Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Authoritative Dengan Kemandirian Perilaku Pada Remaja Usia 14 18 Tahun Di SMAN 1 Bandung.

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA AUTHORITATIVE
DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PADA REMAJA USIA 14 – 18
TAHUN DI SMAN 1 BANDUNG

ABSTRAK

Lastri Yeni Indra. 2015. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Authoritative
dengan Kemandirian Perilaku pada Remaja Usia 14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung.
Pembimbing : Dr. Poeti Joefiani, M. Si.

Ketika individu berada pada fase remaja pertengahan, individu memerlukan
kemandirian perilaku karena banyak keputusan – keputusan awal yang berkaitan
dengan tujuan vokasional yang akan ia capai (Agustiani, 2006). Kemandirian perilaku
dapat dilihat dari kemampuan mengambil keputusan sendiri, kekuatan terhadap
pengaruh orang lain, dan self-reliance (Steinberg, 2014). Kemandirian remaja, salah
satunya dipengaruhi oleh pola asuh orang tua (Conger, 1991 dalam Suryadi &
Damayanti, 2003). Orang tua dengan pola asuh authoritative memberikan tuntutan
yang jelas pada anak dan juga responsif (Steinberg, 2014). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua
authoritative dengan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN
1 Bandung.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan metode penelitian
korelatif. Pengukuran dilakukan menggunakan kuesioner dengan alat ukur yang
mengacu pada teori Steinberg (2014) untuk alat ukur kemandirian perilaku dan teori
Baumrind (Maccoby, 1980) untuk alat ukur pola asuh orang tua. Subjek penelitian
adalah 85 siswa SMAN 1 Bandung yang berusia 14 – 18 tahun yang memiliki orang
tua dengan pola asuh authoritative.
Berdasarkan uji korelasi, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0.027 dimana pvalue < 0.05, dengan demikian H0 ditolak, sehingga dapat dinyatakan terdapat
hubungan antara pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian perilaku pada
remaja usia 14 - 18 tahun di SMAN 1 Bandung.
Kata Kunci : Pola asuh orang tua authoritative, kemandirian perilaku, remaja

PENDAHULUAN
Kemandirian

pada

remaja

menjadi hal yang penting untuk
dibahas


karena

beberapa

remaja

akhir

(18-21

tahun)

(Steinberg, 2014).

ahli

Kemandirian perilaku menjadi

Psikologi Perkembangan menekankan


penting untuk dikembangkan pada

hal ini. Selain Steinberg, Santrock

fase

(2014) juga menjelaskan bahwa salah

remaja akan membuat keputusan –

satu kunci kesuksesan remaja dalam

keputusan

beradaptasi dengan lingkungan adalah

dengan tujuan vokasional yang ingin

kemandirian.


Steinberg

remaja capai yang akan berpengaruh

(2014), ketika individu menginjak

untuk kehidupan remaja nantinya

usia

(Agustiani,

Menurut

remaja,

individu

mengembangkan


akan

remaja

pertengahan

awal

yang

2006).

karena

berkaitan

Kemandirian

kemampuan


perilaku dapat dilihat dari tiga hal,

kemandirian yang dapat dilihat dari

yakni kemampuan remaja membuat

aspek

keputusan

kemandirian

kemandirian
kemandirian

emosional,

perilaku
nilai.


Remaja

(10-13

akan

orang lain, dan memiliki self-reliance

tahun),

dilanjutkan dengan mengembangkan
aspek kemandirian perilaku pada usia
remaja pertengahan (14-17 tahun),
dan ketika kedua kemampuan ini
telah

berkembang

dengan


telah

memiliki kekuatan terhadap pengaruh

(Steinberg, 2014).

emosional terlebih dahulu pada usia
awal

remaja

dan

mengembangkan aspek kemandirian

remaja

sendiri,


baik,

barulah remaja akan mengembangkan
aspek kemandirian nilai pada usia

Perkembangan

kemandirian

dipengaruhi oleh budaya, karena tiap
budaya memiliki harapan usia yang
berbeda

agar

kemampuan

remaja

kemandirian.


