PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TABUNG TUNDA REAKTOR SAMOP DENGAN BAHAN STAINLESS STEEL 304 TUGAS AKHIR - Perancangan dan pembuatan tabung tunda reaktor samop dengan bahan stainless steel 304 - USD Repository

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN
TABUNG TUNDA REAKTOR SAMOP DENGAN
BAHAN STAINLESS STEEL 304
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagiaan persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-1
Program Studi Teknik Mesin
Jurusan Teknik Mesin

Diajukan oleh:
WELLY BURDUS ANGGER SURYO PRAYOGO
NIM : 025214099

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN

TABUNG TUNDA REAKTOR SAMOP DENGAN
BAHAN STAINLESS STEEL 304
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagiaan persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-1
Program Studi Teknik Mesin
Jurusan Teknik Mesin

Diajukan oleh:
WELLY BURDUS ANGGER SURYO PRAYOGO
NIM : 025214099

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

i


DESIGNING AND BUILDING
OF SAMOP REACTOR DELAY TUBE
USING 304 GRADE STAINLESS STEEL
A FINAL PROJECT
Submitted To Fulfill The Requirements
To Obtain The Mechanical Engineering Bachelor Degree
Mechanical Engineering Study Program
Mechanical Engineering Department

Written by:
WELLY BURDUS ANGGER SURYO PRAYOGO
Student Number : 025214099

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAMM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2008

ii

HALAMAN PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN
TABUNG TUNDA REAKTOR SAMOP DENGAN
BAHAN STAINLESS STEEL 304

Diajukan oleh:
WELLY BURDUS ANGGER SURYO PRAYOGO
NIM : 025214099

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I

Pembimbing II

Budi Setyahandana, S.T., M.T.


Prof. Ir. Yohanes Sardjono, APU.
iii

HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN
TABUNG TUNDA REAKTOR SAMOP DENGAN
BAHAN STAINLESS STEEL 304
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
WELLY BURDUS ANGGER SURYO PRAYOGO
NIM: 025214099

Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji
Pada tanggal 18 April 2008
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji

Ketua


: I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T.

……………………

Sekretaris

: Doddy Purwadianto, S.T., M.T.

……………………

Anggota

: Budi Setyahandana, S.T., M.T.

……………………

Anggota

: Prof. Ir. Yohanes Sardjono, APU.


……………………

Yogyakarta, 9 Mei 2008
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma

Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc.

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu Perguruan Tinggi manapun dan tidak memuat hasil karya atau bagian karya
orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,
sebagaimana layaknya karya ilmiah.”

Yogyakarta, April 2008


Wellybordus Angger

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama
Nomor Mahasiswa

: Welly Burdus Angger Suryo Prayogo
: 025214099

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TABUNG TUNDA REAKTOR
SAMOP DENGAN BAHAN STAINLESS STEEL 304
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan
mempublikasikannnya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
dengan meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya terlebih
dahulu serta mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 9 Mei 2008
Yang menyatakan,

Wellybordus Angger

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kasih karunia-Nya yang besar, yang senantiasa selalu menuntun
langkah demi langkah hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

ini, yang merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih atas
segala bantuan yang berupa moril maupun materiil dari semua pihak terutama
kepada:
1. Ir. Greg. Heliarko SJ., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., Dekan Fakultas Fakultas
Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Prof. Ir. Yohanes Sadjono, APU., Pembimbing dari Badan Tenaga Nuklir
Nasional

(BATAN)

Yogyakarta

yang


telah

membimbing

dalam

penyelesaian Tugas Akhir ini.
4. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin FT-USD yang telah
membantu dan selalu membimbing dalam masa-masa kuliah.
5. Segenap karyawan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Yogyakarta
yang telah membantu dan selalu membimbing dalam masa-masa kuliah.

vii

6. Segenap keluarga besar di Jakarta, ayah Yohanes Wagiyo dan ibu Natalia
Siti Rukma Mariyati serta adik Lidwina Ajeng Laksmintorukmi. Dimas
Dewantoro, Euneke Yosephine Natalie, F. Dian Pramudyanita, Elisabeth
Novilia Abri Prastiwi, Wahyu Perwitasari.
7. Kebersamaan, kesetiaan dan kerjasama tim dalam pengerjaan Tugas Akhir
ini Yulius Hanstyaka Pudyantara dan Gunawan Manto Saputro.

