Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penguataudio Kelas D Tanpatapis LC dengan Modulasi Tigaaras T1 612007021 Bab IV

BAB IV
PENGUJIAN PENGUAT KELAS D TANPA TAPIS LC
Bab ini akan menjelaskan pengujian dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang
dibuat.Pengujian ini terdiri dari dua utama yaitupengujian untuk mengetahui kinerja
modulator dan pengujian untuk menentukan sejauh mana spesifikasi penguat kelas Dtanpa
tapis LC yang telah dibuat memenuhi target yang diinginkan.
Subbab 4.1 akanmenjelaskan pengujian kinerja modulator. Pada pengujian ini akan
diketahuitanggapan frekuensi darinoise transfer function (NTF) dan signal transfer function
(STF)hasil perancangan. Selain itu, akan dilakukan pengujian pula pada kestabilan
modulator yang dapat dilihat pada keterbatasan isyarat error keluaran dari tapis
.Selanjutnya, penulis akan menguji pembentukan spektral derauyang terjadi pada
bagian keluaran dari penguat kelas D yang telah dibuat.
Pada subbab 4.2 penulis akan menjelaskan pengujian kinerja penguat kelas D tanpa
tapis LC secara keseluruhan untuk mengetahui sejauh mana spesifikasi dari penguat kelas
D yang telah dibuat tercapai.
4.1. Pengujian Kinerja Modulator
Pada subbab 4.1.1akan menjelaskan mengenai pengujian tanggapan frekuensiNTF
dan STF yang telah dirancang. Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah tanggapan
frekuensi NTF dan STF telah sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan.
Kemudian, pada subbab 4.1.2 penulis akan menjelaskan pengujian kestabilan dari
modulator untuk melihat apakah modulator yang telah dibuat stabil. Untuk menguji

kestabilan dari modulator yang dibuat, penulis akan melihatkeluaran dari tapis

yaitu

isyarat error ( ). Jika modulator yang dibuat stabil isyarat error ( ) ini akan mempunyai
nilai yang terbatas (kurang dari tegangan catu daya yang digunakan).
Subbab 4.1 ini akan diakhiri oleh subbab 4.1.3 yang akan memperlihatkan
pengujian dari pembentukan spektral derau pada bagian keluaran penguat kelas D yang
telah penulis rancang untuk mengetahui apakah spektral derau pada keluaran penguat telah
sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
48

TF dan STF
4.1.1. Pengujian Tanggapan FrekuensiN
FrekuensiNTF
Bab 4.1.1 ini akan terbagi menjadi dua pengujian yaitu pengujian NTF yang akan
dijelaskan pada subbab 4.1.1.1 dan pengujian STF yang akan dijelaskan pada subbab
4.1.1.2.
1. Pengujian Tanggapan Frekuensi NTF
4.1.1.

4.1.1.1.
Pengujian ini untuk melihat apakah tanggapan frekuensi dari NTF yang telah
direalisasikan sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan.Pada perancangan, NTF
mempunyai tanggapan frekuensi lolos atas dengan frekuensi penggal ada pada 40 kHz.
Diagram kotak dari pengujian tanggapan NTF ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 di
bawah ini dengan W(s) merupakan tapis W(s) yang telah direalisasikan dengan rangkaian
RC-Opamp seperti yang telah penulis jelaskan pada bagian perancangan.

Gambar 4.1. GambaranPengujianTanggapan Frekuensi NTF.
Pengukuran dari tanggapan frekuensi NTF dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut,
1. Susun tapis W(s) sesuai dengan Gambar 4.1.
2. Ukur besarnya tegangan isyarat masukan yang berasal dari function generator
(U1). Pada pengukuran ini diberikan tegangan isyarat masukan sinus U1 sebesar
1 Vp.
3. Variasikan frekuensi isyarat U1 secara bertahap dengan besarnya amplitude
isyarat U1 dijaga tetap konstan. Ukur besarnya amplitudo isyarat keluaran (U2)
dengan osiloskop pada setiap frekuensi. Besarnya frekuensi yang diberikan dari
20 Hz – 40 kHz.
49


4. Perbandingan tegangan keluaran U2 dengan tegangan isyarat masukan U1 pada
setiap frekuensi diekspresikan dalam decibels yaitu
5. Gambar hasil perbandingan

.

dalam decibels dalam fungsi frekuensi.

Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan frekuensi NTF yang
dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Hasil Pengujian TanggapanFrekuensi NTF.
Gambar 4.2 menunjukkan grafik tanggapan frekuensi NTF yang dirancang.Dari
gambar di atas dapat dilihat frekuensi penggal dari NTF ada pada frekuensi 34 kHz.Nilai
frekuensi penggal meleset dari nilai yang diharapkan yaitu 40 kHz.Hal ini dapat dianalisa
karena penguatan yang terjadi pada komponen integrator pada tapis
penguatan yang sangat besar (

hingga


mempunyai

) dan berpengaruh pada lebar pitadari

rangkaian Opamp yang digunakan. Penguatan yang besar akan menyebabkan berkurangnya
lebar pita pada tiap rangkaian integrator yang digunakan.
1.2
4.1.
4.1.1.2
1.2.. Pengujian Tanggapan Frekuensi STF
Pengujian ini dilakukan untuk melihat tanggapan frekuensi STFyang telah
direalisasikan sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan. STF diharapkan
50

mempunyai penguatan yang rata pada frekuensi 20 – 20 kHz karena STF akan menentukan
tanggapan frekuensi dari keseluruhan penguat kelas D yang dirancang.
Diagram kotak dari pengujian tanggapan STF ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 di
bawah ini


Gambar 4.3. GambaranPengujianTanggapan FrekuensiSTF.
Pada pengujian STF akan digunakan alat bantu berupa perangkat lunak SpectraLAB.
Hal ini dapat dilakukan karena frekuensi pengukuran hanya pada rentang frekuensi 20 Hz –
20 kHz saja sehingga dapat digunakan alat bantu perangkat lunak pada komputer/PC (kartu
suara komputer dapat menjangkau frekuensi ini).
Langkah-langkah pengujian denganperangkat lunak SpectraLAB adalah sebagai
berikut :
1. Menghubungkan kanal kiri keluaran kartu bunyi dengan kanal masukan
rangkaian yang akan diuji dan keluaran rangkaian uji dengan masukan kanal kiri
kartu bunyi. Sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi akan dihubungkan
dengan kanal kanan masukan kartu bunyi (kanal kanan kartu bunyi di-loopback).
Kanal kiri keluaran kartu bunyi digunakan sebagai masukan ke rangkaian uji
sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi digunakan sebagai isyarat acuan.
Keluaran darirangkaian uji dimasukkan ke kanal kiri masukan kartu bunyi dan
dibagi dengan isyarat acuan pada kanal kanan masukan kartu bunyi yang
besarnya sama dengan isyarat masukan ke rangkaian uji untuk mencari

51

tanggapan frekuensi rangkaian uji. Pembagian ini dilakukan dalam ranah

frekuensi.
2. Mengatur pengaturan perangkat lunak SpectraLab dengan pengaturan sebagai
berikut.
- Ragam : real time
- FFT

: 4096

- Averaging : infinite
- Peak hold : off
- Smoothing window : Hanning
- Dual channel spectral processing : real transfer function left/ right
- Amplitudo scalling : logaritmic
- Spectral weighting : flat
3. Mengaktifkan derau putih dan merekam kedua masukan pada jalur masukan
kartu bunyi (isyarat acuan dan keluaran penguat daya audio).
4. Menampilkan hasil pengujian dalam bentuk grafik magnitudo tanggapan
frekuensi rangkaian uji sebagai fungsi frekuensi (tanggapan frekuensi STF).
Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan frekuensi STF yang
dapat dilihat pada Gambar 4.4.


