KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA STAINLESS STEEL TIPE 316 PADA LARUTAN AMONIA (NH3 ) TUGAS AKHIR - Karakteristik sifat mekanis baja stainless steel tipe 316 pada larutan amonia (NH3) - USD Repository

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA STAINLESS STEEL TIPE 316 PADA LARUTAN AMONIA (NH

  3 )

TUGAS AKHIR

  

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

  Disusun oleh :

  

Nama : Matias Yogi Widyanto

NIM : 085214017

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2012

  3 )

FINAL PROJECT

  

Presented as partitial fulfillment of the requirement

as to obtain the Sarjana Teknik degree

in Mechanical Engineering

  By :

  

Name : Matias Yogi Widyanto

Student Number : 085214017

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTEMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

  

2012

II THE CHARACTERISTICS OF MECHANICAL PROPERTIES

  III

  

TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA STAINLESS STEEL

TIPE 316 PADA LARUTAN AMONIA (NH 3 )

  Diajukan oleh :

  

MATIAS YOGI WIDYANTO

NIM : 085214017

  Telah disetujui oleh : Pembimbing Tugas Akhir

  2 Agustus 2012 KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA STAINLESS STEEL TIPE 316 PADA LARUTAN AMONIA (NH

  3 )

IV TUGAS AKHIR

  

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  V

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Matias Yogi Widyanto NIM : 085214017

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS BAJA STAINLESS STEEL TIPE 316 PADA LARUTAN AMONIA (NH )

  3

  beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 28 September 2012 Yang menyatakan ( Matias Yogi Widyanto)

  VI

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Sang Pemberi Kehidupan, Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kesehatan, kekuatan dan keteguhan sehingga penulis dapat menjalani proses dan menyelesaikan penelitian tugas akhir Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Tugas akhir ini berisikan tentang penelitian karakteristik sifat mekanis baja stainless steel tipe 316 pada larutan amonia (NH

  3 ). Tugas akhir ini merupakan

  salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana S-1 pada Program Studi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis sangat menyadari banyak orang yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung dalam menentukan kelancaran proses studi saya hingga sekarang. Penulis sangat bersyukur dan berterima kasih kepada orang tua tercinta beserta kakak yang telah mendukung sepenuhnya secara materi dan motivasi.

  Pembimbing tugas akhir Bapak I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T. dan Bapak Ir. F.A. Rusdi Sambada, M.T. yang telah banyak memberikan ilmu dan membantu segala hal demi kelancaran penelitian dan penulisan Tugas Akhir.

  Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik, Bapak Ir. P.K.

  Purwadi selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin, seluruh dosen, laboran, dan staff Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma yang telah mengajarkan, memberikan dan membantu banyak hal selama proses studi di Jurusan Teknik Mesin.

  VII Terima kasih juga pada rekan penelitian Deni Setiawan, teman - teman yang sudah menghadiri seminar TA, dan seluruh teman-teman Teknik Mesin 2008 kelas A dan kelas B yang tidak bias disebutkan satu per satu. Terima kasih banyak atas dukungan kalian semua. Demikianlah ucapan singkat yang mewakili rasa terima kasih saya yang tak terhingga kepada semua orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses studi saya.

  Inilah penelitian dan penulisan Tugas Akhir yang penulis buat dengan keringat dan bantuan banyak orang. Penulis yakin selama proses studi yang dialami hingga saat ini akan dan harus membuat penulis menjadi pribadi yang

  • – lebih baik di masa depan. Penulis juga memohon maaf kepada semua orang orang tersebut atas segala kesalahan yang pernah dibuat baik sengaja ataupun tidak disengaja. Terima kasih banyak.

  Penulis

  VIII

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... I

TITLE PAGE .................................................................................................... II

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ IV

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... V

KATA PENGANTAR .................................................................................... VII

DAFTAR ISI ................................................................................................... IX

DAFTAR TABEL .......................................................................................... XII

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... XIII

  INTISARI ….. ................................................................................................ XV

   BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

  1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 2

  1.3 Batasan Masalah ..................................................................... 3

  1.4 Tujuan Penelitian .................................................................... 3

  1.5 Manfaat ................................................................................... 4

  BAB II DASAR TEORI

  2.1 Landasan Teori ...................................................................... 5

  IX

  2.1.1 Jenis - Jenis Stainless Steel ............................................ 5

  2.1.2 Pengelasan GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) .......... 7

  2.1.3 Korosi pada Stainless Steel ............................................ 9

  2.1.4 Uji Tarik ...................................................................... 13

  2.1.5 Uji Vickers (HV/VHN)................................................ 17

  2.1.6 Laju Penetrasi Korosi .................................................. 18

   BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Diagram Alir Penelitian ........................................................ 19

  3.1.1 Uji Tarik ...................................................................... 20

  3.1.2 Uji Kekerasan dengan Metode Pengujian Mikro Vickers ………………………………………………………………..22

  3.1.3 Perhitungan Laju Penetrasi Korosi ............................... 24

  3.1.4 Alat Pengisian Amonia .............................................. 25

  3.1.5 Langkah Pengisian Amonia ..................................... 26

  3.1.6 Peralatan Pendukung ................................................... 27

   BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1 Uji Tarik ............................................................................... 32

