BAB II LANDASAN KONSEP A. KOMUNIKASI - SYIAR TANPA SYAIR (Video Dokumenter Tentang Tradisi Sekaten Sebagai Media Syiar Islam di Jawa) - UNS Institutional Repository

BAB II LANDASAN KONSEP A. KOMUNIKASI Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kiita tidak bisa tidak

  berkomunikasi. Tidak hanya melalui bahasa verbal, namun setiap gerakan, nada berbicara, pakaian yang kita kenakan, apapun itu dapat menjadi sebuah pesan yang bisa dimaknai, bahkan ketika kita diam.

  Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang

  10

  berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Sebuah proses komunikasi dapat dikatakan efektif apabila pesan yang dikirim oleh komunikator dapat diterima oleh komunikan dengan makna yang sama.

  Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Fungsi- fungsi komunikasi dan komunikasi massa dapat disederhanakan menjadi: menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to

  11 entertain), dan mempengaruhi (to influence).

  Onong membagi proses komunikasi menjadi dua tahap, yakni secara

  12

  primer dan sekunder. Proses Komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan

  10 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990, hal 9

  11 Ibid, hal 26-31.

commit to user

  12 menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan

  

lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan

  atau perasaan komunikator kepada komunikan. Dengan kata lain, lambang yang dimaksud dapat berupa verbal maupun nonverbal.

  Sedangkan proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses ini menggunakan media massa sebagai perantara (channel) pesan seperti koran, televisi, radio, film, dsb.

  B.

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN INKULTURASI

  Sistem kebudayaan memiliki beberapa unsur, Koentjaraningrat membaginya menjadi tujuh unsur, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata

  

13

pencaharian, sistem religi, kesenian.

  Beberapa pendapat klasik mengatakan bahwa komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi. Apabila komunikasi merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya maka

  13

commit to user

  Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya, Bandung, PT. Setia Purna komunikasi adalah sarana transmisi kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan

  14 adalah komunikasi.

  Beberapa fungsi sosial dari komunikasi antarbudaya diantaranya ialah sebagai penjembatan dan sosialisasi nilai. Melalui komunikasi, perbedaan-perbedaan latar belakang antara komunikator dan komunikan dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan tafsir dari sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Kemudian komunikasi juga berfungsi memperkenalkan nilai-nilai suatu kebudayaan kepada masyarakat dengan budaya yang lain. Dalam fungsi ini mungkin sering muncul ketidakpahaman terhadap perilaku-perilaku nonverbal yang disampaikan, namun yang lebih penting ialah bagaimana

  15 nilai-nilai yang terkandung dalam perilaku nonverbal dapat ditangkap.

  Halangan yang berat dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi antarbudaya ialah prasangka. Prasangka muncul sebelum komunikator menyampaikan pesan. Tidak hanya dalam bentuk curiga, bahkan menentang sesuatu yang belum disampaikan komunikator. Oleh karena itu, sekali komunikator menikmbulkan prasangka yang mencekam, orang lain tidak akan dapat berfikir obyektif dan segala sesuatu yand dilihatnya akan menjadi

  16 negatif.

  14 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009, hal 20-

  21

  15 Ibid, hal 40-41

  16 Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001, hal commit to user

  Zastrow (1989) menjelaskan bahwa ada beberapa penyebab terjadinya prasangka: (1) proyeksi (usaha mempertahankan diri secara berlebihan); (2) frustasi, agresi, kecewa, dan mengarah pada sikap menantang; (3) berhadapan dengan ketidaksamaan dan kerendahdirian; (4) kesewenang-wenangan; (5) alasan historis; (6) persaingan tidak sehat dan menjurus ke arah eksploitasi; (7) cara-cara sosialisasi yang berlebihan; (8)

  17 memandang kelompok lain dengan pandangan sinis.

  Pendekatan-pendekatan dalam berkomunikasi sangat penting dilakukan untuk kelancaran sebuah proses komunikasi, salah satunya dengan proses inkulturasi. Inkulturasi adalah sejenis penyesuaian dan adaptasi kepada masyarakat, kelompok umat, kebiasaan, bahasa, dan perilaku yang biasa

  18

  terdapat pada suatu tempat. Istilah inkulturasi sering digunakan dalam ajaran Katolik.

  Oleh Ary Roest Crollius (1984), inkulturasi dapat terjadi melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah akulturasi, yaitu ketika dua atau lebih budaya yang berbeda bertemu dan dapat berjalan beriringan. Menurut Koentjaraningrat (1990) titik penting dari akulturasi ialah bertahannya kedua unsur kebudayaan tersebut tanpa ada salah satu berusaha menghilangkan budaya yang lain. Tahapan kedua dalam proses inkulturasi adalah asimilasi, yaitu ketika kebudayaan- kebudayaan tersebut mulai berpadu menjadi kebudayaan baru. Tahapan terakhir adalah transformasi, yaitu kedua

17 Ibid, hal 176

  18

commit to user

  Hari Kustanto, Inkulturasi Agama Katolik dalam Kebudayaan Jawa, Yogyakarta, PPY, 1989, kebudayaan direinterpretasikan terus-menerus ke arah bentuk kebudayaan baru dengan tidak kehilangan identitas dari masing-masing kebudayaan

  19 asal.

  Dalam studi kebudayaan lokal, inkulturasi mengandaikan sebuah proses internalisasi sebuah ajaran baru ke dalam konteks kebudayaan lokal dalam konteks akomodasi atau adaptasi. Inkulturasi dilakukan dalam rangka

  20 mempertahankan identitas.

