RJM bab1 3 (1) Copy

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) dan United Nations Of Children's Fund (UNICEF) merekomendasikan: inisiasi dini menyusui dalam waktu 1 jam

  dari lahir; ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dan pengenalan pelengkap makanan (padat) nutrisi-memadai dan aman di 6 bulan bersama- sama dengan terus menyusui sampai 2 tahun atau lebih. Karena dengan menyusui secara optimal bisa menyelamatkan lebih dari 800000 di bawah 5 anak hidup setiap tahun (WHO, 2016).

  Kemajuan dalam mendapatkan lebih banyak bayi yang baru lahir yang disusui dalam satu jam pertama kehidupan telah melambat selama 15 tahun terakhir. Data UNICEF menunjukkan bahwa sekitar 77 juta bayi baru lahir atau 1 dari 2 bayi baru lahir tidak disusui dalam satu jam kelahiran. Di Afrika sub-Sahara, misalnya di mana tingkat kematian di bawah lima tahun adalah yang tertinggi di seluruh dunia, tingkat menyusui dini meningkat hanya 10 persentase sejak tahun 2000 di Afrika Timur dan Selatan, tetapi di Afrika Barat dan Tengah tetap tidak berubah. Bahkan di Asia Selatan, di mana tingkat inisiasi menyusui dini meningkat tiga kali lipat dalam 15 tahun, yaitu dari 16% terlalu lama (> 1 jam) sebelum mereka disusui untuk pertama kalinya (UNICEF, 2016).

  Di Indonesia pada tahun 2016 sampai tahun 2017, persentase bayi baru lahir mendapat inisiasi menyusu dini (IMD) belum mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2016 bayi yang diberikan IMD > 1 jam sebesar 9,2%, diberikan IMD < 1 jam 48,2% dan yang tidak diberikan IMD sebesar 48,2%, sedangkan pada tahun 2017 bayi yang diberikan IMD > 1 jam sebesar 6,6%, diberikan IMD < 1 jam 51,3% dan yang tidak diberikan IMD sebesar 42,0%. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD menurut Provinsi pada tahun 2017 yang tertinggi adalah DIY sebesar 74,3%, disusul DKI Jakarta sebesar 71,8%, sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Papua sebesar 28,3% dan Provinsi Bengkulu sebesar 28,8%. Sedangkan Provinsi Sumatera Selatan persentase IMD pada bayi baru lahir adalah sebesar 52,4% pada tahun 2016 dan 64,3% pada tahun 2017 (Kemenkes RI, 2018).

  Di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2017, pemberian Inisiasi Menyusu Dini pada bayi baru lahir tertinggi di Kota Prabumuluh yaitu sebesar 77,1% disusul Kota Palembang yaitu sebesar 76,7%, sedangkan terendah adalah di Kabupaten Musi Rawas Utara yaitu 45,5%, Kabupaten Lahat 47,4% dan Kabupaten Ogan Komering Ulu sebesar 49,4% (Kemenkes RI, 2018).

  Masih rendahnya persentase pemberian inisiasi menyusu dini akan meningkatkan risiko bayi baru lahir mengalami kematian. Semakin lama meningkatkan risiko kematian dalam 28 hari pertama kehidupan sebesar 40 persen. Menunda dengan 24 jam atau lebih meningkatkan risiko itu hingga 80 persen (UNICEF, 2016).

  Faktor penyebab rendahnya pelaksanaan inisiasi menyusu dini dikarenakan perilaku ibu yang keliru dalam pemanfaatan IMD kepada bayinya, lelah setelah melahirkan, produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam menghisap, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja, keinginan untuk disebut modern dan pengaruh iklan/promosi pengganti ASI dan tidak kalah pentingnya adalah anggapan bahwa semua orang sudah memiliki pengetahuan tentang manfaat ASI. Kurangnya dukungan tenaga kesehatan dan keluarga serta rendahnya rasa percaya diri ibu dan bayi merupakan faktor penghambat keberhasilan menyusui (Handy, 2016).

  Menurut Roesli (2012), perilaku seseorang itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor antara lain faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan sebagainya, faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau keluarga, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku kesehatan. Peran petugas yang mendukung atau keluarga yang tidak mendukung begitu pula sebaliknya sangat mempengaruhi sikap ibu dalam

  Menurut jurnal penelitian dari Mohamad, Rattu dan Umboh (2015) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini oleh bidang di rumah sakit Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan hasil penelitian bahwa berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, persentase proses mulai menyusu pada bayi di Indonesia kurang dari satu jam (< 1 jam) setelah bayi lahir masih sangat rendah yaitu 29,3%, sementara untuk Provinsi Gorontalo adalah 42,7%.