memiliki
Sebuah

studi membandingkan antara budaya
Asia dan budaya Anglo. Didapatkan
hasil pada budaya Anglo (budaya
Barat)

yang anak remaja dan orang

tuanya tinggal di Amerika, Australia,

dan

Hongkong

memiliki

harapan


kemandirian yang lebih cepat daripada

dalam mengembangkan kemandirian
perilaku siswa.

kultur Asia (budaya Timur) yang anak
dan remajanya juga tinggal di negara
yang sama (Feldman & Quatman,
1988; Rosenthal & Feldman, 1991
dalam

Steinberg,

membuat

2014).

peneliti

melihat

lebih

kemandirian

Hal

tertarik

dalam

remaja

ini

untuk

bagaimana

pada

budaya

Timur dalama hal ini di Indonesia.

Melihat
SMAN

1

perhatian

Bandung

terhadap

penanaman nilai – nilai kemandirian
pada diri siswanya, sehingga peneliti
tertarik untuk meneliti lebih jauh
mengenai kemandirian yang ada di
remaja SMAN 1 Bandung sendiri.
Peneliti

kemudian

wawancara

SMAN 1 Bandung merupakan

besarnya

remaja

melakukan

terhadap
SMAN

tiga
1

orang

Bandung.

salah satu SMA favorit yang ada di

Wawancara dilakukan pada VO (17

kota Bandung. Salah satu visi SMAN

tahun), H (17 tahun), dan K (18

1

tahun). Dari hasil wawancara yang

Bandung

sumber

adalah

daya

mewujudkan
yang

dilakukan kepada tiga remaja SMAN

berprestasi dan berbudi pekerti baik

1 Bandung dapat dinyatakan bahwa

sesuai

ketiga remaja sudah menunjukkan

dengan

nasional.

manusia

tujuan

pendidikan

Berdasarkan

hasil

kemandirian perilaku.

wawancara yang peneliti lakukan
dengan

staf bagian kurikulum di

SMAN 1 Bandung, diketahui bahwa
untuk mewujudkan visi ini maka
perlu ditanamkan adanya nilai - nilai
kemandirian
khususnya

pada

diri

kemandirian

siswa,
perilaku.

SMAN 1 Bandung sudah berupaya

Usaha
dalam

SMAN

1

mewujudkan

Bandung

kemandirian

perilaku ini tidak akan terwujud tanpa
adanya peran serta orang tua remaja di
SMAN 1 Bandung sendiri. Hal ini
disebabkan karena perlakuan orang tua
akan

mempengaruhi

perkembangan

yang

terjadi

seluruh
pada

remaja, termasuk salah satunya adalah

kemandirian (Conger, 1991 dalam

remaja mengembangkan kemampuan

dalam Suryadi & Damayanti, 2003).

kemandirian perilakunya, karena orang

Perlakuan

akan

tua dengan pola asuh authoritative

tergambar dalam pola asuh yang

akan memberikan kesempatan bagi

diterapkan oleh orang tua.

remaja untuk mengatasi masalahnya,

orang

Terdapat

tua

ini

empat

pola

asuh

namun

tetap

mengawasi

remaja.

yakni pola pengasuhan authoritative,

Peneliti melihat bahwa ketiga remaja

dan

SMAN 1 Bandung yang memiliki

authoritarian,

indulgent,

(Steinberg,

indifferent

Pengelompokkan

pola

didasarkan

tingkat

atas

2014).

asuh

ini

dimensi

kemandirian

perilaku

berasal

dari

orang tua yang menerapkan parental
demandingness

dan

parental

parental demandingness dan dimensi

responsiveness yang sama-sama tinggi

yang

sehingga peneliti tertarik untuk melihat

diterapkan oleh orang tua kepada anak.

lebih dalam bagaimana hubungan

Parental responsiveness merupakan

antara kemandirian perilaku dengan

derajat dimana orang tua merespon

pola asuh orang tua yang authoritative

kebutuhan anak dengan menerima dan

pada remaja di SMAN 1 Bandung.

parental

responsiveness

mendukung anak (Steinberg, 2014).
Sedangkan parental demandingness
merupakan sejauh mana harapan dan

