PERSEPSI PENONTON TERHADAP KESURUPAN DALAM KESENIAN JATHILAN

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERSEPSI PENONTON TERHADAP
KESURUPAN DALAM KESENIAN JATHILAN

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Oleh:
Meilissa Adelia Riani
NIM: 089114018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERSEPSI PENONTON TERHADAP
KESURUPAN DALAM KESENIAN JATHILAN

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Oleh:

Meilissa Adelia Riani
NIM: 089114018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014

i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ii


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Saya persembahkan tulisan ini untuk Papi, Mami,
Jeje, and Ooh. Thank you for being the best
supporter, best friend, and family that I’ve ever
and will always have.


iv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERSEPSI PENONTON TERHADAP

KESURUPAN DALAM KESENIAN JATHILAN
Meilissa Adelia Riani
ABSTRAK
Bagi orang Indonesia, peristiwa kesurupan sudah merupakan hal yang biasa terjadi.
Meskipun begitu, hasil dari penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa kesurupan masih
merupakan hal yang mengerikan untuk semua orang, bahkan kesurupan yang dimaksudkan
sebagai media hiburan pun masih dianggap mengerikan. Faktanya di banyak tempat masih
banyak orang yang mau menonton setiap ada pertunjukan Jathilan. Untuk mengetahui mengapa
penonton masih mau menonton Jathilan yang disertai kesurupan, maka penting untuk mengetahui
persepsi penonton terhadap kesurupan dalam pertunjukan Jathilan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana penonton Jathilan mempersepsi kesurupan yang ada dalam pertunjukan
Jathilan, dan melihat perilaku yang muncul saat menonton pertunjukan Jathilan. Peneliti
menggunakan tiga aspek yang membentuk persepsi, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
konatif. Peneliti menggunakan metode fenomenologi agar dapat mengetahui persepsi dan
pendapat personal subjek secara mendalam. Subjek yang digunakan adalah tiga orang remaja
yang gemar menonton Jathilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek mempersepsi
kesurupan dalam ranah kognitifnya sebagai hal yang menakutkan, namun pikiran tersebut tidak
diikuti dengan perasaan yang negatif melainkan perasaan yang menyertai adalah perasaan
positif, yaitu senang, kagum dan bangga. Sehingga perilaku yang akan muncul adalah subjek
tetap mau menonton Jathilan. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa akhirnya orang tetap mau

menonton Jathilan karena ternyata pikiran negatif tidak selalu diikuti perasaan negatif, namun
bisa diikuti perasaan positif sehingga menimbulkan predisposisi perilaku yang positif.
Kata kunci: penonton, kesurupan, persepsi

vi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

THE SPECTATORS’ PERCEPTION TOWARD
TRANCE IN JATHILAN
Meilissa Adelia Riani
ABSTRACT
For Indonesian people, trance is not a strange thing. But previous study said that trance
is still a horrible thing for all people, even when the trance is intended for entertainment. But the
fact is, in so many places, there are many people who still want to watch Jathilan show. To know

why do people still want to watch Jathilan with trance it is important to know the perception of the
spectators toward trance in Jathilan show. The aim of this study is to know how the spectators’
perception toward the trance in Jathilan show. The researcher used three aspects which is:
cognitive, affective, and action predisposition. The researcher used phenomenology approach to
know the subject’s perception and personal opinion more deeply. The subjects were three
teenagers who love to watch Jathilan. The results of this study showed that the three subjects
believed that trance is a scary thing, but they had positive feelings toward it so the action result
was they still want to watch Jathilan. The result of this study showed that in the cognitive aspect
the three subjects believed that trance was a scary thing, but that thought was not followed with
negative feelings but positive feelings instead, such as happy, admiration, and proud. So the action
result that will show is the subjects still want to watch Jathilan. This results explain why people
still want to watch Jathilan show, it is because negative thoughts was not always followed with
negative feelings, but it could be followed with positive feelings so it will rise a positive action
predisposition.
Keywords: spectator, trance, perception

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN

MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat limpahan
karunia dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.

2.

Dosen pembimbing akademik hingga tahun 2013 Almh. Dr. Ch. Siwi
Handayani, M.Si. yang selalu setia mendukung dan menyemangati kami
anak-anaknya untuk terus berjuang sampai ‘berdarah-darah’.

3.

Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang sabar menanti dan membimbing sampai terselesaikannya skripsi
ini.

4.

Bapak C. Siswa Widyatmoko, M. Si. dan Sr. Wina FCJ selaku dosen penguji

yang telah memberikan saran sehingga skripsi saya menjadi dapat lebih baik.

5.

Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma yang selama ini telah memberikan banyak ilmu, baik secara teori
maupun pengalaman.

6.

Papi di surga yang selalu melihat saya dari atas sana, Mami yang selalu
mendukung saya hingga saya bisa menjadi sarjana, Jeje yang selalu sabar
tanpa mengeluh menunggu saya selesai, dan Ooh yang walaupun sering tidak

ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK

TIDAKTERPUJI
TERPUJI

sabar tapi saya tahu Ooh sebenarnya sangat suportif. Terimakasih karena
telah dan akan selalu menjadi keluarga yang hangat untuk saya.
7.

Ketiga subjek saya Ch, Ans, dan Dr, terima kasih telah bersedia bercerita dan
ditanya-tanyai tentang kesurupan.

8.