8. Untuk teman-teman Yohan, Anton, Budi, Fajar, Landung, Winarno,
Albert, Agus, Lukas, Sigit, Wibisono, Danang, Lambang, Adi, Valent,
Andri, Ignatius, Rino, Saut, Kapipi, Andi, Bowo, Giyarno, Peter, Benny,
Simon serta teman-teman Teknik Mesin 2001-2002 Universitas Sanata
Dharma dan Elektronika dan Instrumentasi 2003 Universitas Gajah Mada
yang mendukung kelancaran penyusunan Tugas Akhir ini.

Demikian usaha yang telah penulis lakukan namun penulis menyadari
bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan senang
hati penulis menerima saran kritik yang membangun. Semoga Tugas Akhir ini
dapat memberikan wawasan lebih tentang ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
para pembaca.

Yogyakarta, April 2008

Wellybordus Angger

viii

JE PRESENT LA MISSION DERNIERE A
Le Pater Dieu au ciel pour la lumiere est donne par Vous
Le Dieu Iesu Christi pour Son accompagnement et Son guidage
La Mere Marie pour sa protection et sa bonte
Mon pere et ma mere pour ses sacrifices, appuis, esprits, et priers
Yohanes Wagiyo et Natalia Siti Rukma Mariyati
Mon cher frere et mes cheres soeurs Lidwina Ajeng Laksmintorukmi
faculte d'ingenierie mechanique de Universite de Sanata Dharma

Ma devise est
Il n'y pas meilleur que une experience
Si tu veux rester, tu resterais
Si tu veux bouger, tu bougerais
et Si tu veux commencer, tu trouverais ta route
Pense bien, donc tu sentirais mieux

Inspiration

*

Is the main obstacle for a designer?
Can do anything
Anytime
Anywhere
One of my biggest inspirations is
…a dream

ix

INTISARI
Reaktor SAMOP adalah suatu alat yang berfungsi untuk memproduksi
radioisotop Mo99 sebagai pembangkit Tc99m. Tc99m yang sangat berguna untuk
diagnostik dalam bidang kedokteran nuklir, dengan ekstraksi uranium nitrat
(UO2(NO3)2). Program ini sedang dikembangkan oleh Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Yogyakarta. Reaktor SAMOP menggunakan sistem perpipaan
sebagai komponen utama dalam proses ekstraksi uranium nitrat hingga
menghasilkan radioisotop Mo99m.
Perancangan dan pembuatan tabung tunda reaktor SAMOP dengan bahan
stailess steel 304; 18 Cr - 8 Ni, akan dioperasikan sampai dengan 5 tahun. Proses
perancangan dan pembuatan dilakukan dengan menghitung ketebalan tabung
berdasarkan usia penggunaan, tekanan, temperatur dan laju korosi yang mengacu
pada ANSI/ASME B31.3. Aplikasi pengerjaan, instalasi, hingga proses pengujian,
serta pengambilan data berdasarkan perancangan instalasi tersebut telah
diimplementasikan. Pengujian aliran dilakukan dengan menggunakan air mineral
sebagai simulasi pengganti uranium nitrat.
Hasil perancangan untuk usia pemakaian sampai dengan 5 tahun
berdasarkan perhitungan diperoleh ketebalan nominal 0,58 mm. Namun karena
pengadaan bahan dengan ketebalan 1,4 mm, maka usia penggunaan dapat
mencapai 12 tahun.

x

ABSTRACT
The SAMOP reactor is a device that can be use to produce Mo99
radioisotope with the extraction of uranium nitrate (UO2 (NO3)2) to rise the Tc99m,
this device is use in disease diagnose and had been developed by Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) at Yogyakarta. This reactor use pipes as its main
element in the extraction process to produce Mo99m radioisotope.
This SAMOP reactor use the stainless steel 304; 18 Cr – 8 Ni, with 5 years
life time of endurance. This final project objective was to found the effects of
temperature, pressure, life-use time and corrosion allowance at the SAMOP
reactor tube thickness. Design and building process refers to ANSI/ASME B31.3,
with calculating tube thickness life-use, pressure, temperature and corrosion
allowance. This device had implemented and tested.
Tube thickness in 5 years of usage with 0,58 mm of nominal thickness.
This device is used 1,4 mm of nominal thickness so it can be 12 years of usage
life.

