Aktivitas Enzim Alanine Aminotransferase (ALT) Dan Aspartate Aminotransferase (AST) Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Yang Diberi Ekstrak Buah Pinang (Areca catechu L.).

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh

Anak Agung Sagung Istri Pradnyantari NIM. 1009005012

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh

Anak Agung Sagung Istri Pradnyantari NIM. 1009005012

Menyetujui/Mengesahkan:

Tanggal Lulus: DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

Dr. drh. I Nyoman Adi Suratma, MP NIP. 19600305 198703 1001 Pembimbing I

drh. Anak Agung Gde Arjana, M.Kes NIP. 19561226 198603 1 002

Pembimbing I

drh. Anak Agung Sagung Kendran, M.Kes NIP. 19621029 198903 2 001


(3)

Ditetapkan di Denpasar, tanggal :

Panitia penguji

drh. Anak Agung Gde Arjana Ketua

drh. Anak Agung Sagung Kendran, M.Kes drh. I Made Merdana, MP

Sekretaris Anggota

Prof. Dr. drh. Ida Bagus Komang Ardana, M.Kes drh. I Ketut Budiasa, MP


(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Di era modern saat ini perhatian manusia akan kesehatan hewan semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh sikap pemilik hewan yang semakin selektif terhadap apa yang dikonsumsi oleh peliharaannya, memilih pakan yang memiliki nilai kesehatan tinggi, serta lebih memilih pengobatan yang berbahan dasar alam (Handajani, 2006). Gerakan memanfaatkan obat alam ini timbul karena banyak dijumpainya efek samping yang tidak dikehendaki akibat penggunaan obat kimia murni (Sutrisno, 2000). Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat alam adalah buah pinang (Areca catechu).

Buah pinang merupakan tanaman dari keluarga Arecaceae digunakan sebagai obat herbal untuk mengobati cacingan, terutama untuk mengatasi cacing pita. Golongan alkaloid seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine, dan isoguvasine merupakan kandungan yang terdapat pada buah pinang. Ekstrak etanolik pada bijinya mengandung tanin terkondensi, tanin terhidrolisis, flavan, dan senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap, dan tidak menguap, serta garam (Sutrisno, 2000). Toksisitas pada tanaman yang berkhasiat obat dapat terjadi apabila diberikan secara berlebihan. Dalam jangka waktu yang lama pemberian tanaman yang berkhasiat obat


(5)

dikhawatirkan akan terakumulasi di dalam jaringan atau organ tubuh seperti hati dan ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ tersebut (Kunts, 1984).

Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di rongga abdomen, terdiri dari lobus kanan dan lobus kiri (Ressang, 1984). Secara umum hati memiliki tiga fungsi utama dalam tubuh yaitu vaskuler, metabolisme, sekresi dan ekskresi (Herlinda, 1999). Metabolisme tubuh dengan kapasitas cadangan yang besar berpusat di hati. Sebab kerusakan sel hati secara klinis baru dapat diketahui jika sudah lanjut. Kerusakan pada sel hati yang sedang berlangsung dapat diketahui dengan mengukur parameter fungsi berupa zat yang berada dalam peredaran darah.

Pemeriksaan enzim menjadi satu-satunya petunjuk adanya kelainan fungsi hati yang dini (Meiyanto, 2008). Kelainan fungsi hati akan memberikan manifestasi klinis yang dapat diperiksa dengan mengukur indeks fungsionalnya (Edy, 2008). Penilaian fungsi hati dapat dilakukan dengan cara memeriksa aktivitas enzim SGOT (Serum Glutamic Oksaloacetic Transaminase) atau disebut juga dengan Aspartate aminotransferase (AST) serta SGPT (Serum Piruvic Transaminase) yang dikenal dengan Alanine aminotransferase (ALT) (Hozaimah, 2007).

Terbatasnya penelitian tentang ekstrak buah pinang menarik peneliti untuk mengambil penelitian ini. Aspek khusus farmakodinamik yang akan dikaji oleh peneliti dengan tujuan mengetahui aktivitas AST dan ALT serum darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan.