Teman-teman angkatan 2008: Bray Tiwi, Anisa Bahar, Paulina Mercedes,
Nucih, Henisa Chibi, Peppy, Puput, Rimpi, Adita, Agnes, Chelly, Aix, Gigie,
Ines, Skolas, Bertha, Winas, Mace Siska, Anjun, Luci, Cik Cynthia, Ayu,
Dewi, Nina, Noni, Gety, Hesti, Sari, Agung, Vincent, Budi H., Budi, Wahyu,
Wawan, Prieska, Dessy, Nindy, Nita, Martha, Dian, Mitha, Fany, Irin, Intan,
Icha, Nana, Pudji, Cory, Rio, Alberto, Abet, Risya, dan teman-teman yang
lainnya.

9.

Teman-teman KKN, warga, dan Paguyuban Turonggo Jati Manunggal,
terimakasih untuk segala pengalaman yang saya dapat selama KKN.

10. Terakhir Paulus Frady Hendarto untuk kasihnya selama ini yang selalu
dengan sabar mengingatkan saya agar mengerjakan skripsi.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa
saja yang membacanya.
Yogyakarta, Februari 2014
Penulis,

Meilissa Adelia Riani

x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat penelitian ................................................................................ 6
1. Manfaat Praktis ................................................................................ 6
2. Manfaat Teoritis ............................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
A. Kerangka Teori..................................................................................... 7
1. Persepsi .................................................................................... 7
a. Pengertian Persepsi............................................................... 7

xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

b. Proses Pembentukan Persepsi .............................................. 8
c. Macam Persepsi .................................................................... 9
d. Aspek Persepsi ..................................................................... 10
2. Penonton................................................................................... 11
3. Persepsi Penonton .................................................................... 12
4. Remaja...................................................................................... 12
5. Jathilan ..................................................................................... 14
6. Kesurupan ................................................................................ 16
B. Penelitian sebelumnya .......................................................................... 18
C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 19
D. Dinamika Penelitian ............................................................................. 19
1. Batasan Penelitian ............................................................................ 19
2. Alur Berpikir .................................................................................... 21
BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................. 23
A. Metode Penelitian................................................................................. 23
B. Fokus Penelitian ................................................................................... 24
C. Metode Pengambilan Sampel............................................................... 28
D. Subjek Penelitian.................................................................................. 29
E. Metode Pengambilan Data ................................................................... 30
F. Metode Analisis Data ........................................................................... 31
1. Organisasi Data .............................................................................. 32
2. Koding ............................................................................................ 32
3. Interpretasi...................................................................................... 32

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................... 33
1. Credibility ...................................................................................... 33
2. Dependability ................................................................................. 34
3. Confirmability ................................................................................. 34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 35
A. Prosedur Pengambilan Data ................................................................. 35
B. Subjek Penelitian.................................................................................. 37
1. Subjek 1 ........................................................................................... 37
2. Subjek 2 ........................................................................................... 38
3. Subjek 3 ........................................................................................... 38
C. Hasil Analisis Data Penelitian .............................................................. 38
D. Pembahasan ........................................................................................... 53
BAB V. PENUTUP .......................................................................................... 59
A. Kesimpulan .......................................................................................... 59
B. Saran ..................................................................................................... 60
1. Bagi Penonton Jathilan..................................................................... 60
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61
LAMPIRAN ..................................................................................................... 64

xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Aspek-aspek yang akan Diungkap Dalam Penelitian ........................ 25
Tabel 2. Pedoman Wawancara ......................................................................... 26
Tabel 3. Tabel Analisis Subjek 1 ..................................................................... 38
Tabel 4. Tabel Analisis Subjek 2 ..................................................................... 43
Tabel 5. Tabel Analisis Subjek 3 ..................................................................... 47

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi orang Indonesia, peristiwa kesurupan sudah merupakan hal
yang biasa terjadi. Meskipun begitu, sebagian besar orang Indonesia masih
menganggap kesurupan sebagai hal yang mengerikan dan menakutkan.
Seperti pada penelitian oleh Muhammad Riza dan Istina Puji R
(Universitas Airlangga, 2010), yang meneliti tentang perbedaan persepsi
pada kesurupan sebagai dua fenomena yang berbeda, yaitu kesurupan
sebagai hiburan dan kesurupan sebagai proses pengobatan, kemudian
menemukan aspek apa yang mempengaruhi persepsi tersebut. Hasil dari
penelitian ini menyebutkan bahwa kesurupan masih merupakan hal yang
mengerikan untuk semua orang. Kesurupan yang digunakan sebagai media
hiburan juga masih dianggap mengerikan oleh penontonnya. Tarian Kuda
Lumping yang dimaksudkan sebagai hiburan, masih tetap tidak bisa
menyingkirkan persepsi menakutkan dari mata penontonnya. Hal ini juga
didukung oleh berita yang mengatakan beberapa pengunjung berlari
menghindari penari Jathilan yang tiba-tiba kesurupan. Penari yang
kesurupan bertingkah seperti binatang dan melakukan hal yang dianggap
menakutkan bagi beberapa orang (Tribun, 2012).
Faktanya di banyak tempat masih banyak orang yang mau
menonton setiap ada pertunjukan Jathilan. Ketika ada pertunjukan Jathilan,