  4.2 Uji Kekerasan ....................................................................... 35

  4.3 Laju Penetrasi Korosi ............................................................ 41

  X

BAB V PENUTUP

  5.1 Kesimpulan ........................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA

  …………………………………………………………..45

  LAMPIRAN

  XI XII

  

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Spesifikasi Amonia (NH

  

3 )

Tabel 4.1 Hasil uji tarik spesimen variasi waktu 0 jamTabel 4.2 Hasil uji tarik spesimen variasi waktu 300 jamTabel 4.3 Hasil uji tarik spesimen variasi waktu 600 jamTabel 4.4 Hasil uji tarik spesimen variasi waktu 900 jamTabel 4.5 Hasil uji kekerasan spesimen variasi waktu 0 jamTabel 4.6 H

  asil uji kekerasan spesimen dengan variasi waktu 300 jam

Tabel 4.7 Hasil uji kekerasan spesimen dengan variasi waktu 600 jam Tabel 4.8

  Hasil uji kekerasan spesimen mula - mula dengan variasi waktu 900 jam

Tabel 4.9 Hasil laju korosi spesimen mula - mula berdasarkan 3 variasi

  waktu

Tabel 4.10 Hasil laju korosi spesimen las berdasarkan 3 variasi waktu

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur atom fasa martensitGambar 2.2 Struktur atom fasa feritGambar 2.3 Struktur atom fasa austenitikGambar 2.4 Pengelasan GTAWGambar 2.5 Korosi MerataGambar 2.6 Korosi GalvanisGambar 2.7 Korosi celahGambar 2.8 Korosi sumuran (pitting)Gambar 2.9 Aliran turbulen korosi erosiGambar 2.10 Struktur mikro korosi batas butirGambar 2.11 Struktur mikro stress corrosionGambar 2.12 Diagram Tegangan

  • – Regangan

Gambar 2.13 Metode Offset pada material getasGambar 2.14 Bentuk dan Dimensi Benda Uji TarikGambar 2.15 Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001)Gambar 2.16 Pengujian VickersGambar 3.1 Diagram alir penelitianGambar 3.2 Spesimen uji tarik dengan lasGambar 3.3 Spesimen uji vickers dengan lasGambar 3.4 Skema alat pendingin absorbsiGambar 3.5 Pompa vakumGambar 3.6 Niple

  XIII

Gambar 3.7 Hand pumpGambar 3.8 Kompresor manualGambar 3.9 Kompor listrikGambar 3.10 StorageGambar 3.11 Timbangan analitikGambar 3.12 Alat uji tarikGambar 3.13 Alat uji mikro VickersGambar 4.1 Grafik perbandingan kekuatan tarik terhadap waktu perendamanGambar 4.2 Grafik nilai kekerasan spesimen mula

  • – mula

Gambar 4.3 Grafik nilai kekerasan spesimen mula

  • – mula per titik

Gambar 4.4 Grafik nilai kekerasan rata

  • – rata per bagian pada spesimen las

Gambar 4.5 Grafik perbandingan laju korosi antar spesimen

  XIV

  

INTISARI

  Penggunaan material logam dalam berbagai bidang selalu memperhatikan lingkungan di sekitar material tersebut. Lingkungan yang korosif akan menghasilkan reaksi oksidasi yang terjadi pada permukaan logam dengan lingkungan sekitar. Salah satu lingkungan korosif adalah air (H O) dan didalam

  2

  air terdapat zat yang dapat terlarut banyak kandungan salah satunya adalah amonia (NH

  3 ).

  Ketahanan terhadap lingkungan korosif merupakan salah satu faktor utama yang harus dimiliki stainless steel terutama apabila kaitannya dengan peralatan yang mengutamakan sifat mekanis dari stainless steel. Stainless steel tipe 316 merupakan salah satu jenis dari sekian banyak jenis stainless steel yang terdapat dipasaran. Peneliti kali ini akan mencermati pengaruh media korosif uap amonia terhadap sifat mekanis stainless steel tipe 316. Media korosif merupakan uap amonia dengan tekanan 11 bar. Spesimen stainless steel akan berada di dalam lingkungan uap amonia selama 3 variasi waktu, yaitu 300 jam, 600 jam dan 900 jam. Setelah itu, sifat mekanis kemudian diukur meliputi kekuatan tarik, kekerasan Vickers dan laju penetrasi korosi. Pada akhirnya, perbandingan dilakukan antara kondisi tanpa uap amonia, 300 jam, 600 jam dan 900 jam. Hal ini dilakukan untuk menganalisa besarnya pengaruh amonia terhadap kekuatan tarik, kekerasan Vickers dan laju penetrasi korosi stainless steel tipe 316.

  Hasil penelitian ini, didapatkan peningkatan nilai kekuatan tarik sebesar

  17 MPa. Peningkatan kekerasan secara mikro mencapai 16 HV. Laju penetrasi korosi tertinggi mencapai 0.012 mm/tahun.

  XV

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Ilmu pengetahuan dan teknologi pada era sekarang menjadi faktor penting dan tidak dapat terpisahkan dalam usaha untuk peningkatan teknologi penggunaan material baja tahan karat (stainless steel) di segala bidang.