(6)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dibuat rumusan masalah apakah ekstrak buah pinang dapat mempengaruhi aktivitas AST dan ALT pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas AST dan ALT tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang diberi ekstrak buah pinang (Areca catechu).

1.4Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang ekstrak buah pinang (Areca catechu) terhadap fungsi hati terutama aktivitas AST dan ALT tikus putih (Rattus norvegicus) jantan.

1.5 Kerangka Konsep

Buah pinang dengan dosis 100 mg, 200 mg, dan 400 mg digunakan sebagai obat herbal untuk mengobati cacingan (Sutrisno, 2000). Penelitian ilmiah mengenai biji buah pinang di Indonesia masih terbatas. Penelitian yang dilakukan oleh Nuri (2007), pemberian buah pinang secara invivo pada babi yang menderita infeksi Ascaris suum untuk mengetahui hasil terapi serta uji toksisitas akut dan subakut tidak menunjukkan perubahan patologis pada hati, ginjal, otak, dan


(7)

jantung. Secara umum obat yang dibuat dari tanaman herbal memiliki efek samping yang relatif rendah. Namun kita ketahui bersama bahwa mayoritas obat herbal bersifat toksik bila digunakan dalam jumlah besar maupun bersamaan dengan obat lain. Secara toksikologi bahan yang berbahaya adalah bahan yang digunakan dalam dosis tertentu yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia maupun hewan seperti organ hati (Fita, 2008). Hati berfungsi untuk mendetoksifikasi atau menetralisasi racun sehingga dapat diekskresi. Jika fungsi hati terganggu maka salah satu indikasi yang dapat diketahui dengan mengukur aktivitas AST dan ALT. Naik atau turunnya aktivitas ALT akan menunjukkan berat ringannya gangguan dari fungsi hati (Elmeizy, 2005).

Ekstrak buah pinang yang diberikan dalam jangka waktu cukup lama kemungkinan dapat mempengaruhi gangguan fungsi hati tersebut. Walaupun dapat digunakan sebagai obat cacing, namun pengaruhnya terhadap fungsi hati belum ada yang meneliti. Maka untuk mengetahui fungsi aktivitas AST dan ALT perlu diteliti lebih lanjut dengan memakai tikus putih sebagai objek penelitian serta mengendalikan umur, berat badan, jenis kelamin, dan pakan. Dosis ekstrak buah pinang sebagai variabel bebas serta aktivitas AST dan ALT sebagai variabel tergantung. Berikut ini merupakan diagram kerangka konsep dari penelitian yang akan digunakan :


(8)

(Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian)

1.6 Hipotesis

Pemberian ekstrak buah pinang dengan dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB selama 21 hari mempengaruhi aktivitas AST dan ALT tikus putih (Rattus norvegicus) jantan.

Variabel Bebas Dosis ekstrak buah pinang

Variabel Kendali  Umur

 Berat badan  Jenis kelamin  Pakan

Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Variabel Tergantung Aktivitas enzim ALT & AST


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih dengan nama ilmiah Rattus novergicus. Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan coba karena mempunyai respon yang cepat serta dapat memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lain. Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah satu prinsip dasar riset biomedis dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang memadai serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah (Herlinda, 1999). Temperatur 19oC hingga 23oC dengan kelembaban 40-70% merupakan temperatur yang cocok untuk habitat tikus yang juga tergolong dalam hewan nokturnal (Wolfenshon dan Lloyd, 2013).

Wolfenshon and Lloyd (2013) menyatakan bahwa berat tikus jantan dewasa yaitu 450-520 gram sedangkan berat 250-300 gram berlaku pada tikus betina. Tikus jantan lebih berat dibanding tikus betina pada semua kelompok umur serta terjadinya perubahan bobot organ (ginjal, hati, paru, dan limpa), nilai hematologi, nilai biokimia darah (AST dan ALT) seiring dengan bertambahnya umur tikus (Marice and Sulistyowati, 2011).


