dalam
memahami bentuk-bentuk tindak tutur tidak langsung tidak literal dan maksud yang
terkandung di dalam tindak tutur tidak langsung tidak literal khususnya dikalangan
pedagang sayur.
Saran
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari akan keterbatasan kemampuan, waktu,
serta dana. Untuk itu, penelitimenyarankan kepada peneliti lain agar mengkaji lebih
dalam hal yang berkaitan dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal yang
digunakan oleh pedagang sayur di pasar Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten
Boyolali.

DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarma, Fatimah.1993. Metode Linguistik Ancaman Metode Penelitian dan
Kajian. Bandung: PT GRESCO.

12

Ibrahim, Abdul Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kamus Linguistik.edisi Ke-3. Gramedia PustakaUtama.
Jakarta.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Rahardi, Kujana. 2001. Sosiolinguistik Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik: Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar
Media
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: DuaWacana
University Press.
Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar, Teori, dan Penerapan dalam
Penelitian. Surakarta: UNS Press.

13