  Seperti halnya penggunan stainless steel pada lingkungan industri, rumah sakit, perkantoran sampai rumah tangga yang menggunakan peralatan – peralatan yang terbuat dari stainless steel. Seiring dengan banyaknya penggunaan stainless steel maka terdapat banyak macam spesifikasi stainless steel yang sesuai tujuan penggunaan. Selain itu tiap tipe stainless steel memiliki karakteristik yang berbeda terhadap kondisi tertentu, seperti halnya kekuatan tarik, kekuatan tekan, ketahanan terkorosi dan lain – lain.

  Korosifitas terhadap suatu material logam termasuk pada stainless steel akan mempengaruhi kekuatan dari material itu sendiri. Ketahanan terhadap lingkungan korosif merupakan salah satu faktor utama yang harus dimiliki stainless steel terutama apabila kaitannya dengan peralatan yang mengutamakan kekuatan dari stainless steel. Salah satu media korosif yaitu air (H O), namun

  2

  perlu diketahui juga dapat terlarut banyak kandungan zat didalam air salah satunya adalah amonia (NH ).

3 SIFAT-SIFAT FISIK

  1

Tabel 1.1 Spesifikasi Amonia (NH

  3 )

   NH

  3

   Penampilan Gas tak berwarna dan berbau tajam Sifat-sifa

   -33.34 °C (239.81 K)

  9.25 (pK )

  4.75

  b

  Perlu diketahui pada penelitian kali ini penggunaan media korosif yaitu dengan menggunakan cairan amonium hidroksida ( larutan NH

  3 dalam air ).

1.2 Perumusan Masalah

  Penelitian ini dilakukan dengan mengkondisikan spesimen stainless steel 316 di dalam lingkungan korosif dengan media amonia. Proses pengkondisian ini dilakukan dengan 3 variasi waktu, yaitu 300 jam, 600 jam, dan 900 jam. Besarnya pengaruh amonia terhadap kekuatan tarik, kekerasan dan laju penetrasi korosi akan dilihat setelah periode waktu selesai. Setelah itu, dilakukan perbandingan nilai kekuatan tarik & kekerasan antara spesimen yang terkorosi media amonia dengan spesimen media udara terbuka. Perlu diketahui amonia yang digunakan dalam proses ini berbentuk uap.

  2

  1.3 Batasan Masalah

  Batasan masalah yang ditetapkan dalam penelitian kali ini adalah : 1. Material yang digunakan adalah stainless steel tipe 316.

  2. Tebal material yang digunakan adalah 1.8 mm.

  3. Media korosif adalah uap amonia dengan tekanan ± 11 bar.

  4. Spesimen dikondisikan dalam media korosif pada 3 variasi waktu, yaitu 300 jam, 600 jam dan 900 jam.

  5. Sifat mekanis yang diuji adalah pengujian kekuatan las dan pengukuran kekerasan spesimen.

  6. Pengujian kekuatan las spesimen dilakukan dengan pengujian tarik.

  7. Pengukuran kekerasan spesimen dilakukan dengan pengujian mikro vickers

  1.4 Tujuan Penelitian

  Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian kali adalah sebagai berikut :

  1. Mengetahui pengaruh uap amonia terhadap kekuatan tarik pada stainless steel 316.

  2. Mengetahui pengaruh uap amonia terhadap nilai kekerasan pada stainless steel 316.

  3. Mengetahui laju penetrasi korosi stainless steel 316 pada lingkungan korosif uap amonia.

  3

1.5 Manfaat

  Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian kali ini adalah :

  1. Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat menjadi referensi dalam kaitannya penggunaan material stainless steel 316.

  2. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan kepustakaan teknologi tentang material stainless steel.

  3. Masyarakat umum dapat mengetahui kelayakan suatu material stainless steel sesuai dengan penggunaannya.

  4

BAB II DASAR TEORI

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Jenis - Jenis Stainless Steel

  Stainless Steel adalah baja paduan dengan kandungan kromium (Cr) setidaknya 10.5%. Kemampuan tahan karat pada stainless steel diperoleh dari terbentuknya lapisan film oksida kromium (Cr

  2 O 3 ) yang menghalangi

  proses oksida besi. Secara garis besar terdapat tiga golongan utama dari stainless steel adalah sebagai berikut :

  1. Tipe Martensitik Baja ini memiliki struktur martensit body-centered cubic (BCC).

  Memiliki kandungan kromium 10.5 – 18%, dan karbon melebihi 1.2%. Karakteristik tipe ini bersifat magnetis dan machineability baik. Aplikasi secara umum adalah pisau, spring, dan poros.

Gambar 2.1 Struktur atom fasa martensit (Djaprie, 1991)

  2. Tipe Feritik Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic (BCC).

  Kandungan kromium umumnya kisaran 10.5 – 30%. Karakteristiknya ferromagnetik, ulet, dan machineability yang baik. Aplikasi secara umum lebih pada pemakaian dekoratif arsitektur.

Gambar 2.2 Struktur atom fasa ferit (Djaprie, 1991)

  3. Tipe Austenitik Tipe austenitik mempunyai struktur face centered cubic (FCC).

  Memiliki kandungan kromium 16-20%, nikel 7-22%, dan nitrogen. Pada umumnya tipe ini bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dibandingkan tipe ferritik dan martensit.