METODE PENELITIAN

tuntutan orang tua kepada anak agar

Rancangan

ini

penelitian

non

anak bersikap dewasa dan bertanggung

adalah

jawab (Steinberg, 2014).. Orang tua

eksperimental dengan menggunakan

dengan

metode korelasional. Peneliti mencoba

pola

asuh

authoritative,

rancangan

penelitian

parental

untuk menemukan ada atau tidaknya

parental

hubungan antara pola asuh orang tua

responsiveness yang tinggi (Steinberg,

authoritative dengan kemandirian pada

2014). Orang tua dengan pola asuh

remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN 1

authoritative akan dapat membantu

Bandung. Besarnya hubungan antara

menunjukkan
demandingness

perilaku
dan

pola asuh orang tua authoritative

100 orang siswa SMAN 1 Bandung

dengan kemandirian pada remaja usia

dan kemudian setelah pengembalian

14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung

kuesioner, diketahui bahwa 85 orang

didasarkan pada koefisien korelasi.

memiliki

Data yang akan dikumpulkan oleh

authoritative. Dengan demikian, 85

peneliti bersifat kuantitatif.

orang

pola

siswa

asuh

orang

SMAN

1

tua

Bandung

menjadi responden pada penelitian ini.
Partisipan
Sampel pada penelitian ini

Pengukuran

adalah remaja SMAN 1 Bandung yang
berusia

14 - 18 tahun dan tinggal

Peneliti mengembangkan alat
ukur

pola

asuh

orang

tua

dari

bersama dengan kedua orang tua sejak

penelitian sebelumnya oleh Fitrianti

lahir. Teknik pengambilan sampel

(2004)

pada

Baumrind (dalam Maccoby, 1980).

penelitian

ini

menggunakan

yang

sampling quota convenience. Peneliti

Sedangkan

mengelompokkan populasi siswa ke

kemandirian

dalam kategori kelas X, XI, dan XII.

menurunkan

Kemudian,

(2014).

peneliti

mengambil

berdasarkan

untuk

alat

perilaku,
dari

teori

teori

ukur
peneliti

Steinberg

masing-masing satu kelas sebagai

Alat Ukur Pola Asuh Orang Tua

sampel penelitian. Teknik sampling

Alat ukur pola asuh orang tua terdiri

quota convenience yang dilakukan

atas 85 item yang terdiri atas dimensi

dalam pengambilan kelas

parental demandingness dan dimensi

diambil

berdasarkan ketersediaan teknis.
Menurut
(2012:103)

Fraenkel
untuk

et

parental responsiveness.
al

Alat Ukur Kemandirian Perilaku

penelitian

Alat ukur kemandirian perilaku terdiri

korelasional dibutuhkan sekurang -

atas 40 item yang terdiri atas dimensi

kurangnya 50 orang sebagai sampel

kemampuan

yang representatif. Pada penelitian ini,

sendiri, dimensi memiliki kekuatan

peneliti menyebarkan kuesioner pada

mengambil

keputusan

diri terhadap pengaruh orang lain, dan
dimensi self-reliance.

Kemudian

peneliti

melakukan

perbandingan

korelasi

dimensi

juga
terhadap

kemampuan

HASIL PENELITIAN

mengambil keputusan sendiri, dimensi

Berdasarkan pengumpulan data yang

memiliki

dilakukan terhadap 85 responden yang

pengaruh orang lain, dan dimensi self-

memiliki

reliance

pola

asuh

authoritative

kekuatan

dengan

diperoleh data sebagai berikut :

authoritative.

Nilai

Hipotesi

Besar

peneliti peroleh :

Sig.

s

Korelas a

(2-

Kriteri

i

Guilfor

tailed

d

Di
men
si

)

diri

terhadap

pola
hasil

yang

Hipo

Be

Kri

Sig. (2- tesis

sar

teria

tailed)

Kore Guil

Nilai

Berikut

lasi

.027

H0

.239

Korelasi

ditolak

rendah

Berdasarkan

tabel

di

atas

diketahui bahwa nilai p-value sebesar
0.027 dimana p-value < 0.05, dengan
demikian

H0

ditolak.

menunjukkan

terdapat

antara

asuh

pola

Hal

ini

hubungan
orang

tua

authoritative dan kemandirian perilaku

pada remaja usia 14 - 18 tahun di
SMAN 1 Bandung. Nilai korelasi
sebesar

0.239

derajat

korelasi

kriteria Guilford.

