Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (l.) vahl.) terhadap aktivitas alanin aminotransferase dan aspartate aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(1)

i

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida serta untuk mengetahui dosis efektif ekstrak sebagai senyawa hepatoprotektif.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar sebanyak 30 ekor yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 160-250 gram dibagi secara acak kedalam 6 kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol negatif) diberi minyak zaitun dosis 2 mL/kgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida dalam minyak zaitun (1:1) dosis 2 mL/kgBB. Kelompok III (kontrol ekstrak etanol) diberi ekstrak etanol 50% daun

S. indica dengan dosis 400 mg/kgBB. Kemudian setelah enam jam, dilakukan pengambilan darah dari daerah sinus orbitalis mata. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan uji) diberi ekstrak etanol 50% daun S. indica dengan dosis bertingkat yakni 100; 200; dan 400 mg/kgBB. Dilakukan pengambilan darah pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT (Alanin Aminotransferase) dan AST (Aspartat Aminotransferase) pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida. Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis menggunakan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji

Post Hoc.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 50% daun Jarong memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida pada dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgB dan dosis efektif yang diperoleh yaitu pada dosis 100 mg/kgBB.

Kata kunci : Efek hepatoprotektif, Stachytarpheta indica (L.) Vahl., Ekstrak etanol 50%, ALT, AST.


(2)

ii

ABSTRACT

The aim of study research to determine the hepatoprotective effect of 50% ethanol extract of Jarong leaves (Stachytarpheta indica (L.) Vahl. to alanine aminotransferase and aspartate aminotransferase activities in male Wistar rats induced carbon tetrachloride and to know the effective dose in giving extraction.

This research is purely experimental research with randomized complete direct smpling design. This research used 30 male Wistar rats, aged 2-3 months, ±160-250 grams weight, and divided randomly into 6 groups. Group I (negatif controlled-group) was given olive oil at a dose of 2 mL/kgBW. Group II (hepatotoxins controlled-group) was given carbon tetrachloride dissolved in olive oil (1:1) at a dose of 2 mL/kgBW. Group III (ethanol extract group) was given 50% ethanol extract S. indica at dose 400 mg/kgBW. Six hours later, blood was collected from the orbital sinus eye. Group IV, V, and VI (treatment group) were given 50% ethanol extract S. indica with doses level 100,; 200; and 400 mg/kgBW. Blood samples from all group were taken through the eyes orbital sinus for measuring the Alanine Aminotransferase (ALT) and Aspartate Aminotransferase (AST) activities at 24th hour after administration of carbon tetrachloride. The data were analyzed by one way ANOVA with 95% significancy level and continued with post hoc test.

The results showed that administration of 50% ethanol extract of Jarong leaves had a hepatoprotective effect by reducing ALT and AST activities in male Wistar rats induced carbon tetrachloride at a dose of 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW and effective dose is 100 mg/kgBW.

Keywords : Hepatoprotective effect, Stachytarpheta indica (L.) Vahl., 50% ethanol extract, ALT, AST.


(3)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETANOL 50% DAUN JARONG (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) TERHADAP AKTIVITAS ALANIN AMINOTRANSFERASE DAN ASPARTATE AMINOTRANSFERASE

PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

oleh :

Hosianna Yossi Agustina NIM: 128114060

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

ũ

Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan,

maka Ia akan memelihara Engkau!

Ū

(Mazmur 55:23a)

ũ

Tetaplah berdoa.

Ū

(1 Tesalonika 5:17)

Kupersembahkan tulisan kecil ini untuk, Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan anugerah-Nya dalam hidupku Papah, Mamah, Kakak, dan Adikku yang selalu memberikan cinta dan dukungannya Serta Almamaterku Universitas Sanata Dharma Yogyakarta


(7)

(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan atas kasih, anugerah, dan damai sejahtera yang selalu tercurah dan melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK

ETANOL 50% DAUN JARONG (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) TERHADAP AKTIVITAS ALANIN AMINOTRANSFERASE DAN

ASPARTATE AMINOTRANSFERASE PADA TIKUS JANTAN

GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam keseluruhan proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi, terdapat bantuan dari berbagai pihak sehingga meskipun terdapat beberapa kendala namun seluruhnya dapat diatasi dengan baik. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat, penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan dan Ibu Dr. Sri

Hartati Yuliani, Apt. selaku Ketua Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Pembimbing, atas

segala arahan, dukungan, motivasi, nasihat, pengertian, kesabaran, dan ketulusannya selama membimbing penulis dalam penelitian dan penyusunan naskah skripsi.


(10)

viii

3. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing, atas

segala arahan, dukungan, motivasi, nasihat, pengertian, kesabaran, dan ketulusannya selama membimbing penulis dalam penelitian dan penyusunan naskah skripsi.

4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D, Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas

bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi.

5. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, M.Si, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas

bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi.

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung Jawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberi izin dalam

penggunaan fasilitas laboratorium Farmakologi-Toksikologi,

Biofarmasetika-Farmakokinetika, Anatomi-Fisiologi,

Farmakognosi-Fitokimia, Imunologi, dan Kimia Organik demi kepentingan penelitian ini.

7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., atas bantuannya dalam determinasi

tanaman Stachytarpheta indica (L.) Vahl.

8. Komite Etik Universitas Gajah Mada, atas izin penggunaan hewan uji

dalam penelitian.

9. Bapak Heru selaku laboran Laboratorium Farmakologi-Toksikologi dan

Laboratorium Biofarmasetika-Farmakokinetika, Bapak Supardjiman selaku laboran Laboratorium Imunologi, Bapak Kayatno selaku laboran Laboratorium Anatomi-Fisiologi, Bapak Wagiran selaku laboran Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Bapak Kunto selaku laboran Laboratorium Kimia Organik, dan Bapak Sigit selaku laboran


(11)

ix

Laboratorium Kebun Tanaman Obat atas kerja sama dan segala bantuan selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium.

10.Papah, Mamah, Kakakku Ria “rehe”, dan Adikku Ijoy “konjoy” yang

senantiasa ada untuk mendukung, mendoakan, memberi nasihat, dan selalu memberikan cinta kasih sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan melewati berbagai rintangan yang ada.

11.Rekan-rekan Tim Stachytarpheta indica : Etheldreda Everest Norutama,

Jonathan Wijaya Setiawan, dan Bartolomeus Widiasta yang telah setia dan rela hati dalam membantu penulis dalam setiap dinamika penelitan dan penyusunan skripsi.

12.Keluarga PMK Apostolos tercinta : Imas, Cece, Nenu, Lika, Dovan, Yere,

Priscill, Kiki, dll., atas doa, motivasi, cinta, dan tawa yang tiada habis menyertai perjuangan penulis.

13.Patner segala tugas praktikum serta diskusi selama dinamika perkuliahan : Valent, Agnes, Pho, Domo, Feli, Gita, Cik Fel.

14.Teman luar biasa penulis : Oyot, Dora, Dewi, dan Vitha yang selalu

memberikan semangat dan menjadi rekan berbagi suka dan duka.

15.Teman-teman FSM B 2012 dan FST A 2012 atas kebersamaannya,

khususnya angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

16.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia pasti memiliki keurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran, dan masukan


(12)

x

yang membangun untuk kemajuan di masa mendatang. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bidang farmasi, maupun masyarakat.

Yogyakarta, Desember 2015


(13)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xix

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan umum ... 4

2. Tujuan khusus ... 4


(14)

xii

A. Anatomi Hati ... 5

1. Anatomi hati manusia ... 5

2. Anatomi hati tikus ... 6

B. Jenis Kerusakan Hati ... 7

1. Steatosis ... 7

2. Nekrosis ... 7

3. Kolestasis ... 7

4. Sirosis ... 8

C. Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 8

1. Taksonomi ... 9

2. Nama lain ... 9

3. Morfologi ... 10

4. Kandungan kimia ... 10

D. Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST) .. 11

E. Hepatotoksin ... 11

1. Hepatotoksin intrinsik ... 11

2. Hepatotoksin idiosinkratik ... 12

F. Karbon Tetraklorida ... 12

G. Metode Ekstraksi ... 14

H. Landasan Teori ... 15

I. Hipotesis ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 18


(15)

xiii

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 18

1. Variabel utama ... 18

2. Variabel pengacau ... 18

3. Definisi operasional ... 19

C. Bahan Penelitian... 20

1. Bahan utama ... 20

2. Bahan kimia ... 20

D. Alat Penelitian ... 21

1. Alat preparasi dan pembuatan ekstrak etanol daun S. indica (L.) Vahl. ... 21

2. Alat pengujian hepatoprotektif ... 22

E. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Determinasi tanaman jarong ... 22

2. Pengumpulan bahan uji ... 22

3. Pembuatan serbuk daun jarong ... 22

4. Penetapan kadar air serbuk daun jarong ... 23

5. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong ... 23

6. Pembuatan etanol 50% ... 23

7. Pembuatan ekstrak kental daun jarong ... 24

8. Pembuatan CMC-Na 1% ... 24

9. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 25

10.Penetapan dosis ekstrak etanol 50% daun jarong ... 25

11.Penetapan waktu pencuplikan darah ... 26


(16)

xiv

13.Pembuatan serum ... 27

14.Pengukuran aktivitas ALT-AST ... 27

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Determinasi Tanaman Jarong ... 30