Gambar 2.3 Struktur atom fasa austenitic (Djaprie, 1991)

2.1.2 Pengelasan GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)

  Pada penelitian kali ini dilakukan proses pengelasan metode GTAW yang kaitannya dengan beberapa bagian pada alat pendingin absorbsi seperti pada penyambungan pipa. Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) atau Tungsten Inert Gas (TIG) merupakan proses las busur (arc welding) yang menggunakan inert gas sebagai pelindung dan tungsten/wolfram sebagai elektrodanya. Elektroda yang digunakan termasuk elektroda tidak terumpan (non consumable) dan sebagai tumpuan terjadinya busur listrik. Daerah pengelasan (HAZ) dilindungi oleh inert gas supaya tidak terkontaminasi dengan udara luar. Inert gas yang biasa digunakan adalah argon dan helium. GTAW mampu menghasilkan las yang berkualitas baik pada hampir semua logam mampu las. Ilustrasi pengelasan GTAW dapat terlihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pengelasan GTAW (Setiadi, 2011)

  Kelebihan dari pengelasan GTAW :

  • Hasil pengelasan bermutu tinggi pada bahan ferrous dan non ferrous • Sedikit menimbulkan asap.
  • Tidak timbul slag.
  • Tidak adanya sparks. Kekurangan dari pengelasan GTAW : • Travel speed lebih lambat dibandingkan las lainnya.
  • Sinar UV lebih terang dibandingkan dengan las lainnya.
  • Membutuhkan welder yang terampil.
  • Biaya pengelasan yang relatif mahal.

2.1.3. Korosi pada Stainless Steel

  Korosi adalah kerusakan / degradasi logam / penurunan kualitas material akibat bereaksi dengan lingkungan.

  Korosi dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :

  1. Korosi Merata Korosi ini terjadi diseluruh permukaan logam atau paduan yang bersentuhan dengan elektrolit pada intensitas yang sama.

Gambar 2.5 Korosi Merata (Corrosionist, 2012)

  2. Korosi Galvanik (Bimetal) Korosi yang terjadi bila dua buah logam yang berbeda berada dalam satu elektrolit, dalam keadaan ini logam yang nilai potensialnya lebih rendah akan terkorosi.

Gambar 2.6 Korosi Galvanis (Corrosionist, 2012)

  3. Korosi Celah Merupakan korosi lokal yang terjadi pada sela-sela sambungan logam yang sejenis atau pada retakan di permukaan logam. Biasanya terjadi karena celah tersebut terisi oleh elektrolit yang mengakibatkan terjadinya sel korosi. Korosi ini banyak ditemui pada konstruksi rangka/karoseri kendaraan.

Gambar 2.7 Korosi Celah (Corrosionist, 2012)

  4. Korosi Sumuran (pitting) Merupakan korosi lokal yang menghasilkan lubang-lubang pada permukaan logam sedangkan pada bagian dalamnya membentuk

  “sumuran” yang tidak tampak. Korosi jenis ini dianggap lebih berbahaya dan sulit terdeteksi dibandingkan korosi merata.

  pitting

Gambar 2.8 Korosi Sumuran (Corrosionist, 2012)

  5. Korosi Erosi Korosi ini terjadi akibat aliran suatu fluida yang mengalir sangat cepat yang menimbulkan turbulensi. Turbulensi fluida ini seringkali terjadi akibat adanya perubahan diameter penampang, sambungan yang kurang baik, dan juga adanya endapan.

  seal

Gambar 2.9 Aliran turbulen korosi erosi (Corrosionist, 2012)

  6. Korosi Batas Butir ( intergranular) Korosi yang terjadi di sepanjang batas dari butiran (grain

  boundaries ). Biasanya t erjadi karena paduan yang kurang sempurna (kotoran yang masuk/endapan) atau adanya gas hidrogen atau oksigen yang masuk pada batas kristal/butir. Korosi ini tidak dapat dilihat secara kasat mata.

Gambar 2.10 Struktur mikro korosi batas butir (Corrosionist, 2012)

  7. Stress Corrosion Merupakan kombinasi antara tegangan tarik dan lingkungan korosif yang mengakibatkan kegagalan pada material. Tegangan biasanya bersifat internal, misalnya disebabkan perlakuan dingin (cold forming ).

Gambar 2.11 Struktur mikro stress corrosion (Corrosionist, 2012)

  8. Korosi selektif Korosi ini terjadi karena larutnya salah satu komponen dari suatu paduan, dan ini mengakibatkan paduan yang tersisa akan menjadi berpori sehingga ketahanan korosinya akan berkurang.

2.1.4 Uji Tarik

  Nilai kekuatan tarik suatu material dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : F maks

  = ……… (1)

  A

  o

  F maks = gaya tarik maksimum (N) 2 A o = luas penampang mula-mula (mm ) Hubungan antara tergangan dan regangan dapat diketahui dengan gambar

  2.12 berikut ini :

Gambar 2.12 Diagram Tegangan - Regangan Batas elastic pada gambar 2.12 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah

  E σ

  bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O. Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku.

  Batas proporsional merupakan titik di mana penerapan hukum Hooke

  p σ

  masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis. Deformasi plastis merupakan perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gambar 2.12, bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.

