Validitas Pemeriksaan Basil Tahan Asam Sputum Pasien Tersangka Tuberkulosis Paru dengan Pewarnaan Ziehl Neelsen terhadap Kultur M.tuberculosis pada Media Ogawa.

(1)

iv ABSTRAK

VALIDITAS PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM SPUTUM PASIEN TERSANGKA TUBERKULOSIS PARU DENGAN PEWARNAAN ZIEHL NEELSEN TERHADAP KULTUR M.tuberculosis PADA MEDIA OGAWA

Emil E, 1010115; Pembimbing I: Penny Setyawati M., dr, SpPK, M.Kes. PembimbingII :Triswaty Winata, dr., M.Kes.

Tuberkulosis (TB)masihmerupakanmasalahkesehatandunia, terutama dinegara yang sedangberkembang, seperti Indonesia. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi TB, dengan mortalitas 2-3 juta orang/tahun. Diagnosis dini TB paru akan membantu memutus mata rantai penularan TB dan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas TB. Pemeriksaan mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dengan pewarnaan Ziehl Neelsen adalah sarana diagnosis dini TByang sederhana, cepat, ekonomis, dan cukup sensitif. Pemeriksaan kultur M. tuberculosis adalah standar baku emas diagnosis TB tetapi perlu waktu hingga 8 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas pemeriksaan mikroskopik BTA sputum pasien tersangka TB paru denganpewarnaanZiehlNeelsendengan mengetahui sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan tersebut terhadap kultur M. tuberculosis pada media Ogawa.

Penelitian observasional-analitik terhadap 60 sampel sputum SPS 20 subjek penelitian yang dirujuk untuk pemeriksaan BTA sputum ke Balai BesarKesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Kota Bandung periode Juni-September 2013. Semua sampel sputum dibuat sediaan apus dengan pewarnaan Ziehl Neelsen, kemudian diinterpretasi secara mikroskopik berdasarkan kriteria International Union Againts Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD), dandikultur pada media Ogawa. Data dianalisis dengan uji diagnostik menggunakan tabel kontingensi 2x2.

Persentase sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan mikroskopik BTA sputum dengan pewarnaan Ziehl Neelsen berturut-turut didapatkan untuk sampel sputum sewaktu pertama 75% dan 93,75%, sputum pagi 80% dan 100%, dan berdasarkan 3 sampel sputum SPS sebesar 69,2% dan 95,74%.

Validitas pemeriksaanmikroskopik BTA apus sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis dini TB paru cukup baik. Pemeriksaan mikroskopik tunggal BTA sputum sampel pagi dapat diusulkan sebagai pemeriksaan skrining TB paru.


(2)

v ABSTRACT

THE VALIDITY OF EXAMINATION SPUTUM ACID FAST bacilli ZIEHL NEELSEN SMEAR MICROSCOPY COMPARED WITH M.tuberculosis CULTURE ON OGAWA’S MEDIA IN PATIENTS SUSPECT PULMONARY

TUBERCULOSIS

Emil E, 1010115; 1st Tutor:Penny Setyawati M., dr, SpPK, M.Kes. 2ndTutor: Triswaty Winata, dr., M.Kes.

Tuberculosis (TB) still remain a global health issue, especially in developing countries, such as Indonesia. Nowaday, one third of the world’s population have infected by TB and the mortality rate was 2-3million people each year. The early diagnosis of TB will help to break the chain of transmission and also decrease the mortality and morbidity rate. Because of its simplicity, rapidity, low cost, and relatively sensitive, this day sputum Acid-Fast bacilli (AFB) smear microscopy for pulmonary TB diagnosis. Culture M.tuberculosis on Ogawa media is a gold standard diagnosis pulmonary tuberculosis. The aim of this study was know the validity of sputum smear examination with Ziehl Neelsen stain by determine it’s sensitivity and specifity compared to M. tuberculosis culture on Ogawa’s Media. This observational-analytical study to 60 sputum samples from 20 subjects who referred to Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Kota Bandung in June-September 2013 period. The samples are taken for three times, namely spot specimen on first visit, early morning collection by patient on next day, and spot specimen during second visit. All samples were made direct sputum smear with Ziehl Neelsen stain, then observed by microscope using International Union Againts Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD)scale and culture on Ogawa’s media. Data were analyzed using diagnostic test with 2x2 contingency table. The percentage of sensitivity and specificity of the spot sputum samples are 75% and 80%, the early morning sputum samples are 80% and 100%, and the spot-morning-spot samples sputum are 69.2% and 95.74%

The validity ofdirect smear sputum examination with Ziehl Neelsen stain has good enough for diagnosis pulmonary tuberculosis. Single direct smear of early morning sputum sample can purpose to be use as pulmonary TB screening test.