yang

menunjukkan

rendah

menurut

Kemam

asuh

0.046

ford

H0

0.218 Kore

puan

dito

Lasi

Meng

lak

ren

ambil

dah

Kepu
tusan
Sendiri
Keku

0.111

H0

0.174 Kore

atan

di

lasi

terhadap

te

sang

Penga

rima

at

ruh

ren

Orang

dah

Lain

0.310

Self-

H0 di 0.112 Kore

authoritative

dimana

orang

tua

Re

te

lasi

merespon kebutuhan remaja dengan

Lian

rima

sang

menerima dan mendukung remaja

at

(parental responsiveness) dan juga

ren

memberikan tuntutan kepada remaja

dah

(parental

ce

Dari pengolahan data juga
diketahui bahwa sebagian besar remaja

demandingness)

ternyata

mendorong remaja untuk memiliki
kemandirian perilaku tinggi.

usia 14 – 18 tahun di SMAN 1

Pada penelitian ini didapatkan

kemandirian

hasil bahwa nilai korelasi antara pola

perilaku yang termasuk dalam kategori

asuh orang tua authoritative dengan

tinggi yakni 52.9% dan responden

kemandirian perilaku adalah sebesar

yang termasuk dalam kategori sedang

0.239. Dalam kriteria Guilford ini

sekitar 47.1%. Diperoleh pula data

termasuk

bahwa mayoritas responden dengan

rendah. Peneliti berasumsi bahwa hal

kemandirian

juga

ini disebabkan pada usia remaja

termasuk dalam kategori tinggi pada

pertengahan yakni 14 – 18 tahun

Bandung

memiliki



perilaku

tinggi

dalam

derajat

merupakan

masa

mayoritas responden yang memiliki

remaja

mulai

skor kemandirian perilaku sedang juga

ketergantungannya pada orang tua dan

mayoritas memiliki skor yang sedang

kemudian lebih dekat dengan teman –

pada masing – masing dimensi.

temannya atau peer nya (Muangman

masing

masing

dimensi.

Dan

dalam
PEMBAHASAN
Terdapat hubungan antara pola
asuh orang tua authoritative dengan
kemandirian perilaku pada remaja usia
14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung.
Artinya orang tua dengan pola asuh

Sarwito,

transisi

korelasi

dimana

melepaskan

2000).

Dengan

demikian, pola asuh orang tua bukan
menjadi

faktor

tunggal

dalam

penentuan kemandirian perilaku pada
remaja.
Peneliti juga mendapatkan data
bahwa

dimensi

kemampuan

mengambil

keputusan

merupakan

dimensi

berhubungan

sendiri

dalam hal ini adalah peer untuk

paling

membantunya menghadapi masalah -

asuh

masalah tertentu (W.A. Collins &

yang

dengan

pola

authoritative. Hal ini bisa dimengerti

Steinberg,

karena remaja sedang berada pada

2014). Hal inilah yang peneliti duga

tahap formal operational menurut

mempengaruhi

Piaget (Santrock, 2014). Pada tahap

korelasi antara self-reliance dengan

ini, remaja sedang mengembangkan

pola asuh orang tua authoritative.

kemampuan kognitif dalam beberapa

2006

dalam

Steinberg,

rendahnya

Peneliti

nilai

mendapatkan

data

hal, yakni memiliki peningkatan dalam

bahwa dimensi kekuatan terhadap

kemampuan berpikir hipotesis, telah

pengaruh

orang

lain

mampu memahami perspektif orang

dimensi

yang

paling

lain, dan juga telah mampu memberi

berhubungan

dengan

pertimbangan akan saran dari orang

authoritative.