  Tegangan luluh atas (upper yield stress) merupakan tegangan

  uy σ

  maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis. Tegangan luluh bawah (lower yield stress) merupakan

  ly σ

  tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan mekanis pada titik ini. Pada baja berkekuatan tinggi, umumnya tidak memperlihatkan batas luluh secara jelas. Untuk menentukan titik luluh material seperti ini, maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode Offset seperti yang terlihat pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Metode Offset pada material getas

  Pada gambar 2.13, garis XW ditarik paralel terhadap garis linier OP, sehingga perpotongan pada kurva tegangan-regangan di titik Y sebagai kekuatan luluh. Pada umumnya garis offset OX diambil berkisar 0.1 – 0.2% dari regangan total yang dimulai dari titik O.

  Regangan luluh (yield strain) merupakan regangan permanen saat bahan

  y ε

  akan memasuki fase deformasi plastis. Regangan elastis (elastic strain)

  ε e

  merupakan regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula. Regangan plastis (plastic strain). Merupakan regangan yang diakibatkan perubahan

  ε p

  plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan. Regangan total (total strain) merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastic ( ). Perhatikan beban dengan arah OABE,

  T e p ε = ε +ε pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

  Tegangan tarik maksimum (UTS, Ultimate Tensile Strength). Pada gambar 2.12 ditunjukkan dengan titik C ( ), merupakan besar tegangan maksimum yang

  σ β

  didapatkan dalam uji tarik. Kekuatan patah (breaking strength) pada gambar 2.14 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah. Bentuk dan dimensi benda uji tarik dapat terlihat pada gambar 2.14 berikut ini

  r

Gambar 2.14 Bentuk dan Dimensi Benda Uji Tarik

  L = panjang keseluruhan Wo = lebar keseluruhan L1 = panjang pencekaman r = radius fillet Lo = panjang ukur t = tebal benda uji W = lebar penampang uji

2.1.5 Uji Vikers (HV / VHN)

  Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material. Beban untuk pengujian mikro vickers antara 1 sampai 1000 gram. Indentor intan cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti pada gambar 2.15 dan 2.16.

Gambar 2.15 Pengujian VickersGambar 2.16 Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001) Nilai kekerasan Vickers dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : 1.854 F

  HV = ……… (2)

  2

  d F = beban indentasi (gr) d = diagonal indentasi (μm)

2.1.6 Laju Penetrasi Korosi

  Laju penetrasi korosi dapat dihitung dengan rumus berikut: mm

  87.6 W (3)

  = ………

  tahun DAT

  2 3 A = luas permukaan (cm ) D = massa jenis (g/cm )

  T = waktu paparan (jam) W = kehilangan berat (mg)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Penelitian

  Pada penelitian ini, terdapat beberapa tahapan pelaksanaan yang dilakukan secara sistematis. Pada gambar 3.1 menunjukkan tahapan-tahapan tersebut.

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

  Pembelian material Stainless Steel Tipe 316

  Pembuatan spesimen uji tarik dan uji kekerasan (dengan las) Pembuatan spesimen uji tarik dan uji kekerasan (tidak las)

  Uji korosi dengan variasi waktu 300 jam, 600 jam, dan 900 jam Uji tarik

  Uji kekerasan Hasil dan pembahasan

  Kesimpulan

3.1.1 Uji Tarik

  Benda uji merupakan plat Stainless Steel Tipe 316 dengan bentuk dan ukuran benda uji yang mengacu pada standar ASTM A370. Plat stainless steel dengan tebal 1.8 mm dipilih dengan pertimbangan 1.8 mm merupakan asumsi tebal minimum dari pipa alat pendingin absorbsi.

  Terdapat beberapa tahapan pembuatan dan persiapan benda uji, seperti cutting dies, las TIG, milling dan stamping. Setelah tahapan tersebut, benda uji dikelompokkan dan di uji korosi berdasarkan 3 variasi waktu, 300 jam, 600 jam dan 900 jam. Pengujian tarik dilakukan dengan masing – masing variasi waktu selama periode Oktober 2011 – Mei 2012 di Laboratorium Bahan Teknik Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengujian tarik menggunakan alat uji tarik Shimadzu Servopulser yang memiliki kapasitas terpasang 4 ton.

  Hasil uji tarik diperoleh dengan mencatat nilai kekuatan tarik maksimum dalam bentuk persen (%) dari beban 4 ton. Setelah itu, data yang telah dikonversi dalam bentuk kilogram (kg) dimasukkan ke dalam persamaan (4) berikut ini :

  F maks = m . g …………….(4) dengan F maks = gaya tarik maksimum (N) m = massa (kg)

  2

  g = percepatan gravitasi (m/s ) Untuk mengetahui nilai kekuatan tarik maksimum, maka hasil perhitungan pada persamaan (4) kemudian dimasukkan ke dalam persamaan berikut ini, yaitu :

  F maks

  =

  A

  o

  dengan F maks = gaya tarik maksimum (N) 2 A o = luas penampang mula-mula (mm ) Pada gambar 3.2 menunjukkan secara skematis bentuk dan ukuran benda uji yang akan digunakan. Bentuk dan ukuran yang sama juga digunakan pada benda uji tanpa las.

  Las

Gambar 3.2 Spesimen uji tarik dengan las

3.1.2 Uji Kekerasan dengan Metode Pengujian Mikro Vickers

  Benda uji merupakan plat Stainless Steel Tipe 316. Plat stainless steel dengan tebal 1.8 mm dipilih dengan pertimbangan 1.8 mm merupakan asumsi tebal minimum dari pipa alat pendingin absorbsi.