52

Gambar 4.4.Hasil Pengujian TanggapanFrekuensiSTF.
Gambar 4.4 menunjukkan grafik tanggapan frekuensi STF yang dirancang. Dari
gambar di atas dapat dilihat bahwa STF mempunyai tanggapan frekuensi yang relatif rata
pada frekuensi 20 Hz – 20 kHzdengan toleransi 0,38 dB. Hasil ini sesuai dengan yang
diharapkan yaitu tanggapan frekuensi STF akan mempunyai penguatan yang rata pada
frekuensi audio (20 Hz – 20 kHz) dengan toleransi 0,5 dB.
4.1.2. Pengujian Kestabilan Modulator
Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah modulator yang dibuat stabil atau
tidak.Modulator akan dikatakan stabil ketika isyarat error keluaran ( ) mempunyai nilai
yang terbatas [5]. Isyarat

yang terbatas dapat ditunjukkan dengan melihat apakah isyarat

terbatas nilainya, tidak terpotong (clipping) pada aras tegangan catu daya yang digunakan.
Pada metode noise-shaping coding, setiap proses pencuplikan, isyarat

akan


diarahkan untuk menuju 0, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.5 [18].Hal ini
menyebabkan keterbatasan dari isyarat error dan menyebabkan modulator stabil.
Keterbatasan dari isyarat error ini akan mempunyai nilai maksimal sesuai dengan
persamaan 2.17 yaitu

, dimana

dari persamaan state variable tapis

dan

adalah matriks masukan dan keluaran

yang telah dirancang dan

adalah periode dari

frekuensi sampling yang digunakan.


Gambar 4.5. Ilustrasi Keterbatasan Isyarat [18].
Pada perancangan yang telah dilakukan, didapatkan nilai matriks

53

dan

adalah,

dan

,

dan frekuensi cuplik yang digunakan sebesar 1 MHz sehingga didapatkan
Sehingga dari persamaan 2.17 akan didapatkan

.

.


Isyarat error ( ) ini dapat dilihat pada keluaran dari tapis G(s) setelah tapis G(s)
diimplementasikan ke dalam penguat kelas D tanpa tapis LC yang dirancang seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. PengujianIsyarat
Isyarat

padaKeseluruhanPenguat Kelas D yang Telah Dibuat.

ini akan diamati menggunakan osiloskop sesuai dengan Gambar 4.6.

Pengamatan isyarat

ini akan dilakukan dengan kondisi isyarat masukan dinolkan atau

dihubungkan ke tanah (ground). Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 4.7.

54

Gambar 4.7. Keterbatasan Isyarat


yang Diamati dengan Osiloskop (besarnya

Volts/div = 2 Volt).
Dari Gambar 4.7 dapat dilihat

Volt. Nilai ini cukup jauh dengan nilai

hasil perhitungan, yaitu 0,81.Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian frekuensi
respon yang dihasilkan oleh rangkaian tapis

dengan perancangan yang telah

dibuat.Namun, hal ini tidak menjadi masalah karena dapat dilihat bahwa isyarat
mempunyai nilai yang terbatas meskipun tidak sesuai dengan perhitungan.Ini menunjukkan
bahwa modulator yang dibuat telah stabil.

Shaping) yang Terjadi pada Bagian
oise-S
4.1.3. Pengujian Pembentukan Derau (NoiseKeluaran Penguat
Teknik penyandian noise-shaping yang dipakai dalam perancangan penguat kelas D
bertujuan membentuk spektral derau pada bagian keluaran dengan menekan derau pada
frekuensi audio (20 – 20 kHz) dan memindahkannya ke frekuensi yang lebih tinggi dari
frekuensi audio. Pada perancangan, derau pada keluaran akan dibentuk dengan tanggapan
frekuensi lolos atas dengan frekuensi penggal sebesar 40 kHz seperti yang telah penulis
jelaskan pada subbab 3.1. Derau yang terbentuk pada keluaran penguat diamati dengan
menggunakan spectrum analyzer (SR760 FFT Spectrum Analyzer) dengan kondisi masukan
dinolkan (dihubungkan dengan terminal ground).Gambaran pengujian dapat dilihat seperti
pada Gambar 4.8.
55

Gambar 4.8.Gambaran Pengujian Pembentukan Derau yang Terjadi pada Bagian Keluaran
Penguat Kelas D Tanpa Tapis LC yang Telah Dibuat.
Hasil dari pengujian pembentukan spektral derau yang terjadi pada penguat kelas D
tanpa tapis LC yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.9 di bawah ini.