B. Penyiapan Bahan Uji ... 31

1. Pembuatan serbuk daun jarong ... 31

2. Penetapan kadar air serbuk daun jarong... 31

3. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong ... 31

C. Pembuatan Ekstrak Etanol 50% Daun Jarong ... 33

D. Uji Pendahuluan ... 35

1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 35

2. Penetapan dosis ekstrak etanol 50% daun jarong ... 35

3. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 35

E. Efek Hepatoprotektif Pemberian Ekstrak Etanol 50% Daun Jarong Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 39

1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB ... 43

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida ... 46

3. Kontrol perlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong dosis 400 mg/kgBB .. 47

4. Kelompok perlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong dosis 100; 200; dan 400 mg/kgBB ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53


(17)

xv

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 58


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 21 Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST ... 21 Tabel III. Purata kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3) ... 36 Tabel IV. Hasil uji T berpasangan kadar ALT tikus setelah induksi karbon

tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3) ... 37 Tabel V. Purata kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3) ... 37 Tabel VI. Hasil uji T berpasangan kadar AST tikus setelah induksi karbon

tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3) ... 39 Tabel VII. Purata ± SE kadar ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada

kelompok perlakuan ... 40 Tabel VIII. Hasil uji post hoc Tuckey kadar ALT praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 42 Tabel IX. Hasil uji post hoc Mann Whitnry kadar AST praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB... 43


(19)

xvii

Tabel X. Purata kadar ALT dan AST tikus setelah pemberian olive oil 2

mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ... 44

Tabel XI. Hasil uji T berpasangan kadar ALT tikus setelah pemberian olive

oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ... 44

Tabel XII. Hasil uji T berpasangan kadar AST tikus setelah pemberian olive oil 2


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur dasar lobulus hati... 5

Gambar 2. Tanaman Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.)... 8

Gambar 3. Struktur karbon tetraklorida ... 12

Gambar 4. Biotransformasi karbon tetraklorida... 13

Gambar 5-8. Hasil uji kualitatif kandungan polifenol dalam serbuk daun Jarong 32 Gambar 9. Ekstrak kental etanol 50% daun Jarong ... 34

Gambar 10. Ekstrak etanol 50% daun Jarong ... 34

Gambar 11. Diagram batang purata kadar ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 36

Gambar 12. Diagram batang purata kadar AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 38

Gambar 13. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 41

Gambar 14. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 41

Gambar 15. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ... 45

Gambar 16. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ... 45


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil determinasi Jarong ... 59

Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi Jarong (Stachytarpheta indica

(L.) Vahl.) ... 62

Lampiran 3. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics

Committee (MHREC) ... 63

Lampiran 4. Surat keterangan penggunaan program IBM SPSS Statistics

22 Lisensi UGM ... 64 Lampiran 5. Analisis statistik kadar ALT dan AST pada penetapan waktu

pencuplikan darah ... 65 Lampiran 6. Analisis statistik kadar ALT dan AST pada kelompok kontrol

olive oil 2 mL/kgBB ... 67 Lampiran 7. Analisis statistik kadar ALT pada perlakuan ekstrak etanol

50% daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 69 Lampiran 8. Analisis statistik kadar AST pada perlakuan ekstrak etanol

50% daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 71 Lampiran 9. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 79

Lampiran 10. Perhitungan konversi dosis ekstrak etanol 50% daun Jarong ... 80

Lampiran 11. Perhitungan rendemen ekstrak etanol 50% daun Jarong ... 81


(22)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak

etanol 50% daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas

Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida serta untuk mengetahui dosis efektif ekstrak sebagai senyawa hepatoprotektif.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar sebanyak 30 ekor yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 gram dibagi secara acak kedalam 6 kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol negatif) diberi minyak zaitun dosis 2 mL/kgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida dalam minyak zaitun (1:1) dosis 2 mL/kgBB. Kelompok III (kontrol ekstrak etanol) diberi ekstrak etanol 50% daun

S. indica dengan dosis 400 mg/kgBB. Kemudian setelah enam jam, dilakukan

pengambilan darah dari daerah sinus orbitalis mata. Kelompok IV, V, dan VI

(kelompok perlakuan uji) diberi ekstrak etanol 50% daun S. indica dengan dosis

bertingkat yakni 100; 200; dan 400 mg/kgBB. Dilakukan pengambilan darah pada

daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT (Alanin

Aminotransferase) dan AST (Aspartat Aminotransferase) pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida. Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis

menggunakan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji

Post Hoc.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 50% daun Jarong memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida pada dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgB dan dosis efektif yang diperoleh yaitu pada dosis 100 mg/kgBB.

Kata kunci : Efek hepatoprotektif, Stachytarpheta indica (L.) Vahl., Ekstrak etanol 50%, ALT, AST.


(23)

xxi ABSTRACT

The aim of study research to determine the hepatoprotective effect of 50% ethanol extract of Jarong leaves (Stachytarpheta indica (L.) Vahl. to alanine aminotransferase and aspartate aminotransferase activities in male Wistar rats induced carbon tetrachloride and to know the effective dose in giving extraction.

This research is purely experimental research with randomized complete direct smpling design. This research used 30 male Wistar rats, aged 2-3 months, 160-250 grams weight, and divided randomly into 6 groups. Group I (negatif controlled-group) was given olive oil at a dose of 2 mL/kgBW. Group II (hepatotoxins controlled-group) was given carbon tetrachloride dissolved in olive oil (1:1) at a dose of 2 mL/kgBW. Group III (ethanol extract group) was given

50% ethanol extract S. indica at dose 400 mg/kgBW. Six hours later, blood was

collected from the orbital sinus eye. Group IV, V, and VI (treatment group) were

given 50% ethanol extract S. indica with doses level 100,; 200; and 400

mg/kgBW. Blood samples from all group were taken through the eyes orbital sinus for measuring the Alanine Aminotransferase (ALT) and Aspartate Aminotransferase (AST) activities at 24th hour after administration of carbon tetrachloride. The data were analyzed by one way ANOVA with 95% significancy level and continued with post hoc test.

The results showed that administration of 50% ethanol extract of Jarong leaves had a hepatoprotective effect by reducing ALT and AST activities in male Wistar rats induced carbon tetrachloride at a dose of 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW and effective dose is 100 mg/kgBW.

Keywords : Hepatoprotective effect, Stachytarpheta indica (L.) Vahl., 50% ethanol extract, ALT, AST.


(24)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sejak lama manusia menggunakan tanaman untuk mencegah,

mengurangi dan menyembuhkan dari penyakit tertentu (Sari, 2006). World Health

Organization merekomendasikan penggunaan tanaman obat dalam pemeliharaan kesehehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit (WHO, 2003). Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat adalah jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.). Daun jarong diketahui memiliki kandungan kimia berupa terpenoid, flavonoid, glikosida (Chowdhury, 2003).

Hati merupakan salah satu organ vital pada tubuh manusia. Fungsi utama dari organ yang sekaligus kelenjar ini adalah metabolisme (Wibowo dan Paryana, 2009). Salah satu bentuk kerusakan hati yang sering dijumpai adalah perlemakan

hati (steatosis). Pada perlemakan hati terjadi penumpukan trigliserida dalam

bentuk droplet di dalam sitoplasma sel hepatosit (Schattner and Knobler, 2008).

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan hepatotoksin yang dapat memberikan

kerusakan sel hati berupa perlemakan hati (Geregus, 2008).

Sebuah penelitian dari Joshi et al. (2010), menjelaskan bahwa ekstrak etanol daun jarong dengan metode ekstraksi sokhletasi memiliki aktivitas hepatoprotektif yang ditunjukkan dengan tikus yang telah diinduksi hepatotoksik

CCl4 mengalami penurunan nilai Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

(SGOT), Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT), Serum Alkaline Phosphatase (SALP) dan serum bilirubin. Adanya senyawa flavonoid dari


(25)

tanaman diketahui menjadi salah satu komponen yang dapat melindung hati. Flavonoid merupakan golongan fenolik yang memiliki sifat polar. Flavonoid dapat mudah tersari oleh pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama, yaitu etanol. Karena itu dalam penelitian ini digunakan etanol sebagai pelarut dalam pembuatan ekstrak daun jarong. Pembuatan ekstrak menggunakan metode maserasi. Metode maserasi dipilih karena merupakan jenis ekstraksi yang sederhana dan mudah dilakukan.

Salah satu tingkatan konsentrasi yang dapat digunakan dalam ekstraksi adalah konsentrasi 50%. Menurut Wijesekera (1991) etanol 50% sangat berguna untuk menghindari klorofil, senyawa resin atau polimer yang biasanya tidak mempunyai aktivitas berarti tetapi seringkali dapat menimbulkan masalah-masalah farmasetis seperti misalnya terjadi pengendapan yang sulit untuk

dihilangkan. Selain itu, pada pilot scale di pabrik-pabrik digunakan pelarut etanol

50% untuk ekstraksi bahan alam (Javaplant, 2000).