  Terdapat beberapa tahapan pembuatan benda uji, seperti cutting

  dies , las TIG, milling. Setelah tahapan tersebut, benda uji dikelompokkan

  dan di uji korosi berdasarkan 3 variasi waktu, 300 jam, 600 jam dan 900 jam. Sebelum pengujian kekerasan, permukaan benda uji dipersiapkan terlebih dahulu dengan di resin dan di poles. Pengujian kekerasan dilakukan dengan masing – masing variasi waktu selama periode Oktober 2011 – Mei 2012 di Laboratorium Bahan Teknik Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Pengujian kekerasan menggunakan alat uji kekerasan mikro vickers. Indentasi dilakukan dengan 3 titik pada setiap benda uji. Titik - titik ini dipilih sedemikian rupa sehingga indentasi berada pada 3 posisi berbeda yaitu base metal, HAZ, dan las.

  Data hasil pengujian kekerasan didapatkan secara otomatis pada alat uji Vickers. Variabel – variabel yang dicatat adalah diagonal 1 (d1), diagonal 2 (d2), dan Hardness Vickers (HV).

  Pada gambar 3.2 menunjukkan secara skematis bentuk dan ukuran benda uji yang akan digunakan. Bentuk dan ukuran yang sama juga digunakan pada benda uji tanpa las.

  Las

Gambar 3.3 Spesimen uji vickers dengan las

3.1.3 Perhitungan Laju Penetrasi Korosi

  Sebelum pengukuran berat, spesimen dibersihkan terlebih dahulu dari produk korosi. Setelah itu, perhitungan laju penetrasi korosi dilakukan pada spesimen yang terlihat pada gambar 3.3. Perhitungan berdasarkan persamaan berikut ini :

  W = W – W …………….(6)

  1

  dengan W = berat awal (gr) W

  1 = berat akhir (gr) Pengukuran berat menggunakan timbangan analitik yang memiliki keakuratan mencapai 0.0001 gr. Pengukuran ini dilakukan selama periode Oktober 2011 – Mei 2012 di Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Setelah hasil persamaan (6) diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan laju penetrasi korosi dengan menggunakan persamaan (3), yaitu : mm

  87.6 W …………….(3)

  =

  tahun DAT dengan 2 3 A = luas permukaan (cm ) D = massa jenis (g/cm ) T = waktu paparan (jam) W = kehilangan berat (mg)

3.1.4 Alat Pengisian Amonia

  Rangkaian alat pada gambar 3.4 berfungsi untuk memisahkan campuran amonia - air menjadi amonia murni yang berupa uap.

  Pemanasan dilakukan dengan kompor listrik. Pada gambar 3.4 menunjukkan secara skematis alat pengisian amonia.

  5

  2

  3

  4

  6

  7

  1

  8 Gambar 3.4 Skema alat pendingin absorbsi

   Keterangan :

  1. Generator

  2. Hopper

  3. Kran

  4. Evaporator

  5. Manometer

  6. Water mur

  7. Tabung uji korosi

  8. Kompor listrik

3.1.5 Langkah Pengisian Amonia

  1. Alat pengisian amonia dipasang pada struktur/rangka yang telah disiapkan.

  2. Seluruh bagian/komponen tabung pengisian divakum dengan menggunakan pompa vakum sampai mencapai tekanan -1 bar.

  3. Amonia cair kemudian dimasukkan secara perlahan ke dalam hopper.

  4. Kompor listrik disiapkan dan dipasang tepat pada permukaan bagian bawah generator.

  5. Kompor listrik kemudian dihidupkan sampai panas yang dihasilkan bisa menguapkan amonia cair dalam generator.

  6. Pada saat proses penguapan, sambungan las dan sambungan kran diperiksa pada setiap kenaikan tekanan untuk mengetahui jika terdapat kebocoran.

  7. Setelah tekanan mencapai 11 bar, kran ditutup dan kompor listrik dimatikan.

  Berikut ini langkah – langkah yang dilakukan pada proses pengisian amonia :

  8. Sebelum tabung spesimen dilepas, kami pastikan tekanan pada manometer pada posisi 0.

  9. Tabung spesimen kemudian dilepas dengan cara mengendurkan water mur.

  10. Tabung spesimen direndam didalam storage yang berisi air sebagai tempat pendingin/pengaman jika suatu saat terjadi kenaikan suhu yang akan mempengaruhi tekanan dan meminimalisir bahaya kebocoran pada tabung spesimen.

  11. Proses 1 – 10 kami ulangi untuk variasi waktu berikutnya.

3.1.6 Peralatan Pendukung

  Peralatan pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

  1. Pompa vakum Pompa vakum berfungsi untuk memvakumkan alat pengisian sebelum diisi dengan amonia cair seperti terlihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Pompa vakum

  2. Niple Niple digunakan sebagai konektor antar pompa dan bagian generator pada saaat akan divakum seperti pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Niple

  3. Hand pump Pompa pada gambar 3.7 ini digunakan untuk mengetes kebocoran pada tabung pengisian dengan menggunakan air sampai tekanan 50 bar.

Gambar 3.7 Hand pump

  4. Kompresor Kompresor manual pada gambar 3.8 digunakan untuk mengetes kebocoran alat pengisian dengan uji tekan menggunakan udara sampai tekanan 5 bar.