  Seperti gagasan K.H.Abdurrahman Wahid yang mulai disuarakan sejak tahun 80-an

  , yaitu “pribumisasi Islam”. Ini adalah sebuah upaya

  rekonsialisasi Islam dengan budaya setempat, agar budaya lokal itu tidak menghilang, malah dapat menjadi sumber kekuatan bagi perkembangan Islam. Pribumisasi Islam bukanlah penggabungan atau perpaduan dengan budaya lokal, konsep ini hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal di dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa mengubah hukum itu sendiri. Berikut petikan tulisan Gus Dur di media Tempo, 16 Juli 1983.

  “Yang ‘dipribumikan’ adalah manifestasi kehidupan Islam belaka.

  

Bukan ajaran yang menyangkut inti keimanan dan peribadatan formalnya.

  Tidak diperlukan “Qur’an Batak’ dan Hadis Jawa”. Islam tetap Islam, dimana saja berada. Namun tidak berarti semua harus disamakan ‘bentuk-luar’nya.

  21 Salahkah kalau Islam ‘dipribumikan’ sebagai manifestasi kehidupan?”

  19 Huub J.W.M. Boelaars, Indonesianisasi, Yogyakarta, Kanisius, 2005, hal 338-339

  20 Anna Zakiyah Hastriana, Pribumisasi Hukum Islam Dalam Pesantren, Jurnal Al-Manahij 7.1, 2013

commit to user

  21 Ibid

  Islam pada zaman Nabi pun dibangun di atas tradisi lama yang baik, hal ini menjadi bukti bahwa Islam tidak selalu memusuhi tradisi lokal. Jadi tradisi itu tidak dimusuhi, tetapi justru menjadi sarana vitalisasi nilai-nilai Islam, karena nilai-nilai Islam memerlukan kerangka yang akrab dengan

  22 kehidupan pemeluknya.

  Di masa khalifah Umar bin Khattab juga demikian, dalam memberlakukan hukum, beliau selalu menggunakan ijtihad atau pemikirannya dengan melihat keadaan masyarakat saat itu. Bahkan Umar seringkali meninggalkan doktrin teks untuk kepentingan umum yang dianggap tidak memungkinkan dilaksankannya karena berbagai macam aspek. Metode ijtihad yang diterapkannya itu kemudian dikenal dengan

  23 metode istihsan, yang mengedepankan kemaslahatan di atas teks.

  C.

  MITOS Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mitos berarti cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. Sedangkan gaib sendiri

  24 berarti tidak kelihatan; tersembunyi; tidak nyata.

  Roland Barthes dalam teori semiotikanya order of significant juga menuturkan tentang penggunaan mitos sebagai sebuah komunikasi. Barthes

  22 Ibid

  23 Ibid

commit to user

  24 Kamus Besar Bahasa Indonesia masih meneruskan pemikiran Saussure tentang cara-cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna.

  Tetapi Saussure kurang tertarik pada kenyataan bahwa satu kalimat dapat memiliki beberapa makna. Sedangkan Barthes membagi pemaknaan kata atau kalimat menjadi dua, yaitu denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda). Di sinilah letak perbedaan pemikiran dua tokoh Semiotik tersebut. Gagasan Barthes dapat dilihat pada model di bawah ini.

  25 GAMBAR 2.1 MODEL TEORI BARTHES First order Second Order reality sign culture connotation form

  Signifier Denotation

  Signified

  content myth

  Menurut Barthes, mitos terletak di pemaknaan tingkat kedua. Jadi, suatu kalimat denotasi yang berubah menjadi konotasi, lalu konotasi tersebut berubah menjadi denotasi. Itulah yang disebut mitos. Misalnya rumah kosong

  

commit to user

  25 yang dihuni kelelawar, makna denotasinya ialah rumah yang kotor, lalu dimaknai sebagai rumah angker berhantu, lalu lama-kelamaan orang terbiasa memaknai rumah seperti itu dengan angker. Makna konotasi tersebut sudah menjadi denotasi karena terbiasanya orang berfikir demikian. Tahap inilah yang disebut mitos.

  Mitos juga berfungsi untuk mentransformasikan keterbatasan pengetahuan manusia. Misalnya tradisi menginang dalam prosesi sekaten.

  Masyarakat Jawa yang pada masa Kerajaan Demak belum mengenal pengetahuan ilmiah meyakini bahwa menginang dapat membuat awet muda.

  Namun sebenarnya tradisi ini dapat dijelaskan secara ilmiah. Kinang terdiri dari lima macam bahan, yaitu injet, daun sirih, gambir, tembakau dan bunga kantil. Secara medis, unsur-unsur kinang tersebut memiliki khasiat atau sebagai antibiotik dan pembunuh kuman, sehingga gigi orang-orang yang sering menginang tidak akan rusak meskipun sudah berusia lanjut. Jadi mitos ini sebenarnya berfungsi untuk mengajak masyarakat untuk bersama-sama hidup sehat.

  Ada pula mitos yang telah ada pada masa sebelum masehi di Yunani,

salah satunya mitos tentang Dewa Thor sebagai dewa yang menurunkan hujan.