(10)

Kebutuhan makan dan minum masing-masing 5 hingga 10 gram per 100 gram berat badan dan 10 mililiter (ml) per 100 gram berat badan serta jangka hidup 3 sampai 4 tahun. Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu. Pakan yang diberikan pada tikus harus mengandung asam amino esensial seperti Arginin, Isoleusin, Leusin, Methionin, Fenilalanin, Treonin, Tryptofan, dan Valine (Wolfenshon and Lloyd, 2013).

Selain pakan, hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik. Kandang tikus terbuat dari kotak plastik yang ditutup dengan kawat berlubang ukuran 1,6 cm2. Kulit biji padi dapat digunakan sebagai alas kandang tikus. Alas kandang diganti setiap 3 hari bertujuan agar kebersihan tikus tetap terjaga dan tidak terkontaminasi bakteri yang ada di feses serta urine tikus (Marice and Sulistyowati, 2011).

2.2 Pinang (Areca catechu)

Pinang merupakan tanaman tropika sejenis palma yang tumbuh di daerah Asia, Pasifik, dan Afrika bagian timur. Tinggi pohonnya berkisar antara 10 hingga 30 m dan meruncing di bagian pucuk dengan ukuran melintang batang


(11)

pokok mencapai 20 cm. Di bagian jelama (crown) pokok ini berbentuk bulat dan berwarna hijau semasa muda. Warna hijau akan berubah menjadi kuning dan merah jika sudah matang (Hutape and Johnny, 2001).

Tanaman dengan nama saintifik Areca catechu ditanam terutama untuk dimanfaatkan daun dan buah (biji). Daun pinang mengandung minyak atsiri yang dapat mengobati gangguan radang tenggorokan, pangkal tenggorokan, dan pembuluh broncial. Pucuk daunnya yang pahit pun dapat dijadikan obat nyeri otot. Selain obat, daun pinang dijadikan sebagai pucuk pupuk hijau (Ahdin, 2008).

Buah pinang dikenal sebagai salah satu campuran makan sirih. Serta digunakan untuk bahan makanan, bahan baku industri seperti pewarna kain, dan obat tradisional diantaranya obat cacingan, luka, dan kudis (Boucher and Mannan, 2002). Biji buahnya mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), menguap dan tidak menguap, serta garam (Mutiatikum, 1999).


(12)

Kandungan alkaloid 50% lebih banyak terdapat pada biji segarnya dibandingkan dengan biji yang telah mengalami perlakuan. Arekolin berfungsi sebagai obat cacing juga sebagai penenang (Hutape and Johnny, 2001). Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklus. Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh– tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein (Roger, 2007). Mengkonsumsi bahan yang memiliki kandungan alkaloid secara teratur dapat menurunkan rasio enzim ALT serta aktivitas enzimatik pada lintasan metabolisme hati, yang sering disebabkan oleh induksi obat-obatan, penyakit otoimun, dan keracunan (Hozaimah, 2007). Pada dasarnya tanaman yang mengandung golongan alkaloid bersifat racun terutama terhadap hepar (hepatotoxic), juga dapat merangsang pembentukan kanker (carcinogenic), dapat menyebabkan mutasi sel (mutagenic), dan dapat menyebabkan kelainan janin (teratogenic). Terhadap hepar atau liver atau hati terjadi pembesaran hepar (hepatomegali), dalam kasus yang serius dapat menyebabkan kerusakan hepar bahkan kematian (Edy, 2008).

2.3 Hati

Kelenjar metabolik terbesar dalam tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks diperankan oleh organ hati. Hati terletak di sebelah kanan atas rongga


(13)

perut di bawah diafragma yaitu di dalam rongga abdomen dan berwarna coklat kemerahan. Suplai darah ke organ hati didapat dari dua pembuluh darah, antara lain vena porta yang membawa darah dari lambung, usus, dan limpa yang terdiri dari berbagai hasil digesti dan sejumlah sel darah putih. Sedangkan, arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen untuk sel-sel hati (Paramita, 2007).