Gambar 3.8 Kompresor manual

  5. Kompor listrik Kompor listrik yang ditunjukkan pada gambar 3.9 digunakan sebagai pemanas pada generator untuk menguapkan amonia hingga mencapai tekanan 11 bar.

Gambar 3.9 Kompor listrik

  6. Storage Storage seperti pada gambar 3.10 digunakan untuk menyimpan 3 tabung yang berisi spesimen setelah diisi amonia dan disimpan selama tiga variasi waktu 300 jam, 600jam dan 900 jam.

Gambar 3.10 Storage

  7. Timbangan analitik Timbangan yang ditunjukkan pada gambar 3.11 digunakan untuk mengukur berat dari benda uji vickers yang dilakukan sebelum dan sesudah dikondisikan dalam media amonia.

Gambar 3.11 Timbangan analitik

  8. Alat uji tarik Pada gambar 3.12 menunjukkan alat uji tarik Shimadzu Servopulser memiliki kapasitas terpasang 4 ton.

Gambar 3.12 Alat uji tarik

  7. Alat uji vickers Alat uji mikro vickers pada gambar 3.13 digunakan untuk mengukur kekerasan spesimen berdasarkan variasi waktu.

Gambar 3.13 Alat uji mikro vickers

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Tarik

  6 LAS

  10 24.5 9613.8 534.1

  9 15.5 6082.2 337.9

  8 23.4 9182.2 510.12

  7 20.1 7887.24 438.2

  461.73

  0 Jam 22.4 8789.8 488.32

  Pengujian tarik spesimen dilakukan pada mesin uji tarik dengan beban yang terpasang sebesar 4 ton. Kekuatan tarik maksimum dicatat dan dihitung dengan persamaan (1). Tabel 4.1 menunjukkan hasil pengolahan data uji tarik antar spesimen.

Tabel 4.1 Hasil uji tarik spesimen variasi waktu 0 jam No Kondisi

  4 23.5 9221.4 507.23

  3 22.5 8829 490.5

  2 23.3 9142.92 507.94

  504.46

  0 Jam 23.2 9103.7 510.9

  1 Mula – mula

  Beban putus (%) Gaya F (N) Kekuatan Tarik σ (MPa) Kekuatan Tarik Rata2 σ (MPa)

  5 23.2 9103.7 505.8

Tabel 4.2 Hasil uji tarik spesimen variasi waktu 300 jam No Kondisi

  Beban putus (%) Gaya F (N) Kekuatan Tarik σ (MPa) Kekuatan Tarik Rata2 σ (MPa)

  9 17.5 6867 381.5

  8 17.8 6984.72 388.04

  7 19.9 7808.8 433

  443.4

  6 LAS 600 Jam 25 9810 545

  5 23 9025.2 496.44

  4 22.5 8829 504.63

  3 22.6 8868.24 511.08

  2 23.1 9064.44 484.21

  22.7 8907.5 485.15 496.3

  1 Mula – mula 600 Jam

Tabel 4.3 Hasil uji tarik spesimen variasi waktu 600 jam No Kondisi

  Beban putus (%) Gaya F (N) Kekuatan Tarik σ (MPa) Kekuatan Tarik Rata2 σ (MPa)

  10 17.1 6710.04 372.8

  9 23.9 9378.4 521.02

  8 25 9810 545

  7 23.6 9260.64 514.5

  491.4

  6 LAS 300 Jam 23.1 9064.44 503.6

  5 24 9417.6 512

  4 23.3 9142.92 502

  3 24 9417.6 493.6

  2 21.7 8515.1 491.75

  493.1

  1 Mula – mula 300 Jam 21 8240.4 466.2

  10 21.5 8436.6 468.7

Tabel 4.4 Hasil uji tarik spesimen variasi waktu 900 jam Beban Gaya F Kekuatan Kekuatan Tarik

  No Kondisi putus (%) (N) Tarik σ (MPa) Rata2 σ (MPa)

  1 24 9417.6 508 Mula –

  2 24.7 9692.3 510 mula 3 23 9025.2 521.2 521.8

  4 24 9417.6 501.15 900 Jam 5 24 9417.6 569

  6 24.8 9731.52 540.64

  7 21.6 8475.84 470.9 LAS

  8 23.2 9103.7 505.8 480.91 900 Jam 9 15.6 6121.44 340.1

  10 25.1 9849.24 547.2 Pada gambar 4.1 menunjukkan perbandingan nilai kekuatan tarik rata – rata tiap spesimen terhadap variasi waktu.

  

Mula - mula

Las 540 520

a) P M

  500 ( ik

  480 ar T

  460 tan a u k 440 e K

  420 400 300 600 900

  Waktu Perendaman (Jam)

Gambar 4.1 Grafik perbandingan kekuatan tarik terhadap waktu perendaman

  Pembahasan

  Pada pengujian tarik, nilai kekuatan tarik tertinggi mencapai 521.8 MPa pada spesimen mula – mula 900 jam. Peningkatan mencapai 17 MPa jika dibandingkan dengan kondisi awal. Berdasarkan grafik, kekuatan tarik memiliki kecenderungan meningkat pada 3 variasi waktu perendaman.

