Dosis Aman Parasetamol Terhadap Aktivitas Aspartate Aminotransferase dan Alanine Aminotranferase pada Ayam Pedaging.

Indonesia Medicus Veterinus Agustus 2015

4(4) : 288-294

pISSN : 2301-7848; eISSN: 2477-6637

Dosis Aman Parasetamol Terhadap Aktivitas Aspartate Aminotransferase
dan Alanine Aminotranferase pada Ayam Pedaging
(SAFE DOSE OF PARACETAMOL ON ASPARTATE AMINOTRANSFERASE AND
ALANINE AMINOTRANFERASE ACTIVITY IN BROILERS)

Alifianita Anake Yansri1, Ida Bagus Komang Ardana2, Luh Dewi Anggreni2,
Made Suma Anthara3
1

Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan
2
Laboratorium Patologi Klinik Veteriner
3
Laboratorium Farmakologi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

Jalan Sudirman, Denpasar, Bali, Telp. 0361 223791
E-mail : aneyansri@gmail.com
ABSTRAK
Parasetamol adalah obat yang digunakan secara luas sebagai antipiretik dan analgesik. Pada
ayam, parasetamol juga digunakan sebagai pemacu tumbuh dan pemberik rasa nyaman. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan parasetamol pada ayam dapat
menyebabkan kerusakan hati yang ditandai dengan peningkatan aktivitas enzim Aspartate
Aminotransferase (AST) dan Alanine Aminotransferase (ALT) pada darah tepi. Rancangan yang
digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan besar sampel 24 ekor dog old
chiken (DOC) ayam pedaging yang dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok P0 merupakan
kelompok kontrol negatif yang diberikan pakan normal. Kelompok P1, P2 dan P3 merupakan
kelompok ayam yang diberikan pakan dengan campuran parasetamol sebanyak masing-masing 1 g/kg
pakan, 2 g/kg pakan, dan 4 g/kg pakan. Perlakuan diberikan selama 21 hari dan pengamatan dilakukan
pada hari ke 21 dan ke 35 setalah perlakuan. Spesimen yang diamati berupa darah tepi dan variabel
yang diamati adalah kadar AST dan ALT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbadaan kadar AST dan ALT antara kelompok kontrol, kelompok dosis 1 g/kg pakan, 2 g/kg pakan,
dan 4 g/kg (p>0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Pemberian parasetamol pada
ayam pedaging sampai dosis 4 g/kg pakan selama 21 hari masih tergolong dosis aman.
Kata-kata kunci: parasetamol, AST, ALT, ayam pedaging.


ABSTRACT
Paracetamol is an antipyretic and analgesic drug that widely used. In chickens, paracetamol is also use
as growth promoter and provide comfort feeling. The purpose of this study was to determine whether
the use of paracetamol in chickens can cause liver damage characterized by increased activity of AST
and ALT activity in peripheral blood. The design used in this study was a completely randomized
design with a sample size of 24 dog old chiken (DOC) broiler chickens, that were divided into four
groups. P0 is the negative control group were given normal feed. Groups P1, P2 and P3 is a group of
chickens were given feed with a mixture of paracetamol as each 1gram / kg of feed, 2gram / kg of
feed, and 4gram / kg of feed. Treatment was given for 21 days and observations were made on days
21 and 35 after the treatment. Specimens were observed as peripheral blood and the observed
variables are the levels of AST and ALT. The results showed that there were no significant difference
of AST and ALT between the control group, group dose of 1gram / kg of feed, 2gram / kg of feed,
and 4gram / kg (p> 0.05). From these results it can be concluded that the granting of paracetamol in
broilers until 4gram dose / kg of feed for 21 days is still considered a safe dose.
Keyword: paracetamol, AST, ALT, broiler chicken