Gambar 4.9. Spektral Derau yang Terbentuk pada Keluaran Penguat Kelas D Tanpa Tapis
LC yang Dirancang.
Dapat dilihat dari Gambar 4.9 bahwa spektrum keluaran dari penguat kelas D yang
penulis rancang telah dapat menekan derau hingga -45 dB pada frekuensi 20 Hz hingga
frekuensi sekitar 10 kHz kemudian spektrum derau akan mulai meningkat hingga -25 dB
pada frekuensi 20 kHz. Bentuk dari spektrum keluaran pada frekuensi 20 Hz – 40 kHz telah
56

membentuk tanggapan tapis lolos tinggi, namun frekuensi penggalnya tidak sesuai dengan
tanggapan frekuensi NTF seperti yang telah diuji pada subbab 4.1.1.1.Pada pengujian ini
didapatkan frekuensi penggalnya ada pada frekuensi 22 kHz, tidak sesuai dengan tanggapan
NTF yang terukur yaitu 34 kHz.Hal ini disebabkan tapis

telah diimplementasikan ke

dalam rangkaian penguat secara keseluruhan. Keterbatasan dari GBW opamp yang
digunakan menyebabkan berubahnya frekuensi penggal dari tanggapan NTF. Telah
disebutkan sebelumnya bahwa pada bagian integrator dari tapis yang dirancang mempunyai
penguatan yang sangat besar (dapat mencapai 106) dan setelah diimplementasikan ke dalam
rangkaian, tapis akan mengolah isyarat dengan frekuensi hingga 1 MHz, sehingga
dibutuhkan opamp dengan GBW yang besar.
4.2. Pengujian Kinerja Keseluruhan Penguat
Pengujian terhadap penguat kelas D tanpa tapis LC dengan modulasi tiga aras yang
dirancang meliputi [12], [13]:
1. Pengukuran daya keluaran maksimum
2. Pengukuran (Total Harmonics Distortion) THD
3. Pengukuran tanggapan frekuensi
4. Pengukuran kepekaan penguat
5.Pengukuran Signal to Noise Ratio (SNR)
6.Pengukuran efisiensi penguat
Masing-masing pengukuran di atas akan diuraikan lebih lanjut pada subbab-subbab
bawah ini.
Pengukuran Daya Keluaran Maksimum
4.2.1.
4.2.1.P
Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur daya keluaran maksimum yang dapat
dihasilkan oleh penguat yang telah dibuat. Penguat audio yang dirancang diharapkan
mampu menghasilkan daya keluaran maksimum sebesar 20 Watt.
Adapun pengukuran ini dilakukan dengan gambaran sebagai berikut:

57

Gambar 4.10.Gambaran Pengukuran Daya Keluaran dari Penguat Audio.
Untuk mengukur besarnya tegangan isyarat masukan digunakan peranti spectrum

analyzer (SR760 FFT Spectrum Analyzer). Masukan isyarat uji akan berupa isyarat sinus
dari function generator(GFG-813Function Generator).
Pengukuran THD dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10.
2.Penguat diberikan isyarat masukan sinus dengan frekuensi 1 kHz. Amplitudo
isyarat masukan dinaikkan hingga terjadi distorsi pada keluaran yang akan
diamati dengan spektrum analyzer. Isyarat keluaran sebelum terjadinya distorsi
ini merupakan amplitudo maksimum yang dihasilkan penguat (catat sebagai
Vmax).
3. Daya keluaran dapat dihitung sebagai berikut
.

Gambar 4.11 di bawah ini menunjukkan spektrum keluaran dari penguat sebelum
terjadi distorsi (a) dan sesudah terjadi distorsi (b).