Hati tikus terletak dekat dengan tulang rusuk. Terdiri dari empat lobus, yaitu lateral kiri, lateral kanan, medial dan lobus kanan. Tikus tidak memiliki kantung empedu yang mana saluran empedu bersatu membentuk saluran hati (hepatic duct) yang melewati pankreas (Rosandi, 2008). Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Ruangan di antara sel hati disebut sinusoid. Sinusoid dilapisi oleh sel endotel dan sel Kupffer yang merupakan makrofag jaringan yang dapat memfagositosis bakteri dan benda asing dalam darah. Hati mempunyai banyak fungsi fisiologis dalam tubuh, yakni sebagai tempat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, detoksifikasi racun, tempat pembentukkan sel darah merah serta penyaring darah dan berperan dalam penggumpalan darah, menghasilkan empedu, dan sebagai tempat penyimpanan vitamin dan zat besi (Hozaimah, 2007). Fungsi hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya, dan dapat dilihat dari sel–sel dalam hati (Herlinda, 1999).

Adapun fungsi hati sebagai organ keseluruhan yaitu: (1) ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit karena semua cairan dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya, (2) hati bersifat sebagai spons yang


(14)

akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar, dan (3) sebagai alat saringan (filter) yang mana semua makanan dan berbagai substansia yang telah diserap oleh intestin akan masuk ke hati melalui sistema portal (Murayand Robert, 2003).

2.3.1 Fungsi Sel – sel Hati

Sel-sel hati terbagi menjadi dua yaitu sel epitel dan sel Kupfer. Fungsi sel epitel terdiri dari empat fungsi yaitu sebagai berikut: (1) sebagai pusat metabolisme diantaranya metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak, metabolisme protein, metabolisme vitamin, dan metabolisme mineral. Metabolisme karbohidrat berarti hati berfungsi mengatur metabolisme melalui pembentukan, penyimpanan, dan pemecahan suatu bentuk dari karbohidrat yang siap digunakan tubuh yang dikenal dengan glukosa. Metabolisme lemak dimana hati berperan dalam sintesa, penyimpanan, dan pengeluaran lemak untuk didistribusikan ke seluruh tubuh. Hati juga memproduksi empedu yang memungkinkan makanan berlemak dan mengandung vitamin yang larut dalam lemak dapat diserap oleh usus halus. Metabolisme protein dimana hati berfungsi sebagai tempat terjadinya proses sintesa serta penghancuran protein. Metabolisme vitamin yaitu vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak disimpan di dalam hati. Dan metabolisme mineral dimana sebagian besar zat besi disimpan di dalam hati sebelum dibutuhkan oleh tubuh, begitu juga dengan tembaga (Nassar, 2009); (2) sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme; (3) sebagai alat sekresi dan ekskresi. Alat sekresi yaitu mengeluarkan bahan-bahan


(15)

kimia oleh sel tubuh yang biasanya berguna untuk satu atau beberapa fungsi tubuh sendiri seperti mengeluarkan protein, enzim, dan empedu. Kemampuan hati untuk mensekresi empedu memiliki beberapa manfaat yang penting bagi tubuh yaitu untuk membantu pencernaan makanan dan ekskresi zat-zat lain yang tidak berguna bagi tubuh. Sedangkan fungsi ekskresi yaitu mengubah sisa-sisa protein (asam amino) menjadi urea, setelah itu urea yang dihasilkan akan masuk ke dalam darah lalu dibawa oleh darah ke ginjal untuk selanjutnya dibuang melalui air seni; (4) berfungsi dalam proses detoksifikasi yang mana dilakukan oleh enzim-enzim hati AST dan ALT dengan aktivitas oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Rosandi, 2008). Fungsi dari sel hati yang kedua ialah fungsi sel Kupfer sebagai sel endotel yang memiliki fungsi sebagai sistem retikuloendotelial. Dengan fungsi sel tersebut akan menguraikan hemoglobin (Hb) menjadi bilirubin, membentuk immunoglobulin yang merupakan alat pertahanan tubuh, serta berfungsi sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen korpuskuler atau makromolekuler (Muray, 2003).