288

PENDAHULUAN
Parasetamol atau asetaminofen merupakan obat antipiretik dan analgesik yang sering

digunakan. Obat ini telah lama digunakan sebagai terapi pada ayam, baik broiler maupun
layer. Selain efek antipiretiknya, obat ini banyak dimanfaatkan sebagai pemacu pertumbuhan
ayam (Dikstein, 1965). Parasetamol juga diketahui dapat memberikan rasa lebih nyaman,
mengurangi angka kematian menjelang panen dan saat panen, serta membantu kondisi tubuh
ayam saat mengalami cekaman suhu yang panas.
Parasetamol dikatabolisme di hati dengan hasil metabolit berupa senyawa N-acetyl-pbenzo-quinone imine (NAPQI) yang inaktiv akan tetapi masih bersifat toksik, dimana

nantinya akan diinaktivasi lebih lanjut oleh glutation (Katzung, 1997). Pada keadaan normal,
hasil metabolit dalam jumlah sedikit akan diikat oleh glutation yang kemudian dimetabolisme
lebih lanjut menjadi suatu asam merkapturat dan sistein lalu diekskresi melalui urin. Akan
tetapi apabila parasetamol dikonsumsi secara berlebihan, glutation tubuh tidak akan cukup
untuk menginaktivasi racun dari NAPQI. Metabolit ini kemudian akan secara bebas bereaksi
dengan enzim-enzim penting dari hepar, sehingga hal ini akan merusak hepatosit. Hal ini
akan memacu terjadinya kerusakan hepar yang parah bahkan kematian karena kegagalan
kerja hati (Huang et al., 1993; James et al. 2003; Nassar 2009; McGill et al., 2012).
Kelainan fungsi hati akan memberikan manifestasi klinis berupa peningkatan aktivitas
enzim amino transferase yang terdapat dalam darah, baik Aspartate aminotransferase (AST)
maupun Alanine aminotransferase (ALT) (Bahar, 1975; Navvaro, 2006).
Pemakaian parasetamol pada ayam untuk tujuan meningkatkan berat karkas ayam
pedaging makin banyak dilakukan. Bagaimana fungsi hati belum dilakukan. Menurut

Raghavendran (2004) pada mencit, tikus dan manusia penggunaan parasetamol dalam dosis
tinggi dapat menyebabkan kerusakan (nekrosis) sentrilobularis hati. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian pemberian parasetamol berbagai dosis yang dicampurkan ke dalam
pakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap aktivitas AST dan ALT pada ayam pedaging.

METODE PENELITIAN
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Sampel
yang digunakan adalah ayam pedaging strain MF umur 14 hari dengan berat badan rata-rata
498 g. Besar sampel yang dipergunakan dalam penelitian adalah 24 ekor yang terbagi dalam
4 kelompok perlakuan, yang terdiri dari kelompok kontrol (P0), kelompok ayam yang
diberikan pakan dicampur parasetamol sebanyak 1 g/kg pakan (P1), 2 g/kg pakan (P2), dan 4
g/kg pakan (P3).
289

Pemeriksaan dilakukan pada hari ke 7 dan hari ke 21 setelah perlakuan. Pemeriksaan
AST dan ALT dilakukan dengan menggunakan alat penghitung aktivitas AST dan ALT yaitu
Reflotron® Plus produksi ROCHE. Variabel dalam penelitian ini meliputi : a) variabel bebas
yaitu dosis parasetamol. b) variabel tergantung yaitu kadar AST dan ALT darah ayam
pedaging. c) variabel kendali yaitu


umur, jenis kelamin, jenis pakan, suhu kandang,

kelembapan kandang, dan status awal kesehatan ayam.
Data yang digunakan dalam penelitian dianalisis dalam Sidik Ragam/ANOVA (Analysis
of Covariance) bila ada perbedaan, dilanjutkan dengan uji Jarak berganda Duncan (Sampurna

dan Nindhia, 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan aktivitas AST dan ALT pada ayam pedaging pada hari ke 7 setelah
pemberian parasetamol, yang dicampur dalam pakan dengan berbagai dosis mulai umur ayam
14 hari disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Rata-Rata Aktivitas AST dan ALT pada Ayam Pedaging pada hari ke 7
setelah perlakuan
Perlakuan