  Dewa Thor digambarkan sebagai dewa yang memegang palu sebagai senjata. Palu itu ketika dipukulkan dapat menyebabkan terjadinya petir dan hujan turun secara bersamaan. Adanya mitos ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan

masyarakat di masa itu darimana datangnya hujan. Ketika musim kemarau tiba, masyarakat juga bertanya mengapa hujan tidak commit to user turun. Sekali lagi, mitos yang dapat menjawab pertanyaan mereka. Diceritakan bahwa palu Dewa Thor dicuri oleh musuhnya, Thrym, sang raja raksasa hingga dia tidak bisa menurunkan hujan. Hingga akhirnya dengan kisah yang panjang Dewa Thor dapat mengambil kembali palunya dan hujan kembali turun. Selama musim kemarau, masyarakat selalu memberi sesaji

  26 yang ditujukan agar dapat membantu Dewa Thor mengambil palunya.

  D.

FILM DOKUMENTER SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI

  Posisi film dokumenter dalam komunikasi dapat dijelaskan dengan menggunakan model Lasswell. Komuniksai model Harold Lasswell sering diterapkan dalam komunikasi massa, Model tersebut mengisyaratkan bahwa pesan dapat dibawa melalui lebih dari satu saluran. Harold Lasswell

  27

  menjabarkan proses komunikasi mempunyai unsur-unsur sebagai berikut, 1.

  Sumber (Who) adalah yang memiliki pesan untuk disampaikan 2. Pesan (Says what) adalah seperangkat simbol verbal ataupun non-verbal yang mewakili gagasan, nilai, atau maksud dari sumber

  3. Saluran atau media (In Which Channel) adalah alat untuk menyampaikan pesan kepada penerima

  4. Penerima (To Whom) adalah penerima yang mendapatkan pesan dari sumber.

  26 Jostein Gaarder, Dunia Sophie : Sebuah Novel Filsafat, Bandung, Mizan, 1996, hal 36-43

  27

commit to user

Mulyana Deddy, M.A, Ph.D, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,Bandung, Remaja Rosdakarya.

  5. Efek (With What Effect?) adalah akibat dari apa yang ditimbulkan pesan komunikasi massa pada khalayak pembaca, pemirsa, atau pendengar.

  Dalam film dokumenter, pembuat film dukumenter (who) menyampaikan berbagai macam informasi, dalam penelitian ini adalah informasi tentang tradisi sekaten (says what). Informasi ini kemudian disebarkan kepada khalayak melalui sebuah media audio visual, yang dalam hal ini adalah media film dokumenter (in which channel). Kemudian diterima oleh audience yang melihat film dokumenter ini (to whom) dan akan ada akibat atau efek dari informasi yang disampaikan (with what effect). Dengan kata lain, dalam model Lasswell ini, seorang pembuat film dokumeter berfungsi sebagai sumber, sekaligus pemberi pesan melalui saluran berupa film dokumenter.

  E.

SEKILAS TENTANG FILM DOKUMENTER

  Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata

  ‘dokumenter’ kembali digunakan oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk Film Moana (1962) karya Robert Flaherty.

  Grierson berpendapat dokumenter merupakan cara kreatif merepresentasikan

  28 realitas.

commit to user

  28

  Biasanya film dokumenter menceritakan keadaan sekarang maupun masa lalu. Namun, dokumenter juga dapat memroyeksikan masa depan.

  

Misalnya Peter Watkins dengan film dokumenternya “The War Game”

  (1965). Dari kejadian Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II, dia membuat hipotesis adanya serangan nuklir di London pada waktu

  29 mendatang.

  Film dokumenter juga dapat digunakan sebagai kritik sosial. Film tentang cara pekerja membuat pisau silet di dalam industri pembuatan pisau adalah film yang menarik, tetapi Film yang fokusnya ialah menunjukkan efek-efek dan resiko-resiko yang ditimbulkan dari pembuatan pisau tersebut akan dapat mengundang pemirsa untuk ikut mengritisi hal tersebut. Itulah

  30 yang disebut dokumenter sebagai kritik sosial.

  Film dokumenter termasuk dalam kategori film non cerita, Pada mulanya ada dua tipe film non cerita yaitu yang termasuk dalam film dokumenter dan film faktual. Film faktual, umumnya menampilkan fakta. Kamera sekedar merekam peristiwa. Film ini hadir dalam bentuk film berita (newsreel) dan film dokumentasi. Film berita, titik beratnya pada segi pemberitaan atau suatu kejadian aktual, sedangkan film dokumentasi hanya merekam kejadian tanpa diolah lagi, misalnya dokumentasi peristiwa perang

  31 atau upacara kemerdekaan.

  29 Michael Rabiger, Directing the Documentary, Burlington, Focal Press, 1998, hal. 3

  30 Ibid

  31

commit to user

  Marselli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,

  John Ivens, pembuat film dokumenter terkenal dari Belanda, menyebutkan bahwa kekuatan utama yang dimiliki film dokumenter terletak pada rasa keontentikan, bahwa tidak ada definisi film dokumenter yang lengkap tanpa mengaitkan faktor-faktor subyektif pembuatnya. Dengan kata lain, film dokumenter bukan cerminan pasif dari kenyataan, melainkan ada proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan oleh si pembuat film dokumenter.

  Film dokumenter, selain mengandung fakta, ia juga mengandung subyektivitas pembuat. Subyektivitas dalam arti sikap atau opini terhadap peristiwa. Jadi ketika faktor manusia berperan, persepsi tentang kenyataan

  32 kan sangat tergantung pada manusia pembuat film dokumenter itu.