Kadar transaminase yang tinggi biasanya menunjukkan kelainan dan nekrosis hati. Serum transaminase merupakan indikator yang peka pada kerusakan sel-sel hati (Antai, 2009). Kerusakan sel secara terus-menerus akan mencapai suatu titik sehingga terjadi kematian sel. Adapun dua proses mekanisme kematian sel yaitu apoptosis dan nekrosa. Pada apoptosis terjadi kematian sel yang terprogram yang dipicu oleh fragmentasi DNA dan biasanya terjadi pada satu atau sekelompok sel saja. Sedangkan nekrosa terjadi kematian sel bersifat menyeluruh.


(16)

Hati dapat mengalami nekrosa yang disebabkan oleh dua hal yaitu toksopatik dan trofopatik. Toksopatik disebabkan oleh pengaruh langsung agen yang bersifat toksik. Lain halnya dengan trofopatik yang merupakan akibat dari kekurangan oksigen, zat-zat makanan dan sebagainya (Ressang 1984).

Suatu perubahan struktur organel merupakan respon dari sel-sel hati. Yang melibatkan sel dan mesenkim, termasuk kapiler-kapiler, empedu, pembuluh darah dan limfa, terutama sel hati. Kenaikan enzim AST dan ALT pada darah disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sel-sel penghasil enzim-enzim tersebut (Antai, 2009).

2.4 Enzim Transaminase

Hati merupakan organ yang sangat penting dan memiliki aneka fungsi dalam proses metabolisme sehingga organ ini sering terpajan zat kimia. Zat kimia tersebut akan mengalami detoksikasi dan inaktivasi sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tubuh. Kerusakan hati karena obat dan zat kimia dapat terjadi jika cadangan daya tahan hati berkurang dan kemampuan regenerasi sel hati hilang dan selanjutnya akan mengalami kerusakan permanen sehingga dapat menimbulkan dampak berbahaya (Witri et al, 2007). Sel-sel hati menghasilkan dua enzim transaminase yaitu Aspartate Aminotransferase (AST) dan Alanine Aminotransferase (ALT).

2.4.2 Alanine Aminotransferase (ALT)

Enzim ini banyak dijumpai pada organ hepar. Kadar yang ada dalam serum meningkat lebih banyak daripada AST pada kerusakan hati. ALT berfungsi untuk mengkatalis pemindahan amino dari alanine ke α-ketoglutarat (Antai,


(17)

2008). Kadar kenaikan serum transaminase tersebut akibat adanya kerusakan sel-sel hati yang disebabkan oleh obat-obatan atau toksin. Kenaikan kembali atau bertahannya enzim transaminase yang tinggi menunjukkan berkembangnya kelainan dan nekrosis hati (Boucher and Mannan, 2002). Pada kerusakan hati akut, peningkatan ALT lebih besar daripada AST sehingga ALT bisa dipakai sebagai indikator untuk melihat kerusakan sel (Eska, 2010). Nilai normal ALT pada tikus adalah 40,50 ± 10,26 (30,24-50,76) u/L (MFDU, 2006). Enzim ini memiliki reaksi sebagai berikut:

2.4.1 Aspartate Aminotransferase (AST)

Enzim ini dapat dijumpai juga di jantung, otot skelet, dan ginjal. Bila jaringan tersebut mengalami kerusakan akut, kadarnya dalam serum meningkat. Diduga hal ini disebabkan karena bebasnya enzim intraseluler dari sel-sel yang rusak ke dalam sirkulasi. Enzim AST merupakan penanda yang tepat pada kerusakan mitokondria hepar. Peningkatan kadar AST akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara intaraseluler kedalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati secara akut misalnya nekrosis hepatosel-selular atau infark miokardial (Witri et al). Nilai AST yang normal pada tikus adalah 146,10 ± 37,11 (108,99-183,21) u/L (MFDU, 2006). AST berperan untuk mengubah aspartat dan α-ketoglutarat menjadi oxaloasetat dan glutamat. Dengan reaksi sebagai berikut:

Glutamat + Oxaloacetat 2-Oxologlurat + L-aspartat Glutamat + Pyruvate α-ketoglutarat + Alanin


(1)

Kandungan alkaloid 50% lebih banyak terdapat pada biji segarnya dibandingkan dengan biji yang telah mengalami perlakuan. Arekolin berfungsi sebagai obat cacing juga sebagai penenang (Hutape and Johnny, 2001). Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklus. Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh– tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein (Roger, 2007). Mengkonsumsi bahan yang memiliki kandungan alkaloid secara teratur dapat menurunkan rasio enzim ALT serta aktivitas enzimatik pada lintasan metabolisme hati, yang sering disebabkan oleh induksi obat-obatan, penyakit otoimun, dan keracunan (Hozaimah, 2007). Pada dasarnya tanaman yang mengandung golongan alkaloid bersifat racun terutama terhadap hepar (hepatotoxic), juga dapat merangsang pembentukan kanker (carcinogenic), dapat menyebabkan mutasi sel (mutagenic), dan dapat menyebabkan kelainan janin (teratogenic). Terhadap hepar atau liver atau hati terjadi pembesaran hepar (hepatomegali), dalam kasus yang serius dapat menyebabkan kerusakan hepar bahkan kematian (Edy, 2008).

2.3 Hati

Kelenjar metabolik terbesar dalam tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks diperankan oleh organ hati. Hati terletak di sebelah kanan atas rongga


(2)

perut di bawah diafragma yaitu di dalam rongga abdomen dan berwarna coklat kemerahan. Suplai darah ke organ hati didapat dari dua pembuluh darah, antara lain vena porta yang membawa darah dari lambung, usus, dan limpa yang terdiri dari berbagai hasil digesti dan sejumlah sel darah putih. Sedangkan, arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen untuk sel-sel hati (Paramita, 2007).

Hati tikus terletak dekat dengan tulang rusuk. Terdiri dari empat lobus, yaitu lateral kiri, lateral kanan, medial dan lobus kanan. Tikus tidak memiliki kantung empedu yang mana saluran empedu bersatu membentuk saluran hati (hepatic duct) yang melewati pankreas (Rosandi, 2008). Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Ruangan di antara sel hati disebut sinusoid. Sinusoid dilapisi oleh sel endotel dan sel Kupffer yang merupakan makrofag jaringan yang dapat memfagositosis bakteri dan benda asing dalam darah. Hati mempunyai banyak fungsi fisiologis dalam tubuh, yakni sebagai tempat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, detoksifikasi racun, tempat pembentukkan sel darah merah serta penyaring darah dan berperan dalam penggumpalan darah, menghasilkan empedu, dan sebagai tempat penyimpanan vitamin dan zat besi (Hozaimah, 2007). Fungsi hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya, dan dapat dilihat dari sel–sel dalam hati (Herlinda, 1999).

Adapun fungsi hati sebagai organ keseluruhan yaitu: (1) ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit karena semua cairan dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya, (2) hati bersifat sebagai spons yang


(3)

akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar, dan (3) sebagai alat saringan (filter) yang mana semua makanan dan berbagai substansia yang telah diserap oleh intestin akan masuk ke hati melalui sistema portal (Murayand Robert, 2003).