  Berdasarkan cakupan pemberian Inisiasi Menyusu Dini di 10 puskesmas Kota Lubuklinggau jumlah tertinggi terdapat di puskesmas Petanang yaitu sebesar 124.0% sementara cakupan pemberian ASI Inisiasi Menyusu Dini di puskesmas Kota Lubuklinggau jumlah terendah terdapat di puskesmas Swasti Saba yaitu sebesar 26.6% sedangkan di puskesmas Megang Kota Lubuklinggau jumlah cakupan Inisiasi Menyusu Dini sebesar 60.6%. Mengacu pada target program Kemenenterian Kesehatan RI sebesar 80%, maka jumlah cakupan Inisiasi Menyusu Dini pada puskesmas Megang sebesar 60.6% tersebut belum mencapai target (Dinkes Kota Lubuklinggau, 2016).

  Survey awal yang dilakukan pada tanggal 20 April 2018 kepada 8 responden 3 responden sudah mengerti tentang pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir. Sedangkan 5 responden belum memahami tentang pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir. Dari 8 responden terdapat 6 responden yang biasa saja dalam pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir, sedangkan 2 responden sangat terdapat 3 yang mendukung pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir, sedangkan 5 responden biasa saja dalam pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir.

  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan IMD di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018.”

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan dari latar belakang tersebut diatas maka didapat masalah penelitian banyaknya ibu yang tidak melakukan IMD, berdasarkan masalah tersebut maka penulis merumuskan masalah penelitian yaitu “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan IMD Pada Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan”.

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau

  Sumatera Selatan.

  2. Tujuan Khusus

  a. Diketahui gambaran pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan. b. Diketahui gambaran pengetahuan ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan.

  c. Diketahui gambaran sikap ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan.

  d. Diketahui gambaran dukungan petugas kesehatan terhadap ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan.

  e. Diketahui hubungan pengetahuan ibu dengan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan.

  f. Diketahui hubungan sikap ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan.

  g. Diketahui hubungan dukungan petugas kesehatan terhadap ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan.

D. Manfaat Penelitian

  1. STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu referensi bagi mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu Prodi Kebidanan memberikan pelayanan kesehatan dalam proses pelaksanaan IMD.

  2. Puskesmas Megang Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dalam proses pelaksanaan IMD.

  3. Peneliti Selanjutnya Sebagai sumber bacaan untuk menambah wawasan, sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar dan hasil penelitian ini dapat menambah referensi bagi mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu Prodi Kebidanan memberikan pelayanan kesehatan dalam proses pelaksanaan IMD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Inisiasi Menyusu Dini

  Inisiasi menyusu dini (early initation) adalah proses menyusu dimulai secepatnya segera setelah lahir. IMD dilakukan dengan cara kontak kulit antara bayi dengan ibunya segera setelah lahir dan berlangsung minimal satu jam atau proses menyusu pertama selesai (apabila proses menyusu pertama lebih dari satu jam) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

  WHO/UNICEF mengeluarkan protokol tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sebagai salah satu dari Evidence for the ten steps to successful

  breastfeeding yang harus diketahui oleh setiap tenaga kesehatan. Segera

  setelah dilahirkan, bayi diletakkan di dada atau diperut atas ibu selama paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan menemukan putting ibunya (Sarwono, 2013).

  Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan hingga bayi berusia 2 tahun dengan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan. Pemberian ASI juga meningkatkan ikatan kasih sayang (asih), memberikan nutrisi terbaik (asuh) dan melatik refleks dan motorik bayi (asah) (Kementerian Kesehatan RI, 2012). amnion pada tangan bayi akan membantu bayi mencari putting ibu. Dengan waktu yang diberikan, bayi akan mulai menendang dan bergerak menuju putting. Bayi yang siap menyusu akan menunjukkan gejala refleks menghisap seperti membuka mulut dan mulai mengulum putting. Manfaat

  IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi nosokomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal kerna pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih baik. Dengan demikian, berat badan bayi lebih cepat meningkat dan lebih cepat dapat pulang kerumah. Bagi ibu IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin, dan secara psikologis dapat menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi.

2. Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini Bagi Ibu dan Bayi

  Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini Bagi Ibu dan Bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2014) antara lain: a. Inisiasi Menyusui Dini menurunkan risiko kematian bayi sampai 22%.