1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

orang-orang masih tertarik untuk melihatnya. Dengan adanya pendapat
bahwa kesurupan merupakan hal yang mengerikan, mengapa masih
banyak orang yang tertarik untuk menonton Jathilan? Benarkah kesurupan
itu menakutkan? Hal inilah yang akan peneliti teliti lebih lanjut untuk
mengetahui bagaimana penonton Jathilan mempersepsi kesurupan yang
ada dalam pertunjukan Jathilan, dan mendeskripsikan persepsi kesurupan
dari sudut pandang penontonnya. Hal ini menjadi penting dibahas karena
kita akan memahami bagaimana kesurupan dipandang oleh penonton yang
tetap suka menonton Jathilan meskipun ada orang yang berpendapat
bahwa kesurupan adalah kejadian yang mengerikan dan menakutkan.
Dengan memahami persepsi kesurupan dari sudut pandang penonton ini,
kita dapat mengerti mengapa masih banyak orang yang gemar menonton
Jathilan meski dikatakan kesurupan itu mengerikan dan menakutkan.
“Kesurupan dipercaya oleh masyarakat sebagai suatu keadaan yang
terjadi bila roh yang lain memasuki seseorang dan menguasainya sehingga
orang itu menjadi lain dalam hal bicara, perilaku, dan sifatnya. Perilakunya
menjadi seperti ada kepribadian lain yang ‘memasukinya’.” Risma (2007).
Keadaan ini dimanfaatkan oleh para penari dalam kesenian Jathilan,
mereka membiarkan dirinya kesurupan agar bisa melakukan hal-hal yang
tidak biasa, seperti makan kembang, mengupas kelapa dengan gigi, makan
beling, atau dipecut. Jathilan adalah tarian yang cukup terkenal di
Indonesia, sebutan lainnya adalah kuda lumping atau jaran kepang. Tarian
ini ditarikan oleh sekelompok pria/wanita yang menggunakan kuda yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

terbuat dari bambu sebagai media primer penari untuk menunjukkan arti
simbolik dan termasuk satu elemen dari fenomena nyata kesurupan
(Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia:1999, 37).
Berdasarkan pengamatan peneliti selama Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Dukuh Kepuh, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta, warga sekitar masih menggemari
pertunjukan Jathilan yang diadakan oleh paguyuban setempat. Antusiasme
warga terlihat dari banyaknya orang-orang yang datang pada pertunjukan
Jathilan dari anak kecil, pemuda, sampai orang tua walaupun pertunjukan
Jathilan rata-rata diadakan pada malam hari, penonton yang datang tetap
saja banyak. Antusiasme warga dalam menonton Jathilan inilah yang
memunculkan pertanyaan penelitian ini, yaitu jika memang kesurupan
dalam Jathilan masih dianggap sebagai hal yang mengerikan dan
menakutkan mengapa masih banyak orang yang gemar menonton Jathilan?
Peneliti akan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan mewawancarai
orang yang gemar menonton Jathilan. Manfaat dari penelitian ini adalah
kita dapat mengetahui pengertian kesurupan dari sudut pandang penonton,
dan mendapat gambaran mengapa orang masih mau menonton pertunjukan
yang menampilkan aktivitas kesurupan kemudian dapat menjadi pedoman
untuk penonton agar dapat mengolah emosi dengan baik saat menonton
Jathilan sehingga tidak merasakan takut.
Dari fenomena pada paragraf diatas, muncul pertanyaan mengapa
masih banyak yang masih suka menonton pertunjukan Jathilan padahal

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

penelitian dari Muhammad Riza dan Istina Puji R. (2010) menunjukkan
bahwa penonton mempersepsi kesurupan dalam pertunjukan Kuda
Lumping dan Sablang Bakungan sebagai hal yang mengerikan. Maka
peneliti akan mencoba melihat bagaimana penonton Jathilan mempersepsi
kesurupan dalam pertunjukan Jathilan, dan melihat reaksi/perilaku yang
menyertai penonton Jathilan.
Persepsi adalah proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
panca inderanya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011). Gibson (1994)
menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap
lingkungan oleh seorang individu. Dalam hal ini, persepsi mencakup
penerimaan

stimulus

(inputs),

pengorganisasian

stimulus

dan

penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan
cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga
orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan
keadaannya sendiri (Gibson, 1986). Dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan proses pemberian arti terhadap kejadian yang disadari, yang
dipicu oleh stimulus eksternal dan internal, yang berasal dari panca
inderanya dan kemudian dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk
sikap seseorang.
Penonton Kuda Lumping dan Sablang Bakungan dalam penelitian
Muhammad Riza dan Istina Puji R (2010) mempunyai persepsi bahwa
kesurupan masih merupakan hal yang mengerikan. Hasil penelitian ini
memunculkan pertanyaan jika kesurupan dalam Jathilan adalah hal yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

mengerikan, mengapa masih banyak orang yang gemar menonton
Jathilan? Reaksi seseorang terhadap sesuatu yang mengerikan adalah
menghindarinya, namun yang terjadi adalah mereka justru menonton hal
yang mereka yakini sebagai sesuatu yang mengerikan. Hal ini menegaskan
masalah yang dibahas di paragraf-paragraf sebelumnya bahwa ada
kontroversi antara pendapat kesurupan sebagai hal yang mengerikan dan
fakta bahwa masih banyak orang yang gemar menonton Jathilan.

B. Rumusan Masalah
-

Bagaimana penonton Jathilan mempersepsi kesurupan pada kesenian
Jathilan?

-

Bagaimana dinamika emosi takut yang terjadi saat penonton Jathilan
menonton pertunjukan Jathilan yang disertai kesurupan?

C. Tujuan Penelitian
-

Memahami sejauh mana persepsi penonton kepada kesurupan dalam
kesenian Jathilan mempengaruhi perilaku menonton Jathilan.