Hal

lain (Steinberg, 2014).

dimengerti karena pada usia remaja

ini

merupakan
kurang

pola
juga

asuh
bisa

Demikian pula pada dimensi

pertengahan, peer menjadi hal paling

self-reliance. Dimensi ini menjadi

penting bagi remaja dan tekanan peer

dimensi yang juga memiliki korelasi

juga semakin kuat (Steinberg, 2014).

yang

Akibatnya,

rendah

dengan

pola

asuh

dalam

beberapa

authoritative. Self reliance merupakan

pengambilan keputusan remaja masih

pengetahuan diri mengenai sejauh

dipengaruhi oleh peer .

mana dirinya mampu menghadapi
kesulitan

dan

tantangan

dalam

SIMPULAN

hidupnya khususnya dalam memenuhi

Berdasarkan pengolahan data

tanggung jawab di sekolah dan di

yang dilakukan, dapat ditarik simpulan

rumah.

bahwa

Meskipun

remaja

sudah

terdapat

hubungan

antara

nya

kemandirian perilaku dengan pola asuh

pada masa remaja pertengahan, ia tetap

authoritative pada remaja usia 14 -18

merasa masih membutuhkan orang lain

tahun di SMAN 1 Bandung. Namun,

mengembangkan

self-reliance

korelasi antara kemandirian perilaku

dengan kadar yang sama – sama

dengan pola asuh authoritative pada

tinggi.

remaja usia 14 -18 tahun di SMAN 1
Bandung termasuk dalam kategori



siswanya memiliki kemandirian

rendah menurut kriteria Guilford. Dari

perilaku dapat menerapkan sistem

ketiga dimensi kemandirian perilaku,

pengajaran

hanya dimensi pengambilan keputusan
sendiri

yang

memiliki

yang

prestasi

hanya

tertentu

(parental

demandingness) melainkan juga

memberikan

SARAN

dukungan

dan

perhatian pada siswa (parental
responsiveness).

Bagi orang tua yang ingin agar
anak

remajanya

memiliki

kemandirian perilaku yang tinggi,
maka dapat menerapkan parental
dan

demandingness

parental

responsiveness dengan kadar yang

sama – sama tinggi. Demikian
pula

bagi

ahli

psikologi

perkembangan yang memberikan
saran untuk client yang meminta
bantuan

dalam

meningkatkan

kemandirian

perilaku

anak

remajanya,

maka

dapat



Hal yang juga perlu diperhatikan
dalam tidak lanjut dari penelitian
ini kepada para orang tua adalah
pengawasan yang lebih ekstra
kepada

pilihan

remaja

yang

mengikuti
dimensi

kegiatan
hanya

teman,
kekuatan

dukungan dan tuntutan kepada
remaja

harus

diberikan

anak

sekedar
mengingat
terhadap

pengaruh orang lain merupakan
dimensi

terendah

yang

berhubungan dengan pola asuh
authoritative.

ditekankankan bahwa pemberian

anak

tidak

menuntut siswa untuk mencapai

hubungan

dengan pola asuh authoritative.



Untuk guru yang ingin agar

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT
Refika Aditama.
Aprilia,

Imas
Diana.
2008.
Pengembangan Kemandirian
Remaja Tunarungu. Jurusan
Pendidikan
Luar
Biasa,
Universitas
Pendidikan
Indonesia.
Available
at
(diakses pada 18 Februari
2015)
http://file.upi.edu/Direktori/FI
P/JUR._PEND._LUAR_BIA
SA/197004171994022IMAS_DIANA_APRILIA/A
RTIKEL_1.pdf (diakses pada
18 Februari 2015)

Brown, James Dean 2011. Likert Items
and Scales of Measurement.
University of Hawai‘i at
Mānoa.
Available
at
http://jalt.org/test/PDF/Brown
34.pdf (diakses pada 15
Desember 2015)
Budiman,
Nandang.
2011.
Perkembangan Kemandirian
pada
Remaja.
Jurusan
Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan Fakultas Ilmu
Pendidikan UPI. Available at
http://ebookbrowsee.net/perke
mbangan-kemandirianpdfd234962623 (diakses pada
30 Mei 2015)

Christensen, Larry B, et al. 2011.
Research Method, Design,
and Analysis 11th ed. Boston :
Pearson
Fedora, Dian Ariella. 2012. Pengaruh
Gaya Pengasuhan Orang Tua
terhadap Karakter Disiplin,
Tanggung
Jawab,
dan
Penghargaan pada Anak Usia
Middle Childhood. Skripsi
Fakultas
Psikologi
Universitas
Indonesia.
Available
at
http://lib.ui.ac.id/file?file=digi
tal/20320545-S-PDFDian%20Ariella%20Fedora.p
df (diakses pada 30 Mei
2015)
Fitrianti, Rahmi. 2004. Hubungan
antara Pola Asuh Orang Tua
Authoritarian, Authoritative,
Permissive, dan Indifferent
dengan Penyesuaian Sosial
Mahasiswa. Skripsi Fakultas
Psikologi
Universitas
Padjadjaran
(tidak
dipublikasikan)
Fraenkel et al. 2012. How to Design
and Evaluate Research in
Education.
New
York:
McGraw-Hill
Companies,
Inc.
Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological
Testing : Design, Analysis,

and Use. United Stated :
Pearson.