  Hasil penelitian Edmond KM tahun 2006 (dalam Kementerian RI, 2014) menunjukkan risiko kematian bayi dapat diturunkan 22% apabila diberikan kesempatran IMD segera setelah lahir. Jika IMD dilakukan

  Sehingga setelah kondisi bayi dan ibu stabil paska resusitasi, IMD tetap wajib diberikan.

  b. Inisiasi Menyusui Dini menghangatkan bayi.

  Pada waktu inisiasi menyusu dini tubuh bayi menempel pada dada ibu. Suhu dada ibu yang baru bersalin dapat meneysuaikan dengan suhu tubuh bayi. Jika bayi ekdinginan, suhu dada ibu otomatis naik dua derajat untuk menghangatkan bayi sehingga dapat mencegah risiko hipotermia. Jika bayi kepanasan, suhu dada ibu otomatis turun satu derajat untuk mendingikan bayi.

  c. Inisiasi Menyusui Dini menenangkan ibu dan bayi.

  Kontak kulit ke kulit merangsang pelepasan hormon oksitosin yang dapat: 1) Meningkatkan ambang nyeri ibu 2) Memperkuat kontraksi rahim sehingga mempercepat pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan setelah melahirkan.

  3) Mepercepat pengeluaran kolostrum. 4) Membuat perasaan ibu lebih bahagia. 5) Memperkuat ikatan ibu dengan bayinya. Sedangkan bagi bayi kontak kulit merangsang pelepasan oksitosin yang bermanfaat untuk: 1) Mengatur denyut jantung dan pernafasan lebih stabil. d. Inisiasi Menyusui Dini memberikan perlindungan yang alamiah bagi bayi.

  Ketika bayi merayap di dada ibu, bayi menjilat-jilat kulit ibu dan menelan bakteri non-patogen dari kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulti dan usus bayi sehingga bayi menjadi lebih kebal dari bakteri patogen.

  Dengan Inisiasi Menyusui Dini, bayi lebih cepat mendapat kolostrum yang penting untuk kelangsungan hidupnya. Kolostrum kaya akan zat kekebalan tubuh terhadap infeksi. Kolostrum juga mengandung faktor pertumbuhna yang membantu mematangkan lapisan pelindung dinding usus bayi dan melindungi bayi dari risiko alergi.

3. Proses Inisiasi Menyusui Dini (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

  1. Petugas kesehatan menjelaskan terlebih dahulu kepada ibu dan suami/ keluarga saat ANC dan sebelum proses persalinan tentang apa yang harus dilakukan dan diperhatikan selama proses IMD berlangsung.

  2. Suami/keluarga harus mendampingi ibu sampai proses IMD selesai, tidak hanya saat persalinan saja. Suami/keluarga dapat membantu mengawasi kondisi bayi seperti pernafasan, warna kulit dan perlu mewaspadai risiko komplikasi kematian mendadak yang tidak terduga akibat hidung dan mulut bayi tertutup kulit ibu yang tidak segera dibebaskan (dengan cara memiringkan kepal bayi tanpa memindahkan bayi dari dada ibu). ibu, perhatikan bayi merayap di dada ibu, biarkan bayi menjilati kulit ibu dan kenali tanda-tanda bayi siap menyusu yaitu bayi mengisap tangannya, membuka mulut mencari putting, dan keluar air liurnya.

  4. Segera setelah bayi lahir, menangis, bernafas teratur dan dipotong tali pusatnya, maka: a. Secepatnya keringkan seluruh tubuh bayi dengan handuk lembut, kecuali kedua tanganya, karena tangan yang basah oleh cairan ketuban, baunya sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini yang akan membimbing bayi mulai merayap untuk menemukan payudara dan putting susu ibu. Jangan hilangkan lemak putih (vernix) di tubuh bayi karena vernix mencegah panas tubuh bayi keluar dan juga berfungsi sebagai pelindung bayi agar tetap hangat.

  b. Tengkurapkan bayi tanpa pakaian/ bedong di dada ibu, kulit bayi melekat pada kulit ibu. Selimut bayi, bila perlu tutupi kepalanya.

  c. Posisi ibu telentang dengan letak kepala lebih tinggi agar dapat menjaga kontak mata dengan bayinya.

  d. Posisi bayi tengkurap di dada ibunya, letak kepala bayi setinggi garis antar putting ibu. Biarkan bayi merayap mencari sendiri putting susu ibu. Ibu dapat membantu bayi dengan sentuhan lembut tapi jangan memaksa bayi menuju putting susu. rahim berperan penting untuk mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan paska persalinan.