(3)

viii

DAFTAR ISI

JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 3

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian... 1.3.1Maksud Penelitian... 1.3.2Tujuan Penelitian... 3 3 3 1.4. Manfaat Penelitian ... 1.4.1 Manfaat Akademis... 1.4.2 Manfaat praktis... 4 4 4 1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis... 1.5.1 Kerangka Pemikiran... 1.5.2 Hipotesis... 5 5 6 1.6. Metodologi Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tuberkulosis... 7

2.1.1Definisi Tuberkulosis... 7 2.1.2Epidemiologi Tuberkulosis...

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi TB... 2.1.4 Klasifikasi Tuberkulosis... 2.1.5 Cara Penularan...

7 9 10 11


(4)

ix

2.2. Tuberkulosis Paru... 2.2.1 Klasifikasi Tuberkulosis Paru... 2.2.2 Perjalanan Penyakit Tuberkulosis Paru... 2.2.3 Manifestasi Klinik... 2.3.Mycobacterium tuberculosis...

2.3.1 Taksonomi Mycobacterium tuberculosis... 2.3.2 Morfologi dan Sifat... 2.3.3 Faktor Virulensi... 2.4. Pendekatan Diagnosis Tuberkulosis Paru...

2.4.1 Pemeriksaan Fisik... 2.4.2 Pemeriksaan Penunjang... 2.5. Pemeriksaan Laboratorium...

2.5.1 Cara Pemeriksaan Laboratorium... 2.5.2 Kultur... 2.5.3 Pemeriksaan Darah... 2.5.4 Pemeriksaan Khusus... 2.6. Validitas Pemeriksaan Laboratorium...

12 12 14 16 18 18 19 20 22 22 25 33 34 34 38 394 2

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Subjek Penelitian... 3.1.1 Bahan Penelitian... 3.1.2 Subjek Penelitian... 3.1.3 Ukuran Sampel...

44 44 44 45 3.2. Alur Penelitian... 45 3.3.Metode Penelitian...

3.3.1 Desain Penelitian... 3.3.2 Variabel Penelitian... 3.3.3 Definisi Operasional... 3.4.Prosedur Kerja...

3.4.1 Pengumpulan Bahan Pemeriksaan Sputum... 3.4.2 Pembuatan Sediaan BTA Apus Sputum dengan Pewarnaan Ziehl

Neelsen dan Interpretasi Hasil... 3.4.3 Prosedur Isolasi M. tuberculosis pada Media Kultur

Ogawa... 464 6 46 46 48 48 49 50


(5)

x

3.5. Metode Analisis Data... 3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian... 3.7.Aspek Etik Penelitian...

515 1 51 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian... 52

4.2.Pembahasan... 59

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan... 64

5.2. Saran... 64

DAFTAR PUSTAKA... 65

LAMPIRAN... 68

RIWAYAT PENULIS... 73

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Pengaruh Sediaan terhadap Kesalahan Baca... 29

Tabel 2.2. Kemungkinan Penyebab Terjadi Kesalahan Baca... 29 Tabel 4.1. Hasil Pewarnaan Sputum BTA dan Kultur Sewaktu- 52


(6)

xi

Pagi-Sewaktu...

Tabel 4.2. Karakteristik Hasil Pemeriksaan Sputum BTA... 53 Tabel 4.3. Tabel Kontingensi Pewarnaan Sputum dan Kultur BTA

Sewaktu... 53 Tabel 4.4. Tabel Kontingensi Pewarnaan Sputum dan Kultur BTA

Pagi... 54 Tabel 4.5. Tabel Kontigensi Pewarnaan Sputum dan Kultur BTA

SPS... 54

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Peta Epidemiologi Tuberkulosis.... 8 Gambar 2.2 Skema Klasifikasi Tuberkulosis... 13 Gambar 2.3

Gambar 2.4 Gambar 2.5

Penyebaran Mycobacterium tuberculosis... Perjalanan Penyakit Tuberkulosis... Gejala Klinik Tuberkulosis Paru...

15 16 17


(7)

xii Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15

Basil Tahan Asam... Struktur Dinding Mycobacterium tuberculosis... Skema Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa Alternatif Pertama...

Skema Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa Alternatif Kedua...

Tuberculin Test... Kualitas Dahak... Gambaran Radiologi TB Paru... Medium Lowenstein Jensen... Medium Ogawa... Medium Middlebrook 7H-10...