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
KATA PERSEMBAHAN ............................................................................ ix
INTISARI .................................................................................................... x
ABSTRACT ................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1.

Pengertian Umum ...................................................................... 1

1.2.

Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

1.3.

Tujuan Perancangan ................................................................... 2

1.4.

Batasan Masalah ........................................................................ 3

BAB II DASAR TEORI ............................................................................ 4
2.1.

Struktur Besi Dan Baja .............................................................. 4
xii

2.2.

Perubahan Struktur Pada Perlakuan Panas ................................ 6

2.3.

Baja Dan Pengaruh Pada Ketahanan Karat ................................ 8

2.4.

Baja Stainless Steel .................................................................... 8

2.5.

Pemilihan Baja Tahan Karat ...................................................... 10
2.4.1. Baja Tahan Karat Martensit ........................................... 10
2.4.2. Baja Tahan Karat Ferit ................................................... 10
2.4.3. Baja Tahan Karat Austenit ............................................. 11

2.6.

Korosi ......................................................................................... 14

2.7.

Korosi Secara Umum ................................................................. 16

2.8.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Korosi ............. 19

2.9.

Peringkat Ketahanan Terhadap Korosi Dan Karat ..................... 21

2.10.

Mampu Las Baja ........................................................................ 23

2.11.

Penguatan Baja Untuk Proses Pengelasan ................................. 25

BAB III PERANCANGAN TEBAL TABUNG .......................................... 26
3.1.

Perancangan Tabung .................................................................. 26

3.2.

Perancangan Suhu Rendah (Elastic Design) .............................. 27

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 32
4.1.

Perhitungan Tebal Tabung ......................................................... 32

4.2.

Rancangan Akhir Ketebalan Tabung ......................................... 40

4.3.

Bagian-bagian Tabung ............................................................... 41
4.3.1. Tutup Lubang Sensor ..................................................... 42
xiii

4.3.2. Lubang Sensor ............................................................... 43
4.3.3. Saluran Udara ................................................................. 44
4.3.4. Handle Tabung ............................................................... 45
4.3.5. Tabung Tunda ................................................................ 46
4.3.6. Penghubung Pipa (Coupling) ......................................... 47
4.4.

Metode Pengujian Instalasi Pipa Reaktor SAMOP ................... 48
4.4.1. Persiapan ........................................................................ 48
4.4.2. Uji Kebocoran ................................................................ 48
4.4.3. Pengujian ........................................................................ 50

4.5.

Hasil Pengujian .......................................................................... 52

4.6.

Pengujian Instalasi Reaktor SAMOP ......................................... 53
4.6.1. Uji Kebocoran ................................................................ 53
4.6.2. Pengujian Instalasi Reaktor SAMOP ............................. 53

BAB V KESIMPULAN ............................................................................... 54
5.1.

Kesimpulan ................................................................................ 54

5.2.

Penutup ...................................................................................... 55

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fasa Pada Baja ............................................................................. 7
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Baja AISI 304 .................................................. 13
Tabel 2.3 Sifat Mekanik AISI 304 ................................................................ 14
Tabel 2.4 Sifat Fisik dan Listrik AISI 304 pada Kondisi Annealed ............. 14
Tabel 2.5 Persentase Komposisi Ketebalan Baja Lunak .............................. 25
Tabel 3.1 Batas Temperatur Desain ............................................................. 26
Tabel 3.2 Tebal Minimum Tabung .............................................................. 27
Tabel 3.3 Nilai-nilai Y Koefisien yang digunakan dalam Eq ....................... 29
Tabel 3.4 Tingkatan Faktor Kualitas yang digunakan dalam Ec ................. 30
Tabel 3.5 Faktor Kualitas Las Lurus dan Sambungan Membujur dalam Ej 30
Tabel 4.1 Tegangan Ijin Pada Logam .......................................................... 33
Tabel 4.2 Tegangan Ijin Pada Logam .......................................................... 34
Tabel 4.3 Tebal t, tm, Nt dalam 5 tahun ........................................................ 39
Tabel 4.4 Data Laju Aliran dan Tekanan ..................................................... 53