  Sisi subyektifitas pembuat film yang seringkali melekat pada film dokumenter, mengharuskan audiens untuk meyakini bahwa kebenaran dalam film dokumenter adalah relatif. Meski termasuk dalam kategori non-fiksi, film dokumenter dapat menggunakan pendekatan konstruksional seperti pada film fiksi untuk mendapat kenyataan yang terjadi di lapangan. Seperti film Errol Morris yang berjudul The Thin Blue Line. Film ini menceritakan kisah pembunuhan seorang polisi di Texas. Digambarkan dua tersangka pembunuhan dan beberapa polisi bersaksi tentang kejadian tersebut. Film tersebut memiliki alur yang dramatis sehingga mirip dengan film fiksi.

  Awalnya film tersebut menunjukkan pelaku pembunuhan, namun di akhir

  

commit to user

  32 bagian film tersebut menunjukkan adanya konspirasi dalam penegakan

  33 hukum, ternyata pelaku tersebut hanyalah kambing hitam.

  Seorang pembuat film dokumenter lain yaitu DA. Peransi mengatakan bahwa film dokumenter yang baik adalah yang mencerdaskan penonton. Sehingga kemudian film dokumenter menjadi wahana yang tepat untuk mengungkap realitas, menstimulasi perubahan. Jadi yang terpenting adalah menunjukkan realitas kepada masyarakat yang secara normal tidak

  34 terlihat realitas itu.

  Layaknya sebuah gambar atau foto, kontras adalah salah satu hal

menarik perhatian. Demikian pula dalam film dokumenter, “kontras”

  diwujudkan dengan adanya pertentangan di dalam konteks film itu. Apakah pertentangan dalam hal idealisme pendapat, dikotomi, ataupun pertentangan dalam satu konteks film itu sendiri.

1. Jenis-Jenis Film Dokumenter (Genre)

  Kategori dalam film dokumenter juga terjadi dalam bidang seni- budaya seperti musik, film serta sastra. Genre dibentuk oleh konvensi yang berubah dari waktu ke waktu. Dalam kenyataannya bahwa setiap genre berfluktuasi dalam popularitasnya dan akan selalu terikat erat pada

  35 faktor-faktor budaya.

  Dalam film, terutama film cerita banyak sekali genre yang sudah

  dikenal oleh masyarakat seperti melodrama, western, gangster, horor,

  33 Williams, Linda (1993). Mirrors Without Memories, Film Quarterly, Vol. 46, No. 3, 9-21.

  34 Ibid., hal. 15.

commit to user

  35

  science fiction (sci-fi), komedi, action, perang, detektif dan sebagainya.

  Namun dalam perjalanannya, genre-genre film tersebut sering dicampur satu sama lain (mix genre) seperti horor-komedi, western-komedi, horror- science fiction dan sebagainya. Selain itu genre juga bisa masuk ke dalam bagian dirinya yang lebih spesifik yang kemudian dikenal dengan sub-genre, contohnya dalam genre komedi dikenal sub-genre seperti screwball comedy, situation comedy (sit-com), slapstick, black comedy

  36 atau komedi satir dan sebagainya.

  Dalam buku Gerzon R. Ayawaila juga dijelaskan bahwa film

  37

  dokumenter juga memiliki beberapa macam genre: a.

  Laporan Perjalanan Jenis ini awalnya adalah dokumentasi antropologi dari para ahli etnolog atau etnografi. Namun dalam perkembangannya bisa membahas banyak hal dari yang paling penting hingga yang remeh- temeh, sesuai dengan pesan dan gaya yang dibuat. Istilah lain yang sering digunakan untuk jenis dokumenter ini adalah travelogue, travel film, travel documentary dan adventures film.

  b.

  Sejarah Dalam film dokumenter, genre sejarah menjadi salah satu yang sangat kental aspek referential meaning-nya (makna yang sangat bergantung pada referensi peristiwanya) sebab keakuratan

  36

commit to user

  Ibid, hal 22

  37 data sangat dijaga dan hampir tidak boleh ada yang salah baik pemaparan datanya maupun penafsirannya. Tidak diketahui sejak kapan dokumenter sejarah ini digunakan, namun pada tahun 1930-an Rezim Adolf Hitler telah menyisipkan unsur sejarah ke dalam film- filmnya yang memang lebih banyak bertipe dokumenter c.

  Potret/Biografi

  Jenis ini berkaitan dengan sosok seseorang. Mereka yang

  • diangkat menjadi tema utama biasanya seseorang yang dikenal luas

  di dunia atau masyarakat tertentu

  • atau seseorang yang biasa namun memiliki kehebatan, keunikan ataupun aspek lain yang menarik.

  d.

  Nostalgia Film

  • film jenis ini sebenarnya dekat dengan jenis sejarah,

  namun biasanya banyak mengetengahkan kilas balik atau napak tilas dari kejadian

  • kejadian dari seseorang atau satu kelompok.

  e.

  Rekonstruksi Dokumenter jenis ini mencoba memberi gambaran ulang terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Biasanya ada kesulitan tersendiri dalam mempresentasikannya kepada penonton sehingga harus dibantu rekonstruksi peristiwanya. Perisitiwa yang memungkinkan direkonstruksi dalam film-film jenis ini adalah peristiwa kriminal (pembunuhan atau perampokan), bencana (jatuhnya pesawat dan tabrakan kendaraan), dan lain sebagainya.

  commit to user f.

  Investigasi Jenis dokumenter ini memang kepanjangan dari investigasi jurnalistik. Biasanya aspek visualnya yang tetap ditonjolkan.

  Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui lebih mendalam, baik diketahui oleh publik ataupun tidak.

  Umpamanya korupsi dalam penanganan bencana, jaringan kartel atau mafia di sebuah negara, tabir dibalik sebuah peristiwa pembunuhan, ketenaran instan sebuah band dan sebagainya. Peristiwa seperti itu ada yang sudah terpublikasikan dan ada pula yan belum, namun persisnya seperti apa bisa jadi tidak banyak orang yang mengetahui.

  g.