19 21 23 24 26 31 33 36 37 38 Gambar 4.1 Grafik Hasil Pewarnaan Sputum dan Kultur A... 55 Gambar 4.2 Grafik Hasil Pewarnaan Sputum dan Kultur B... 56 Gambar 4.3 Grafik Hasil Pewarnaan Sputum dan Kultur ABC.... 57 Gambar 4.4 Perbandingan Sensitivitas Mikroskopik BTA

Sputum... 57 Gambar 4.5 Perbandingan Spesifisitas Pemeriksaan Mikroskopik

BTA Sputum... 58

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Surat Persetujuan Etik Penelitian... 63 Lampiran 2 Surat Izin Penelitian di Laboratorium Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat Bandung... 64 Lampiran 3 Alat dan Bahan Penelitian... 65


(8)

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat mengenai berbagai organ tubuh, tetapi paling sering mengenai paru-paru yaitu TB paru. TBmasih merupakan masalah kesehatan dunia, terutama bagi negara yang sedangberkembang, seperti Indonesia. Angka morbiditas dan mortalitas TB masih tinggi.World Health Organization(WHO) melaporkan bahwa saat ini sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi TB dan tidak ada satu negarapun yang telah bebas TB. Setiap tahun terdapat sekitar delapanjuta penderitaTB baru di seluruh dunia, atau dapat dikatakan setiap detik minimal terdapat satu orang yang terinfeksi TB (WHO, 2009b). Angka mortalitas penderita TB per tahun hampir tiga juta orang, atau dapat dikatakan setiap 10 detik ada satu orang meninggal akibat TB. Angka mortalitas kelompok wanita akibat infeksi TB hampir satu jutaper tahun, jumlah ini lebih besar dibandingkan angka mortalitas akibat proses kehamilan dan persalinan. Angka mortalitas anak akibat TB yaitu sebesar 100.000 anak per tahun (Subagyo dkk, 2006).

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga akibat oleh berbagai sebab, seperti diagnosis tidak tepat, pengobatan tidak adekuat, program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, infeksi endemik HIV, migrasi penduduk, upaya mengobati diri sendiri (self treatment), meningkatnya kemiskinan, dan pelayanan kesehatan kurang memadai (Depkes RI, 2009).Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak agar terus berupaya mengendalikan infeksi TB. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan

TB di masyarakat yaitu dengan penegakan diagnosis TB dini secara definitif (Sub Direktorat TB Depkes RI, 2008 ; WHO, 2008). WHO merekomendasikan

kriteria penting untuk penetapan dugaan diagnosis TB yaitu dengan menemukan Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan mikroskopik apus sputum (dahak) Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Apabila fasilitas sarana diagnosis TB di suatu laboratorium atau pelayanan kesehatan memadai, maka dapat dilakukan


(10)

2

pemeriksaan penunjang diagnosis TB lain seperti yang umum dilakukan di Indonesia yaitu kultur M.tuberculosispada media padat yang mengandung telur, yaitu media Ogawa atau Lowenstein Jensen. Saat ini telah banyak dikembangkan media kultur secara otomatisasi berdasarkan prinsip radiometric/colormetric komersial, yaitu BACTEC 460, BACTEC 9000 MB, MGIT, BacT/ALERT MB, dan lain-lain (Kenyorini, Suradi, & Suryanto, 2006).

Metode penegakan diagnosis yang umum digunakan saat ini adalah metode konvensional pemeriksaan mikroskopik bakteriologik apus sputum dengan pewarnaan BTA dengan menggunakan teknik pewarnaan yang sering digunakan adalah Ziehl Neelsen / Tan Thiam Hok atau pewarnaan fluorokrom dengan Auramine-Rhodamine(Depkes RI, 2007). Pemeriksaan bakteriologis TB paru yang paling ekonomis dan sederhana adalah pemeriksaan mikroskopik apus sputum BTA dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelsen karena prosedur dan interpretasi hasil pemeriksaan relatif mudah, sarana yang diperlukan untuk interpretasi mikroskopik BTA cukup menggunakan mikroskopik cahaya dan umumnya tersedia hingga di semua laboratorium kesehatan yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia, yaitu Puskesmas di seluruh pelosok tanah air. Metode pemeriksaan mikroskopik BTA sputum bersifat subjektif dan kurang sensitif, tetapi merupakan sarana penunjang diagnosis TB paru yang paling sering dilakukan. Hasil pemeriksaan mikroskopik BTA baru memberikan hasil BTA positif bila minimal ada 5.000-10.000 bakteri/ mL sputum (WHO, 2009b). Kultur M. tuberculosis memiliki peranan penting pada penegakan diagnosis TB karena mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada pemeriksaan mikroskopik BTA(Lyanda, 2012). Kultur Ogawa atau Lowenstein Jensen (LJ) adalah media-media kultur yang umum digunakan di Indonesia untuk identifikasi BTA M. tuberculosis, mempunyai sensitivitas 99% dan spesifisitas 100%, tetapi interpretasi hasil kultur memerlukan waktu cukup lama, yaitu sekitar 6-8 minggu. Hal ini akan mengakibatkan keterlambatan penegakan diagnosis TB dan saat memulai pemberian terapi(WHO, 2009b).