  f. Biarkan tangan bayi meremas puting ibu. Remasan tangan bayi, hentakkan kepala bayi di dada ibu, dan perilaku bayi menoleh ke kiri dan ke kanan sambil menggesek payudara ibu dapat merangsang pengeluaran ASI lebih cepat dan kontraksi rahim yang baik.

  g. Ketika bayi di dekat putting susu ibu, bayi akan mengeluarkan air liur, menjilati putting dan membuka mulut secara lebar. Biarkan bayi mengulum putting ibu dan mengisapnya. Isapan bayi pada putting ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang akan membantu kontraksi rahim, pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan paska persalinan.

  h. Biarkan bayi tengkurap menempel pada dada ibu sampai bayi selesai menyusu pertama dan melepas putting susu. i. Menggangu proses kontak kulit sebelum bayi selesai menyusu untuk pertama kali atau mencoba untuk mengarahkan bayi menyusu dapat menimbulkan masalah pada proses IMD dan menyusu berikutnya. j. Saat menyusu untuk pertama kalinya, bayi memperoleh kolostrum yang kaya akan protein dan zat kekebalan tubuh yang sangat berguna untuk melindungi bayi dari berbagai infeksi. k. Proses IMD minimal satu jam dan berlangsung segera setelah bayi dengan cara mendekatkan bayi ke putting tanpa berusaha memasukkan ke mulut bayi.

  5. Selesai proses IMD, lanjutkan dengan prosedur perawatan bayi baru lahir sesuai standar. Lakukan RAWAT GABUNG bayi dan ibu, bayi harus berada dalam jangkauan ibu sepanjang hari 24 jam, agar setiap saat bayi dapat menyusu pada ibunya. Dengan sering menyusu, ASI akan keluar lebih cepat dan banyak, proses menyusu lebih mudah.

  6. Proses IMD ini hanya dilakukan apda ibu dan bayi dengan kondisi stabil.

  Kondisi bayi yang tidak stabil misalnya bayi dengan gangguan nafas (sesak), gangguan sirukulasi (syok), sedangkan kondisi ibu yang tidak stabil adalah kejang, perdarahan paska persalinan gangguan kesadaraan, syok, dan sesak.

4. Sembilan Tahapan Perilaku Selama Inisiasi Menyusu Dini

  Sembilan tahapan perilaku bayi saat IMD adalah: 1. Bayi menangis tanda paru mulai berfungsi.

  2. Kemudian bayi akan memasuki tahap relaksasi.

  3. Selanjutnya pada menit ke-1 s/d 5 bayi mulai bangun.

  4. Di menit ke-4 s/d 12 bayi mulai bergerak, gerakan awalnya sedikit, mungkin pada lengan, bahu dan kepala.

  5. Beberapa kali bayi mungkin ingin beristirahat sebelum memulai gerakan berikutnya. sementara waktu. Seringkali hal ini dapat keliru sebagai bayi tidak lapar atau ingin makan.

  7. Setelah beristirahat, di menit ke-29 s/d 62 bayi akan mulai membiasakan

  diri dengan payudara, mungkin dengan mengendus, mencium dan menjilati sebelum akhirnya menempel untuk menyusu. Proses pembiasaan ini dapat memakan waktu 20 menit atau lebih.

  8. Sekitar menit ke-49 s/d 90, untuk pertama kali bayi menyusu di payudara selama bebeapa waktu.

  9. Kemudian ia akan tertidur hingga 1

  1

  / 2 s/d 2 jam.

5. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

  1. Bagi Bayi

  a. Dada ibu berfungsi sebagai termolegulator yang dapat mencegah risiko hipotermia dan menghangatkan bayi.

  b. Isapan bayi pada putting ibu sewaktu IMD merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang membuat ibu lebih tenang, rileks, mencintai dan bahagia. Ibu dan bayi akan menjadi lebih tenang sehingga pernafasan dan jantung bayi akan menjadi lebih stabil dan membuat bayi menjadi tidak rewel.

  c. Saat bayi menjilat-jilat kulit ibu, bakteri non-patogen di kulit inu akan tertelan. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi sehingga bayi menjadi lebih kebal dari bakteri d. Kontak kulit bayi dengan kulit ibu meningkatkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi. Kontak kulit dalam 1-2 jam pertama ini sangat penting, karena setelah itu bayi tidur.

  e. Kolostrum, ASI yang pertama keluar sewaktu IMD mengandung protein dan imunoglobin yang akan membantu tubuh bayi membentuk daya tahan terhadap infeksi sekaligus penting untuk pertumbuhan usus dimana kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dan mematangkan dinding usus bayi.

  f. Bayi yang mendapat ASI melalui IMD sejak awal kelahirannya dapat mengurangi risiko alergi.

  g. Dengan IMD, produksi ASI menjadi lancar dan bnyak dan memudahkan bayi mendapatkan ASI eksklusif selam 6 bulan dan tetap menyusu selama 2 tahun.