Gravetter, Frederick J dan Wallnau,
Larry B. 2010. Statistics for
the Behavioral Science 8th
edition.
New
York
:
Wadsworth
Cengage
Learning.
Guilford, J.P dan Fruchter, Benjamin.
1978. Fundamental Statistics
in Psychology and Education
6th ed. New York : Mc Graw
Hill Book Co. Inc.
Kaplan

and
Sacuzzo.2001.
Psychological
Testing
Principles, Applications and
Issue.
USA:
Wadsworth
Thomson Learning.

Karma, I Nyoman. 2002. Hubungan
antara Pola Pengasuhan
Orangtua
dan
Otonomi
Remaja
(Studi
tentang
Remaja Pertengahan Pada
Budaya Sasak di Kabupaten
Lombok
Barat).
Jurnal
Psikologi Vol.9, No 1, Maret
2002
Kerlinger, F.N. 2004. Asas-asas
Penelitian
Behavioral.
Yogyakarta: Gadjah Mada
Press.

Lewin, Miriam. 1979. Understanding
Psychological Research. New
York: John Wiley & Sons.
Maccoby, Eleanor E. 1980. Social
Development: Psychological
Growth and the Parent-child
Relationship. New York:
Harcourt Brace Jovanovich,
Inc.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian.
Bogor : Penerbit Ghalila
Indonesia.
Neuman, W.L. 2007. Basic of Social
Research: Qualitative and
Quantitative Approach 2 nd ed.
Boston: Pearson Education.
Pande, S.S. et al. 2013. Correlation
Between
Diffuclty
&
Discrimination Indices of
MCQs in Formative Exam in
Physiology. South-East Asian
Journal of Medical Education.
7(1): 45 – 50
PPBDB Online Kota Bandung. 2015.
Info Sekolah SMA. Available
at http://ppdb.bandung.go.id
(diakes pada 4 Oktober 2015)
Santrock, John W. 2014. Adolescence
15th edition. New York Mc
Graw – Hill Education.
Sarwito,

Sarlito
Psikologi

Wirawan.
Remaja

2000.
Edisi

kelima. Jakarta: PT
Grafindo Persada.

Raja

Steinberg, L. 2014. Adolescence 10th
ed. New York : Mc Graw
Hill, Inc.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika .
Edisi Keenam. Bandung :
Tarsito.
Suryadi, Denrinch dan Damayanti,
Cindy. 2003. Perbedaan
Tingkat Kemandirian Remaja
Putri Yang Ibunya Bekerja
Dan Tidak Bekerja. Jurnal
Psikologi Vol. 1 No. 1, Juni
2003.
Available
at
http://download.portalgaruda.
org/article.php?article=62907
&val=4564 (diakses pada 18
Februari 2015)
Waryanto, Budi dan Millafati, Yuan
Astika. 2006. Transformasi
Data Skala Ordinal ke
Interval
dengan
Menggunakan
Makro
Minitab.
Informatika
Pertanian Volume 15, Institut
Pertanian Bogor. Available at
http://www.litbang.pertanian.
go.id/warta-ip/pdffile/4.budiwaryantoipvol15.pdf (diakses pada 30
September 2015)
Zaduqisti, Esti. 2009. Stereotipe Peran
Gender
bagi Pendidikan

Anak. Muwazah vol. 1 No.1,
Januari

Juni
2009.
Available
at
http://download.portalgaruda.
org/article.php?article=25128
6&val=6754&title=STEREO
TIPE%20PERAN%20GEND
ER%20BAGI%20PENDIDIK
AN%20ANAK (diakses pada
18 Februari 2015)