Berdasarkan pemaparan diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai

pengaruh efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta

indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

1. Perumusan masalah

a. Apakah ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.)

Vahl.) mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas AST-ALT pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida ?


(26)

b. Berapakah dosis efektif pemberian ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) untuk memberikan efek hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida ?

2. Keaslian penelitian

a. Penelitian menggunakan tanaman Stacytarphyta indica (L.) Vahl.

pernah dilakukan oleh Sahoo et al. (2014), yang melaporkan mengenai aktivitas

antioksidan dari ekstrak metanol Stacytarpheta indica (L.) Vahl. dengan

menggunakan metode DPPH.

b. Joshi et al. (2010) yang melakukan penelitian tentang skrining ekstrak

etanol daun Stacytarpheta indica (L.) Vahl. menggunakan metode sokhlet dengan

pelarut yang kepolaritasanya meningkat. Uji efek hepatoprotektif dilakukan dengan menggunakan kontrol positif liv 52 dengan jangka waktu penelitian 10 hari.

c. Gayatri et al. (2011) melakukan penelitian tentang efek

hepatoprotektif ekstrak etanol herba Stachytarpheta indica (L.) Vahl. pada tikus galur Wistar. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode sokhlet. Uji aktivitas hepatoprotektif dilakukan dalam jangka waktu 7 hari.

Berdasarkan jurnal penelitian diatas maka penelitian efek hepatoprotektif

ekstrak etanol 50% daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. dengan metode


(27)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

informasi terkait ilmu pengetahuan khususnya bidang kefarmasian mengenai

pengaruh ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.)

sebagai hepatoprotektor.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan

sebagai bahan pertimbangan masyarakat untuk menggunakan daun Jarong dengan dosis yang diperoleh dalam penelitian sebagai alternatif pengobatan penyakit hati.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 50% daun

jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT dan AST pada

tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

Mengetahui dosis pemberian ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) yang efektif terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.


(28)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi Hati 1. Anatomi hati manusia

Organ hati di dalam tubuh memiliki berat sekitar 2% dari berat badan dewasa normal atau rata-rata sebesar 1500 g, terletak dalam rongga perut sebelah kanan pada bawah diafragma (Pearce, 2009). Fungsi utama dari organ yang sekaligus kelenjar ini adalah metabolisme (Wibowo dan Paryana, 2009).

Jaringan hati terdiri atas kumpulan sel-sel yang tersusun dalam lobus yang teratur. Setiap lobus hati terbagi dalam struktur yang disebut lobulus, yang terdiri dari lempeng-lempeng sel hati yang bentuknya menyerupai kubus dan mengelilingi vena sentralis (Pearce, 2009). Gambar struktur dasar lobulus hati adalah sebagai berikut :


(29)

Terdapat sinusoid (gambar 1) yang letaknya berada diantara lempengan-lempengan tersebut. Sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika (Ganong dan McPhee, 2011). Pada setiap sinusoid terdapat pembatas yang disebut sel Kupffer, yang berfungsi untuk menghancurkan sel darah merah dan bakteri yang melewatinya dalam darah (Sherwood, 2007).

2. Anatomi hati tikus

Hati tikus terdiri dari empat lobus utama yang saling berhubungan di sebelah belakang. Lobus tengah dibagi menjadi kanan dan kiri oleh bifurcatio yang dalam. Lobus sebelah kiri tidak terbagi sedangkan lobus sebelah kanan terbagi secara horizontal menjadi bagian anterior dan posterior. Lobus belakang terdiri dari dua lobus berbentuk daun yang berada di sebelah dorsal dan ventral dari oesophagus sebuah kurvatura dari lambung. Tikus tidak mempunyai kantung empede. Struktur dan komponen hati tikus sama dengan mamalia lainnya (Hebel, 1989).

Lobus hati tikus dibagi menjadi tiga zona yang terdiri dari zona 1, zona 2, dan zona 3 yang sama dengan area periportal, midzona, dan centrilobular. Hepatosit di zona 1 dekat dengan pembuluh aferen yang mendapat suplai darah yang kaya akan nutrien, sedangkan zona 3 yang terdapat pada bagian ujung mikrosirkulasi menerima darah yang sudah mengalami pertukaran gas dan metabolit dari sel-sel zona 1 dan 2. Zona 3 selnya lebih sensitif daripada zona lainnya terhadap gangguan sirkulasi seperti iskemik, anoksia atau kongesti dan defisiensi nutrisi. Zona 2 merupakan daerah transisi antara zona 1 dan 3 yang


(30)

mempunyai respon yang berbeda terhadap keadaan hemodinamik di dalam asinus dengan ditingkatkannya mikrosirkulasi (Hebel, 1989).

B. Jenis Kerusakan Hati

Macam-macam jenis kerusakan hati yang dapat terjadi sebagai akibat dari efek toksik yang dihasilkan oleh toksikan, antara lain :

1. Steatosis

Steatosis ditandai dengan adanya peningkatan kandungan lemak seperti trigliserida di hati lebih dari 5% dari berat hati manusia. Terjadinya steatosis digambarkan dengan terjadinya akumulasi lemak yang tidak normal pada hepatosit dan terjadi penurunan kadar lipid plasma dan lipoprotein (Hodgson dan Levi, 2004).

2. Nekrosis

Nekrosis merupakan suatu keadaan hati yang ditandai dengan kematian dari hepatosit yang termasuk dalam kerusakan akut. Kematian sel ini ditandai dengan peningkatan eosinofil pada bagian sitoplasma disertai neutrofil pada daerah yang terjadi kerusakan hepatosit (Hodgson dan Levi, 2004).

3. Kolestasis

Kolestasis adalah salah satu jenis kerusakan hati yang bersifat akut dan jarang ditemukan (Lu, 1995). Kolestasis ditandai dengan adanya peningkatan asam empedu di dalam plasma dan mengakibatkan kadar bilirubin menjadi tinggi (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2007).


(31)

4. Sirosis

Sirosis merupakan hepatotoksisitas yang ditandai dengan adanya kolagen di seluruh hati yang mengakibatkan terbentuknya jaringan parut. Hal ini dapat terjadi karena adanya paparan senyawa kimia secara kronis yang mengakibabtkan akumulasi di matriks ekstra seluler yang menghambat aliran darah, metabolisme normal hepar, dan proses detoksifikasi (Hodgson, 2010).

C. Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.)

Jarong merupakan jenis tumbuhan liar yang berasal dari bagian benua Amerika yang beriklim panas dan dapat ditemukan di Indo-Cina, Semenanjung Malaka, dan Indonesia (Dharma, 1996). Berikut ini adalah gambar dari tanaman jarong :

Gambar 2. Tanaman Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) (Dokumentasi pribadi, 2015)

Bagian dari jarong pada umumnya yang sering digunakan yaitu daun. Daun jarong memiliki rasa agak pahit. Secara tradisional tumbuhan ini dapat


(32)

digunakan untuk mengobati penyakit kencing nanah, berak darah, amandel, disentri, ambeien, haid tidak teratur, nifas, luka memar, bisul (Soedibyo, 1998), rematik hepatitis A (Dalimartha, 2001), pembersih darah, anti radang, dan diuretik (Dalimartha, 2000). Namun, pada ibu hamil yang menderita keluhan-keluhan seperti yang telah disebutkan diatas tidak diperbolehkan mengkonsumsi tanaman ini karena dapat mengakibatkan keguguran (Soedibyo, 1998).

1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae

Genus : Stachytarpheta

Spesies : Stachytarpheta indica Vahl.

(Plantamor, 2012). Sinonim nama ilmiah :

Spesies : Stachytarpheta indica (L.) Vahl.

2. Nama lain

Di Indonesia, jarong dikenal dengan nama remek getih (Jawa), jarongan (Jakarta), jarong lelaki, pecut kuda (Sunda), rum jarum, roem jharum (Madura),


(33)

selasih hutan (Sumatera) (Dharma, 1996; Soedibyo, 1998). Masyarakat China

menyebut tanaman ini yu long bian. Di Malaysia tanaman ini dikenal dengan

nama gajihan. Di Negara Filipina, tanaman ini dikenal dengan nama ratstail

(Plantamor, 2012).

3. Morfologi

Jarong adalah rumput-rumputan yang tegak, tinggi 0,3-0,9 m. Memiliki daun berhadap-hadapan, bertangkai sangat panjang, berbentuk elips memanjang atau bulat telur, dengan kaki yang menyempit, di atas bagian kaki yang bertepi rata berigigi beringgit, berambut jarang atau tidak yang ukurannya 4-9 cm dan 2,5-5 cm. Bulir bertangkai pendek, panjang 15-30 cm. Daun pelindung menempel kuat pada kelopak, bertepi lebar serupa selaput. Kelopak bergigi empat, panjang 0,5 cm. Tabung dasar bunga berbentuk bantal. Buah berbentuk garis baji, panjang 0,5 cm, pecah dalam 2 kendaga. Terutama di daerah dengan musim kemarau yang tegas, di tempat yang cerah atau sedikit, 1-1,250 m (van Steenis, 1992).