  2. Bagi Ibu

  a. proses IMD akan membantu kontraksi rahim, pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan paska persalinan.

b. Proses IMD merangsang pengeluaran hormonoksitosin yang juga

  disebut sebagai cuddle hormon/ love hormon. Hormon oksitosin membuat ibu merasa tenang, rileks, mencintai bayi dan bahagia.

  Oksitosin juga menyebabkan reflek pengeluaran ASI dan kontraksi rahim yang mengurangi perdarahan paska persalinan. Ayah akan berbahagia bersama ibu menyambut kelahiran bayi, ayah berkesempatan mmembisikan asma Allah melalui Adzan ditelinga bayi atau membisikkan doa-doa yang baik. Ayah dan ibu berkesempatan melihat proses IMD. Ini merupakan pengalaman bati yang sangat indah bayi ayah, ibu dan bayi.

6. Pentingnya Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri

  Pentingnya kontak kulit dan menyusu sendiri dalam satu jam pertama diantaranya adalah : a. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Hal ini dapat menurunkan kematian karena kedinginan (hipotermi).

  b. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil.

  c. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan akan menjilat-jilat kulit ibu menelan bakteri “baik” di kulit ibu. Bakteri “baik” ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi.

  d. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga dan bayi dapat tidur dalam waktu yang lama.

  e. Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal f.Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusu eksklusif dan akan lebih lama disusui.

  g. Hentakkan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di putting susu dan sekitarnya, hisapan, dan jilatan bayi pada putting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.

  h. Bayi mendapatkan kolostrum (ASI yang pertama kami keluar). i.Ibu dan ayah akan merasakan sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi sepert ini dan ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya didada ibunya.

7. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini

  Penghambat terjadinya kontak kulit ibu dengan kulit bayi yaitu :

  a. Bayi kedinginan Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payudara ibu meningkat 0,5 C dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman tahun 2005 ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1 C lebih panas dari pada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada akan turun 1

  C, jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2 C untuk menghangatkan bayi. Dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi baru lahir menyusui bayinya setelah melahirkan. b. Ibu lelah untuk segera menyusui bayinya setelah melahirkan Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah lahir. Keluarnya oksigen saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu.

  c. Kurang tersedianya tenaga kesehatan Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya.

  Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah dan keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberikan dukungan pada ibu.

  d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan keruangan pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.

  e. Ibu harus dijahit Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara. Yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.

  f. Suntikan vitamin K dan salep mata untuk mencegah penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir.

  Tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

  g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan di ukur Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.

  h. Bayi kurang siaga Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding. i. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain.

  Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu. Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.

8. Persiapan Melakukan Inisiasi Menyusi Dini

  Persiapan melakukan inisiasi menyusui dini:

  a. Mengadakan pertemuan pimpinan rumah sakit, dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter anak, dokter anastesi, bidan, tenaga kesehatan, yang bertugas di kamar bersalin, kamar operasi, kamar ibu.

  b. Melatih tenaga kesehatan terkait dapat menolong, mendukung ibu c. Ibu hamil melakukan pertemuan dengan tenaga kesehatan bersama orang tua, membahas keuntungan ASI dan menyusui, tatalaksana menyusui yang benar, IMD temasuk Inisiasi menyusui dini pada kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan.

  d. Rumah sakit ibu sayang bayi, IMD termasuk dari langkah keberhasilan ibu menyusui.

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Menyusu Dini

  Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung, maupun yang tidak dapat diamati dari pihak luar. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor antara lain : a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan sebagainya

  1) Pengetahuan : hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Seorang ibu akan melakukan IMD jika mengetahui bagaimana pentingnya IMD, keluarga atau petugas kesehatan menyarankan IMD.

  2) Sikap : merupakan penerapan perilaku dari hasil tahu yang didapat ibu mengenai IMD.

  3) Kepercayaan : merupakan tradisi di masyarakat tentang IMD.