AST (u/l) ± SD

ALT (u/l) ± SD

P0 (kontrol)

P1 (1 g parasetamol/kg pakan)
P2 (2 g parasetamol/kg pakan)
P3 (4 g parasetamol/kg pakan)

332,67 ± 2,160
332,50 ± 4,037
335,17 ± 1,602
334,83 ± 1,722

249,83 ± 11,496
248,67 ± 12,291
248,50 ± 10,134
248,83 ± 11,356

Hasil Analisa Sidik Ragam menunjukkan bahwa pemberian parasetamol tidak
berpengaruh nyata terhadap aktivitas AST dan ALT pada ayam pedaging pada hari ke 7
setelah perlakuan (p > 0,05).
Pada ayam pedaging yang sama tetap diberi parasetamol dengan berbagai dosis selama
21 hari sampai umur 35 hari menunjukkan hasil pemeriksaan aktivitas AST dan ALT seperti
pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Rata-Rata Aktivitas AST dan ALT pada Ayam Pedaging pada hari ke 21
setelah awal perlakuan
Perlakuan

AST (u/l) ± SD

ALT (u/l) ± SD

P0 (kontrol)
P1 (1 g parasetamol/kg pakan)
P2 (1 g parasetamol/kg pakan)
P3 (1 g parasetamol/kg pakan)

332,83 ± 1,169
332,67 ± 1,862
334,50 ± 1,871
334,67 ± 1,211

249,67 ± 10,577
248,67 ± 12,193

248,50 ± 8,313
248,83 ± 11,179

290

Hasil Analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa pemberian parasetamol tidak
berpengaruh nyata terhadap aktivitas AST pada ayam pedaging pada pemeriksaan hari ke 21
setelah awal (p > 0,05).
Organ yang memiliki peranan penting dalam metabolisme bahan toksik adalah hati,
karena hati berfungsi mendetoksikasi senyawa-senyawa racun dan biotransformasi obat agar
lebih mudah dikeluarkan dari dalam tubuh. Ketika mengalami kerusakan, sel hati (hepatosit)
tidak dapat memperbarui selnya. Organ hati dapat melakukan fungsinya selama sel hati
dalam kondisi baik dan tidak mengalami paparan zat toksik.
Ketika hepar terpapar suatu zat toksik dan terjadi nekrosis pada sel-selnya, sel ini akan
melepaskan enzim-enzim intraseluler ke dalam aliran darah. Perubahan kadar enzim-enzim
tersebut dalam darah dapat digunakan sebagai parameter terjadinya kerusakan dengan
mengamati zat-zat dalam darah yang di bentuk oleh sel hati. Beberapa enzim yang dapat
digunakan sebagai indikator kerusakan hati antara lain konsentrasi enzim AST dan ALT
dalam darah (Hozaimah, 2007).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian parasetamol secara oral yang

diberikan pada campuran pakan dengan dosis 1 g/kg pakan, 2 g/kg pakan, dan 4 g/kg pakan,
tidak terdapat perbedaan yang nyata pada aktivitas AST dan ALT antar masing-masing
perlakuan.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pemberian parasetamol sampai dosis 4
g/kg pakan selama 21 hari tidak memiliki efek toksik terhadap organ hati.
Penggunaan parasetamol pada ayam pedaging dimaksudkan sebagai obat antipiretik
yang berfungsi menurunkan suhu tubuh pasca vaksinasi dan saat terjadi cekaman suhu panas
pada ayam pedaging. Parasetamol yang diberikan secara oral akan cepat diabsorbsi dari
saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai dalam 10-30 menit dan massa paruh
plasma pada ayam pedaging kurang lebih 3 jam. Parasetamol akan diedarkan ke seluruh
tubuh melalui perdaran darah. Melalui peredaran darah parasetamol didistribusi menuju hati
(Forrest et al., 1982; James et al., 2009). Didalam hati inilah parasetamol dikatabolisme,
dimana parasetamol dirubah menjadi lebih mudah larut untuk dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui beberapa proses awal yaitu oksidasi dan konjugasi. Oksidasi parasetamol melibatkan
enzim sitokrom P450, parasetamol dirubah menjadi N-acetyl-p-benzoquinonimine (NAPQI)
yang merupakan hasil metabolisme toksik yang nantinya akan berikatan dengan glutation.
Sedangkan pada proses konjugasi, parasetamol berikatan dengan glukoronide konjugat dan
sulphate konjugat yang sudah menghasilkan metabolit parasetamol dalam bentuk non toksik
(Lubel et al., 2007; Whirl-Carrillo et al., 2012).
291