4. Kandungan kimia

Jarong mengandung senyawa kimia berupa terpenoid, flavonoid, glikosida (Chowdhury, 2003). Flavonoid sendiri diketahui dapat melindung hati.

Konsentrasi 1-100 μg/mL pada flavonoid mampu meningkatkan kelangsungan

hidup sel hepatosit dan menghambat terjadinya pelepasan ALT dan AST serum sel hepatosit yang disebabkan oleh karbon tetraklorida (Rohdiana, 2001).


(34)

D. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)

ALT dan AST serum sering digunakan dalam uji fungsi hati. Jika kedua enzim ditemukan di dalam serum, maka mengindikasikan adanya kerusakan fungsi hati (Ganong dan McPhee, 2011). Kadar aminotransferase dalam level tinggi menunjukkan adanya infeksi virus, iskemik, atau keracunan pada hepar

(Dipiro et al, 2005). Konsentrasi enzim ALT terbesar terdapat pada hati yag

merupakan petunjuk spesifik adanya nekrosis hati dibandingkan AST yang terdapat pada hampir semua jaringan, otot rangka, dan hati (Zimmerman, 1999).

Keberadaan enzim ALT pada hewan primata, anjing, tikus, kucing, dan kelinci terpusat pada sel hepatosit sehingga terjadinya peningkatan kadar ALT pada serum merupakan indikator yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan hati (Stockham & Scott, 2002). Kadar AST dan ALT pada serum tikus putih normal berkisar antara 19,3-68,9 U/L dan 29,8-77,0 U/L (Pilichos et al, 2004) sedangakan menurut Girindra (1989) kadar AST dan ALT pada tikus normal masing-masing sebesar 45,7-80,0 U/L dan 17-30,2 U/L.

E. Hepatotoksin

Hepatotoksin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Hepatotoksin intrinsik

Senyawa yang mempunyai efek hepatotoksik hampir pada seluruh populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Senyawa ini bergantung pada dosis pemberian. Contohnya : karbon tetraklorida, parasetamol, dan alkohol.


(35)

2. Hepatotoksin idiosinkratik

Senyawa yang mempunyai efek hepatotoksik pada sebagian kecil populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Beberapa bergantung pada dosis pemberian. Contohnya : fenitoin, sulfonamida, valproat, dan isoniazid

(Friedman and Keeffe, 2012).

F. Karbon Tetraklorida

Salah satu senyawa yang dapat menyebabkan nekrosis hati adalah karbon tetraklorida, bila digunakan dengan dosis rendah maka akan menyebabkan terjadinya steatosis. Karena karbon tetraklorida bergantung pada metabolisme aktivasi dari sitokrom P-450 (CYP2E1) yang ada di hati, maka hati menjadi target utama dari ketoksikan yang ditimbulkan oleh senyawa ini (Timbrell, 2008).

Struktur karbon tetraklorida adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Struktur karbon tetraklorida (ATSDR, 2005)

Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang sebelumnya pernah digunakan sebagai penghilang noda, pembersih karpet, pelarut, pemadam api, serta sebagai antihelmintik pada pengobatan hewan. Penggunaan karbon tetraklorida saat ini terbatas untuk perantara bahan kimia dalam produksi senyawa organik terklorinasi. Karbon tetraklorida memiliki kelarutan dalam lemak tinggi, sehingga apabila terserap tubuh akan tinggal di jaringan lemak, hati, sumsum


(36)

tulang, ginjal, serta otak (Wexler, Anderso, Peyster, Gad, Hakkinen, Kamrin, dkk., 2005).

Berikut ini adalah gambaran biotransformasi karbon tetraklorida :

Gambar 4. Biotransformasi karbon tetraklorida (McGregor and Lang, 1996)

Sitokrom P-450 (CYP2E1) memiliki fungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalisis adisi elektron yang mengakibatkan satu ion klorin yang hilang

sehingga membentuk suatu radikal bebas berupa triklorometil (•CClз) (Geregus,

2008). Radikal bebas triklorometil (gambar 4) dapat berikatan dengan protein dan lemak mikrosomal, serta akan bereaksi secara langsung dengan kolesterol dan fosfolipid dan terbentuk radikal lipid yang mengaktifkan oksigen reaktif dan terjadi peroksidasi lipid. Terjadi penghambatan sintesis protein akibat dari


(37)

terbentuknya lipid dalam hati yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi lipoprotein. Lipoprotein ini bertanggungjawab dalam transport lipid keluar dari hepatosit dan terjadi steatosis (Timbrell, 2008). Kerusakan hati oleh karbon tetraklorida dapat dilihat dengan adanya kenaikan aktivitas serum ALT dan AST. Pada saat steatosis terjadi peningkatan aktivitas serum ALT sebesar 3x normal dan aktivitas serum AST sebesar 4x normal (Zimmerman, 1999).

G. Metode Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dengan menggunakan medium pengekstraksi yang tertentu yang dapat dilakukan dengan berbagai cara (Agoes, 2009). Ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan pada umumnya menggunakan sistem maserasi dengan pelarut organik.

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung cahaya (Sudjadi, 1986).

Dalam penelitian ini, pelarut yang digunakan untuk maserasi adalah

etanol 50%. Menurut Javaplant (2000), pada proses pilot scale dapat digunakan

etanol 50% untuk ekstraksi bahan alam. Pilot scale biasanya dilakukan oleh

pabrik-pabrik yang memproduksi ekstrak, dengan tujuan mengantisipasi terbuangnya banyak produk karena tidak memenuhi serangkaian pengujian. Hal

yang diujikan dalam proses pilot scale salah satunya yaitu pengujian untuk


(38)

tertentu, misalnya efek hepatoprotektif. Selain itu, menurut Wijesekera (1991), etanol 50% sangat berguna untuk menghindari klorofil, senyawa resin atau polimer yang biasanya tidak mempunyai aktivitas berarti tetapi seringkali dapat menimbulkan masalah-masalah farmasetis seperti misalnya terjadi pengendapan yang sulit untuk dihilangkan

H. Landasan Teori

Sebagai salah satu organ terbesar pada tubuh manusia, hati memiliki peran penting dalam metabolisme (Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2005). Hati memiliki kerja terberat karena berhubungan dengan zat berbahaya yang tidak diperlukan oleh tubuh, sehingga kemungkinan mengalami kerusakan sangat besar. Beberapa keruskaan hati akibat dari efek toksik yang dihasilkan oleh toksikan antara lain steatosis, nekrosis, kolestasis, dan sirosis (Lu, 1995). Kerusakan hati dapat dideteksi dengan pengujian secara biokimiawi, yaitu dengan menguji aktivitas dari enzim aminotransferase (ALT dan AST), dimana apabila terjadi kerusakan hati ditandai dengan peningkatan kadar dari enzim tersebut (Geregus, 2008).

Karbon tetraklorida (CCl4) dapat memberikan kerusakan sel hati berupa perlemakan hati. Sitokrom P-450 (CYP2E1) memiliki fungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalisis adisi elektron yang mengakibatkan satu ion klorin

yang hilang sehingga membentuk suatu radikal bebas berupa triklorometil (•CClз)

(Geregus, 2008). •CClз dapat berikatan dengan protein dan lemak mikrosomal,


(39)

terbentuk radikal lipid yang mengaktifkan oksigen reaktif dan terjadi peroksidasi lipid (Timbrell, 2008). Kerusakan hati oleh karbon tetraklorida dapat dilihat dengan adanya kenaikan aktivitas serum ALT dan AST. Pada saat steatosis terjadi peningkatan aktivitas serum ALT sebesar 3x normal dan aktivitas serum AST sebesar 4x normal (Zimmerman, 1999).

Oleh karena itu diperlukan suatu senyawa untuk melindungi hati dari senyawa yang toksik. Salah satu senyawa yang dapat digunakan adalah senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid hampir terdapat pada semua tanaman, salah satunya

adalah tanaman jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) (Chowdhury, 2003).

Sebuah penelitian dari Joshi et al. (2010), menjelaskan bahwa ekstrak etanol daun jarong dengan metode ekstraksi sokhletasi memiliki aktivitas hepatoprotektif yang ditunjukkan dengan tikus yang telah diinduksi hepatotoksik CCl4 mengalami penurunan nilai Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT), Serum Alkaline Phosphatase (SALP) dan serum bilirubin. Adanya senyawa flavonoid dari tanaman diketahui menjadi salah satu komponen yang dapat melindung hati. Flavonoid merupakan golongan fenolik yang memiliki sifat polar. Flavonoid dapat mudah tersari oleh pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama, yaitu etanol. Salah satu tingkatan konsentrasi etanol yang dapat digunakan dalam proses

pilot scale di pabrik-pabrik adalah konsentrasi 50%, yang mana dengan konsentrasi 50% diharapkan flavonoid dapat tersari dengan baik dan spesifik.


(40)

I. Hipotesis

Ekstrak etanol 50% daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.)

memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.