  Perbandingan & Kontradiksi Dokumenter ini mengetengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu h.

  Ilmu Pengetahuan Film dokumenter genre ini sesungguhnya yang paling dekat dengan masyarakat Indonesia, film ini biasanya ditujukan untuk publik umum yang menjelaskan tentang suatu ilmu pengetahuan tertentu misalnya dunia binatang, dunia teknologi, dunia kebudayaan, dunia tata kota, dunia lingkungan, dunia kuliner dan sebagainya. i.

  Buku Harian (Diary)

  commit to user Seperti halnya sebuah buku harian, maka film ber

  • genre ini

  juga mengacu pada catatan perjalanan kehidupan seseorang yang

  • diceritakan kepada orang lain. Tentu saja sudut pandang dari tema

  temanya menjadi sangat subjektif sebab sangat berkaitan dengan apa yang dirasakan subjek pada lingkungan tempat dia tinggal, peristiwa yang dialami atau bahkan perlakuan kawan

  • kawannya terhadap

  dirinya. Dari segi pendekatan film jenis memiliki beberapa ciri, yang pada akhirnya banyak yang menganggap gayanya konvensional.

  Struktur ceritanya cenderung linear serta kronologis, narasi menjadi unsur suara lebih banyak digunakan serta seringkali mencantumkan ruang dan waktu kejadian yang cukup detil. j.

  Musik Genre musik memang tidak setua genre yang lain, namun pada masa 1980 hingga sekarang, dokumenter jenis ini sangat banyak diproduksi. banyak sekali film dokumenter bergenre musik dibuat, namun tidak semuanya merupakan dokumentasi konser musik ataupun perjalanan tur keliling untuk mempromosikan sebuah album. Banyak sutradara yang membuatnya lebih dekat dengan

  genre lain seperti biografi, sejarah, diary dan sebagainya.

  k.

  Association Picture Story Jenis dokumenter ini dipengaruhi oleh film eksperimental.

  Sesuai dengan namanya, film ini mengandalkan gambar

  • gambar

  commit to user maka makna yang muncul dapat ditangkap penonton melalui asosiasi yang terbentuk di benak mereka. l.

  Dokudrama Selain menjadi sub-tipe film, dokudrama juga merupakan salah satu dari jenis dokumenter. Film jenis ini merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip dengan tempat aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya untuk keperluan film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya akan dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan tokoh aslinya.

  Meski demikian, saat ini perkembangan genre sangatlah cepat. Beberapa genre membelah diri menjadi genre yang khusus, seperti dokumenter Ilmu Pengetahuan yang berubah menjadi Animal

  Documentary. Bahkan beberapa genre dapat digabung di dalam satu

  dokumenter atau yang disebut mix-genre. Di saluran MTV misalnya membuat dokumenter dengan biorythm genre yang menggabungkan

  38 antara biografi dan musik.

2. Gaya Film Dokumenter

  

commit to user

  38

  Membicarakan masalah gaya dalam film dokumenter merupakan suatu pembicaraan yang tak ada habisnya, karena gaya terus menerus berkembang sesuai kreatifitas sang dokumenteris. Gaya dalam dokumenter terdiri dari bermacam-macam kreatifitas, seperti gaya

  39 humoris, puitis, satir, anekdot, serius, semi serius dan seterusnya .

  a.

  Expository Documentary Gaya ini adalah gaya yang konvensional, umumnya merupakan tipe format dokumenter televisi dengan menggunakan

  40

  narator sebagai penutur tunggal. Fungsi narasi di sini adalah untuk membangun dan memberikan pemahaman bagi audience. Narasi dalam model expository membalikkan penekanan tradisional dalam film yang menekankan pada gambar. Di sini, gambar berfungsi untuk melengkapi, memperkuat, atau menguraikan kesan, pendapat, reaksi dan hasil penelitian tertulis di arttikulasikan dalam narasi.

  Model expository menciptakan kesan pendekatan objektif dan seimbang untuk isi materinya, gaya editing yang memfokuskan pada pemeliharaan kontinuitas gambar dan perspektif difungsikan untuk menyampaikan argumen bagi penontonnya.

  b.

  Observatorial Documentary

39 Ibid, hal. 43

  

commit to user

  40

  Gaya ini hampir tidak menggunakan narator, akan tetapi lebih terfokus pada dialog antar subjek-subjeknya. Pada tipe ini sutradara menempatkan posisinya hanya sebagai observator.

  c.

  Reflexive Documentary Saat ini, gaya tersebut sangat jarang ditemui. Gaya ini merupakan sebuah refleksi dari proses pembuatan (shooting) film.

  Reflexive documentary menekankan bahwa kamera sebagai mata film (film eye) merekam realita tiap adegan yang di susun kembali

  41

  berdasarkan pecahan shot yang dibuat. Gaya refleksi lebih jauh daripada interkatif karena, fokus utama adalah menuturkan proses pembuatan shooting film ketimbang menampilkan keberadaan subjek (karakter) dalam film.

  d.