Berdasarkan hasil penelitian Wilson dan Gilfod pada keadaan normal, hasil metabolit
parasetamol dalam jumlah sedikit akan diikat oleh glutatin yang kemudian dimetabolisme
lebih lanjut menjadi suatu asam merkapturat dan sistein lalu diekskresi melalui urin
(Critchley et al., 2005; Heirmayani, 2007). Akan tetapi apabila parasetamol dikonsumsi
secara berlebihan dan dalam jangka waktu yang berkepanjangan, glutation tubuh tidak akan
cukup untuk menginaktivasi racun dari NAPQI. Metabolit ini kemudian akan secara bebas
bereaksi dengan enzim-enzim penting dari hepar, sehingga hal ini akan merusak hepatosit.
Hal ini akan memicu terjadinya kerusakan hepar yang parah bahkan kematian karena
kegagalan kerja hati (Heirmayani 2007; Jaeschke et al., 2012; Whirl-Carrillo et al., 2012).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian parasetamol pada
dosis 1 g/kg pakan, 2 g/kg pakan, dan 4 g/kg pakan tidak mempengaruhi aktivitas AST dan
ALT.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas AST dan ALT pada ayam
pedaging setelah pemberian parasetamol dengan dosis yang lebih tinggi dan dalam jangka
waktu lama. Para peternak ayam pedaging dapat menggunakan parasetamol sampai dosis 4
gram/ kg pakan sebagai obat antipiretik maupun pemacu pertumbuhan.
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu kelancaran dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A. (1975). Evaluasi Beberapa Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Hati.
Simposium Penyakit Hati. 35-38.
Critchley, J. A. J. H., Critchley, L. A. H., Anderson, P. J. and Tomlinson, B. (2005),
Differences in the single-oral-dose pharmacokinetics and urinary excretion of paracetamol
and its conjugates between Hong Kong Chinese and Caucasian subjects. Journal of
Clinical Pharmacy and Therapeutics, 30: 179–184.
Dikstein S., Zor U., Ruah D., dan Sulman F.G. (1965). Stimulatory Effect of Paracetamol on
Chicken Growth. Department of Applied Pharmacology. Poultry Science 45 (4):744-746.