(41)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantang galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis

dalam pemberian ekstrak etanol 50% daun Jarong.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalahnilai aktivitas ALT-AST tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian ekstrak etanol 50% daun Jarong.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus

jantan galur Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g, cara pemberian ekstrak secara per oral, frekuensi waktu pemberian ekstrak, dan tempat tumbuh daun jarong.

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali


(42)

3. Definisi operasional

a. Daun Jarong. Daun jarong yang diambil dari tanaman jarong adalah

daun yang berwarna hijau, segar, dan sudah memiliki bunga.

b. Ekstrak etanol 50% daun Jarong. Ekstrak etanol 50% daun Jarong

didapatkan dengan cara merendam (memaserasi) simplisia kering daun jarong ke dalam etanol dengan konsentrasi 50%, kemudian dipekatkan dengan

menggunakan vacuum rotary evaporator dan diuapkan dengan waterbath hingga

bobot tetap.

c. Efek hepatoprotektif. Efek hepatoprotektif merupakan kemampuan

ekstrak etanol 50% daun Jarong dengan dosis tertentu yang melindungi hati dari hepatotoksin.

d. Jangka waktu 24 jam. Jangka waktu 24 jam didefinisikan sebagai

waktu pengukuran yang dilakukan 24 jam sejak pemejanan karbon tetraklorida, dimana enam jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida dilakukan pemberian ekstrak etanol 50% daun Jarong kepada hewan uji.

e. Dosis efektif. Dosis efektif didefinisikan sebagai besaran dosis

tertentu yang dapat memberikan efek hepatoprotektif.

f. ALT-AST. ALT-AST adalah enzim yang ditemukan di dalam serum,


(43)

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tikus jantan galur Wistar yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g yang diperoleh dari daerah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Bahan uji. Bahan uji yang digunakan yaitu serbuk daun S. indica

yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Hepatotoksin. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon

tetraklorida Merck® yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin. Kontrol negatif dan pelarut

hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil Cesar® yang diperoleh dari PT

Prambanan Kencana.

c. Pelarut pengekstraksi. Pelarut pengekstrasi yang digunakan adalah

etanol 96% yang diperoleh dari Toko Progo Mulyo, Yogyakarta dan aquadest

yang diperoleh dari Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

d. Pelarut ekstrak kental. Pelarut ekstrak kental yang digunakan adalah

CMC-Na 1%. CMC-Na diperoleh dari CV General Labora, Yogyakarta.

e. Reagen ALT. Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT


(44)

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT

Komposisi pH Konsentrasi

R1 : TRIS 7,15 140 mmol/L

L-Alanine 700 mmol/L

LDH (lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L

R2 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phospate FS

Good’s buffer 9,6 100 mmol/L

Pyridoxal-5 phospate 13 mmol/L

f. Reagen AST. Reagen AST yang digunakan adalah reagen AST DiaSys.

Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut :

Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST

Komposisi pH Konsentrasi

R1 : TRIS 7,15 110 mmol/L

L-Aspartate 320 mmol/L

MDH (malate dehydrogenase) ≥800 U/L

LDH (lactate dehydrogenase) ≥1200 U/L

R2 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phospate FS

Good’s buffer 9,6 100 mmol/L

Pyridoxal-5 phospate 13 mol/L

D. Alat Penelitian

1. Alat preparasi dan pembuatan ekstrak etanol daun S. indica (L.) Vahl.

Oven, mesin penyerbuk dan ayakan, moisture balance, cawan porselen,

termometer, stopwatch, gelas Beaker, gelas ukur, batang pengaduk, penangas air,


(45)

2. Alat pengujian hepatoprotektif

Gelas Beaker, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang

pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik (Mettler Toledo®), vortex

(Genie Wilten®), spuit injeksi per oral untuk tikus, spuit injeksi intraperitonial, pipa kapiler, tabung Eppendorf, sentrifuge, microvitalab 200 Merck®, blue tip, dan yellow tip.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman jarong

Tanaman jarong dideterminasi dengan mencocokkan morfologi tanaman jarong dengan buku acuan Flora untuk Indonesia karangan van Steenis (1992). Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang dipilih adalah daun dari tanaman jarong yang masih berwarna hijau, terhindar dari penyakit di daerah daunnya, serta bukan merupakan daun jarong yang telah jatuh di tanah ataupun layu. Daun tanaman jarong dipanen dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Agustus 2015.

3. Pembuatan serbuk daun jarong

Daun jarong dicuci bersih dengan air mengalir dan diangin-anginkan. Selanjutnya, pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 40 ºC selama 48 jam. Penetapan suhu berdasarkan pada aturan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (1985) di mana disebutkan bahwa pengeringan


(46)

simplisia dilakukan pada suhu antara 30-90 ºC. Serbuk yang telah kering

kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan mesh nomor 40.

4. Penetapan kadar air serbuk daun jarong

Serbuk daun jarong dimasukkan ke dalam alat moisture balance lalu

diratakan. Setelah itu dipanaskan pada suhu 105oC selama 15 menit (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995). Serbuk yang telah dipanaskan ditimbang kembali lalu dihitung sebagai bobot setelah pemanasan. Kadar air serbuk simplisia yang baik adalah <10%. Kadar air serbuk diperoleh menggunakan rumus:

⌈ Bobot sampel sebelum pemanasan − Bobot sampel setelah pemanasanBobot sampel sebelum pemanasan ⌉ X %

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995).

5. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong

Uji kandungan polifenol dilakukan dengan menambahkan 10 mL aquadest

pada sebuah tabung berisi 2 g serbuk daun jarong dan 10 mL etanol 50% pada tabung lain yang juga berisi 2 g serbuk daun jarong. Kedua tabung didihkan di atas tangas air, kemudian dilakukan penyaringan. Setelah dingin, filtrat diteteskan

FeCl3 sebanyak 3 tetes, terbentuknya warna hijau-biru menunjukkan hasil positif

adanya polifenol (Wulandari dan Hartini, 2015).

6. Pembuatan etanol 50%

Dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, etanol 96% diencerkan


(47)

7. Pembuatan ekstrak kental daun jarong

Serbuk daun jarong diekstraksi dengan etanol 50% secara maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan memasukkan 30 g serbuk simplisia ke dalam labu erlenmeyer, yang kemudian direndam dengan pelarut 300 mL selama 24 jam

dengan bantuan shaker (Gunawan, Soegihardjo, Mulyani, Wahyuningsih, dan

Sudarto, 1993). Setelah itu dilakukan remaserasi dengan penambahan pelarut ke dalam ampas dari proses maserasi yang dilakukan sebelumnya, dengan jumlah pelarut dan waktu ekstraksi yang sama seperti maserasi pertama. Filtrat hasil saringan dipindahkan dalam LAB untuk dievaporasi untuk menguapkan cairan penyari pada proses maserasi. Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya agar mempermudah perhitungan rendemen ekstrak kental yang akan diperoleh. Parameter standarisasi ekstrak etanol 50% daun jarong dilihat dari bobot tetap yang bertujuan untuk menghitung sisa zat dengan bobot tetap setelah dilakukan pengeringan. Menurut Farmakope Herbal Indonesia (2013), bobot tetap telah tercapai bila sudah ditandai dengan selisih penimbangan sebesar 0,5 mg. Ekstrak dalam cawan ditimbang setiap satu jam hingga bobot tetap. Bobot ekstrak dihitung dengan rumus :

Bobot ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong

8. Pembuatan CMC-Na 1%

CMC-Na 1% dibuat dengan mendispersikan lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang secara saksama dan digerus, kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest. CMC-Na yang dibuat digunakan untuk melarutkan ekstrak kental etanol 50% daun jarong.


(48)

9. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Penetapan dosis hepatotoksin dilakukan melalui studi literatur yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002) yang menyebutkan bahwa dosis hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan

hati tikus jantan galur Wistar adalah 2 mL/kgBB dimana volume CCl4 sama

dengan volume olive oil (1:1). Pemilihan dosis hepatoksin ini karena pada dosis tersebut telah menyebabkan kerusakan sel-sel hati dari tikus jantan galur Wistar yang terdeksi dengan kenaikan serum ALT dan AST, namun tidak sampai menyebabkan kematian pada tikus jantan sebagai subjek penelitian tersebut (Janakat, Al-Merie, 2002).

10.Penetapan dosis ekstrak etanol 50% daun jarong

Penetapan dosis ekstrak etanol 50% daun jarong dihitung berdasarkan berat badan tertinggi tikus yaitu 250 g dan ½ volume maksimal secara per oral pada tikus yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

D x BB = C x V

D x BB tertinggi tikus (kg/BB) = C ekstrak (mg/mL) x ½ Vmax (2,5 ml)

D = x mg/kg BB

Dua peringkat dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 2 kalinya dari dosis tertinggi.


(49)

11.Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi pada tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke-0, 24, 48. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui

pembuluh sinus orbitalis mata sebanyak 1 cc. Kemudian nilai aktivitas ALT-AST

diukur. Pada penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002) peningkatan kadar maksimal terjadi pada jam ke-18 dan jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida secara injeksi dan kemudian berangsur menurun pada jam ke-48 dan terjadi perbaikan sel hati setelah 3 hari pemberian hepatotoksin.