2.3.1 Fungsi Sel – sel Hati

Sel-sel hati terbagi menjadi dua yaitu sel epitel dan sel Kupfer. Fungsi sel epitel terdiri dari empat fungsi yaitu sebagai berikut: (1) sebagai pusat metabolisme diantaranya metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak, metabolisme protein, metabolisme vitamin, dan metabolisme mineral. Metabolisme karbohidrat berarti hati berfungsi mengatur metabolisme melalui pembentukan, penyimpanan, dan pemecahan suatu bentuk dari karbohidrat yang siap digunakan tubuh yang dikenal dengan glukosa. Metabolisme lemak dimana hati berperan dalam sintesa, penyimpanan, dan pengeluaran lemak untuk didistribusikan ke seluruh tubuh. Hati juga memproduksi empedu yang memungkinkan makanan berlemak dan mengandung vitamin yang larut dalam lemak dapat diserap oleh usus halus. Metabolisme protein dimana hati berfungsi sebagai tempat terjadinya proses sintesa serta penghancuran protein. Metabolisme vitamin yaitu vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak disimpan di dalam hati. Dan metabolisme mineral dimana sebagian besar zat besi disimpan di dalam hati sebelum dibutuhkan oleh tubuh, begitu juga dengan tembaga (Nassar, 2009); (2) sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme; (3) sebagai alat sekresi dan ekskresi. Alat sekresi yaitu mengeluarkan bahan-bahan


(4)

kimia oleh sel tubuh yang biasanya berguna untuk satu atau beberapa fungsi tubuh sendiri seperti mengeluarkan protein, enzim, dan empedu. Kemampuan hati untuk mensekresi empedu memiliki beberapa manfaat yang penting bagi tubuh yaitu untuk membantu pencernaan makanan dan ekskresi zat-zat lain yang tidak berguna bagi tubuh. Sedangkan fungsi ekskresi yaitu mengubah sisa-sisa protein (asam amino) menjadi urea, setelah itu urea yang dihasilkan akan masuk ke dalam darah lalu dibawa oleh darah ke ginjal untuk selanjutnya dibuang melalui air seni; (4) berfungsi dalam proses detoksifikasi yang mana dilakukan oleh enzim-enzim hati AST dan ALT dengan aktivitas oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Rosandi, 2008). Fungsi dari sel hati yang kedua ialah fungsi sel Kupfer sebagai sel endotel yang memiliki fungsi sebagai sistem retikuloendotelial. Dengan fungsi sel tersebut akan menguraikan hemoglobin (Hb) menjadi bilirubin, membentuk immunoglobulin yang merupakan alat pertahanan tubuh, serta berfungsi sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen korpuskuler atau makromolekuler (Muray, 2003).

Kadar transaminase yang tinggi biasanya menunjukkan kelainan dan nekrosis hati. Serum transaminase merupakan indikator yang peka pada kerusakan sel-sel hati (Antai, 2009). Kerusakan sel secara terus-menerus akan mencapai suatu titik sehingga terjadi kematian sel. Adapun dua proses mekanisme kematian sel yaitu apoptosis dan nekrosa. Pada apoptosis terjadi kematian sel yang terprogram yang dipicu oleh fragmentasi DNA dan biasanya terjadi pada satu atau sekelompok sel saja. Sedangkan nekrosa terjadi kematian sel bersifat menyeluruh.


(5)

Hati dapat mengalami nekrosa yang disebabkan oleh dua hal yaitu toksopatik dan trofopatik. Toksopatik disebabkan oleh pengaruh langsung agen yang bersifat toksik. Lain halnya dengan trofopatik yang merupakan akibat dari kekurangan oksigen, zat-zat makanan dan sebagainya (Ressang 1984).

Suatu perubahan struktur organel merupakan respon dari sel-sel hati. Yang melibatkan sel dan mesenkim, termasuk kapiler-kapiler, empedu, pembuluh darah dan limfa, terutama sel hati. Kenaikan enzim AST dan ALT pada darah disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sel-sel penghasil enzim-enzim tersebut (Antai, 2009).