58

(a)

(b)

Gambar 4.11. (a). Spektrum Keluaran Penguat Ketika Tegangan Keluaran Sebesar 5,3 Volt.
(b) Spektrum Keluaran Penguat Ketika Tegangan Keluaran Sebesar 5,7 Volt.
Dari hasil pengujian, amplitudo maksimum penguat sebelum terjadinya distorsi
pada keluaran adalah sebesar Vmax = 5.3 Volt. Ketika tegangan masukan dinaikkan
sehingga tegangan pada keluaran lebih dari 5,3 Volt, terjadi distorsi pada keluaran seperti
dapat dilihat pada gambar 4.11 (b) untuk tegangan keluaran penguat sebesar 5,7 Volt akan
terjadi kenaikan spektrum pada daerah frekuensi tinggi (dapat dilihat pada gambar (b) yang
dilingkari oleh garis putih) yang mengakibatkan kenaikan THD dari penguat kelas D.
Sehingga daya keluaran maksimum akan terjadi saat tegangan keluaran sebesar 5,3
Voltatau daya keluaran maksimum penguat sebesar 7 Watt. Pada spesifikasi diharapkan
daya keluaran yang dapat dicapai penguat adalah sebesar 20 Watt. Hasil pengujian yang
jauh dari spesifikasi ini disebabkan faktor keterbatasan nilai masukan pada teknik
penyandian noise-shaping yang tidak disadari oleh penulis dalam perancangan.
Teknik penyandian noise-shaping akan mempunyai keterbatasan rentang nilai
masukan yang juga berarti akan mempunyai keterbatasan rentang nilai keluaran pula.
Keterbatasan nilai masukan dari teknik penyandian noise-shaping adalah [18],
, untuk tingkat kuantisasi

ternormalisasi (

).

dimana,
rentang nilai masukan penyandi noise-shaping
periode dari frekuensi pencuplikan
dan

merupakan koefisien polinomial dari tapis
59

yang dirancang dimana,

.
Pada perancangan, tapis W(s) akan mempunyai tanggapan frekuensi sebagai berikut,
.

Sehingga, dari hasil perhitungan akan didapatkan rentang masukan adalah sebesar,
.
Pada penguat kelas D yang dirancang besarnya tingkat kuantisasi

adalah 10V.

Sehingga keluaran maksimum dari penguat adalah sebesar (0,59)(10 V) = 5,9 V dan
didapatkan daya keluaran maksimum sebesar

.

Pada hasil pengukuran kenaikan THD secara drastis dimulai pada daya keluaran
sebesar 7 Watt atau tegangan pada keluaran adalah sebesar
hasil perhitungan dan ini disebabkan oleh realisasi dari tapis

. Perbedaan
tidak menghasilkan

tanggapan frekuensi yang persis sama dengan tanggapan frekuensi yang ditetapkan pada
perancangan.
2. Pengukuran THD
4.2.
4.2.2
Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur THD dari penguat kelas D tanpa tapis
LC yang telah dirancang. Penguat audio yang dirancang diharapkan dapat menghasilkan
THD < 0.5%.
Adapun pengukuranini dilakukan dengan gambaran sebagai berikut:
1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10.
2. Berikan isyarat masukan berupa isyarat sinusoidal sehingga menghasilkan
keluaran maksimum pada keluaran penguat. Frekuensi isyarat masukan akan
divariasikan pada frekuensi rendah 20 Hz hingga 100 Hz karena penguat akan
mempunyai THD yang bernilai besar pada frekuensi rendah (semakin banyak
harmonik yang terukur pada keluaran penguat).
3. Catat besarnya THD keluaran penguat (

) dan yang dihasilkan spectrum

analyzer untuk masing-masing frekuensi uji. Catat pula besarnya THD isyarat

60

) yang berasal dari function generator untuk masing-masing

masukan (
frekuensi uji.

.