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Fe- Fe3C .................................................................... 4
Gambar 3.1 Diagram Alir ............................................................................ 31
Gambar 4.1 Grafik Tebal Minimal Tabung Akibat Tekanan ...................... 38
Gambar 4.2 Grafik Tebal Minimal Tabung Akibat Laju Korosi ................. 38
Gambar 4.3 Grafik Tebal Nominal Tabung ................................................. 39
Gambar 4.4 Bagian-bagian Tabung ............................................................. 41
Gambar 4.5 Tutup Lubang Sensor ............................................................... 42
Gambar 4.6 Lubang Sensor .......................................................................... 43
Gambar 4.7 Saluran Udara ........................................................................... 44
Gambar 4.8 Handle Tabung ......................................................................... 45
Gambar 4.9 Tabung Tunda .......................................................................... 46
Gambar 4.10 Penghubung Pipa (Coupling) ................................................. 47
Gambar 4.11 Skema Instalasi Reaktor SAMOP .......................................... 51

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Pengertian Umum
Dewasa ini banyak dikembangkan teknologi yang diharapkan
sangat berguna bagi keperluan masyarakat, terutama pada bidang layanan
kesehatan. Reaktor SAMOP (Sub Critical Assembly for Mo99 Production)
merupakan salah satu teknologi yang sedang dikembangkan oleh Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Yogyakarta, yang diharapkan dapat
berguna dalam Ilmu Kedokteran, sehingga dapat membantu meningkatkan
pelayanan kesehatan di Indonesia.

1.2.

Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi dalam perindustrian tidak lepas dari peran
penting penerapan dan pengembangan ilmu bahan. Ilmu bahan yang
mempelajari struktur mikro dan sifat-sifat benda dapat memberikan datadata yang akurat dalam pemilihan bahan yang baik dan cocok bagi bahan
dari peralatan atau mesin. Penelitian dan penemuan yang dihasilkan dari
penerapan ilmu bahan dapat digambarkan sebagai dasar dari pemilihan
bahan yanag baik sesuai dengan kebutuhan.
Desain dan pembuatan tabung tunda reaktor SAMOP merupakan
salah satu alat yang dirancang khusus untuk memproduksi radioisotop
Mo99 khususnya sebagai pembangkit Tc99m pada skala yang kecil.

1

2

Radioisotop Tc99m merupakan radioisotop yang paling banyak digunakan
untuk diagnostik di bidang kedokteran nuklir. Dengan fluida yang
merupakan bahan bakar utama yang digunakan pada reaktor SAMOP,
yaitu menggunakan uranium nitrat (UO2(NO3)2). Sehingga untuk
perancangan perpipaan reaktor SAMOP harus benar-benar memperhatikan
faktor keselamatan.
Dengan memperhatikan pengaruh suhu, tekanan, laju fluida, dan
laju korosi terhadap ketebalan minimum dan umur pada tabung tunda.
Dalam hal ini elemen-elemen tersebut mendapat pengaruh suhu, tekanan
dan korosi, sehingga dengan demikian tabung tersebut dirancang dengan
perhitungan dan analisa yang teliti agar dapat memenuhi syarat keamanan
yang baik. Instalasi reaktor SAMOP banyak menggunakan tabung dan
pipa, dimana elemen-elemen tersebut mendapat tekanan dan korosi,
sehingga dibutuhkan suatu perancangan untuk menghitung ketebalan
dinding tabung dari bahan yang digunakan.

1.3.