-

Memahami dinamika perasaan takut yang terjadi saat penonton
menonton Jathilan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Praktis
 Mendapat informasi bagaimana persepsi penonton dalam
melihat kesurupan dalam pertunjukan Jathilan.
 Mendapat gambaran mengapa orang masih mau menonton
pertunjukan Jathilan yang menampilkan aktivitas kesurupan.
 Diharapkan

agar

masyarakat

tertarik

untuk

ikut

serta

melestarikan kebudayaan asli Indonesia, khususnya Jathilan.
2. Manfaat Teoritis
 Diharapkan dapat memberi pemahaman mengenai bagaimana
penonton Jathilan mempersepsi kesurupan dan perilaku yang
akan menyertai persepsi tersebut dalam sebuah pertunjukan
Jathilan.
 Dapat menjadi pedoman untuk penonton agar dapat mengolah
emosi dengan baik saat menonton Jathilan sehingga tidak
merasakan takut.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Persepsi
a) Pengertian Persepsi
Persepsi adalah proses seseorang mengetahui beberapa
hal melalui panca inderanya (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2011).

Gibson (1994) menjelaskan bahwa persepsi adalah

proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang
individu. Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan
stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan
atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara
yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap,
sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang
lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986).
Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang
mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut
pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986). Persepsi
adalah kesadaran tentang proses organik. (Makna ini berfokus
kepada persepsi sebagai sebuah kejadian yang disadari, sebagai
pengalaman aktual dari rantai proses-proses organik yang

7

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

dipicu oleh sejumlah stimulus eksternal atau internal) ( Kamus
Psikologi, 2010).
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap kejadian
yang disadari, yang dipicu oleh stimulus eksternal dan internal,
yang berasal dari panca inderanya dan kemudian dapat
mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap seseorang.

b) Proses Pembentukan Persepsi
Menurut

Ratnaningsih

(Amabile,

1992),

proses

terjadinya persepsi adalah karena adanya obyek atau stimulus
yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indera (obyek
tersebut menjadi perhatian panca indera), kemudian stimulus
tadi dibawa ke otak. Selanjutnya dari otak terjadi adanya
“kesan” atau jawaban (respon). Adanya stimulus berupa respon
atau kesan dibalikkan ke indera kembali berupa “tanggapan”
atau persepsi hasil kerja indera yaitu pengalaman hasil
pengolahan otak.
Proses pembentukan persepsi dalam penelitian ini
dimulai dari penonton yang mendapat rangsangan dari
menonton Jathilan yang diterima oleh indera penglihatan dan
pendengaran. Atau menggunakan indera penciuman jika
pertunjukan Jathilan melibatkan kemenyan. Kemudian dari

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9

menonton pertunjukan Jathilan tersebut stimulus dibawa ke
otak yang kemudian menyebabkan terjadinya “kesan” atau
jawaban. Kesan ini kemudian dibalikkan kembali ke indera
berupa tanggapan atau persepsi terhadap pertunjukan Jathilan.

c) Macam Persepsi
Ada dua macam persepsi, yaitu eksternal dan internal.
Persepsi eksternal adalah persepsi yang terbentuk karena
adanya rangsangan/stimulus dari luar individu. Sedangkan
persepsi internal adalah persepsi yang terjadi karena adanya
rangsangan/stimulus yang berasal dari individu itu sendiri.
Contoh

persepsi

pertunjukan

eksternal:

Jathilan,

saat

stimulus

seseorang

yang

menonton

diterima

adalah

pertunjukan Jathilan. Sedangkan contoh persepsi internal
adalah saat seseorang mempunyai sifat pemarah, saat dirinya
mendengar suara guru yang agak tinggi kemudian ia
mempersepsikan guru tersebut sedang marah, persepsi ini
terjadi karena adanya stimulus internal yang mempengaruhi
individu tersebut.
Dalam penelitian ini, macam persepsi yang digunakan
adalah persepsi eksternal karena stimulus yang diterima
individu berasal dari luar dirinya, yaitu menonton Jathilan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

d) Aspek Persepsi
Persepsi mengandung tiga komponen yang membentuk
struktur persepsi yaitu:
1). Komponen Kognitif (pemikiran/perseptual)
Menurut Walgito (2003) komponen kognitif
yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap
objek.
2). Komponen Afektif (Perasaan)
Komponen

afektif

menyangkut

masalah

emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek
persepsi. Secara umum, komponen afektif disamakan
dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi
emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau
apa yang kita percaya sebagai benar dan berlaku bagi
objek yang dimaksud. Rasa senang merupakan hal yang
positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal
yang negatif (Azwar, 2005).
3). Komponen Konatif (Predisposisi Perilaku)
Komponen predisposisi perilaku/konatif dalam
struktur persepsi menunjukkan bagaimana perilaku atau
kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11

seseorang berkaitan dengan objek persepsi yang
dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa
kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi
perilaku.

Pengertian

kecenderungan

perilaku

menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk
perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung
saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku
yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan
oleh seseorang (Azwar, 2005).

2. Penonton
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tonton (v);
menonton (v) mempunyai arti melihat (pertunjukan, gambar hidup,
dsb). Sedangkan

penonton adalah orang yang menonton

pertunjukan; orang yang hanya melihat (tidak campur, bekerja,
dsb.). Menonton berbeda dengan melihat. Melihat sendiri
mempunyai

arti

menggunakan

mata

untuk

memandang;

(memperhatikan). Melihat juga mempunyai makna sebagai melihat
sesuatu dengan sambil lalu dan santai ( Kamus Besar Bahasa
Indonesia). Dari kedua pengertian sebelumnya tentang menonton
dan melihat, dapat disimpulkan bahwa menonton mempunyai arti
yang

lebih

khusus,

menonton

memerlukan

durasi

dalam

pelaksanaannya. Jika melihat kita hanya melihat sesuatu sambil

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12

lalu, akan tetapi ketika menonton kita tinggal lebih lama untuk
menonton suatu pertunjukan, gambar hidup, dan sebagainya.
Penonton adalah orang yang hadir dalam suatu pertunjukan dan
intens menonton, menyimak alur, fokus, dan mempunyai konteks.

