BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR - SUNARYATI BAB II

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teoretis 1. Pembelajaran Tematik Pengajaran atau pembelajaran adalah cara (perbuatan dsb) mengajar atau

  mengajarkan (Poerwadarminta, 2002: 22). Kartalinata, S & Permana, J., 1997; Raka Joni, 1983; Hasibuan & Mudjiono, 1995 dalam Suharjo (2006: 85) menyatakan bahwa pembelajaran dapat diartikan dari beberapa sudut pandang, seperti berikut: a.

  Pembelajaran diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pesan berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru kepada siswa.

  b.

  Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses penggunaan seperangkat keterampilan (teaching as a skill) secara terpadu.

  c.

  Pembelajaran dipandang sebagai suatu seni, mengutamakan penampilan (kinerja) guru secara unik yang berasal dari sifat-sifat khas, dan perasaan serta naluri guru.

  d.

  Pembelajaran dipandang sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.

  Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan belajar adalah berusaha mengetahui sesuatu; berusaha memperoleh ilmu pngetahuan (kepandaian, keterampilan). Contoh: belajar menulis.

  Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bagi siswa merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Pembelajaran bagi guru merupakan cara atau perbuatan mengajar atau mengajarkan berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru kepada siswa.

  11

  2. Hakikat Pembelajaran

  Hakikat pembelajaran menurut Adi Waluyo (2000: 4) adalah sebagai berikut: a.

  Peristiwa pembelajaran, terjadi apabila subyek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh pendidik.

  b.

  Proses pembelajaran yang efektif memerlukan strategi dan media pembelajaran yang tepat.

  c.

  Program pembelajaran dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem.

  d.

  Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

  e.

  Materi pengajaran dan sistem penyampaiannya selalu berkembang.

  Pada hakekatnya pembelajaran merupakan proses penciptaan stimulasi kepada kelompok siswa, baik secara individu atau kelompok sehingga terjadi proses belajar dalam diri siswa (Suharjo, 2006: 86). Pembelajaran tidak hanya sekedar menyampaikan pesan dan materi pembelajaran kepada siswa, akan tetapi merupakan kreatifitas professional yang menuntut guru untuk dapat menggunakan keterampilan dasar mengajar secara terpadu, serta menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Guru perlu menentukan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang menarik dan tepat sehingga dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

  3. Karakteristik Pembelajaran

  Karakteristik pembelajaran menurut Adi Waluyo (2000: 5) adalah seperti berikut: a. merupakan suatu proses interaksi peserta dan pendidik, b. perubahan perilaku karena pengalaman, c. melalui proses berpikir, d. mempunyai tujuan, dan e. direncanakan dengan sengaja. Menurut (Suharjo, 2006: 74) menyatakan bahwa karakteristik pembelajaran dilandasi oleh prinsip-prinsip: a. berpusat pada siswa, b. mengembangkan kreatif pada siswa, c. menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang , d. mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai, e. menyediakan pengalaman belajar yang beragam, dan f. belajar melalui berbuat.

  Pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dengan menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang efektif, kontekstual, dan bermakna. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan hidup siswa.

4. Pembelajaran Bahasa Indonesia

  Pembelajaran Bahasa Indonesia pada dasarnya kegiatan belajar dan mengajar Bahasa Indonesia. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi (Depdikbud, 1995: 34). Goodman menyatakan bahwa mengajar bahasa pada hakikatnya adalah menciptakan kondisi yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar bahasa di kalangan siswa (Imam Syafi’ie, 1995: 10).

  Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bahwa kompetensi bahasa siswa diarahkan ke dalam empat sub aspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.

  Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah terjadinya proses atau kegiatan yang memiliki tujuan untuk menciptakan siswa mampu berkomunikasi secara jelas dan santun, menunjukkan kegemaran membaca dan menulis, dan menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Mulyasa, 2006: 92-93).

  Depdikbud (1995) menyatakan bahwa terdapat sepuluh pendekatan yang dapat dipergunakan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar, diantaranya pendekatan komunikatif dan pendekatan tematik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU RI No. 20 tahun 2003: 6).

5. Hakikat PembelajaranTematik

  Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.