  Performative Documentary Gaya ini disebut mendekati film fiksi karena disini yang lebih diperhatikan adalah kemasannya yang harus semenarik

  42

  mungkin. Bila umumnya dokumenter tidak mementingkan alur penuturan (plot) pada gaya ini sedikit diperhatikan. Sebagian mengkategorikannya sebagai film semi-dokumenter. Isi cerita didasarkan hanya pada sebuah testimoni serta daya ingat dari para saksi mata. Sehingga bentuk penuturan menjadi seperti sebuah investigasi terhadap kebenaran kasus pembunuhan yang hingga kini

41 Ibid, hal. 21

  

commit to user

  42 tetap gelap. Gaya ini dapat menggunakan tipe shot yang variatif seperti pada film fiksi, hal ini dapat terjadi karena isi cerita dapat direkonstruksi ke dalam naskah (shooting script) sehingga

  43 perekaman gambar dapat dilakukan seperti membuat film fiksi.

3. Bentuk-bentuk Film Dokumenter

  Pada hakikatnya bentuk penuturan pun masih termasuk di dalam bingkai gaya, hanya saja lebih spesifik. Pada prinsipnya setelah mendapatkan hasil riset, kita sudah dapat menggambarkan secara kasar bentuk penuturan apa yang akan kita pakai. Dengan menentukan sejak awal bentuk apa yang akan dikemas, maka selanjutnya baik itu pendekatan, gaya, struktur akan mengikuti ide dari bentuk tersebut.

  Misalnya bila kita menginginkan bentuk penuturan laporan perjalanan, maka pendekatan, gaya dan strukturnya dapat di rancang bangun, sehingga baik aspek informatif, edukatif maupun hiburan dapat menyatu sehingga memikat perhatian penonton.

  Bentuk tidak harus berdiri sendiri secara baku, karena sebuah tema dapat saja merupakan gabungan dari dua bentuk penuturan. Misalnya bentuk penuturan potret dapat saja digabungkan dengan nostalgia atau perbandingan, atau bentuk nostalgia dengan isi penuturan yang

  44 mengetengahkan sebuah kontradiksi dari subjek.

43 Ibid, hal. 23

  

commit to user

  44

4. Struktur Film Dokumenter

  Struktur yang dimaksudkan di sini adalah kerangka rancangan untuk menyatukan berbagai unsur film sesuai dengan apa yang menjadi ide dari penulis atau sutradara sesuai tema. Ada tiga tahapan dasar dalam penulisan naskah, seperti: bagian awal cerita (pengenalan/introduksi), bagian tengah cerita (proses krisis&konflik) hingga bagian akhir cerita (klimaks/anti klimaks). Dimana ketiga bagian ini merupakan rangkuman dari susunan shot yang membentuk adegan (scene) hingga sekuen

  45

  (sequence). Akan tetapi perlu diketahui bahwa pemahaman mengenai struktur film tidak sesederhana seperti yang dikemukakan disini. Struktur film memiliki makna estetika, psikologis dan bahasa sinematografi yang lebih luas lagi.

  Menentukan struktur bagi dokumenter tidak semudah pada film cerita fiksi, terutama bila sutradara belum menentukan pendekatan apa yang akan dilakukan berkaitan dengan ide dan tema. Harus diakui bahwa struktur lebih dipentingkan oleh film fiksi dari pada film dokumenter, akan tetapi seni tanpa struktur akan mengalami kekeringan estetika.

  F.

SEJARAH SEKATEN

  Tradisi sekaten berawal ketika masa Kerajaan Demak yang didirikan oleh Raden Patah setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit pada abad ke-15.

  

commit to user

  45

  Ketika itu agama Islam mulai berkembang di tanah Jawa, berpusat di Kerajaan Demak dengan pemuka agama yang dalam Agama Islam disebut wali. Para wali ini dikenal berjumlah sembilan orang, karena itu disebut Wali Songo. Nama mereka masing-masing adalah Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Gunungjati, Sunan Muria, Syeh Maulana Maghribi, Syeh Siti Jenar. Tiap-tiap wali memiliki wilayah penyebarannya masing-masing. Tiap tahun para wali itu mengadakan pertemuan di kota Demak. Pertemuan tahunan tersebut diselenggarakan pada bulan Rabiul Awal, tanggal 6 sampai dengan tanggal 12, tepat ketika

  46 memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

  Kesulitan dirasakan oleh para wali karena masih banyak masyarakat yang menganut agama Hindu yang merupakan ajaran Kerajaan Majapahit.

  Masyarakat masih sangat dekat dengan adat istiadat agama Hindu. Maka dalam syiarnya, para wali, terutama Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan kebudayaan yang masih diusung oleh masyarakat Jawa. Beberapa cara yang dilakukan ialah dengan membiarkan tetap dilaksanakannya adat atau tata cara dalam agama Hindu, tetapi dimasuki pelajaran Islam, misalnya:

  1. Semedi Semedi dalam agama Hindu mempunyai maksud memuja kepada dewa-dewa. Karena agama Islam tidak mengenal dewa, maka diganti dengan memuja Allah SWT dengan dzikir dan sholat.

  2. Sesaji

  

commit to user

  46

  Sesaji menurut agama Hindu mempunyai maksud memberi makanan kepada dewa-dewa dan jin, agar sesuai dengan ajaran Islam diganti dengan zakat fitrah pada fakir miskin.

  3. Keramaian Dalam agama Hindu keramaian mempunyai maksud menghormat kepada dewa-dewa, diganti keramaian menghormat hari raya dan peringatan Islam.