(11)

3

Latar belakang tersebut mendorong minat penulis melakukan penelitian untuk mengetahui aspek klinik dan validitas pemeriksaan mikroskopik direct smear sputum untuk identifikasi BTA M. tuberculosis 3 sampel sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen sebagai sarana penunjang diagnosis TB paru yang diuji terhadap hasil kultur M. tuberculosis pada media kultur padat Ogawa sebagai metode gold standard penegakan diagnosis TB paru.

1.2 Identifikasi Masalah

Validitas pemeriksaanBTA 3 sampel sputum SPS pasien tersangka TB paru dengan pewarnaan Ziehl Neelsen dapat diketahui melaluihasil uji diagnostik untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan tersebut terhadap metodegold standard diagnosisTB,yaitu kultur M. tuberculosis pada media Ogawa,maka dapat diidentifikasi masalah pada penelitian sebagai berikut:

 Berapa persentase sensitivitas pemeriksaan BTA apus sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen sebagai sarana penunjang diagnosis TB paru

 Berapa persentase spesifisitas pemeriksaan BTA sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen sebagai sarana penunjang diagnosis TB paru

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk menguji validitas pemeriksaan mikroskopik BTA apus sputum SPS pasien tersangka tuberkulosis paru dengan pewarnaan Ziehl Neelsen terhadap kultur M.tuberculosis pada media Ogawa.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui sensitivitas dan spesifisitas hasil identifikasi BTA pada pemeriksaan mikroskopik BTA apus sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen menggunakan sarana uji statistik yaitu uji diagnostik dengan tabel kontingensi 2x2 terhadap pemeriksaan gold standard diagnosis TB yaitu kultur M.tuberculosis pada media Ogawa.


(12)

4

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Akademis (Ilmiah)

Hasil penelitian dapat menambah informasitentang validitas atau keabsahan pemeriksaan mikroskopik BTA apus sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen sebagai salah satu sarana penunjang diagnosis TB paru sederhana yang prosedurnya mudah dan relatif sederhana, sarana penunjang pemeriksaan yang dibutuhkan relatif murah dan umumnya tersedia hingga Puskesmas, hasil pemeriksaan cepat diperoleh, tetapi memiliki nilai diagnosis tinggi sebagai sarana penunjang diagnosis TB paru bila dikerjakan dengan baik dan teliti yang tinggi.

1.4.2 Manfaat Praktis (Klinis)

Hasil pemeriksaan mikroskopik BTA sediaan apus sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen cepat diperoleh dan mempunyai aspek klinik yang tinggi dalam penegakan diagnosis dini TB paru. Penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi para praktisi kesehatan dan seluruh lapisan masyarakat hingga tingkat Puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di berbagai pelosok tanah air Indonesia dalam penegakan diagnosis dini TB paru dan dapat segera memulai terapi TB paru secara dini dan tepat guna. Dengan demikian maka dapat membantu penanggulangan penyakit TB paru yang merupakan global health issue dengan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat TB paru khususnya di negara-negara yang sedang berkembang dengan keterbatasan sarana penunjang diagnosis TB paru, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok usia produktif.


(13)

5

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran

Mycobacterium tuberculosisadalah basil tahan asam yang sulit diwarnai oleh pewarnaan biasa seperti pewarnaan Gram, tetapi zat warna pada pewarnaan BTA bila sudah terikat oleh lapisan lemak/lilin yang terdapat pada dinding BTA maka akan sulit dilunturkan, sekalipun dengan zat peluntur asam kuat HCl yang terkandung dalam asam alkohol yang digunakan untuk dekolorisasi pada pewarnaan BTA karena mengandung lemak dengan kadar asam mikolat yang tinggi (WHO, 2009b).