  Pembelajaran tematik diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas rendah, yaitu kelas I s.d III. Hal ini dikarenakan pada umumnya siswa kelas rendah masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistic), perkembangan fisiknya tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional. Strategi pembelajaran tematik lebih mengutamakan pengalaman belajar siswa, yakni melalui belajar yang menyenangkan tanpa tekanan dan ketakutan, tetapi tetap bermakna bagi siswa. Dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, siswa tidak harus diberi latihan hafalan yang berulang-ulang (drill), tetapi mereka belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami.

  Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu yang dapat mencakup berbagai mata pelajaran.

  Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu jenis model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada siswa (Depniknas, 2006: 5) Keterikatan beberapa mata pelajaran dengan tema dalam pembelajaran tematik sangat mempengaruhi sikap belajar siswa. Hal-hal yang bermanfaat dalam pembelajaran tematik, antara lain: a.

  Siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu b. Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan menggunakan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama.

  c.

  Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.

  d.

  Kompetensi berbahasa bisa dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dan pengalaman pribadi anak.

  e.

  Siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.

  f.

  Siswa akan lebih bergairah belajar karena mereka berkomunikasi dalam situasi yang nyata, misalnya bertanya, bercerita, menulis deskripsi, menulis surat, dan sebagainya untuk mengembangkan keterampilan berbahasa sekaligus untuk mempelajari mata pelajaran lain. g.

  Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 kali pertemuan. Waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

  Dalam pembelajaran tematik, perpindahan atau pergantian dari mata pelajaran yang satu ke mata pelajaran yang lain diusahakan tidak kentara. Kepada siswa tidak perlu diberitahukan pelajaran apa yang sedang dipelajari pada saat itu. Namun bagi guru tidaklah demikian. Pada saat guru melaksanakan pembelajaran tematik dengan fokus mata pelajaran tertentu, guru harus sadar tentang kekhasan mata pelajaran tersebut. Setiap mata pelajaran pada hakekatnya mempunyai karakteristik sendiri – sendiri. Oleh sebab itu mengajarkan mata pelajaran yang satu tentunya berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Demikian juga dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, arah dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Namun dalam hal ini penulis membatasi pada satu keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menulis (Trianto, 2010 : 47 – 48).

  Belajar berbahasa pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi, oleh karena itu pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis (Depdikbud, 1998: 49). Kita kenal istilah tema atau sub tema dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Tema hanyalah sebagai wahana, pengikat, atau pembatas materi yang berfungsi sebagai pintu masuk atau penuntun menuju ke materi.

  Tema adalah suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik (Keraf Gorys, 1993: 108). Berdasarkan pengertian tema tersebut jelaslah bahwa sebuah tema atau subtema adalah sebagai penunjuk jalan bagi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pengikat materi antar mata pelajaran.

6. Model Jaring Laba – Laba (Web)

  Model jaring laba-laba (Web) menurut Trianto (2010) pada hakekatnya adalah jaringan tema. Jaringan tema disebut juga pemetaan tema yaitu merupakan bagian integral dari model pembelajaran terpadu yang banyak digunakan selama ini. Guru memetakan tema jauh sebelum pembelajaran tematik dirancang. Model pembelajaran terpadu itu sendiri menjadi model pembelajaran yang dipilih oleh berbagai kalangan. Dalam pembelajaran terpadu, eksplorasi topik atau tema menjadi alat pemacu utama bagi pelaksanaannya. Dengan demikian pemilihan topik/tema serta menghubungkan antara satu tema dengan tema lainnya menjadi persoalan penting yang harus dikuasai oleh pendidik maupun peserta didik.

  Sebenarnya pembuatan jaringan tema merupakan implementasi dari penerapan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba (Web). Pembelajaran model jaring laba-laba (Web) adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema dapat ditetapkan dengan negosiasi antara guru dan siswa, guru dan guru. Setelah tema disepakati dikembangkan menjadi sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang studi. Pengembangan tema menjadi sub- sub tema serta membuat pola keterkaitannya inilah yang kemudian membentuk jaringan tema dan jika jaringan tersebut ditarik garis lurus maka terbentuklah gambar menyerupai jaring laba-laba.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jaringan tema adalah pola hubungan antara tema tertentu dengan sub-sub pokok bahasan yang diambil dari berbagai bidang studi terkait. Dengan terbentuknya jaringan tema diharapkan peserta didik memahami satu tema tertentu dengan melakukan pendekatan interdisiplin berbagai bidang ilmu pengetahuan.