12.Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Tikus jantan galur Wistar yang diperlukan sebagai hewan uji adalah sebanyak 30 ekor yang kemudian akan dibagi kedalam 6 kelompok secara acak

sama banyak. Kelompok I (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/kgBB

secara intraperitoneal, kemudian setelah 24 jam dilakukan pengambilan darah.

Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida dalam

minyak zaitun (1:1) dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal, kemudian

setelah 24 jam dilakukan pengambilan darah. Kelompok III (kontrol ekstrak etanol) diberi ekstrak etanol 50% daun jarong dengan dosis tertinggi yaitu 400 mg/kgB secara peroral, kemudian setelah enam jam dilakukan pengambilan darah. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan uji) diberi ekstrak etanol 50% dengan dosis bertingkat yaitu 100; 200; dan 400 mg/kgBB. Kemudian enam jam setelah pemberian ekstrak etanol 50% dilakukan induksi karbon tetraklorida


(50)

dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal (Janakat dan Al-Merie, 2002).

Setelah 24 jam dari pemejanan dilakukan pengambilan darah pada daerah sinus

orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST.

Pada penelitian ini pemberian ekstrak dilakukan sebagai praperlakuan dengan mengacu pada model penelitian yang dilakukan oleh Eviani (2015) yaitu ekstrak diberikan dalam jangka waktu enam jam.

13.Pembuatan serum

Setiap tikus diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata menggunakan

pipa kapiler kemudian ditampung di tabung Eppendorf. Darah yang telah diambil

kemudian didiamkan selama 15 menit, lalu disentrifugasi pada kecepatan 8000

rpm selama 15 menit. Bagian supernatan diambil menggunakan micropipette, lalu

disentrifugasi kembali pada kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Bagian

supernatan diambil menggunakan micropipette (Gomes, 2015).

14.Pengukuran aktivitas ALT-AST

Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan

Microlab-200 Merck® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Aktivitas serum ALT-AST diukur pada panjang gelombang 340 nm, dan dinyatakan dengan satuan U/L. Kisaran nilai ALT serum kontrol DiaSys Trulab N series yakni 29,8-77,0 U/L. Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan


(51)

divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II (Gomes, 2015).

Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II. Tahap analisis AST dilakukan dengan cara yang sama, yakni dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas dari ALT dan AST serum diperoleh, selanjutnya diolah

dan kemudian diuji normalitasnya menggunakan Saphiro Wilks. Kemudian

dilakukan uji Levene’s Test untuk mengetahui homogenitas varian data antar

kelompok sebagai syarat parametrik. Data yang terdistribusi normal dilakukan uji

One Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan

dari masing-masing kelompok. Post Hoc Tukey selanjutnya dilakukan guna

melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing-masing kelompok untuk

data berdistribusi normal dan variansi homogen. Post Hoc Games Howell

selanjutnya dilakukan guna melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing-masing kelompok untuk data berdistribusi normal dan variansi tidak homogen.


(52)

Perbedaan dikatakan bermakna (signifikan) bila memiliki nilai p<0.05, sedangkan tidak bermakna (tidak signifikan) bila p>0,05.

Bila data aktivitas ALT dan AST yang diperoleh tidak normal, maka

dilakukan uji Kruskall-Wallis. Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk

melihat kebermaknaan perbedaan data antar kelompok. Perbedaan dikatakan bermakna (signifikan) bila memiliki nilai p<0,05, sedangkan tidak bermakna (tidak signifikan) bila p>0,05.

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

ALT = ( − purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif ) xpurata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif %

AST = ( − purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif ) xpurata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif %


(53)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan adanya efek

hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.)

dan mengetahui besar dosis efektif hepatoprotektif dari ekstrak etanol 50% daun

jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) pada tikus jantan galur Wistar terinduksi

karbon tetraklorida, dengan melihat pengaruh pemberian ekstrak tersebut dalam kurun waktu 24 jam terhadap kadar ALT dan AST. Pada penelitian ini aktivitas serum ALT dan AST digunakan sebagai parameter uji kuantitatif.

A. Hasil Determinasi Tanaman Jarong

Tanaman jarong merupakan tanaman yang digunakan sebagai tanaman uji pada penelitian tersebut. Determinasai tanaman digunakan untuk memastikan bahwa daun yang digunakan adalah benar daun yang berasal dari tanaman jarong. Tanaman jarong diperoleh dari kebun obat Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo. Proses determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi dilakukan hingga tingkat spesies dengan cara mencocokkan kesamaan makroskopis tanaman). Hasil determinasi (lampiran 6) menunjukkan bahwa daun yang digunakan adalah benar daun dari tanaman jarong.


(54)

B. Penyiapan Bahan Uji 1. Pembuatan serbuk daun jarong

Daun jarong dibuat menjadi serbuk kering supaya kandungan fitokimia yang terdapat pada daun jarong lebih mudah tersari oleh pelarut dan senyawa yang diperoleh lebih banyak karena luas permukaan kontak dengan pelarutnya semakin besar. Hasilnya didapatkan serbuk halus daun jarong yang melewati ayakan nomor mesh 40.

2. Penetapan kadar air serbuk daun jarong

Tujuan penetapan kadar air adalah untuk melihat kandungan air yang masih ada pada serbuk daun jarong, apakah memenuhi syarat kualitas serbuk simplisia yang baik atau tidak. Menurut BPOM RI (1995), kadar air pada serbuk simplisia adalah tidak lebih dari 10%.

Penetapan kadar air serbuk daun jarong dilakukan dengan metode

Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Berdasarkan hasil

perhitungan didapatkan kadar air serbuk daun jarong sebesar 8,26%. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa serbuk daun jarong telah memenuhi persyaratan kadar air sebagai serbuk simplisia yang baik.

3. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong

Uji kandungan polifenol menunjukkan hasil positif adanya polifenol. Dari gambar nomor 5-6 menunjukkan urutan perubahan warna yang terjadi pada filtrat simplisia dalam air, dari warna kuning bening menjadi hijau pekat yang menandakan hasil positif (+) pada uji polifenol (flavonoid termasuk dalam polifenol). Sedangkan pada gambar 7-8 menunjukkan urutan perubahan warna


(55)

yang terjadi pada filtrat simplisia dalam etanol 50% yang disaring dalam keadaan panas, dari warna cokelat bening menjadi biru pekat yang menandakan hasil positif (+) pada uji polifenol (flavonoid termasuk dalam polifenol).

Gambar 5-8. Hasil uji kualitatif kandungan polifenol dalam serbuk daun Jarong (Dokumentasi pribadi, 2015)

5. 6.


(56)

C. Pembuatan Ekstrak Etanol 50% Daun Jarong

Pembuatan ekstrak etanol 50% daun jarong dilakukan menggunakan metode penyarian yaitu maserasi. Metode maserasi merupakan metode yang dilakukan dengan memasukkan serbuk simplisia ke dalam labu erlenmeyer, yang

kemudian direndam dengan pelarut selama 24 jam dengan bantuan shaker. Dan

re-maserasi dilakukan dengan menambahan pelarut ke dalam ampas dari proses maserasi yang dilakukan sebelumnya. Tujuannya adalah supaya zat-zat yang belum tersari di maserasi sebelumnya dapat tersari dalam re-maserasi. Maserasi dipilih sebagai metode penyarian karena peralatan yang digunakan sederhana dan cara pengerjaan serta pengoperasian alat yang mudah. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 50% karena senyawa hipotesis yang diketahui adalah glikosida fenolik yang dapat larut dalam pelarut polar. Etanol 50% dipilih karena bersifat polar dan sangat berguna untuk menghindari klorofil, senyawa resin atau polimer yang biasanya tidak mempunyai aktivitas berarti namun seringkali menimbulkan masalah farmasetis seperti terjadinya pengendapan yang sulit dihilangkan pada ekstrak (Wijesekera, 1991).

Hasil dari maserasi dan re-maserasi didapatkan ekstrak etanol cair yang

kemudian dicampur dan diuapkan menggunakan vacum rotary evaporator.

Selanjutnya diuapkan kembali dalam cawan porselen diatas waterbath sehingga

didapatkan ekstrak kental dengan bobot tetap. Dari hasil pengeringan di atas

waterbath didapatkan bahwa perubahan bobot ekstrak etanol 50% daun Jarong telah mencapai kurang dari 0,5 mg sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak telah mencapai bobot tetap. Ekstrak kental yang diperoleh dari perhitungan rata-rata


(57)

yaitu sebesar 5,14 g. Gambar 9 menunjukkan gambar ekstrak etanol 50% daun

jarong yang diuapkan diatas waterbath dan gambar 10 menunjukkan gambar

ekstrak kental etanol 50% daun jarong yang sudah dilarutkan dengan CMC-Na 1%.