Penegakan diagnosis TB paru secara dini merupakan aspek klinik yang sangat penting pada penderita suspek TB, maka diperlukan suatu sarana diagnostik yang prosedurnya mudah, hasilnya cepat dengan akurasi tinggi, dan relatif ekonomis. Dengan demikian upaya pengobatan dapat dilaksanakan sesegera mungkin secara tepat guna, maka dapat menunjang tingkat keberhasilan penanggulangan TB. Salah satu kriteria penting penegakan diagnosis TB paru yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu menemukan BTA pada pemeriksaan mikrsokopik 3 sediaan apus sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. Pemeriksaan mikroskopis ini mudah dilakukan dan biayanya cukup ekonomis, sehingga dapat diaplikasikan hingga pada laboratorium-laboratorium sederhana di Puskemas yang terletak di berbagai pelosok Indonesia. Walaupun pemeriksaan mikroskopis BTA apus sputum dengan pewarnaan Ziehl Neelsen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan hasil kultur M. tuberculosis, tetapi prosedur pemeriksaannya relatif mudah dan sederhana, serta hanya membutuhkan sarana sederhana dan mudah didapat yaitu mikroskop cahaya. Akurasi hasil pemeriksaan mikroskopik BTA apus sputum membutuhkan pengalaman dan ketelitian yang tinggi karena pemeriksaan ini bersifat sangat subjektif (Depkes RI, 2009).

Pemeriksaan kultur M. tuberculosis yang merupakan gold standard diagnosis TB, memerlukan biaya cukup tinggi apalagi bila menggunakan media cair, selain itu hasil pemeriksaan baru dapat diperoleh setelah 6-8 minggu kemudian. Maka pemeriksaan ini dianggap tidak praktis guna penegakan diagnosis TB secara dini


(14)

6

dan waktu untuk memulai terapi obat tuberkulosis (OAT) tertunda lama (WHO, 2009b)

1.5.2 Hipotesis

 Pemeriksaan mikroskopik sputum BTA memiliki sensitivitas sedang sebagai sarana penunjang diagnosis TB Paru

 Pemeriksaan mikroskopik sputum BTA memiliki spesifisitas tinggi sebagai sarana penunjang diagnosis kasus TB Paru

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional-analitik terhadap sampel sputum dari pasien-pasien yang dirujuk oleh dokter ke Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Kota Bandung dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik sputum BTA. Validitas pemeriksaan mikroskopik sputum BTA diuji dengan uji diagnostik menggunakan tabel kontingensi 2x2 terhadap hasil pemeriksaan gold standard diagnosis TB paru pada media Ogawa untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif,dan nilai duga negatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive admission sampling sampai memenuhi jumlah sampel yang telah ditentukan.


(15)

64

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian validitas pemeriksaan mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) terhadap 3 sampel sputum Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) pasien-pasien tersangka tuberkulosis paru yang dirujuk ke Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Kota Bandung periode bulan Juni-September 2013 sebagai sarana penunjang diagnosis tuberkulosis paru yang diuji terhadap hasil kultur M.tuberculosis sputum pada media Ogawa, diperolehkan simpulan :

 Sensitivitas pemeriksaan BTA sputum SPS sebesar 69,2%  Spesifisitas pemeriksaan BTA sputum SPS sebesar 95,74% 5.2 Saran

Penelitian tentang validitas pemeriksaan BTA sebagai sarana penunjang diagnosis tuberkulosis paru ini perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut guna mendapatkan informasi sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan tersebut secara lebih akurat. Maka penulis ingin memberikan asupan dan saran-saran kepada yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut, yaitu agar :

 melanjutkan penelitian menggunakan jumlah sampel lebih besar.

 menggunakan media kultur cair sebagai gold standard diagnosis sesuai anjuran WHO khususnya untuk populasi dengan penghasilan rendah dan menengah.  melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui validitas pemeriksaan mikroskopik BTA sputum sampel tunggal dengan pewarnaan Ziehl Neelsen terhadap subjek penelitian yang tinggal di daerah endemis tuberkulosis.

 Koloni M. tuberculosis yang tumbuh pada media kultur, selanjutnya dilakukan tes niasin untuk mengetahui apakah termasuk jenis Mycobacterium complex atau Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).


(16)

65

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z., & Bahar, A.2006. Tuberkulosis Paru:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI Jilid 2 Edisi 4. Jakarta: UI.

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat. 2007. Standar Prosedur Operasional Mikroskopis TB. Bandung

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2007. Pointer Menteri Kesehatan Menyambut Hari TBC Sedunia 2007.www.depkes.go.id.2007. Diunduh 13 Desember 2012.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Cetakan Ke-2. Jakarta: DepKes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2009. Pedoman Nasional Penanggulangan TB 2009.http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN 2007.pdf 2009. Diunduh 13 Desember 2012.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia2010-2014. http://www.tbindonesia.or.id/pdf/2012/stranas-ran/stranastb.pdf. Diunduh 13 Desember 2012

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Standar Prosedur OperasionalMikroskopis TB. halaman 8. Jakarta:Departemen Kesehatan RI

Herchline E.T., Chavis S.P., Law K.S. 2012. Tuberculosis. http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview. Diunduh 05 Juli 2013.

http://amazon.com. 2008

http://biomed.lublin.pl/:ogawa-medium=117. 2008

http://cdc.gov/eid/article/-1279_article.htm. 2007


(17)

66

Jawetz, Melnick, & Adelberg's. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 24. Surabaya: Salemba Medika.