  Pada spesimen las, kekuatan tarik terendah mencapai 443.4 MPa pada spesimen las 600 jam. Penurunan mencapai 18 MPa jika dibandingkan kondisi awal. Tetapi pada perendaman 300 dan 900 jam, kekuatan tarik meningkat masing

  • – masing menjadi 491.4 MPa dan 480.91 MPa. Perbedaan nilai kekuatan tarik ini dikarenakan kualitas sambungan las yang tidak homogen antar satu spesimen dengan yang lain.

4.2 Uji Kekerasan

  Pengujian kekerasan dilakukan dengan beban indentasi 100 gr, waktu penahanan 30 detik dan jarak antar indentasi 100 Pada tabel 4.5 menunjukkan

  μm.

  hasil pengolahan data uji kekerasan antar spesimen.

Tabel 4.5 Hasil uji kekerasan spesimen variasi waktu 0 jam

  

No Kondisi Titik d1 (μm) d2 (μm) HV Rata2 HV

  1

  1

  56.54

  55.62

  58.9 Mula –

  2 Mula

  2

  52.94

  52.69

  66.4

  62.05

  3

  3

  55.61

  54.85

  60.7

  0 Jam

  4

  4

  54.75

  54.31

  62.2

  5 LAS

  61.87

  62.87

  47.6 LAS

  6 HAZ

  57.44

  58.31

  55.3

  0 Jam

  7 BASE

  54.82

  54.69

  61.8

Tabel 4.6 H asil uji kekerasan spesimen dengan variasi waktu 300 jam No Kondisi Spesimen Titik

  56.04

  53.04

  2 BASE

  13

  62.8

  52.4

  56.25

  12 LAS

  59.6

  55.48

  66.8 HAZ

  11 HAZ

  66.43

  60.8 BASE

  56.27

  54.08

  1 BASE

  10 LAS 300 Jam

  75.4

  51.52

  52.31

  71.73

  3

  51.14

  54.27

  54.42

  18 LAS

  78.5

  48.99

  48.69

  17 HAZ

  63.93

  71.7 LAS

  50.1

  14 HAZ

  3 BASE

  16

  66.3

  53.08

  52.61

  15 LAS

  77.1

  48.99

  49.69

  47.86

  9

  d1 (μm) d2 (μm) HV Rata2 HV

  49.98

  2

  4

  78.8

  48.12

  48.88

  3

  3

  76.1

  48.69

  48.42

  2

  2

  78

  77

  47.93

  50.18

  1

  1

  1 Mula – mula 300 Jam

  1

  47.49

  71.4

  7

  51.21

  50.65

  2

  8

  71.5

  51.52

  49.5

  1

  3

  82.9

  80.6

  47.63

  46.94

  3

  6

  88.3

  47.08

  44.53

  2

  5

  62.7

Tabel 4.7 Hasil uji kekerasan spesimen dengan variasi waktu 600 jam No Kondisi Spesimen Titik

  53.06

  47.43

  5 BASE

  13

  67.2

  54.35

  50.67

  12 LAS

  62.7

  55.66

  74.8 HAZ

  11 HAZ

  73.07

  63.4 BASE

  54.21

  53.9

  4 BASE

  10 LAS 600 Jam

  79.6

  49.19

  52.11

  74.33

  3

  49.3

  50.56

  53.83

  18 LAS

  84.7

  46.94

  46.58

  17 HAZ

  68.43

Dokumen yang terkait

Pelapisan komposit hidroksiapatit kitosan pada logam stainless steel 316 untuk meningkatkan ketahanan korosi

0 9 38

ANALISA LAJU KOROSI SAMBUNGAN LAS PIPA STAINLESS STEEL 316 PADA KONDENSOR DI DALAM MEDIA LARUTAN NaCl - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 14

ANALISA LAJU KOROSI SAMBUNGAN LAS PIPA STAINLESS STEEL 316 PADA KONDENSOR DI DALAM MEDIA LARUTAN NaCl - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 6

KARAKTERISTIK LELAH KOROSI PADA BAJA SS 304 TUGAS AKHIR - Karakteristik lelah korosi pada baja SS 304 - USD Repository

0 0 74

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TABUNG TUNDA REAKTOR SAMOP DENGAN BAHAN STAINLESS STEEL 304 TUGAS AKHIR - Perancangan dan pembuatan tabung tunda reaktor samop dengan bahan stainless steel 304 - USD Repository

0 2 98

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA BAJA KARBON RENDAH TUGAS AKHIR - Pengaruh perlakuan panas terhadap sifat fisis dan mekanis baja karbon rendah - USD Repository

0 1 90

KOROSI STAINLESS STEEL 304 PADA LARUTAN HNO3 DENGAN pH 0,2 DAN pH 0,5 TUGAS AKHIR - Korosi stainless steel 304 pada larutan HNO3 dengan pH0.2 dan pH0.5 - USD Repository

0 0 56

PENGARUH AGING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Si-Cu-Zn TUGAS AKHIR - Pengaruh aging terhadap sifat fisis dan mekanis paduan Al-Si-Cu-Zn - USD Repository

0 2 113

Laju korosi stainless steel 304 dalam larutan HNO3 - USD Repository

0 0 64

PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PELAT BAJA TAHAN KARAT TUGAS AKHIR - Pengaruh lingkungan pantai terhadap sifat fisis dan mekanis pelat baja tahan karat - USD Repository

0 0 96