  Para wali juga mengetahui bahwa masyarakat sangat menyukai suara gamelan dan gemar dengan keramaian. Atas usul Sunan Kalijaga, para wali lalu mengatur penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan penyesuaian dengan tradisi rakyat pada waktu itu, yaitu mengganti kesenian rebana dengan kesenian gamelan. Untuk melaksanakan hal itu Sunan Kalijaga membuat seperangkat gamelan yang dinamakan Kyai Nogo

47 Wilogo.

  Untuk memeriahkan perayaan itu, maka ditempatkanlah gamelan Kyai Nogo Wilogo di halaman Masjid Demak. Gamelan itu dipukul bertalu- talu tidak henti-hentinya, mula-mula dengan irama dan suara lembut dan halus, lama kelamaan dipukul keras-keras. Karena tertarik dengan bunyi gamelan yang nyaring mengalun tersebut, maka orang-orang dari berbagai penjuru datang berduyun-duyun ke pusat kota, sehingga alun-alun kerajaan Demak menjadi penuh sesak dibanjiri orang yang ingin menikmati kesenian gamelan dan menyaksikan keramaian yang diselenggarakan. Keramaian

  

commit to user

  47 itulah yang kemudian disebut sekaten, dan yang sampai sekarang masih dilestarikan. Sementara gamelan dibunyikan, para wali bergantian memberikan wejangan dan ajaran tentang agama Islam di mimbar yang

  48 didirikan di depan gapura masjid.

  Orang yang datang tersebut diperbolehkan juga masuk ke dalam serambi masjid tetapi harus terlebih dahulu membaca dua kalimat syahadat.

  Membaca kalimat syahadat adalah syarat bagi seseorang untuk memeluk agama Islam. Kalimat syahadat ditulis di gapura masjid agar dapat dibaca oleh masyarakat yang akan masuk ke dalam masjid. Gapura sendiri berasal dari bahasa Arab ghafura yang berarti ampunan. Ini merupakan doa sekaligus simbol bahwa setelah melewati gapura, orang akan mendapatkan ampunan

  49

  dari Allah SWT. Selain itu, sebelum masuk ke dalam masjid, orang-orang disuruh membasuh tangan, muka dan kaki mereka dengan air kolam luar serambi masjid dengan maksud berwudhu membersihkan diri dari kotoran.

  Demikianlah keramaian sekaten itu diselenggarakan sekali dalam setahun tiap bulan Rabiul Awal, dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 12.

  Tradisi sekaten ini tetap dilestarikan oleh raja-raja yang memerintahkan berikutnya hingga masa Mataram. Pada jaman kerajaan Mataram hingga akhirnya pindah ke Surakarta, sekaten diadakan untuk kepentingan politik, yaitu mengetahui kesetiaan para bupati yang ada di wilayah kerajaan. Pada perayaan sekaten para bupati harus datang untuk menyerahkan upeti dan menghaturkan sembah baktinya kepada raja. Apabila bupati tersebut

48 Kundharu Saddhono, Loc.Cit.

  

commit to user

  49 berhalangan hadir, maka harus diwakili oleh pihak kerajaan. Hal itu dilakukan karena bila bupati tidak hadir pada perayaan sekaten diartikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap raja.

  Perayaan sekaten yang diadakan oleh kerajaan Mataram, selain bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW juga untuk menunjukkan bahwa raja yang berkuasa masih ada hubungan dengan Nabi Muhammad, utusan Allah. Sekaten juga berperan di bidang politik dan ekonomi, karena dengan adanya sekaten para bupati mancanagari harus datang memberi upeti dan kehadirannya di upacara sekaten sebagai tanda kesetiaan kepada raja yang memerintah.

  Sekaten juga dimanfaatkan dalam sektor perdagangan. Perayaan sekaten sebagai ladang masyarakat untuk berdagang dan semakin membuat marak perayaan sekaten. Selain untuk mendengarkan gamelan, para pengunjung dapat membeli berbagai makanan dan mainan khas sekaten. Pada masa awal sekaten, kegiatan ekonomi hanya dilakukan oleh sedikit masyarakat yang menjual barang kebutuhan pengunujung sekaten, seperti rokok, makanan dan minuman. Semakin lama, sedikit demi sedikit muncul geliat perekonomian masyarakat kecil yang mulai menawarkan barang- barang kebutuhan rumah tangga, seperti peralatan dapur, pakaian, dsb., dan jasa wahana permainan, seperti komedi putar, tong setan, dsb. Hingga saat ini sekaten berkembang sebagai pusat perbelanjaan dan hiburan yang murah.

  Perayaan sekaten pernah bertahun-tahun tidak diselenggarakan karena adanya penjajahan dan pergolakan politik di tanah air. Setelah

  commit to user Indonesia merdeka, secara perlahan keadaan politik di Indonesia mulai stabil. Dan ketika negara mulai berbicara tentang budaya, sekaten mulai digelar kembali sekitar tahun 1970.

  G.

  PROSESI UPACARA SEKATEN Hanya tiga daerah yang masih menggelar tradisi ini, yaitu Surakarta,

  Yogyakarta, dan Cirebon. Namun hanya Surakarta dan Yogyakarta yang masih mengadakan prosesi secara lengkap. Kelengkapan yang dimaksud tidak hanya urutan prosesi, namun juga segala pernak-pernik yang ada dalam sekaten.

  Sebelum memulai suaru upacara adat, Keraton Surakarta selalu mengadakan wilujengan atau slametan. Tujuannya ialah meminta restu dan keberkahan kepada Tuhan agar diberi kelancaran dalam melaksanakan prosesi selanjutnya. Begitu pula dalam tradisi sekaten. Urutan prosesi sekaten juga didahului dengan wilujengan. Beberapa kerabat keraton berkumpul di lokasi akan diadakannya sekaten. Mereka memanjatkan doa untuk keselamatan dan kelancaran seluruh prosesi sekaten.