Kenneth, T. 2011. Mycobacterium tuberculosis and Tuberculosis.http://textbookofbacteriology.net/tuberculosis.html. Diunduh 01 Juli 2013.

Kenyorini, Suradi, & Suryanto, E. 2006. Uji Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Volume 3 No.2, hal.1

Karuniawati , A; Risdiyani, E; Nilawati, S dkk. 2005. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen, dan Fluorokrom Sebagai Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam Untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum. Makalah Kesehatan, Volume 9 No.1

Levinson, W. 2008. Review of Medical Microbiology and Immunology (10 ed.).

United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. p: 162 : 322-330.

Lyanda, A. 2012. Rapid TB Test. Jurnal Tuberkulosis IndonesiaVol.8 No.3, hal 17.

Mayer, D. 2010. Essential Evidence Based Medicine.United Kingdom

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis.Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Pranowo, CH. Efektivitas batuk Efektif Dalam Pengeluaran Sputum Untuk Penemuan BTA Pada Pasien TB Paru di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. 2006.

Pusponegoro, H.D, Wirya I.G.N, dkk. 2011. Dasar Metodologi Penelitian Kimia. Jakarta: Sagung Seto.

Sahealthinfo. 2011.

Tuberculosis.http://www.sahealthinfo.org/tb/culturemedia.htm. Diunduh 15 Mei 2013

Sub Direktorat TB Depkes RI danWorld Health Organization (WHO). 2008. Hari TB Sedunia: Lembar Fakta TB. www.tbcindo.or.id. 2008. Diunduh 13 Desember 2013.


(18)

67

Sub Direktorat TB Depkes RI.2009.www.tbcindo.or.id. Diunduh 15 Mei 2013.

Subagyo, A., Aditama, T. Y., Sutoyo, D. K., & Partakusuma, L. G. 2006. Pemeriksaan Interferon Gamma dalam Darah untuk Deteksi Infeksi TB. Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol.3 No.2, hal.6.

TBC Indonesia.2011. Penyakit TBC.http://tbcindonesia.or.id/tbc/penyakit tbc.htm. Diunduh 01 Juli 2013.

WHO. 2009a. WHO Report 2009:Global Tuberculosis Control Epidemiology, Strategy, Financing. Geneva, Switzerland: WHOPress.

http://www.who.int/publications/2009/9789241563802_eng.pdf. Diunduh 01 Juli 2013.

WHO. 2009b. The Global plan to stop TB 2006-2015.www.who.int.org. Diunduh 01 Juli 2013.

WHO. 2010. Tuberculosis.http://www.who.int/fs104/en. Diunduh 10 Juli 2013.

WHO. 2011. Global Tuberculosis Control 2011. www.who.int.org. Diunduh 05 Juli 2013.


(1)

5

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran

Mycobacterium tuberculosisadalah basil tahan asam yang sulit diwarnai oleh pewarnaan biasa seperti pewarnaan Gram, tetapi zat warna pada pewarnaan BTA bila sudah terikat oleh lapisan lemak/lilin yang terdapat pada dinding BTA maka akan sulit dilunturkan, sekalipun dengan zat peluntur asam kuat HCl yang terkandung dalam asam alkohol yang digunakan untuk dekolorisasi pada pewarnaan BTA karena mengandung lemak dengan kadar asam mikolat yang tinggi (WHO, 2009b).

Penegakan diagnosis TB paru secara dini merupakan aspek klinik yang sangat penting pada penderita suspek TB, maka diperlukan suatu sarana diagnostik yang prosedurnya mudah, hasilnya cepat dengan akurasi tinggi, dan relatif ekonomis. Dengan demikian upaya pengobatan dapat dilaksanakan sesegera mungkin secara tepat guna, maka dapat menunjang tingkat keberhasilan penanggulangan TB. Salah satu kriteria penting penegakan diagnosis TB paru yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu menemukan BTA pada pemeriksaan mikrsokopik 3 sediaan apus sputum SPS dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. Pemeriksaan mikroskopis ini mudah dilakukan dan biayanya cukup ekonomis, sehingga dapat diaplikasikan hingga pada laboratorium-laboratorium sederhana di Puskemas yang terletak di berbagai pelosok Indonesia. Walaupun pemeriksaan mikroskopis BTA apus sputum dengan pewarnaan Ziehl Neelsen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan hasil kultur M. tuberculosis, tetapi prosedur pemeriksaannya relatif mudah dan sederhana, serta hanya membutuhkan sarana sederhana dan mudah didapat yaitu mikroskop cahaya. Akurasi hasil pemeriksaan mikroskopik BTA apus sputum membutuhkan pengalaman dan ketelitian yang tinggi karena pemeriksaan ini bersifat sangat subjektif (Depkes RI, 2009).