  Model pembelajaran merupakan konsepsi untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tetentu. Dalam model pembelajaran mencakup strategi, pendekatan, metode maupun teknik. Contoh model pembelajaran, seperti: model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran berbasis masalah, atau model pembelajaran langsung. Model mempunyai 4 ciri khusus, yaitu: rasional teoritik yang logis, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku belajar mengajar yang diperlukan untuk berhasilnya pelaksanaan model, dan lingkungan belajar yang mendukung. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajaran, seringkali siswa menggunakan berbagai macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah, dan berpikir kritis. (Suminarsih, 2007).

  Ruseffendy (1980) dalam (Suminarsih, 2007) memberikan klarifikasi tentang strategi, pendekatan, metode dan teknik, sebagai berikut: a.

  Strategi mengajar adalah seperangkat kebijakan yang dipilih, yang telah dikaitkan dengan faktor yang menentukan warna atau strategi tersebut, yaitu: 1) Pemilihan materi pelajaran (guru atau murid). 2) Penyaji materi pelajaran (perorangan, kelompok, atau belajar mandiri).

  3) Cara materi pelajaran disajikan (induktif atau deduktif, analisis atau sintesis,formal atau non formal).

  4) Sasaran penerima materi pelajaran (perorangan, kelompok, heterogen atau homogeny).

  b.

  Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi pelajaran tersebut disajikan. Misalnya memahami suatu prinsip dengan pendekatan induktif atau deduktif, atau mempelajari operasi perkalian dengan pendekatan kartesius, demikian juga bagaimana siswa memperoleh, mengorganisasi, dan mengkomunikasikan hasil belajarnya lewat pendekatan keterampilan proses.

  c.

  Metode mengajar adalah cara mengajar secara umum yang dapat diterapkan pada semua pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing,dan sebagainya.

  d.

  Teknik mengajar adalah penerapan secara khusus suatu metode pembelajaran yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan media pembelajaran, serta kesiapan siswa.

  Trianto (2011) dalam bukunya menyebutkan bahwa pembelajaran terpadu model jaring laba-laba (Webbed) adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antara guru dan siswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesama guru. Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitannya dengan mata pelajaran-mata pelajaran yang lain.. Dari sub-sub tema ini dikembangkan langkah-langkah dan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa.

  Model jaring laba-laba (Web) memiliki beberapa kelebihan bagi guru maupun siswa. Kelebihan dari model jaring laba-laba meliputi: (1) penyeleksian tema sesuai dengan minat akan dapat memotivasi anak untuk belajar, (2) lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman, (3) memudahkan perencanaan, (4) pendekatan tematik dapat memotivasi siswa, dan (5) memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide- ide berbeda yang terkait. Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara lain: a.

  Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran. Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran.

  b.

  Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami.

  c.

  Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinu, tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas.

  Guru dapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek kehidupan.

  d.

  Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut pandang.

  e.

  Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi. Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain: a.

  Dapat lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.

  b.

  Menghilangkan batas semu antarbagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif.

  c.

  Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan sehingga siswa merasa didorong untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.

  d.

  Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas.

  e.

  Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman.

  (Trianto, 2011 : 160-161) 7.

   Keterampilan Menulis

  Keterampilan menulis termasuk keterampilan berbahasa produktif yaitu keterampilan mencipta dan menyajikan bahasa. Keterampilan produktif terdiri dari keterampilan berbicara dan keterampilan menulis (Alwasilah Chaedar, 2011).

  Pada makalah yang ditulis oleh Mujianto Paulus (2005) pada sub bab tertulis judul Menulis, Membelajarkan Apa? Mujianto menyebutkan bahwa di dalam kegiatan menulis bukan panjang tulisan yang diharapkan melainkan kejelasan isi tulisan, efisiensi pemakaian kata dan pemilihan kata. Seseorang semakin sering membaca akan semakin mudah dan lancar menulis bahkan semakin baik mutu tulisannya. Bagaimanakah guru dapat meningkatkan pengalaman siswa untuk membaca teks sampai berkali-kali jika guru hanya memberi perintah kepada siswa untuk membaca berkali-kali? Kegiatan menulis dapat dipadukan dengan kegiatan membaca. Beberapa contoh keterpaduan misalnya, melanjutkan isi teks yang belum selesai, merangkai sejumlah kalimat yang belum tertata secara urut dan runtut sehingga menjadi sebuah paragraf yang padu.