3. Persepsi Penonton
Pengertian persepsi adalah proses pemberian arti terhadap
kejadian yang disadari, yang dipicu oleh stimulus eksternal dan
internal, yang berasal dari panca inderanya dan kemudian dapat
mempengaruhi

perilaku

dan

membentuk

sikap

seseorang.

Sedangkan pengertian penonton adalah orang yang hadir dalam
suatu pertunjukan dan intens menonton, menyimak alur, fokus, dan
mempunyai konteks.
Dengan demikian pengertian persepsi penonton adalah
orang yang hadir dalam suatu pertunjukan yang kemudian
memberikan arti terhadap sesuatu yang intens ditonton olehnya,
menyimak alur, fokus, dan mempunyai konteks, dan kemudian
dapat mempengaruhi perilaku dan sikap seseorang.

4. Remaja
Alasan pengambilan subjek usia remaja adalah remaja
dianggap sudah mempunyai kemampuan berpikir, mengambil
keputusan dan memaparkan ide secara runtut sehingga saat

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13

menonton Jathilan bukan karena adanya paksaan dari orang tua
ataupun orang lain, melainkan merupakan keinginannya sendiri.
Kekuatan

pikiran

remaja

yang sedang berkembang

membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial yang baru.
Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealis; lebih mampu
menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang
orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 2002).
Remaja tidak lagi pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar
pemikiran. Sebaliknya, mereka dapat membangkitkan situasisituasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotesis, atau dalildalil dan penalaran yang benar-benar abstrak. Selain abstrak,
pemikiran remaja juga idealis. Remaja mulai berpikir tentang ciriciri ideal bagi mereka sendiri & orang lain dan membandingkan
diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini. Pada
saat yang sama, mereka juga berpikir lebih logis. Remaja mulai
berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk
memecahkan

masalah-masalah

dan

menguji

pemecahan-

pemecahan masalah secara sistematis (Santrock, 2002).
Masa remaja ialah masa dimana pengambilan keputusan
meningkat (Santrock, 2002). Dibandingkan dengan anak-anak,
remaja yang lebih muda cenderung menghasilkan pilihan-pilihan,
menguji situasi dari berbagai perspektif, mengantisipasi akibat dari

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14

keputusan-keputusan, dan mempertimbangkan kredibilitas sumbersumber (Santrock, 2002).
Dengan demikian remaja dipilih sebagai subjek penelitian
ini karena remaja sudah memiliki otonomi, tidak seperti anak-anak
yang pengambilan keputusannya masih banyak dipengaruhi orang
tua. Selain itu peneliti melihat remaja yang gemar menonton
kesenian tradisional seperti ini sudah jarang ditemui, kebanyakan
remaja masa kini lebih gemar menonton televisi, konser atau halhal yang modern.

5. Jathilan
Kuda Lumping dalam bahasa Jawa disebut juga Jaran
Kepang. Kesenian ini dimainkan dengan sebuah kuda buatan yang
tersusun dari anyaman bambu dan ijuk pohon aren lalu dibentuk
menyerupai kuda. Penyebaran budaya tari Kuda Lumping berada di
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sehingga asal usul lahirnya tari
Kuda Lumping seringkali diidentikkan dengan perjuangan
Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajahan Belanda.
Sementara sebagian rakyat lainnya percaya bahwa kesenian ini
sudah ada sejak jaman Raden Patah membangun kerajaan Demak.
Sebagai kesenian, Kuda Lumping menggabungkan unsur
tarian, nyanyian dan kekuatan magis sebagai satu kesatuan. Gerak
langkah ritmis, agresif dan dinamis dalam tari Kuda Lumping

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15

mewakili karakter kepahlawanan dalam sebuah perang. Tak heran
alunan musik yang terbentuk dari perpaduan suara kendang,
kenong, selompret dan gong terdengar hingar-bingar dan
mengundang sebagian besar masyarakat sekitar untuk berkumpul
menjadi satu. Momen inilah yang digunakan para pejuang jaman
Hindia-Belanda untuk menyatukan para pemuda sebagai pasukan
perlawanan (id.wikipedia.org).
Seringkali dalam pertunjukan Kuda Lumping diselipkan
unsur magis yang berupa bakar diri, makan beling, berjalan di atas
pecahan kaca dan menyayat tubuh sendiri dengan golok. Ini
terdengar mengerikan. Sebelum acara pagelaran Kuda Lumping
dimulai, biasanya diawali dengan ritual pembacaan mantra-mantra
tertentu oleh orang yang dipercayai memiliki kekutan sakti. Hal ini
diyakini dapat membantu penari Kuda Lumping lebih kuat dan
kebal terhadap berbagai macam senjata tajam.
Kuda Lumping biasanya dimainkan secara berpasangan
oleh kaum lelaki. Bisa 2 orang, 4 orang bahkan 6 orang sekaligus.
Namun dalam perkembangannya, kaum perempuan turut andil
sebagai penari Kuda Lumping dan menjadi penyambut tamu
penting yang berkunjung ke Pemerintahan Daerah. Hanya saja
bedanya, aksi penari perempuan tidak disertai dengan atraksi
makan pecahan kaca. Gerakan yang dilakukan pun cenderung

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16

luwes

dan

mencerminkan

keanggunan

pejuang

wanita.