Pemeriksaan kultur M. tuberculosis yang merupakan gold standard diagnosis TB, memerlukan biaya cukup tinggi apalagi bila menggunakan media cair, selain itu hasil pemeriksaan baru dapat diperoleh setelah 6-8 minggu kemudian. Maka pemeriksaan ini dianggap tidak praktis guna penegakan diagnosis TB secara dini


(2)

dan waktu untuk memulai terapi obat tuberkulosis (OAT) tertunda lama (WHO, 2009b)

1.5.2 Hipotesis

 Pemeriksaan mikroskopik sputum BTA memiliki sensitivitas sedang sebagai sarana penunjang diagnosis TB Paru

 Pemeriksaan mikroskopik sputum BTA memiliki spesifisitas tinggi sebagai sarana penunjang diagnosis kasus TB Paru

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional-analitik terhadap sampel sputum dari pasien-pasien yang dirujuk oleh dokter ke Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Kota Bandung dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik sputum BTA. Validitas pemeriksaan mikroskopik sputum BTA diuji dengan uji diagnostik menggunakan tabel kontingensi 2x2 terhadap hasil pemeriksaan gold standard diagnosis TB paru pada media Ogawa untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif,dan nilai duga negatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive admission sampling sampai memenuhi jumlah sampel yang telah ditentukan.


(3)

64

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian validitas pemeriksaan mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) terhadap 3 sampel sputum Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) pasien-pasien tersangka tuberkulosis paru yang dirujuk ke Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Kota Bandung periode bulan Juni-September 2013 sebagai sarana penunjang diagnosis tuberkulosis paru yang diuji terhadap hasil kultur M.tuberculosis sputum pada media Ogawa, diperolehkan simpulan :

 Sensitivitas pemeriksaan BTA sputum SPS sebesar 69,2%  Spesifisitas pemeriksaan BTA sputum SPS sebesar 95,74% 5.2 Saran

Penelitian tentang validitas pemeriksaan BTA sebagai sarana penunjang diagnosis tuberkulosis paru ini perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut guna mendapatkan informasi sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan tersebut secara lebih akurat. Maka penulis ingin memberikan asupan dan saran-saran kepada yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut, yaitu agar :

 melanjutkan penelitian menggunakan jumlah sampel lebih besar.

 menggunakan media kultur cair sebagai gold standard diagnosis sesuai anjuran WHO khususnya untuk populasi dengan penghasilan rendah dan menengah.  melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui validitas pemeriksaan mikroskopik BTA sputum sampel tunggal dengan pewarnaan Ziehl Neelsen terhadap subjek penelitian yang tinggal di daerah endemis tuberkulosis.

 Koloni M. tuberculosis yang tumbuh pada media kultur, selanjutnya dilakukan tes niasin untuk mengetahui apakah termasuk jenis Mycobacterium complex atau Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).


(4)

65

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z., & Bahar, A.2006. Tuberkulosis Paru:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI Jilid 2 Edisi 4. Jakarta: UI.

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat. 2007. Standar Prosedur Operasional Mikroskopis TB. Bandung

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2007. Pointer Menteri Kesehatan Menyambut Hari TBC Sedunia 2007.www.depkes.go.id.2007. Diunduh 13 Desember 2012.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Cetakan Ke-2. Jakarta: DepKes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2009. Pedoman Nasional Penanggulangan TB 2009.http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN 2007.pdf 2009. Diunduh 13 Desember 2012.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia2010-2014. http://www.tbindonesia.or.id/pdf/2012/stranas-ran/stranastb.pdf. Diunduh 13 Desember 2012

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Standar Prosedur OperasionalMikroskopis TB. halaman 8. Jakarta:Departemen Kesehatan RI

Herchline E.T., Chavis S.P., Law K.S. 2012. Tuberculosis. http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview. Diunduh 05 Juli 2013.

http://amazon.com. 2008

http://biomed.lublin.pl/:ogawa-medium=117. 2008

http://cdc.gov/eid/article/-1279_article.htm. 2007


(5)

66

Jawetz, Melnick, & Adelberg's. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 24. Surabaya: Salemba Medika.

Kenneth, T. 2011. Mycobacterium tuberculosis and Tuberculosis.http://textbookofbacteriology.net/tuberculosis.html. Diunduh 01 Juli 2013.