4. THD dari penguat dapat dicari yaitu,
5. Gambarkan hasil THD dari penguat yang telah didapat terhadap frekuensi.

Dengan langkah-langkah di atas akan diperoleh hasil pengukuran THD penguat
adalah sebagai berikut :

1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
X: 42.97
Y: 0.976

1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

Gambar 4.12. Grafik THD vs frekuensi.
Dari hasil pengukuran, THD terbesar yang terukur adalah sebesar 0.976% pada
frekuensi 40 Hz. THD dari penguat akan mempunyai nilai paling besar pada frekuensi
rendah dikarenakan semakin banyaknya harmonik-harmonik yang terukur pada rentang
frekuensi audio. Oleh karena itu, karakteristik THD dari penguat secara keseluruhan dapat
dilihat dari karakteristik THD penguat pada frekuensi rendah. Dari hasil pengukuran,
didapatkan karakteristik THD penguat adalah < 0.976% yang diukur pada daya
maksimumnya (7 Watt).
61

THD dari penguat tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (< 0.5%). Hal
ini dimungkinkan oleh pemberian waktu tunda (dead-time) pada rangkaian switching logic
yang berguna untuk mencegah terjadinya kondisi shoot-through pada MOSFET yang
dikonfigurasikan ke dalam rangkaian jembatan penuh. Dengan memberikan dead-time akan
berpengaruh kepada kenaikan THD dari penguat kelas D [20].
4.2.
3. Pengukuran Tanggapan Frekuensi
4.2.3
Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur tanggapan frekuensi dari penguat kelas D
yang dirancang.Adapun pada pengukuran diinginkan penguat mempunyai tanggapan
frekuensi yang rata pada frekuensi 20 – 20kHz dengan toleransi 0.5 dB.
Keluaran dari penguat kelas D yang dirancang terdiri dari komponen frekuensi
audio masukan dan frekuensi tinggi hasil modulasi. Pada pengukuran ini, tapis lolos rendah
setelah keluaran dari penguat diperlukan untuk menapis frekuensi tinggi yang berasal dari
derau yang terbentuk pada frekuensi tinggi proses dari pensaklaran [16]. Tapis lolos rendah
yang digunakan merupakan tapis aktif lolos rendah orde 4 dengan tanggapan Butterworth
dengan frekuensi penggal 30 kHz.Tanggapan dipilih Butterworth karena tanggapan
Butterworth mempunyai tanggapan yang rata pada pita lolosnya. Sedangkan frekuensi
penggal diatur di atas 20 kHz agar didapat tanggapan frekuensi yang rata pada 20 – 20 kHz
[16].
Penguat kelas D yang dirancang mempunyai keluaran BTL (Bridge-Tied Load),
sehingga akan ditambahkan untai penguat selisih pada bagian keluaran dari penguat. Hal ini
bertujuan agar keluaran dari penguat menjadi single-ended sehingga isyarat keluaran dapat
dimasukkan ke jalur masukan komputer untuk dilakukan analisis dengan program

SpectraLAB. Pada penguat selisih diberikan penguatan sebesar 0,1 kali. Hal ini dikarenakan
aras tegangan keluaran dari penguat terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam bunyi suara
komputer. Oleh karenanya diberikan pelemahan sebelum masuk ke dalam kartu bunyi pada
komputer.
Gambaran rangkaian pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.13. Untuk gambar
rangkaian dari tapis lolos rendah serta penguat selisih yang digunakan dapat dilihat pada
lembar lampiran.
62

Gambar 4.13. Skema Rangkaian yang Digunakan untuk Pengujian Tanggapan Frekuensi.
Pengukuran tanggapan frekuensi akan dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak komputer SpectraLAB. Gambaran metode pengukuran dapat dilihat pada Gambar
4.13.

Gambar 4.14.Gambaran Metode Pengukuran Tanggapan Frekuensi dari Penguat Kelas D.
Langkah-langkah dengan menggunakan perangkat lunak SpectraLAB adalah
sebagai berikut.
1.

Menghubungkan kanal kiri keluaran kartu bunyi dengan
kanal masukan penguat audio yang akan diuji dan keluaran rangkaian pengujian dengan
masukan kanal kiri kartu bunyi. Sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi akan
dihubungkan dengan kanal kanan masukan kartu bunyi (kanal kanan kartu bunyi di63

loopback). Kanal kiri keluaran kartu bunyi digunakan sebagai masukan ke penguat
isyarat audio sedangkan kanal kanan keluaran kartu bunyi digunakan sebagai isyarat
acuan. Keluaran penguat daya dimasukkan ke kanal kiri masukan kartu bunyi dan
dibagi dengan isyarat acuan pada kanal kanan masukan kartu bunyi yang besarnya sama
dengan isyarat masukan ke penguat audio untuk mencari tanggapan frekuensi penguat
daya. Pembagian ini dilakukan dalam ranah frekuensi.
Mengatur pengaturan perangkat lunak SpectraLab dengan

2.

pengaturan sebagai berikut.