Gambar 9. Ekstrak kental etanol 50% daun Jarong (Dokumentasi pribadi, 2015)


(58)

D. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Penetapan dosis hepatoksin bertujuan untuk menentukan besar dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati berupa steatosis (perlemakan hati) tanpa menyebabkan kematian pada tikus. Janakat dan Al-Merie (2003) menyebutkan bahwa karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kgBB mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus.

2. Penetapan dosis ekstrak etanol 50% daun jarong

Penentuan dosis ekstrak etanol 50% mengacu pada penelitian yang

dilakukan oleh Joshi et al (2010) yang menyebutkan bahwa dosis efektif ekstrak

etanol daun jarong adalah 200 mg/kgBB. Dosis 200 mg/kgBB dijadikan sebagai dosis tengah, sehingga pada penelitian ini digunakan tiga peringkat dosis dengan faktor kelipatan 2 dan diperoleh dosis rendah 100 mg/kgBB, dosis tengah 200 mg/kgBB, dan dosis tinggi 400 mg/kgBB.

3. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan dosis hepatoksin bertujuan untuk mengetahui waktu ketika karbon tetraklorida pada dosis 2,0 mL/kgBB memberikan efek hepatotoksis maksimal, yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST paling tinggi. Pada penelitian ini, senyawa diujikan pada tikus jantan galur Wistar secara i.p dengan dosis 2,0 mL/kgBB., kemudian dilakukan pencuplikan darah pada sinus orbitalis hewan uji pada selang waktu jam ke-0, 24, dan 48.


(59)

Data hasil pengujian aktivitas serum pada tiap waktu pencuplikan darah dapat dilihat pada tabel III dan gambar 11.

Tabel III. Purata kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3)

Waktu pencuplikan jam ke- Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

0 60,80 ± 2,26

24 181,40 ± 6,40

48 74,20 ± 1,98

Keterangan : SE = Standart Error

Gambar 11. Diagram batang purata kadar ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Hasil pengukuran kadar ALT pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut adalah 60,80 ± 2,26; 181,40 ± 6,40; dan 74,20 ± 1,98 U/L. Perbandingan kadar ALT dilakukan dengan analisis statistik uji T berpasangan untuk melihat perbedaan


(60)

antara kondisi sebelum menerima pelakuan (pencuplikan jam ke-0) serta jam 24

dan 48 jam setelah menerima perlakuan hepatotoksin CCl4.

Hasil statistik uji T berpasangan menunjukkan kadar ALT serum pada jam ke-24 terjadi peningkatan yang signifikan dan berbeda bermakna dengan nilai signifikansi 0,000 (<0,05). Selain itu terjadi peningkatan nilai ALT sebesar 3 kali terhadap nilai ALT pada jam ke-0. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian karbon tetraklorida pada jam ke-24 terbukti menyebabkan kerusakan hati paling maksimal. Kemudian pada jam ke-48 terjadi penurunan, tetapi belum mencapai keadaan normal (p=0,000). Hasil uji T berpasangan kadar ALT ditunjukkan pada tabel IV.

Tabel IV. Hasil uji T berpasangan kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3)

Waktu pencuplikan (jam ke-)

Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 BB BB

Jam ke-24 BB BB

Jam ke-48 BB BB

Pengujian juga dilakukan terhadap kadar AST tikus. Data kadar AST tertera pada Tabel V dan Gambar 12.

Tabel V. Purata kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48

(n=3)

Waktu pencuplikan jam ke- Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 141,20 ± 5,15

24 452,40 ± 32,45

48 156,80 ± 4,61


(61)

Gambar 12. Diagram batang purata kadar AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Hasil pengukuran kadar AST pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut adalah 141,20 ± 5,15; 452,40 ± 32,45; dan 156,80 ± 4,61 U/L. Perbandingan kadar AST dilakukan dengan analisis statistik uji T berpasangan untuk melihat perbedaan antara kondisi sebelum menerima pelakuan (pencuplikan jam ke-0) serta jam 24

dan 48 jam setelah menerima perlakuan hepatotoksin CCl4.

Hasil statistik uji T berpasangan menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antar kelompok. Pada jam ke-24 terjadi peningkatan yang signifikan dan berbeda bermakna dengan nilai signifikansi 0,000 (<0,05). Selain itu terjadi peningkatan nilai AST sebesar 4 kali terhadap nilai AST pada jam ke-0. Sedangkan pada jam


(62)

ke-48 mengalami penurunan meskipun belum mencapai keadaan normal (p=0,001). Hasil uji T berpasangan ditunjukkan pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil uji T berpasangan kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 (n=3)

Waktu pencuplikan (jam ke-)

Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 BB BB

Jam ke-24 BB BB

Jam ke-48 BB BB

Berdasarkan hasil diatas, karbon tetraklorida diketahui memiliki efek hepatotoksis yang paling tinggi pada jam ke-24, sehingga waktu pencuplikan darah yang digunakan adalah jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara i.p.

E. Efek Hepatoprotektif Pemberian Ekstrak Etanol 50% Daun Jarong Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan adanya efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong serta mengetahui besar dosis efektif hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong pada tiga peringkat dosis

yang berbeda. Evaluasi efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong

dilihat dari ada tidaknya penurunan kadar ALT dan AST.

Pemberian ekstrak etanol 50% daun jarong dilakukan secara per oral dengan tiga peringkat dosis, yaitu dosis I sebesar 100 mg/kgBB; dosis II sebesar 200 mg/kgBB; dan dosis III sbesar 400 mg/kgBB. Senyawa hepatoksin yang


(63)

dengan dosis 2 mL/kg BB. Pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 pada

sinus orbitalis hewan uji dan dilanjutkan dengan pengukuran kadar ALT dan AST. Hasil analissi statistik menunjukkan bahwa efek hepatoprotektif paling efektif terjadi pada dosis 100 mg/kgBB. Data kadar ALT dan AST ditampilkan dalm bentuk purata ± SE pada tabel VII, gambar 13, dan gambar 14.

Tabel VII. Purata ± SE kadar ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kel.

Purata aktivitas serum ALT ±

SE (U/L)

Purata aktivitas serum AST ±

SE (U/L) Efek hepatoprotektif (ALT) Efek hepatoprotektif (AST)

I 49,20 ± 1,06 127,00 ± 2,30 - -

II 178,80 ± 7,47 451,00 ± 32,20 0% 0%

III 55,00 ± 2,64 120,00 ± 13,40 - -

IV 82,20 ± 3,10 268,40 ± 6,94 74,54% 56,36%

V 111,40 ± 4,38 286,40 ± 2,52 52,01% 50,80%

VI 168,80 ± 3,38 430,80 ± 3,95 7,72% 6,23%

I : kelompok kontrol negatif olive oil dosis 2,0 mL/kgBB

II : kelompok kontrol hepatotoksin CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB

III : kelompok kontrol perlakuan ekstrak daun jarong 400 mg/kgBB

IV : kelompok perlakuan ekstrak daun jarong dosis 100 mg/kgBB

(dosis I) + CCl4 2,0 mL/kgBB

V : kelompok perlakuan ekstrak daun jarong dosis 200 mg/kgBB

(dosis II) + CCl4 2,0 mL/kgBB

VI : kelompok perlakuan ekstrak daun jarong dosis 400 mg/kgBB

(dosis III) + CCl4 2,0 mL/kgBB


(64)

Gambar 13. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

Gambar 14. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

Data kadar ALT dan AST dianalisis dengan uji Shapiro Wilk menunjukkan

bahwa data berdistribusi normal dengan signifikansi (p>0,05) untuk data ALT. Sedangkan untuk data AST menunjukkan bahwa terdapat kelompok data yang


(65)

tidak terdistribusi normal (p<0,05). Data kadar ALT menunjukkan bahwa variansi

data homogen (p>0,05) pada Levene’s test. Dengan demikian kadar ALT

dianalisis dengan analisis variansi satu arah, dilanjutkan dengan analisis

menggunakan post hoc Tukey (yang diperuntukkan untuk asumsi data homogen).

Kadar AST dianalisis menggunakan Kruskal Wallis, yang kemudian dilanjutkan

dengan analisis menggunakan Mann Whitney. Hasil uji ALT dan AST

ditampilkan pada tabel VIII, dan tabel IX.