Kenyorini, Suradi, & Suryanto, E. 2006. Uji Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Volume 3 No.2, hal.1

Karuniawati , A; Risdiyani, E; Nilawati, S dkk. 2005. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen, dan Fluorokrom Sebagai Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam Untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum. Makalah Kesehatan, Volume 9 No.1

Levinson, W. 2008. Review of Medical Microbiology and Immunology (10 ed.).

United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. p: 162 : 322-330.

Lyanda, A. 2012. Rapid TB Test. Jurnal Tuberkulosis IndonesiaVol.8 No.3, hal 17.

Mayer, D. 2010. Essential Evidence Based Medicine.United Kingdom

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis.Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Pranowo, CH. Efektivitas batuk Efektif Dalam Pengeluaran Sputum Untuk Penemuan BTA Pada Pasien TB Paru di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. 2006.

Pusponegoro, H.D, Wirya I.G.N, dkk. 2011. Dasar Metodologi Penelitian Kimia. Jakarta: Sagung Seto.

Sahealthinfo. 2011.

Tuberculosis.http://www.sahealthinfo.org/tb/culturemedia.htm. Diunduh 15 Mei 2013

Sub Direktorat TB Depkes RI danWorld Health Organization (WHO). 2008. Hari TB Sedunia: Lembar Fakta TB. www.tbcindo.or.id. 2008. Diunduh 13 Desember 2013.


(6)

Sub Direktorat TB Depkes RI.2009.www.tbcindo.or.id. Diunduh 15 Mei 2013.

Subagyo, A., Aditama, T. Y., Sutoyo, D. K., & Partakusuma, L. G. 2006. Pemeriksaan Interferon Gamma dalam Darah untuk Deteksi Infeksi TB. Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol.3 No.2, hal.6.

TBC Indonesia.2011. Penyakit TBC.http://tbcindonesia.or.id/tbc/penyakit tbc.htm. Diunduh 01 Juli 2013.

WHO. 2009a. WHO Report 2009:Global Tuberculosis Control Epidemiology, Strategy, Financing. Geneva, Switzerland: WHOPress.

http://www.who.int/publications/2009/9789241563802_eng.pdf. Diunduh 01 Juli 2013.

WHO. 2009b. The Global plan to stop TB 2006-2015.www.who.int.org. Diunduh 01 Juli 2013.

WHO. 2010. Tuberculosis.http://www.who.int/fs104/en. Diunduh 10 Juli 2013.

WHO. 2011. Global Tuberculosis Control 2011. www.who.int.org. Diunduh 05 Juli 2013.


Dokumen yang terkait

Nilai Diagnostik Pemeriksaan Reaksi Rantai Polimerase pada Tuberkulosis Paru Sputum Basil Tahan Asam Negatif

0 3 9

HUBUNGAN ANTARA HASIL PEMERIKSAAN SPUTUM BTA (BASIL TAHAN ASAM) DENGAN GAMBARAN FOTO THORAX PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

0 3 6

HUBUNGAN LUAS LESI PADA GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS DENGAN KEPOSITIVAN PEMERIKSAAN SPUTUM BTA (BASIL Hubungan Luas Lesi Pada Gambaran Radiologi Toraks Dengan Kepositivan Pemeriksaan Sputum BTA (Basil Tahan Asam) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa Kasus B

0 1 14

PENDAHULUAN Hubungan Luas Lesi Pada Gambaran Radiologi Toraks Dengan Kepositivan Pemeriksaan Sputum BTA (Basil Tahan Asam) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa Kasus Baru Di BBKPM Surakarta.

0 1 4

HUBUNGAN LUAS LESI PADA GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS DENGAN KEPOSITIVAN PEMERIKSAAN SPUTUM BTA (BASIL TAHAN Hubungan Luas Lesi Pada Gambaran Radiologi Toraks Dengan Kepositivan Pemeriksaan Sputum BTA (Basil Tahan Asam) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa K

0 1 15

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SPUTUM BASIL TAHAN ASAM ANTARA PASIEN TUBERKULOSIS YANG PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU LUBUK ALUNG.

0 0 7

Kesesuaian Hasil Interpretasi Mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) M. Tuberculosis Metode Zig-Zag dan Horizontal pada Sediaan Apus Sputum Pewarnaan Ziehl Neelsen.

0 0 19

Validitas Antigen M. Tuberculosis Rapid Immunochromatography Test terhadap Kultur M. Tuberculosis Sampel Sputum pada Media Ogawa.

1 7 19

Hubungan Derajat Merokok terhadap Konversi Sputum Bakteri Tahan Asam Pasien Tuberkulosis Paru.

0 0 5

Perbandingan Sensitivitas dan Spesifisitas Teknik Pewarnaan Basil Tahan Asam Sputum dengan Metode Ziehl-Neelsen dan Fluorochrome - UNS Institutional Repository

0 1 13