  Prosesi pertama ialah miyos gongso. Miyos gongso adalah prosesi gamelan yang disimpan di dalam keraton diboyong keluar menuju halaman Masjid Agung melewati sitinggil dan alun-alun, kemudian gamelan akan dibunyikan selama tujuh hari tujuh malam. Prosesi ini juga disebut ungeling gamelan atau gamelan yang dibunyikan. Gamelan dibawa ke halaman Masjid

  

commit to user

  Agung pada tanggal 5 Rabiul Awal. Miyos gongso disertai dengan kebiasaan lain yakni mengunyah kinang pada saat gamelan dibunyikan. Masih banyak masyarakat yang percaya, mengunyah kinang pada saat itu akan membuat awet muda. Selain mengunyah kinang, masyarakat juga antusias berebut janur untuk memperoleh keberkahan. Ada pula telur asin, mainan pecut, dan celengan sebagai ciri khas sekaten.

  Puncak acara sekaten adalah grebeg maulud atau yang biasa orang menyebut gunungan. Pada prosesi ini, gunungan yang berisi hasil bumi dan kekayaan alam dikirab dari keraton menuju halaman Masjid Agung Surakarta untuk didoakan dan selanjutnya diperebutkan. Prosesi ini sekaligus mengakhiri segala prosesi sekaten di tahun tersebut.

  H.

SIMBOL DAN MAKNA DALAM SEKATEN

  Dalam suatu adat istiadat atau tradisi, peran simbolisme sangat menonjol. Simbol-simbol selalu melekat pada suatu benda atau tradisi dan simbol ini selalu diwariskan ke generasi berikutnya, agar suatu budaya dapat tetap ada.

  Kata

  simbol berasal dari kata Yunani symbolis yang berarti tanda

  atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada. Sejalan dengan pengertian

  

Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa “simbol atau lambang ialah : (1)

  sesuatu seperti tanda (lukisan,lencana, dan sebagainya) yang mengatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu, misalnya gambar tunas kelapa lambang pramuka, warna biru lambang kesetiaan; (2) simbol bisa berarti

  

commit to user tanda pengenal tetap yang menyatakan sifat, keadaan, dan sebagainya, seperti

  50

  peci putih dan serban ialah lambang h

  aji.”

  Pada dasarnya, dalam segala tradisi budaya, simbolisme selalu mengait pada religi atau kepercayaan. Hal ini merupakan upaya mengingat dan mendekatkan diri kepada Tuhan yang menciptakan dan memelihara manusia, langit, bumi dan seisinya, serta yang menentukan ajal seseorang.

  Unsur-unsur dari kebudayaan yang paling menonjolkan sistem klasifikasi simbolik orang Jawa menurut Koentjaraningrat adalah bahasa dan komunikasi, kesenian dan kasusasteraan, keyakinan keagamaan, ritual, ilmu

  51 gaib serta beberapa pranata dalam organisasi sosialnya.

  Simbol atau “tanda” yang terdapat di Sekaten juga memiliki makna

  yang bertujuan untuk selalu mengingat kepada Allah SWT. Beberapa diantaranya ialah:

1. Sekaten Kata “sekaten” berasal dari bahasa Arab syahadatain yaitu

  kalimat syahadat yang merupakan suatu kalimat yang merupakan syarat seseorang untuk masuk Islam. Kalimat syahadat terdiri dari dua konsep keimanan, yaitu syahadat tauhid yang menyatakan bahwa Allah SWT sebagai Tuhan dan syahadat rasul yang menyatakan bahwa Muhammad sebagai nabi atau utusan Allah di muka bumi. Isi dari kalimat syahadat dalam Bahasa I

  ndonesia ialah “Tiada tuhan selain Allah dan Nabi

50 Kundharu Saddhono, Op.Cit

  

commit to user

  51

  Muhammad adalah utusan Allah”. Selain berasal dari kata syahadatain,

  52

  sekaten juga berasal dari kata beberapa kata: a.

  Sakatain : menghentikan atau menghindari perkara dua, yakni sifat pengecut dan menyeleweng; b.

  Sakhatain : menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan, karena watak tersebut sumber kerusakan; c.

  Sakhotain : menanamkan perkara dua, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi luhur dan selalu menghambakan diri pada Tuhan; d.

  Sekati : setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk; e.

  Sekat : batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berbuat jahat serta tahu batas-batas kebaikan dan kejahatan.

2. Miyos Gongso dan Ungeling Gamelan

  Miyos gongso adalah prosesi ketika gamelan yang disimpan di

  dalam keraton diboyong keluar menuju halaman Masjid Agung melewati sitinggil dan alun-alun, kemudian gamelan akan dibunyikan selama tujuh hari tujuh malam. Prosesi ini juga disebut ungeling gamelan atau gamelan yang dibunyikan. Gamelan dibawa ke halaman Masjid Agung pada tanggal 5 Rabiul Awal dan akan dibawa kembali ke keraton pada tanggal 12 Rabiul Awal sebelum prosesi Garebeg Maulud atau yang juga disebut gunungan.

  52

commit to user

  Tim Penulis Masjid Agung Surakarta, Sejarah Masjid Agung Surakarta, Yogyakarta,

  Gamelan tersebut berjumlah dua perangkat yang diberi nama Kyai Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu. Keduanya diletakkan di dalam bangsal Pradonggo di halaman Masjid Agung. Kyai Guntur Madu diletakkan di selatan, Kyai Guntur Sari diletakkan di utara.