(jadiberita.com)
Jadi berdasarkan penjelasan dari paragraf-paragraf diatas,
dapat disimpulkan bahwa kuda lumping merupakan kesenian yang
menggabungkan unsur tarian, nyanyian dan kekuatan magis
sebagai satu kesatuan. Peralatan musik yang digunakan antara lain
: kendang, kenong, selompret dan gong.

6. Kesurupan
Kesurupan secara umum merupakan sebuah perubahan
temporer didalam kesadaran yang disertai hilangnya rasa identitas,
sebuah

pemfokusan

selektif

kepada

aspek-aspek

spesifik

lingkungan dan perilaku-perilaku stereotip yang dialami sebagai
sesuatu yang berada diluar kontrol seseorang. Simtom-simtom ini
biasanya disertai oleh sebuah keyakinan bahwa dirinya kesurupan
sebuah ruh, kekuatan, atau orang lain. Istilah ini digunakan hanya
untuk oleh stress, disfungsi, dan tidak ada satupun kondisi ini yang
menjadi komponen normal dari upacara keagamaan / kebudayaan
lain. ( Kamus Psikologi, 2010).
Trance Disorder/Dissociative (Kamus Psikologi, 2010)
merupakan sebuah keadaan trance tidak dikehendaki yang tidak
dianggap sebagai aspek normal tradisi religius/cultural individu.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17

Trance religious (Kamus Psikologi, 2010) merupakan
sebuah kerasukan yang disebabkan devosi religius yang sangat
dalam. Sebenarnya istilah ‘kerasukan’ ini salah kaprah karena
kondisi yang diacu biasanya tidak menunjukkan penurunan fungsi
tubuh yang umumnya dikaitkan dengan makna kerasukan, malah
memanifestasikan sebuah kualitas perilaku atau sikap yang penuh
tenaga, kuat bahkan gila-gilaan. Mereka yang mengalami
kerasukan

religius

menunjukkan

gerak

tubuh

yang

tidak

dikehendaki, dan fungsi tubuhnya seolah berubah menjadi ‘supraalamiah’. Karena itulah, wajah individu yang kerasukan religius
terlihat seperti ‘sadar’ namun sebenarnya bukan kesadarannya
sendiri, dapat melakukan atraksi berbahaya seperti makan serpihan
kaca, bergerak seperti hewan sesuai ‘roh’ yang merasukinya.
Sanggup berbicara dalam bahasa berbeda yang tidak pernah
dikuasai sebelumnya, dan sanggup menceritakan sesuatu yang
tidak pernah diketahui individu tersebut, bahkan mungkin oleh
siapapun.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, kesurupan yang
peneliti gunakan dalam penelitian adalah kesurupan sebagai sebuah
perubahan temporer didalam kesadaran yang disertai hilangnya
rasa identitas. Orang yang kesurupan memanifestasikan sebuah
kualitas perilaku atau sikap yang penuh tenaga, kuat bahkan gilagilaan, menunjukkan gerak tubuh yang tidak dikehendaki, dan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18

fungsi tubuhnya seolah berubah menjadi ‘supra-alamiah’. Dalam
keadaan ini, orang yang kesurupan dapat melakukan atraksi
berbahaya seperti makan serpihan kaca, bergerak seperti hewan
sesuai ‘roh’ yang merasukinya. Sanggup berbicara dalam bahasa
berbeda yang tidak pernah dikuasai sebelumnya, dan sanggup
menceritakan sesuatu yang tidak pernah diketahui individu
tersebut, bahkan mungkin oleh siapapun.

B. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya merupakan penelitian dari Muhammad Riza
dan Istina Puji R. (Universitas Airlangga, 2010) yang berjudul Persepsi
Ritual Kesurupan dalam Budaya Jawa pada Kuda Lumping dan Sablang
Bakungan : sebuah Penelitian Indigeneous dalam Kebudayaan Jawa. Latar
belakang penelitian ini adalah adanya dua fenomena berbeda tentang
kesurupan, yaitu kesurupan sebagai hiburan dan kesurupan sebagai proses
penyembuhan (masyarakat Jawa menyebutnya Tolak Bala). Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Ada 10 partisipan yang
terlibat dalam penelitian ini yang berasal dari Kediri dan Banyuwangi di
mana Kuda Lumping dan Sablang Bakungan berasal. Hasil penelitian
menunjukkan partisipan berpikir bahwa kesurupan adalah hal yang
mengerikan karena perilaku orang / penari yang kesurupan sangat liar dan
tidak bisa dijelaskan. Mereka berperilaku sangat aneh. Meskipun tarian
Kuda Lumping ditujukan untuk pertunjukan hiburan tetap tidak

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19

mengurangi persepsi menakutkan pada penontonnya. Begitu juga persepsi
penonton pada kesurupan dalam tarian Sablang Bakungan. Meskipun
ritual ini dimaksudkan untuk menolak bencana, saat wanita tua yang
menari dalam Sablang Bakungan kesurupan tetap dianggap mengerikan.
Peneliti menemukan celah dari penelitian sebelumnya, yaitu dalam
penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Riza dan Istina Puji R subjek
yang digunakan bukan orang yang memang sering menonton kesenian
Jathilan atau Sablang Bakungan, Riza hanya mengambil beberapa sampel
yang berasal dari daerah yang mempunyai paguyuban Kuda Lumping dan
Sablang Bakungan tanpa ada keterangan memadai tentang alasan
pemilihan subjek.

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana penonton Jathilan mempersepsi kesurupan pada
kesenian Jathilan?
2. Bagaimana dinamika emosi takut yang terjadi saat penonton
Jathilan menonton pertunjukan Jathilan yang disertai kesurupan?