Tabel VIII. Hasil uji post hoc Tuckey kadar ALT praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarongpada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Kontrol CCl₄ Kontrol Olive Oil Kontrol ekstrak tertinggi Ekstrak 100 mg/kgBB

+ CCl₄

Ekstrak 200 mg/kgBB

+ CCl₄

Ekstrak 400 mg/kgBB

+ CCl₄

Kontrol

CCl₄ BB BB BB BB BTB

Kontrol

Olive Oil BB BTB BB BB BB

Kontrol ekstrak tertinggi

BB BTB BB BB BB

Ekstrak 100 mg/kgBB

+ CCl₄

BB BB BB BB BB

Ekstrak 200 mg/kgBB

+ CCl₄

BB BB BB BB BB

Ekstrak 400 mg/kgBB

+ CCl₄


(66)

Tabel IX. Hasil uji post hoc Mann Whitnry kadar AST praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarongpada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Kontrol CCl4 Kontrol Olive Oil Kontrol ekstrak tertinggi Ekstrak 100 mg/kgBB

+ CCl₄

Ekstrak 200 mg/kgBB

+ CCl₄

Ekstrak 400 mg/kgBB

+ CCl₄

Kontrol

CCl4 BB BB BB BB BTB

Kontrol

Olive Oil BB BTB BB BB BB

Kontrol ekstrak tertinggi

BB BTB BB BB BB

Ekstrak 100 mg/kgBB

+ CCl₄

BB BB BB BB BB

Ekstrak 200 mg/kgBB

+ CCl₄

BB BB BB BB BB

Ekstrak 400 mg/kgBB

+ CCl₄

BTB BB BB BB BB

Keterangan:

BB = berbeda bermakna (p<0,05); BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

1. Kontol negatif olive oil 2 mL/kgBB

Pada penelitian ini kontrol negatif bertujuan untuk melihat pengaruh

pemberian olive oil sebagai pelarut pada senyawa karbon tetraklorida terhadap

peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Kontrol negatif yang digunakan

adalah olive oil dengan dosis 2 mL/kgBB, karena senyawa hepatotoksin karbon


(67)

1:1 dalam pelarut olive oil yang diberikan pada dosis 2 mL/kgBB. Oleh karena itu, pengukuran kadar ALT dan AST dilakukan pada jam ke-0 (sebelum diberi perlakuan, digunakan sebagai nilai normal) dan pada jam ke-24 (untuk melihat

kondisi setelah diberikan olive oil). Purata kadar ALT dan AST tikus setelah

pemberian olive oil ditunjukkan pada tabel X. Hasil statistik uji T berpasangan menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke-0 berbeda tidak bermakna

(p=0,716) dengan kadar ALT pada jam ke-24 setelah mendapat perlakuan olive

oil. Pada aktivitas serum AST jam ke-0 juga memiliki perbedaan tidak bermakna

(p=0,345) dengan kadar AST pada jam ke-24 setelah mendapat perlakuan olive

oil. Hasil uji T berpasangan ditampilkan pada tabel XI, tabel XII, gambar 15, dan

gambar 16.

Tabel X. Purata kadar ALT dan AST tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24

Waktu pencuplikan (jam ke-)

Purata kadar ALT ± SE (U/L)

Purata kadar AST ± SE (U/L)

Jam ke-0 47,80 ± 2,74 129,00 ± 2,49

Jam ke-24 49,20 ± 1,06 127,00 ± 2,30

Tabel XI. Hasil uji T berpasangan kadar ALT tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24

Waktu pencuplikan (jam ke-) Kadar ALT jam ke-0 Kadar ALT jam ke-24

Jam ke-0 BTB

Jam ke-24 BTB

Tabel XII. Hasil uji T berpasangan kadar AST tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24

Waktu pencuplikan (jam ke-) Kadar AST jam ke-0 Kadar AST jam ke-24

Jam ke-0 BTB

Jam ke-24 BTB

Keterangan:

BB = berbeda bermakna (p<0,05)


(68)

Gambar 15. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24

Gambar 16. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24

Berdasarkan penjelasan diatas, disimpulkan bahwa olive oil yang berperan

sebagai pelarut hepatotoksin karbon tetraklorida tidak memiliki pengaruh dalam peningkatan kadar ALT dan AST, sehingga kelompok kontrol negatif ini dapat dijadikan acuan nilai normal kadar ALT dan AST dalam penelitian.


(1)

Wilcoxon W 15,000

Z -2,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008a

Ranks

Jenis N Mean Rank Sum of Ranks

ast Dosis ekstrak 200 mg/kgBB 5 3,00 15,00

Dosis ekstrak 400mg/kgBB 5 8,00 40,00

Total 10

Test Statisticsb

Ast

Mann-Whitney U ,000

Wilcoxon W 15,000

Z -2,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008a


(2)

Lampiran 9. Perhitungan efek hepatoprotektif

ALT

� � �� � � �� ℎ �� � − � −� � �� � � �� � � � � x 100%

 Efek hepatoprotektif kelompok praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) dosis 100 mg/kgBB

= − , − ,

, − , x 100%

= 74,537%

 Efek hepatoprotektif kelompok praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) dosis 200 mg/kgBB

=

, − ,

, − , x 100%

= 52,006%

 Efek hepatoprotektif kelompok praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) dosis 400 mg/kgBB

= − , − ,

, − , x100%

= 7,716%

AST


(3)

 Efek hepatoprotektif kelompok praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) dosis 100 mg/kgBB

= − , − ,

, − , x 100%

= 56,358%

 Efek hepatoprotektif kelompok praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) dosis 200 mg/kgBB

= − , − ,

, − , x 100%

= 50,802%

 Efek hepatoprotektif kelompok praperlakuan ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) dosis 400 mg/kgBB

= − , − ,

, − , x 100%

= 6,234%

Lampiran 10. Perhitungan konversi dosis ekstrak etanol 50% daun Jarong

Nilai konversi tikus 200 g ke manusia 70 kg = 56

Dosis untuk manusia 70 kg = dosis tikus 200 g x nilai konversi

Maka dosis ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) untuk manusia yaitu :

 Ekstrak etanol 50% daun jarong dosis 100 mg/kgBB = 0,02 g/200gBB x 56


(4)

= 1,12 g/70kgBB

= 0,016 g/kgBB

 Ekstrak etanol 50% daun jarong dosis 200 mg/kgBB = 0,04 g/200gBB x 56

= 2,24 g/70kgBB

= 0,032 g/kgBB

 Ekstrak etanol 50% daun jarong dosis 400 mg/kgBB = 0,08 g/200gBB x 56

= 4,48 g/70kgBB

= 0,064 g/kgB

Lampiran 11. Perhitungan rendemen ekstrak etanol 50% daun jarong

Replikasi I

Replikasi II

Replikasi III

Replikasi IV

5,56 g 4,52 g 6,25 g 4,26 g

Bobot ekstrak yang diperoleh (rata-rata) = , g+ , g+ , g+ , g = , g SD perolehan ekstrak kental = 0,80

CV perolehan ekstrak kental = 0,92


(5)

Lampiran 12. Penetapan kadar air serbuk daun Jarong

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri dengan

menggunakan alat moisture balance. Sampel dipanaskan pada suhu 105oC selama

15 menit. Hasil penetapan kadar air yaitu:

 Replikasi I

= 7,865%

 Replikasi II

= 9,047%

 Replikasi III

= 8,218%

 Replikasi IV

= 7,912%

Rata-rata kadar air adalah 8,26%, telah memenuhi persyaratan kurang dari 10%.

X 100%

X 100% X 100% X 100%


(6)

Penulis Skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 50% Daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) Terhadap Aktivitas Alanin Aminotransferase dan Aspartate Aminotransferase Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan nama lengkap Hosianna Yossi Agustina lahir di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada tanggal 24 Januari 1995. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Drs. Fredie Anderson, S.Sos dan Eny Jenan. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis, yaitu TK Afiat Bina Palangkaraya (1999-2000),

SDN 1 Kapuas Tengah (2000-2006), SMPN 8

Palangkaraya (2006-2009), SMAN 4 Palangkaraya (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan, seperti Action Plan

Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia Wilayah Yogyakarta sebagai anggota divisi perlengkapan (2013), Pharmacy Competition sebagai anggota divisi hubungan masyarakat (2013), Inisiasi Sanata Dharma sebagai anggota divisi medis (2013) dan sekretaris bidang acara (2014), Sumpahan Apoteker angkatan XXVI sebagai anggota divisi konsumsi (2014),

Live in Persekutuan Mahasiswa Kristen Apostolos sebagai koordinator divisi medis (2014), Malam Penghargaan Mahasiswa Berprestasi Universitas sebagai among tamu (2014), Soft Opening Peresmian Auditorium Universitas sebagai among tamu (2015), serta dalam kepengurusan Persekutuan Mahasiswa Kristen Apostolos sebagai sekretaris (2013-2014) dan organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas sebagai sekretaris II (2014-2015). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Farmakologi-Toksikologi (2014) dan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) lolos didanai Kemenristek Dikti (2015).


Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak etanol 70% biji atung (Parinarium glaberimum Hassk.) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 49

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak etanol 70% biji atung (Parinarium glaberrimum Hassk.) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 54

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 90% daun jarong (Stacytarpheta indica vahl.) terhadap kadar alanin aminotransferase dan aspartat aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 133

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap kadar alann aminotransferase dan aspartat aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 82

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 30% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap kadar alanin aminotransferase dan aspartat aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 127

Efek hepatoprotektif jangka panjang infusa daun tempuyung (sonchus arvensis l.) terhadap aktivitas alanin aminotransferase dan aspartate transaminase pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

1 3 130

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 108

Efek Hepatoprotektif infusa daun ceplikan [Reullia tuberosa L.] pada mencit jantan terinduksi karbon tetraklorida [CCL] : kajian terhadap aktivitas serum alanin aminotransferase - USD Repository

0 0 100

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 106

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol daun swietenia mahagoni (l.) jacq. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 112