3.

-

Ragam : real time

-

FFT

-

Averaging : infinite

-

Peak hold : off

-

Smoothing window : Hanning

-

Dual channel spectral processing : real transfer function left/ right

-

Amplitudo scalling : logaritmic

-

Spectral weighting : flat

: 4096

Mengaktifkan derau putih dan merekam kedua masukan pada
jalur masukan kartu bunyi (isyarat acuan dan keluaran penguat daya audio).

4.

Menampilkan hasil pengujian dalam bentuk grafik magnitudo
tanggapan frekuensi penguat daya audio sebagai fungsi frekuensi pada jendela spectrum
pada program SpectraLAB.
Dengan metode di atas diperoleh hasil pengukuran tanggapan frekuensi dari

penguat kelas D yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.15.

64

Gambar 4.15. Grafik Tanggapan Frekuensi Penguat Kelas D Tanpa Tapis LC yang
Dirancang.
Dari hasil pengukuran, didapat tanggapan frekuensi dari penguat yang telah dibuat
mempunyai tanggapan frekuensi 20 Hz – 20 kHz dengan toleransi 0,53 dB. Hal inicukup
sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
4. Pengukuran Kepekaan Penguat
4.2.
4.2.4
Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik penguat terhadap
seberapa besar isyarat masukan yang masuk ke penguat sehingga dihasilkan daya tertentu.
Pada perancangan diberikan spesifikasi kepekaan penguat sebesar 0.1 V/W. penguat akan
mampu menghasilkan daya keluaran 1 Watt pada beban 4 Ohm dengan isyarat masukan
sebesar 0.1 V. pengukuran kepekaan penguat kelas D dilakukan dengan gambaran seperti di
bawah ini.
Pengukuran kepekaan dari penguat dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Susun penguat seperti pada gambar 4.10.
2. Atur isyarat masukan yang berasal dari function generator(GFG-813 Function

Generator) sehingga diperoleh isyarat keluaran pada penguat sebesar 2 Vp yang
merupakan representasi untuk daya keluaran 1 Watt.

65

3. Ukur besarnya isyarat masukan dengan osiloskop. Besarnya tegangan isyarat
masukan tersebut menunjukkan kepekaan dari penguat.
Dengan metode di atas, diperoleh hasil pengukuran kepekaan dari penguat kelas D
yang telah dibuat yaitu saat diberikan isyarat masukan gelombang sinus dengan amplitudo
puncak sebesar 0,1 V pada frekuensi 1 kHz, penguat menghasilkan keluaran isyarat sinus
dengan amplitudo 2V sehingga dihasilkan daya keluaran sebesar 1 Watt pada beban4 Ohm.
5. Pengukuran Signal to Noise Ratio (SNR)
4.2.
4.2.5
Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik penguat kelas D tanpa
tapis LC yang telah dibuat dalam kaitan dengan derau yang timbul pada penguat.Besarnya
SNR penguat kelas D yang diinginkan adalah sebesar > 97 dB.
Gambar 4.16 di bawah ini menunjukkan gambaran pengujian SNR dari penguat.
Tapis lolos rendah diperlukan pada pengukuranuntuk menapis frekuensi tinggi yang berasal
dari derau yang terbentuk pada frekuensi tinggi proses dari pensaklaran [16].Tapis lolos
rendah yang digunakan merupakan tapis aktif lolos rendah orde 4 dengan tanggapan
Butterworth dengan frekuensi penggal 30 kHz.