  Sebagian masyarakat masih ada yang menganggap bahwa cairan b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Sarana tersebut dapat berupa ruang untuk IMD bagi ibu.

  c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau keluarga, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku kesehatan. Peran petugas yang mendukung atau keluarga yang tidak mendukung begitu pula sebaliknya sangat mempengaruhi sikap ibu dalam IMD. Jika dapat terkondisi peran petugas dan keluarga yang mendukung IMD maka jelas ibu akan berperilaku IMD. Faktor-faktor predisposisi dan faktor pendorong yang dapat berhubungan dengan IMD di bawah ini yang dijadikan sebagai variabel bebas (independen) dalam penelitian ini yaitu : pengetahuan, pendidikan, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan.

  a. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan biasanya berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Pengetahuan yang baik sangat mempengaruhi pola pikir informasi serta menerapkannya dengan mudah dalam kehidupan sehari- hari, karena dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek sehingga dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang yang diketahui tersebut.

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2012). Hasil pengukuran pengetahuan dapat diinterpretasikan sebagai berikut : 1) Baik, jika skor jawaban >75% 2) Cukup, jika skor jawaban 56-75% 3) Kurang, jika skor jawaban <56%.

  b. Sikap Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan memihak (favorabel) maupun perasaan tidak memihak (unfavorabel) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik sikap dapat juga di artikan sebagai derajat efek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis.

  (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Dapat dikatakan juga bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

  Pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan Skala Likert. Pernyataan positif pada jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 5, Setuju (S) diberi skor 4, ragu-ragu (RR) diberi skor 3, tidak setuju (TS) diberi skor 2 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, sedangkan untuk pernyataan negatif pada jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, ragu-ragu (RR) diberi skor 3, tidak setuju (TS) diberi skor 4 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 5. Setelah semua data terkumpul dari hasil kuesioner responden dikelompokkan sesuai dengan sub variabel yang diteliti. Jumlah jawaban responden dari masing-masing pernyataan dijumlahkan dan dihitung menggunakan skala likert (Azwar, 2011).

  Untuk mengetahui sikap responden dengan menggunakan skor T (Azwar, 2011). Rumus skor T adalah :

  Skor T = 50 + 10

  ¿¿

  Keterangan : Xi : skor responden

  Kemudian untuk mengetahui kategori sikap responden dicari median nilai (mean T) dalam kelompok maka akan diperoleh : Sikap responden positif, bila skor T responden > mean T Sikap responden negatif, bila skor T responden < mean T (Azwar, 2011)

  c. Petugas Kesehatan Petugas/Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (UU RI No.23/92, I). Sikap petugas kesehatan dari berbagai tingkat pelayanan petugas kesehatan yang kurang mengikuti perkembangan ilmu dokter tentang praktek IMD dan pemberian kolostrum serta ASI terdapat kecenderungan pelayanan petugas kesehatan yang kurang menggembirakan terutama penanggung jawab ruang bersalin dan perawatan di rumah sakit yang belum mengupayakan agar ibu bersalin mampu memberikan kolostrum kepada bayinya, melainkan langsung memberikan susu botol kepada bayi baru lahir. PP-ASI adalah peningkatan pemberian ASI termasuk kolostrum dimana menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dan keluarga untuk mendukung ibu menyusui dalam melaksanakan tugas sesuai kodratnya. Petugas kesehatan juga memerlukan sikap yang mendukung terhadap menyusui membangun kembali kebudayaan menyusui dengan menmgkatkan sikap positif yang sekaligus dapat menjadi teladan bagi wanita lainnya.

B. KERANGKA KONSEP

  Variabel Independen Variabel Dependen

  IMD Pengetahuan Ibu

  Petugas Kesehatan Sikap Ibu

  C. DEFINISI OPERASIONAL Tabel 1 Defenisi Operasional No Vari ab el Definisi Opera sional

Ca

r

a

U

k

u

r

Ala t U k u r Hasil Ukur Ska l a U k u r

  Depe de n

  IMD Proses bayi menyu su segera setelah lahir minim al 1 jam.

  Me n y e b a r k a n

  Ku e s i o n e r

  Kue s i o n e r

  0: Tidak (bila tidak member ikan ASI pada bayi <1 jam setelah lahir)

  1: Ya (bila member ikan ASI pada bayi <1 jam setelah lahir)