  Menulis adalah kegiatan sekaligus keterampilan yang terintegrasi, bahkan menulis selalu ada dalam setiap pembelajaran, sama halnya dengan membaca. Seseorang yang memiliki kemampuan menulis tidak harus menjadi penulis, tetapi karena kita wajib terampil dalam berkomunikasi dengan bahasa lisan dan tulisan.

  Banyak orang salah mengira, bahwa menulis itu bagi penulis saja. Jika seseorang tidak dapat menulis dengan baik, maka orang tersebut mungkin belum dididik dengan benar, karena ciri khas individu terdidik adalah memiliki kemampuan berkomunikasi dan berekspresi melalui media, salah satunya adalah media tulisan. Sejarawan mengatakan bahwa peradaban manusia ditemukan ketika ditemukan tulisan.

  Orang yang pandai membaca belum tentu dapat menulis dengan baik, begitu juga dengan keterampilan berbahasa yang lain. Hal ini terjadi karena kemampuan menulis memnbentuk skema pemahaman struktur tulisan sehingga kita mampu menelusuri teks bacaan dengan baik (Zainurrahman, 2011)

  Arti kedua adalah bahwa sesungguhnya sebuah tulisan itu dinilai oleh pembaca, bukan hanya sekedar dibaca. Banyak orang sering menulis tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan bagaimana tanggapan pembaca. Salah satu Standar Kompetensi pembelajaran menulis adalah mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keterampilan menulis itu sangat penting karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh peserta didik.

  Kemampuan menulis yang dimiliki peserta didik sangat bermanfaat dalam mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan dan pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas peserta didik dalam menulis. Kegiatan menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Keterampilan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman sebagai suatu keterampilan yang produktif. Menulis tidak bisa terlepas dari keterampilan produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak serta pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca.

  Keterampilan menulis berkaitan erat dengan keterpelajaran seseorang. Oleh karena itu, mereka dituntut untuk terampil menulis. Keterampilan menulis tidak diperoleh secara serta merta. Seseorang yang ingin terampil menulis haruslah berusaha dan berlatih secara terus-menerus. Karena hakikat keterampilan menulis adalah (a) merupakan pemindahan pikiran dan perasaan ke dalam bentuk lambang bahasa (b) kemampuan menggunakan tata bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan gagasan atau pesan (c) mencakup berbagai kemampuan: menguasai gagasan yang dikemukakan, menggunakan unsur-unsur bahasa, menggunakan gaya, dan menggunakan ejaan dan tanda baca. Juga diungkapkan bahwa pembelajaran keterampilan menulis memerlukan usaha sadar dalam menuliskan kalimat, mempertimbangkan cara mengomunikasikan, dan mengatur (Byrne, 1988 dalam Diknas, 2005). Menulis juga meletakkan simbol grafis yang mewakili bahasa yang dapat dimengerti orang lain (Lado, 1964 dalam Diknas, 2005).

  Pernyataan-pernyataan di atas menandai bahwa keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang perlu pendampingan dan keseriusan penanganannya agar mereka benar-benar mampu berkomunikasi secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun suatu kenyataan, bahwa pembelajaran menulis pada peserta didik khususnya SD yang dilaksanakan selama ini kurang produktif. Guru pada umumnya menerangkan serta membelajarkan materi yang tertera pada kompetansi dasar dalam kurikulum terutama yang terkait dengan Standar Kelulusan dalam ujian nasional. Sementara pelatihan menulis yang sebenarnya jarang dibahas atau disampaikan, terutama dalam penerapan tata bahasa seperti penggunaan tanda baca dalam menulis, ejaan yang sesuai kaidah atau aturan, memadukan kalimat, menyatukan paragraf yang baik kurang mendapat perhatian.

  Keberhasilan pembelajaran bergantung pada faktor-faktor pendukung yang efisien. Beberapa faktor mengajar yang perlu diperhatikan supaya pembelajaran berlangsung baik adalah kesempatan untuk belajar, pengetahuan awal peserta didik, refleksi, motivasi, dan suasana yang mendukung. Oleh karena itu, dalam pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, diharapkan dapat tercipta situasi belajar mengajar yang memungkinkan peserta didik melakukan aktivitas secara optimal untuk mencapai tujuan utamanya dalam keterampilan menulis.

  Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung atau tanpa tatap muka dengan orang lain.

  Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata sehingga informasi yang disampaikan berterima oleh orang lain. Keterampilan menulis tidak akan dimiliki seseorang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik secara terus-menerus. Dengan menulis secara terus-menerus dan latihan yang sungguh-sungguh, keterampilan tersebut dapat dimiliki oleh siapa saja. Keterampilan itu juga bukanlah suatu keterampilan yang sederhana, melainkan menuntut sejumlah kemampuan. Betapapun sederhananya tulisan yang dibuat, penulis tetap dituntut memenuhi persyaratan seperti yang dituntut apabila menulis tulisan yang rumit.

  Berdasarkan pengamatan peneliti selama ini alokasi waktu pembelajaran menulis dengan mencermati aturan ketatabahasaan di sekolah-sekolah relatif sedikit. Kenyataan yang ada bahwa keterampilan menulis peserta didik masih sangat memprihatinkan. Tulisan/karangan mereka banyak yang kurang sesuai dengan aturan penulisan, baik dari segi ekspresi maupun bahasa: ejaan, tata tulis, tata kalimat. Hal ini berdampak pada keterampilan menulis mereka belum maksimal sehingga setelah para peserta didik menamatkan jenjang sekolah, dikhawatirkan belum mampu menggunakan keterampilan berbahasa secara baik dan benar.

8. Menulis Deskripsi

  Tulisan deskriptif adalah tulisan yang bersifat menyebutkan karakteristik- karakteristik suatu obyek secara keseluruhan, jelas, dan sistematis. Tompkins dalam Zainurrahman (2011: 45) menyebutkan bahwa tulisan deskriptif adalah tulisan yang seolah-olah melukiskan sebuah gambar dengan menggunakan kata- kata. Tulisan deskriptif digunakan oleh penulis untuk menggambarkan sebuah kadaan atau situasi, karakter obyek secara komprehensif, dengan mengandalkan kosakata.

  Menggambarkan adalah kata kunci dari pengertian tulisan deskriptif, dan dengan dasar itulah dapat dipahami bahwa fungsi social tulisan deskripsi adalah memberikan gambaran kepada pembaca. Penulis berusaha semaksimal mungkin agar pembaca seolah-olah dapat melihat, mengalami, merasakan apa yang sedang dideskripsikan.

  Kosakata deskripsi adalah kata-kata yang dapat digunakan oleh penulis untuk mendeskripsikan obyek. Penulis juga perlu menggunakan sensory detail dalam menggambarkan obyek. Sensory detail adalah detil-detil obyek yang dapat diindrai oleh penulis. Misalnya seorang siswa ingin menggambarkan sebuah jeruk. Kosakata deskripsinya secara sensori detail dapat dibagi lima, misalnya bentuknya bundar seperti bola, warnanya kuning kemerahan, (diindrai dengan mata, yaitu melihat bentuk dan warnanya), aromanya segar seperti sitrus (diindrai dengan hidung, yaitu mencium aroma), rasanya manis seperti jus (diindrai dengan lidah, yaitu mengecap rasa), kulitnya halus (diindrai dengan tangan meraba). Detail-detail seperti itu memberikan gambaran kepada pembaca untuk membayangkan jeruk tersebut. Saya pikir menulis deskripsi bagi siswa sekolah dasar akan menjadi sangat sulit jika tidak didukung oleh kemampuan penguasaan kosakata. Jadi dapat disimpulkan bahwa mendiskripsikan sebuah obyek bagi penulis harus kaya kosakata dan mampu menerjemahkan apa yang bisa diindrai dari obyek dalam kata-kata.

  Menulis deskripsi membutuhkan banyak informasi yang relevan dengan topik yang akan dibahas atau ditulis. Informasi awal sebelum memulai menulis sangat membantu penulis menghasilkan tulisan-tulisan yang diinginkan. Kesulitan bagi seorang penulis adalah memulai menulis. Menentukan kata pertama bukanlah hal yang mudah bagi calon penulis terlebih siswa kelas awal sekolah dasar. Kita persiapkan benda sebagai fokus penggambaran dan pembahasan. Guru mengawali dengan mendefinisikan obyek yang dibahas selanjutnya ke gambaran khusus seperti bentuk, warna, jenis, manfaat, cara membuat, dan sebagainya

B. Kerangka Berpikir 1. Belajar dan Pembelajaran

  Belajar merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa

  kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian yang bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

  Pembelajaran adalah proses interaksi antar anak dengan anak, anak

  dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak mengalami langsung yang dipelajarinya.