Gambar 4.16.Gambaran Pengujian SNR dari Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC.
Tahapan-tahapan pengukuran SNR penguat kelas D tanpa tapis LC adalah sebagai
berikut,
66

1. Berikan isyarat masukan sinus pada frekuensi 1 kHz pada terminal masukan dari
penguat sehingga menghasilkan isyarat keluaran dengan penguatan maksimum.
2. Ukur besarnya isyarat keluaran tersebut (dalam Vrms). Nyatakan dalam Usignal.
3. Terminal masukan dari penguat dihubungkan dengan ground kemudian ukur
besarnya Vrms dari isyarat keluaran tersebut menggunakan multimeter digital
(Fluke 26III True RMS Multimeter), nyatakan isyarat keluaran dalam Unoise.
4. SNR diperoleh dengan persamaan,
.

Pengukuran yang telah dilakukan dengan tahapan seperti di atas dan diperoleh
besarnya Usignal = 4.17Vrms dan besarnya Unoise = 150mVrms. Sehingga besarnya SNR
dari penguat yang dirancang sebesar SNR =28.88 dB.
Dari hasil pengujian SNR di atas didapatkan penguat memberikan SNR yang jauh
lebih rendah dari spesifikasi yang diinginkan.Hal ini disebabkan oleh derau yang dapat
ditekan oleh penguat hanya dapat mencapai -45 dB pada frekuensi (20 Hz – 10 kHz) dan
meningkat hingga -25 dB pada 20 kHz, seperti yang telah disebutkan pengujian pada
subbab 4.1.3. Oleh karena itu, didapatkan nilai SNR yang jauh dari yang diharapkan.
6. Pengukuran Efisiensi Penguat Kelas D tanpa Tapis LC
4.2.
4.2.6
Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh efisiensi dari penguat kelas D tanpa
tapis LC yang telah dibuat.Pada spesifikasi, diharapkan efisiensi dari penguat >
85%.Metode pengukuran dari efisiensi penguat kelas D tanpa tapis LC dapat dilihat pada
Gambar 4.17.

67

Gambar 4.17. Gambaran Pengukuran Efisiensi Penguat Kelas D Tanpa Tapis LC [19].
Tahapan-tahapan pengukuran efisiensi penguat kelas D tanpa tapis LC adalah
sebagai berikut,
1. Berikan isyarat masukan gelombang sinus dengan frekuensi 1 kHz pada
terminal masukan penguat.
2. Atur isyarat masukan agar pada keluaran didapatkan keluaran maksimum dari
penguat. Catat nilai tegangan rms maksimum dari penguat sebagai Vo.
3. Ukur tegangan dan arus rata-rata yang dikeluarkan oleh catu daya untuk
mencatu rangkaian penguat kelas D. Catat nilai tegangan rata-rata sebagai Vs
dan arus rata-rata sebagai Is.
4. Ukur tegangan rms pada resistor 0.1 Ohm dan catat sebagai Vr.
5. Efisiensi dari penguat kelas D tanpa tapis LC dapat dirumuskan sebagai berikut,
.
Dari hasil pengukuran, didapatkan Vo = 4.16 Vrms, Vr = 107,6 mVrms, Vs = 10 V
dan Is = 0,69 A. Dari hasil perhitungan, didapatkan

.

Efisiensi dari penguat kelas D tanpa tapis LC yang telah dibuat tidak dapat
mencapai sesuai spesifikasi yang diharapkan yaitu 85%. Hal ini dapat dianalisa adanya
68

derau yang cukup besar pada penguat yaitu sekitar -45 dB (dilihat pada spektrum keluaran
penguat), sehingga komponen pensaklaran yaitu MOSFET akan melakukan melakukan
proses pensaklaran yang disebabkan oleh derau. Hal ini akan meningkatkan besarnya arus
rata-rata yang ditarik dari catu daya, sehingga menyebabkan berkurangnya efisiensi dari
penguat yang telah dibuat.
Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh penggunaan komponen MOSFET yang
digunakan. Pada perancangan MOSFET jembatan penuh digunakan MOSFET tipe P dan N.
MOSFET tipe P mempunyai Rds(ON) yang jauh lebih besar dari tipe N, sehingga MOSFET
tipe P akan menghasilkan disipasi daya yang besar jika dibandingkan dengan MOSFET tipe
N.

69