D. Dinamika Penelitian
1. Batasan Penelitian
Kata kunci dari penelitian ini adalah meneliti orang yang
gemar menonton Jathilan, maka untuk mendapatkan subjek yang
benar-benar gemar menonton Jathilan adalah dengan membatasi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20

pada orang yang sering menonton Jathilan, yaitu yang selalu
menonton setiap ada pertunjukan Jathilan di daerahnya. Kriteria
subjek lainnya adalah berusia remaja, sering menonton Jathilan
(menonton setiap ada pertunjukan Jathilan di dusunnya). Alasan
pengambilan subjek usia remaja adalah peneliti ingin melihat
alasan mengapa di jaman yang sudah serba modern ini masih
banyak generasi muda yang gemar menonton kesenian tradisional,
khususnya Jathilan. Serta usia remaja dianggap sudah mempunyai
kemampuan berpikir, mengambil keputusan dan memaparkan ide
secara runtut sehingga saat menonton Jathilan bukan karena adanya
paksaan dari orang tua ataupun orang lain, melainkan merupakan
keinginannya sendiri.
Kesurupan yang peneliti gunakan dalam penelitian adalah
kesurupan sebagai sebuah perubahan temporer didalam kesadaran
yang disertai hilangnya rasa identitas. Orang yang kesurupan dapat
melakukan atraksi berbahaya seperti makan serpihan kaca,
bergerak seperti hewan atau sesuai ‘roh’ yang merasukinya.
Sanggup berbicara dalam bahasa berbeda yang tidak pernah
dikuasai sebelumnya, dan sanggup menceritakan sesuatu yang
tidak pernah diketahui individu tersebut, bahkan mungkin oleh
siapapun.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21

2. Alur Berpikir
Penelitian ini berawal dari peneliti yang melihat adanya
kontoversi antara hasil penelitian Muhammad Riza dan Istina Puji
R. (2010) bahwa kesurupan dipersepsi sebagai hal yang
mengerikan dan fakta bahwa masih banyak orang yang menonton
pertunjukan Jathilan. Faktanya di lapangan, masih banyak orang
yang mau menonton setiap ada pertunjukan Jathilan bahkan
beberapa orang tidak pernah ketinggalan untuk menonton. Dengan
adanya

pendapat

bahwa

kesurupan

merupakan

hal

yang

mengerikan, mengapa masih banyak orang yang tertarik untuk
menonton Jathilan? Benarkah kesurupan itu menakutkan? Hal
inilah yang akan peneliti teliti lebih lanjut untuk mengetahui
bagaimana dinamika penonton Jathilan mempersepsi kesurupan
pada Jathilan dan perilaku yang menyertai persepsi penonton
tersebut.
Reaksi seseorang terhadap sesuatu yang mengerikan adalah
menghindarinya, namun yang terjadi adalah mereka justru
menonton hal yang diyakini sebagai sesuatu yang mengerikan.
Penelitian ini bermula dari penonton yang melihat kesurupan
dalam sebuah

pertunjukan Jathilan; penelitian sebelumnya

menunjukkan persepsi penonton terhadap kesurupan dalam
pertunjukan Jathilan adalah mengerikan dan menakutkan. Namun
peneliti melihat fakta di lapangan bahwa masih banyak yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22

menggemari

pertunjukan

Jathilan,

maka

peneliti

mencoba

menggali yang dialami penonton saat menonton pertunjukan
Jathilan yang disertai kesurupan dengan melihat aspek-aspek dalam
persepsi yaitu: aspek kognitif (pikiran), aspek afektif (perasaan),
dan aspek konatif (perilaku). Hal ini menjadi penting dibahas
karena kita akan memahami bagaimana kesurupan dipandang oleh
penonton yang tetap suka menonton Jathilan meskipun ada
pendapat bahwa kesurupan adalah kejadian yang mengerikan dan
menakutkan. Dengan memahami persepsi kesurupan dari sudut
pandang penonton ini, kita dapat mengerti mengapa masih banyak
orang yang gemar menonton Jathilan meski dikatakan kesurupan
itu mengerikan dan menakutkan; dan kemudian dapat menjadi
pedoman untuk penonton agar dapat mengolah emosinya dengan
baik saat menonton Jathilan sehingga tidak merasakan takut.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini hendak melihat bagaimana persepsi penonton
Jathilan yang disertai kesurupan. Persepsi penonton adalah proses
pemberian arti terhadap kejadian yang disadari oleh penonton, yang dipicu
oleh stimulus eksternal dan internal, yang berasal dari panca indera
sewaktu

menonton

pertunjukan

Jathilan

yang

kemudian

dapat

mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap orang tersebut. Maka dapat
dikatakan bahwa penelitian yang akan dilakukan bersifat sosial yang perlu
memahami persepsi akan kesurupan pada Jathilan dari sudut pandang
subyek. Oleh karena itu, jenis penelitian yang dirasa tepat adalah
penelitian kualitatif yang lebih memfokuskan pada pemahaman daripada
pengukuran. Penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln (dalam
Moleong, 2009) adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan
jalan melibatkan metode yang ada (wawancara, pengamatan, dan
pemanfaatan dokumen).
Metode

penelitian

yang

akan

digunakan

adalah

metode

fenomenologi. Metode penelitian fenomeologi ini dipilih karena sesuai
dengan tujuan dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu berusaha
mengeksplorasi pengalaman personal serta menekankan pada persepsi atau
pendapat personal seorang individu tentang objek atau peristiwa (Smith,