292

Forrest, J.A., Clements, J.A., and Prescott, L.F. (1982). Clinical Pharmacokinetics of
Paracetamol. Clin Pharmacokinet 7(2):93-107.
Heirmayani. (2007). Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) pada Pemberian
Parasetamol (Skripsi). Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Hozaimah, S. (2007). Kadar SGOT dan SGPT pada Tikus Putih (rattus novegicus) Akibat
konsumsi Minyak Jelantah Bermerek dan Tidak Bermerek dari Beberapa Kali
Penggorengan (Skripsi). Malang : Universitas Muhammadiyah Malang; p: 30.
Huang, T.L., Villalobos, S.a., and Hammock, B.D. 1993. Effect of Hepatotoxic Doses of
Paracetamol and Carbon Tetrachloride on the Serum and Hepatic Carboxylesterase
Activity in Mice. J.Pharm.Pharmacol 45: 458-465.
Jaeschke, H., Williams, C. D., Ramachandran, A. and Bajt, M. L. (2012). Acetaminophen
hepatotoxicity and repair: the role of sterile inflammation and innate immunity. Liver
International, 32: 8–20.
James, L.P., Mayeux, P.R., Hinson, J.A. 2003. Acetaminophen-Induced Hepatotoxicity. Drug
Metab Dispos 31(12):1499-506.
James, L.P., Letzig, L., Simpson, L.M., Capparelli, E., Roberts, D.W., Hinson, J.A., Davern,
T.J., and Lee, W.M. (2009). Pharmacokinetics of Acetaminophen-Protein Adducts in
Adults with Acetaminophen Overdose and Acute Liver Failure. DMD 37(8):1779–1784.
Katzung, B.G. (1997). Farmakologi Dasar dan Klinik. Ediisi keenam. Jakarta: EGC. Hlm.
574-575.
Lubel, J.S., Angus, P.W., and Gow, P.J. (2007). Accidental Paracetamol Poisoning. Med J
Aust 186 (7), pp: 371-372.
McGill, M.R., Sharpe, M.R., Williams, C.D., Taha, M., Curry, S.C., and Jaeschke, H. 2012.
The Mechanism Underlying Acetaminophen-Induced Hepatotoxicity in Humans and Mice
Involves Mitochondrial Damage and Nuclear DNA Fragmentation. J Clin Invest,
122(4):1574–1583.
Nassar A.F, Hollenberg P.F., and Scatina J. (2009). Drug Metabolism Handbook Concepts
And Applications. Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Hlm
588, 678 – 680.
Navvaro, V. (2006). Drug-Related Hepatotoxicity. N. Eng J Med. Journal of Medicine. Hlm
354-357.
Raghavendran, H.R.B. (2004). Hepatoprotective Nature of Seaweed Alcoholic Extract on
Acetaminophen Induced Hepatic Oxidative Stress. Journal of Health Sciencs. 50(1). Hlm
42-46.
Sampurna IP, Nindhia TS. (2008). Analisis Data dengan SPSS dalam Rancangan Percobaan.
Cetakan Pertama. Udayana University Press, Bali.

293

Whirl-Carrillo, M., McDonagh, E.M., Hebert, J. M., Gong, L., Sangkuhl, K., Thorn, C.F.,
Altman R.B., and Klein. T.E. (2012). Pharmacogenomics Knowledge for Personalized
Medicine. Clinical Pharmacology & Therapeutics 92(4): 414-417.

294

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ENZIM ASPARTATE AMINOTRANSFERASE (AST) SERUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI ETANOL

1 34 52

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT) pada Tikus yang Diinduksi Asetaminofen.

0 4 12

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT) pada Tikus yang Diinduksi Asetaminofen.

0 3 14

Aktivitas Enzim Alanine Aminotransferase (ALT) Dan Aspartate Aminotransferase (AST) Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Yang Diberi Ekstrak Buah Pinang (Areca catechu L.).

2 3 17

Aktivitas Enzim Alanine Aminotransferase (ALT) Dan Aspartate Aminotransferase (AST) Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Yang Diberi Ekstrak Buah Pinang (Areca catechu L.).

0 0 17

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (l.) vahl.) terhadap aktivitas alanin aminotransferase dan aspartate aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 106

Efek hepatoprotektif jangka panjang infusa daun tempuyung (sonchus arvensis l.) terhadap aktivitas alanin aminotransferase dan aspartate transaminase pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

1 3 130

The Effect of Black Cumin (Nigella sativa) Grinding Supplementation on Aspartate Aminotransferase (AST), Alanine Aminotransferase (ALT) and Liver Weight on Broiler

0 0 6

Perbedaan Aktivitas Enzim Alanine Aminotransferase (ALT) pada Plasma Litium Heparin dengan Penggunaan Separator Tube dan Vacutainer pada Pasien Post Hemodialisa - Repository Poltekkesjogja

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perbedaan Aktivitas Enzim Alanine Aminotransferase (ALT) pada Plasma Litium Heparin dengan Penggunaan Separator Tube dan Vacutainer pada Pasien Post Hemodialisa - Repository Poltekkesjogja

0 0 29