  Tujuan dari pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar adalah untuk meningkatkan keterampilan aspek berbahasa (mendengarkan atau menyimak, membaca, menulis, dan berbicara) siswanya serta keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi.

  Penciptaan pembelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan di Sekolah Dasar bisa dijadikan sebagai langkah awal siswa untuk mampu menguasai keterampilan berbahasa dan keterampilan berkomunikasi. Banyak pendekatan dan strategi yang dapat dilakukan untuk menciptakan pembelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan bagi siswa.

  Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kompetensi guru, motivasi belajar siswa, pemilihan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang tepat. Sarana dan prasarana juga menjadi salah satu penentu keberhasilan pembelajaran. Selama ini belum ada metode pembelajaran tertentu yang terbaik, semua metode baik sepanjang guru pandai memilih dan penerapannya tepat sesuai dengan materi yang diajarkan, tujuan pembelajaran akan tercapai.

  Belajar bahasa pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi, oleh karena itu pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan penguasaan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis. Istilah tema atau subtema dalam pembelajaran bahasa Indonesia sudah kita kenal sejak jaman dulu. Tema dijadikan penunjuk jalan bagi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Bahasa dalam pengertian sehari-hari adalah bahasa lisan sedangkan bahasa tulis merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan itu. Kita ketahui empat aspek keterampilan berbahasa yang hendak kita capai dalam pembelajaran bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Isi dan bahan pengajaran Bahasa Indonesia sesuai indikator pencapaian adalah mencakup tiga komponen yaitu kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Bahan pengajaran kebahasaan mencakup: lafal, ejaan dan tanda baca, kosakata, struktur, paragraf, dan wacana. Bahan pengajaran pemahaman mencakup : mendengarkan dan menyimak. Bahan pengajaran penggunaan meliputi : menulis dan berbicara.

  Guru kelas awal sekolah dasar, khususnya yang peneliti amati telah memadukan empat aspek keterampilan berbahasa. Diharapkan dalam pembelajaran menulis berbahasa Indonesia semua komponen kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan terpadu atau terintegrasi sehingga keterampilan menulis bagi siswa tercapai sesuai harapan atau target.

  Munculnya kendala dan keluhan para guru bahwa mereka merasa kesulitan dalam mengimplementasikan dan mengintegrasikan tiga komponen kebahasaan ke dalam empat aspek keterampilan berbahasa. Masalah yng harus segera diselesaikan adalah terbatasnya buku panduan bagi guru yang mestinya bisa menjadi pedoman mengajar dan kesulitan para siswa untuk menyampaikan pesan kepada pihak lain atau menerima pesan dari pihak lain baik secara lisan maupun tulisan.

2. Pembelajaran Tematik

  Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema

  untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu dan pemahaman terhadap materi lebih mendalam dan berkesan. Implikasi bagi guru, pembelajaran tematik dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan dapat dipersiapkan sekaligus.

  Pembelajaran tematik secara resmi untuk dijadikan model pembelajaran di kelas awal yaitu kelas I dan II adalah pada saat diberlakukannya kurikulum 2004, kemudian ketika diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diamanatkan bahwa kelas I, II, dan III atau kelas awal pembelajarannya menggunakan pendekatan tematik.

  Pembelajaran tematik yang dilakukan guru kelas III SDN 1 Padamara adalah keterpaduan empat keterampilan berbahasa dan lebih dikhususkan lagi pada keterampilan menulis, yaitu mendeskripsikan benda. Guru membuat jaring laba-laba untuk membawa pikiran anak menemukan kosa kata yang selanjutnya dirangkai menjadi suatu kalimat. Guru memberikan pengalaman langsung, berpusat pada siswa, dan menerapkan prinsip belajar sambil bermain yang menyenangkan. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi metode, seperti: tanya jawab, diskusi, latihan, demontrasi, dan yang lainnya.