23

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24

2009). Stanley Deetz (1999) menyimpulkan tiga prinsip dasar dalam
fenomenologi: 1. Pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak
disimpulkan dari pengalaman tetapi ditemukan secara langsung dari
pengalaman yang disadari “conscious experience”. 2. Makna dari sesuatu
tergantung dari apa kegunaan sesuatu tersebut dalam kehidupan individu.
Dengan kata lain, bagaimana hubungan kita dengan sesuatu ditentukan
oleh apa makna sesuatu tersebut dalam kehidupan kita. 3. Bahasa adalah
sarana makna. Kita mengalami dan memaknai dunia sosial kita melalui
bahasa yang kita gunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan
dunia sosial tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti berusaha memahami persepsi yang
dimiliki oleh penonton. Menurut Smith (2009) kata “memahami” sangat
mewakili

kedua

aspek

memahami-interpretasi

dalam

artian

mengidentifikasi atau berempati dan memahami dalam artian berusaha
memaknai. Dengan menggunakan kedua aspek tersebut dalam penelitian
cenderung akan menghasilkan analisis yang lebih kaya dan melaksanakan
keadilan yang lebih besar terhadap totalitas pribadi.

B. Fokus Penelitian
Fenomena yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah persepsi
penonton terhadap kesurupan dalam pertunjukan Jathilan. Fokus dalam
penelitian ini, yaitu menggali persepsi penonton yang menonton
pertunjukan Jathilan yang disertai kesurupan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25

Persepsi penonton terhadap kesurupan dalam kesenian Jathilan
tidak lepas dari aspek kognitif, afektif, dan konatif. Aspek-aspek dan
pedoman umum wawancara terhadap penonton pertunjukan Jathilan yang
disertai kesurupan akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
- Aspek-aspek
Aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian ini antara lain :
Tabel 1. Aspek-aspek yang akan Diungkap dalam Penelitian
Aspek
1. Kognitif

Hal-hal yang Diungkap
 Ingatan

atau

pengetahuan,

pandangan

penonton

kesurupan

dalam

dan

tentang
pertunjukan

Jathilan
2. Afektif

 Berbagai perasaan yang dirasakan
penonton

pertunjukan

sehubungan

dengan

Jathilan
fenomena

kesurupan; berbagai perasaan ketika
melihat

penarinya

mengalami

kesurupan.
3. Konatif

 Bagaimana
setelah

penonton
menonton

berperilaku
pertunjukan

Jathilan yang disertai kesurupan.
Sejauh mana kejadian kesurupan
mempengaruhi

tindakan-tindakan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26

dan

aktivitas

kehidupan

dalam

kehidupan sehari-hari.

- Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara yang akan digunakan untuk memperoleh data
yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 2. Pedoman Wawancara
Target Jawaban

Pertanyaan

I. Untuk mendapatkan informasi -

Kg

=

Bagaimana

anda

tentang definisi subjek tentang memandang peristiwa kesurupan
kesurupan,
dirasakan,
menyertai

perasaan
dan

yang dalam pertunjukan Jathilan?

perilaku

saat

pertunjukan Jathilan

yang - Kg = Apakah yang ada di pikiran

menonton Anda ketika mendengar tentang
kesurupan

dalam

sebuah

pertunjukan Jathilan?
- Af

= Apa yang anda rasakan

ketika menonton kesurupan dalam
pertunjukan Jathilan?
- Kn = Apa yang Anda lakukan
ketika

ada

kejadian

kesurupan

dalam pertunjukan Jathilan yang
sedang Anda tonton?
- Kn = Hal apakah yang ada di

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27

pikiran Anda setelah menonton
kesurupan

dalam

pertunjukan

Jathilan?
II. Untuk mendapatkan informasi - Kg = Menurut anda bagaimana
tentang pandangan, perasaan, dan jika
perilaku

subjek

dalam

suatu

pertunjukan

terhadap Jathilan tidak ada penari yang

pertunjukan Jathilan yang tidak kesurupan?
disertai kesurupan

- Af = Bagaimana perasaan anda
ketika

menonton

Jathilan

yang

pertunjukan
tidak

ada

kesurupannya?
- Kn = Apa yang Anda lakukan
misalnya Anda menonton sebuah
pertunjukan Jathilan yang tidak ada
kesurupannya?
III. Untuk mendapatkan informasi - Kg = Menurut Anda apakah
mengenai posisi kesurupan dalam dalam sebuah pertunjukan Jathilan
pertunjukan Jathilan.

harus ada kejadian kesurupannya?
Mengapa?

IV. Untuk mendapatkan informasi - Kg = Apa yang membuat anda
tentang mengapa subyek tetap mau tetap mau menonton pertunjukan
menonton
yang

pertunjukan

disertai

Jathilan Jathilan yang disertai kesurupan?

kesurupan

dan - Kn = Apa tetap akan menonton

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28

perilaku subjek ketika memutuskan pertunjukan Jathilan yang disertai
tetap

menonton

pertunjukan kesurupan?

Jathilan yang disertai kesurupan

C. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode Purposive Sampling. Dalam pendekatan
purposif peneliti hanya memilih subyek yang dianggap memiliki informasi
berkenaan dengan permasalahan penelitian. Oleh karena itu, peneliti
terlebih dulu menetapkan kriteria yang harus dimiliki subyek sebelum
melakukan proses pengambilan data.
Purposive Sampling adalah pengambilan sampel dengan melihat
syarat-syarat dan kriteria-kriteria tertentu berupa ciri-ciri yang sudah
ditemukan sebelumnya, sesuai dengan tujuan penelitian (Arikunto, 1989).
Adapun kriteria dalam penelitian ini antara lain :
1. Sering menonton Jathilan yang disertai kesurupan (menonton
setiap ada pertunjukan Jathilan di dusunnya).
2. Penonton yang hadir dan intens menonton minimal 75%