  No m i n a l

  Indep en de n

  Penge ta hu an

  Segala sesuat u yang di ketahu i oleh ibu

  Me n y e b a r

  Kue s i o n e r

  0: Kurang jika skor <56% 1: Cukup jika skor 56%- 75% 2: Baik jika

  Ord i n a l u e s i o n e r

  Sika p Pandanga n atau penilai an ibu tentan g prakte k IMD

  Me n y e b a r k a n K u e s i o n e r

  Kue s i o n e r

  0: Negatif, jika skor T < mean T

  1: Positif, jika skor T > mean T

  No m i n a l

  Duku ng an Pe tu ga s K es eh at an

  Suatu kegiat an atau pengar uh positif yang diberik an oleh petuga s

  Me n y e b a r k a n K u e

  Kue s i o n e r

  0: Tidak menduk ung, jika skor < mean

  1: Menduk ung, jika skor > mean

  Ord i n a l perhati e an r atau kepada ibu menge nai prakte k IMD serta bimbin gan atau inform asi menge nai prakte k IMD yang didapa t respon den dari tempat pelaya nan keseha tan maupu n petuga s keseha tan secara pribadi .

  1. Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018. Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota

  Lubuklinggau Tahun 2018.

  2. Ho : Tidak ada hubungan antara sikap ibu dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018. Ha : Ada hubungan antara sikap ibu dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau

  Tahun 2018.

  3. Ho : Tidak ada hubungan antara dukungan Petugas Kesehatan dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018. Ho : Ada hubungan antara dukungan Petugas Kesehatan dengan praktek

  IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018.

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2018 B. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara deskriktif correlational dengan menggunakan desain cross-sectional. Menurut Hidayat, (2012) desain cross-sectional merupakan rancangan

  penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersama (sekali waktu) antara faktor resiko (pendidikan, pengetahuan dan sikap) atau variabel independen dengan efek atau variabel.

C. Populasi dan Sampel

  1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Hidayat, 2012). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu nifas < 40 hari yang hari wilayah kerja Puskesmas Megang Lubuklinggau Kota Lubuklinggau tahun 2018 sebanyak 55 orang.

  2. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2012).

  Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik total sampling yaitu teknik pengumpulan sampel dimana seluruh jumlah populasi dijadikan sampel sebanyak 55 orang ibu nifas < 40 hari.

D. Teknik Pengumpulan Data

  a. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahannya (Siregar, 2011). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data yang sudah ada meliputi data jumlah Cakupan ASI Eksklusif di dalam data laporan tahunan di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau.

  b. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama, atau tempat objek pebnelitian dilakukan

  (Siregar, 2011). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara berada di wilayah kerja Puskesmas Megang Lubuklinggau Kota Lubuklinggau tahun 2018 yaitu di 2 BPM, 2 puskesmas pembantu, 10 posyandu dan Puskesmas Megang untuk mendapatkan data tentang pengetahuan, sikap dan dukungan petugas kesehatan.

E. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

  1. Teknik Pengolahan Data Menurut Notoatmodjo (2012), pengolahan dengan bantuan komputer dilaksanakan dengan tahap-tahap sebagai berikut : a. Editing data (pemeriksaan data)

  Yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data.

  b. Coding data (pengkodean data) Yaitu mengklasifikasi jawaban-jawaban dari para responden kedalam katagori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

  c. Tabulating Yaitu data-data yang telah diberi kode selanjutnya dijumlah, disusun dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

  d. Entry data (pemasukan data) Yaitu memasukan data ke dalam program komputer untuk analisis

  e. Cleaning Cleaning adalah melakukan proses pembersihan data. Kegiatan ini

  merupakan pengecekan kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak masing-masing variabel yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai.

  2. Teknik Analisa Data a. Analisis Univariat.

  Analisa univariat adalah seluruh variabel yang akan digunakan dalam analisa ditampilkan dalam distribusi frekuensi, analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen dan independen.

  b. Analisis Bivariat.

  Analisis bivariat adalah analisa yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen secara

  2

  bersamaan dengan menggunakan analisa statistic chi-square (χ ), dengan derajat kemaknaan (α) 5%, dan tingkat signifikan 95% sedangkan untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel menggunakan uji contingency coefficient.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

  1. Gambaran Lokasi Penelitian

  a. Geografi Puskesmas Megang merupakan satu-satunya puskesmas yang ada di Kecamatan Lubuklinggau Utara II. Puskesmas Megang berada di jalan

  Nangka Lintas RT. 01 Kelurahan Ponorogo yang berjarak ± 700 m dari Jalan Raya Lintas Sumatera.

  Wilayah kerja Puskesmas Megang meliputi sepuluh kelurahan yang berada dalam Kecamatan Lubuklinggau Utara meliputi Kelurahan Ponorogo, Kelurahan Megang, Kelurahan Puncak Kemuning, Kelurahan Jogoboyo, Kelurahan Kali Serayu, Kelurahan Batu Ruip, Kelurahan Senalang, Kelurahan Kenanga, Kelurahan Pasar Satelit dan Kelurahan Ulak Surung.

  Wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau ini berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kecamatan Lubuklinggau Utara I Sebelah Selatan : Kecamatan Lubuklinggau Selatan I Sebelah Timur : Kecamatan Lubuklinggau Timur I b. Demografi Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota

  Lubuklinggau tidak merata. Jumlah penduduk pada tahun 2017 berjumlah 38.960 jiwa dengan kepadatan penduduk per kilometer persegi

  2

  sebesar 3 km . Kepadatan tertinggi ada di kelurahan Puncak Kemuning (4791 jiwa), kelurahan Ulak Surung (4617 jiwa), kelurahan Kenanga (4586 jiwa), sedangkan kepadatan terendah di kelurahan Kali Serayu (1784 jiwa).

2. Jalannya Penelitian

  Penelitian ini dilakukan terhadap ibu nifas di wilayah Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau. Tahap persiapan meliputi : konsultasi dengan pembimbing, studi pustaka untuk menemukan penelitian di lapangan, melakukan survey awal, merumuskan masalah yang ditemukan di tempat penelitian, melakukan penyusunan metode penelitian dan instrumen penelitian.

  Selanjutnya penelitian ini diawali dengan pengurusan izin ke instansi pendidikan. Dari pihak akademik mendapatkan Surat Pengantar yang ditujukan untuk Kantor Kesbangpollinmas Kota Lubuklinggau, Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pindu (DPMPTSP) Kota Lubuklinggau dan Puskesmas rekomendasi yang ditujukan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pindu (DPMPTSP) Kota Lubuklinggau dan Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau, sedangkan dari Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau mendapatkan surat rekomendasi yang ditujukan untuk Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau. Sedangkan dari pihak Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau mengeluarkan surat izin penelitian dan surat selesai penelitian.

  Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 Juli sampai dengan 14 Agustus 2018. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik

  

total sampling yaitu ibu nifas yang berada di wilayah kerja Puskesmas

  Megang Lubuklinggau sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 55 orang. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada ibu nifas yang berada di wilayah kerja Puskesmas Lubuklinggau selama 1 minggu yaitu dimulai dari tanggal 30 Juli 2018 sampai tanggal 8 Agustus 2018.

  Setelah data terkumpul, dilakukan editing data untuk memastikan bahwa data yang diperoleh benar-benar sesuai, selanjutnya dilakukan rekapitulasi data kemudian dianalisa menggunakan analisis univariat yaitu untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel baik variabel bebas maupun variabel terikat dan analisis bivariat yaitu untuk menguji hipotesis antara variabel independent dengan variabel dependent

3. Analisis Univariat

  Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan distribusi frekuensi pengetahuan, sikap dan dukungan petugas kesehatan sebagai variabel independen serta inisiasi menyusu dini sebagai variabel dependen. Setelah penelitian dilaksanakan maka diperoleh data sebagai berikut : a. Distribusi Frekuensi pelaksanaan IMD pelaksanaan IMD pada Bayi Baru

  Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan Tabel 2.

  Distribusi Frekuensi pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan No Inisiasi Menyusu Dini Frekuensi Persentase (%)

  1

  2 Tidak Ya

  35

  20 63,6 36,4

  Jumlah 55 100,0 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden, jumlah terbanyak terdapat pada responden yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini yaitu sebanyak 63,6%. b. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan Tabel 3.

  Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau

  c. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan Tabel 4.

  26 52,7 47,3

  29

  2 Negatif Positif

  1

  Selatan No Sikap Frekuensi Persentase (%)

  Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera

  Jumlah 55 100,0 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden, jumlah terbanyak terdapat pada responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang yaitu sebanyak 56,4%.

  Sumatera Selatan No Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase (%)

  10 56,4 25,5 18,2

  14

  31

  3 Kurang Cukup Baik

  2

  1

  Jumlah 55 100,0 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden, d. Distribusi Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan terhadap Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan Tabel 5.

  Distribusi Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan terhadap Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan

  No Dukungan Petugas Kesehatan Frekuensi Persentase (%)

  1

  2 Tidak Mendukung Mendukung

  37

  18 67,3 32,7

  Jumlah 55 100,0 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden, jumlah terbanyak terdapat pada responden yang petugas kesehatannya tidak memberikan dukungan yaitu sebanyak 67,3%.

4. Analisis Bivariat

  a. Hubungan pengetahuan ibu dengan praktek Inisiasi Menyusu Dini pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018 Tabel 6.