2.4 Enzim Transaminase

Hati merupakan organ yang sangat penting dan memiliki aneka fungsi dalam proses metabolisme sehingga organ ini sering terpajan zat kimia. Zat kimia tersebut akan mengalami detoksikasi dan inaktivasi sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tubuh. Kerusakan hati karena obat dan zat kimia dapat terjadi jika cadangan daya tahan hati berkurang dan kemampuan regenerasi sel hati hilang dan selanjutnya akan mengalami kerusakan permanen sehingga dapat menimbulkan dampak berbahaya (Witri et al, 2007). Sel-sel hati menghasilkan dua enzim transaminase yaitu Aspartate Aminotransferase (AST) dan Alanine Aminotransferase (ALT).

2.4.2 Alanine Aminotransferase (ALT)

Enzim ini banyak dijumpai pada organ hepar. Kadar yang ada dalam serum meningkat lebih banyak daripada AST pada kerusakan hati. ALT berfungsi untuk mengkatalis pemindahan amino dari alanine ke α-ketoglutarat (Antai,


(6)

2008). Kadar kenaikan serum transaminase tersebut akibat adanya kerusakan sel-sel hati yang disebabkan oleh obat-obatan atau toksin. Kenaikan kembali atau bertahannya enzim transaminase yang tinggi menunjukkan berkembangnya kelainan dan nekrosis hati (Boucher and Mannan, 2002). Pada kerusakan hati akut, peningkatan ALT lebih besar daripada AST sehingga ALT bisa dipakai sebagai indikator untuk melihat kerusakan sel (Eska, 2010). Nilai normal ALT pada tikus adalah 40,50 ± 10,26 (30,24-50,76) u/L (MFDU, 2006). Enzim ini memiliki reaksi sebagai berikut:

2.4.1 Aspartate Aminotransferase (AST)

Enzim ini dapat dijumpai juga di jantung, otot skelet, dan ginjal. Bila jaringan tersebut mengalami kerusakan akut, kadarnya dalam serum meningkat. Diduga hal ini disebabkan karena bebasnya enzim intraseluler dari sel-sel yang rusak ke dalam sirkulasi. Enzim AST merupakan penanda yang tepat pada kerusakan mitokondria hepar. Peningkatan kadar AST akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara intaraseluler kedalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati secara akut misalnya nekrosis hepatosel-selular atau infark miokardial (Witri et al). Nilai AST yang normal pada tikus adalah 146,10 ± 37,11 (108,99-183,21) u/L (MFDU, 2006). AST berperan untuk mengubah aspartat dan α-ketoglutarat menjadi oxaloasetat dan glutamat. Dengan reaksi sebagai berikut:

Glutamat + Oxaloacetat 2-Oxologlurat + L-aspartat Glutamat + Pyruvate α-ketoglutarat + Alanin


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Sabut Pinang (Areca catechu L.) Terhadap Tikus

8 78 98

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ENZIM ASPARTATE AMINOTRANSFERASE (AST) SERUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI ETANOL

1 34 52

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarfa) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) TIKUS PUTIH (Rattus norwegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

1 12 49

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 5 60

Aktivitas Aminotransferase dan Peroksidasi Lipid pada Tikus Hiperkolesterolemia yang Diberi Ekstrak Jamur Tiram Putih

0 6 31

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT) pada Tikus yang Diinduksi Asetaminofen.

0 4 12

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT) pada Tikus yang Diinduksi Asetaminofen.

0 3 14

Aktivitas Enzim Alanine Aminotransferase (ALT) Dan Aspartate Aminotransferase (AST) Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Yang Diberi Ekstrak Buah Pinang (Areca catechu L.).

0 0 17

Dosis Aman Parasetamol Terhadap Aktivitas Aspartate Aminotransferase dan Alanine Aminotranferase pada Ayam Pedaging.

0 0 7

The Effect of Black Cumin (Nigella sativa) Grinding Supplementation on Aspartate Aminotransferase (AST), Alanine Aminotransferase (ALT) and Liver Weight on Broiler

0 0 6