Tujuan Perancangan
Tujuan dari perancangan dalam Tugas Akhir Perancangan dan
Pembuatan Tabung Tunda Pada Reaktor SAMOP ini adalah
1. Mendesain tabung dengan perhitungan tebal tabung.
2. Membuat tabung dari hasil rancangan gambar tabung.
3. Menguji hasil rancangan akhir tabung.

3

Mengetahui melalui rumusan perhitungan tebal minimal tabung (t),
tebal minimal tabung karena laju korosi (tm), tebal nominal tabung (Nt)
berdasarkan pada usia penggunaan.

1.4.

Batasan Masalah
Batasan masalah dalam Tugas Akhir Perancangan dan Pembuatan
Tabung Tunda Pada Reaktor SAMOP ini adalah:
1. Bahan yang digunakan SS 304; 18 Cr - 8 Ni, tabung tunda
penampung reaktor tersebut beroperasi pada suhu di bawah 50°C.
2. Perhitungan tebal tabung berdasarkan ukuran atau dimensi yang
sudah ditentukan dengan tekanan 1 atm.
3. Usia penggunaan tabung 5 tahun berdasarkan tekanan, suhu dan
laju korosi 0,1 mm/tahun.
4. Pengujian kebocoran perpipaan reaktor SAMOP menggunakan air
mineral sebagai fluida pengganti uranium nitrat.

BAB II
DASAR TEORI

2.1.

Struktur Besi Dan Baja
Besi dan baja merupakan salah satu jenis logam yang paling
banyak penggunaanya, besi dan baja mempunyai kandungan unsur utama
yang sama yaitu Fe, hanya kadar karbon yang membedakan besi dan baja.
Dari unsur besi berbagai bentuk struktur logam dapat dibuat. Unsur-unsur
penyusun besi dan baja dapat dilihat secara jelas dalam diagram fasa besi
karbon. Selain karbon, pada besi dan baja juga terkandung kira-kira 0,25%
Si, 0,3 - 1,5% Mn dan unsur pengotor lain seperti P dan S. Karena unsurunsur ini tidak memberikan pengaruh besar pada diagram fasa, maka
diagram fasa tersebut dapat dipergunakan tanpa menghiraukan adanya
unsur-unsur tersebut.

Gambar 2.1 Diagram Fe- Fe3C

4

5

Baja dengan kadar karbon sama dengan komposisi eutektoid
dinamakan baja eutektoid, yang kadarnya kurang dari komposisi eutektoid
disebut baja hiporeutektoid dan yang berkadar karbon lebih dari komposisi
eutektoid disebut baja hypereutektoid.
1. Baja Paduan Khusus (Special Alloy Steel)
Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam
seperti nikel, chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan
vanadium. Dengan menambahkan logam tersebut ke dalam baja
maka baja paduan tersebut akan merubah sifat-sifat mekanik dan
kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat dan ulet bila
dibandingkan terhadap baja karbon.
2. HSS (High Speed Steel)
Kandungan karbonnya 0,70% - 1,50%, disebut High Speed
Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat
dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan baja karbon.
Sehingga harga dari HSS pun dapat dua sampai empat kali lipat
dari pada baja karbon.

Macam-macam baja paduan dengan sifat-sifat khususnya:
1. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)
Sifatnya antara lain memiliki daya tahan yang baik terhadap
panas, karat dan goresan atau gesekan, tahan temperatur rendah
maupun tinggi, memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil,

6

keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus, tahan
terhadap oksidasi, kuat dan dapat ditempa, mudah dibersihkan.
2. HSLA (High Strength Low Alloy Steel)
Sifat HSLA adalah memiliki (tensile strength) yang tinggi,
anti bocor, tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap
korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat mampu las
yang tinggi. Untuk mendapatkan sifat-sifat di atas maka baja ini
diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti
tembaga (Cu), nikel (Ni), chromium (Cr), molybdenum (Mo),
vanadium (Va) dan columbium.
3. Baja Perkakas (Tool Steel)
Sifat-sifat yang dimiliki baja perkakas adalah tahan pakai
selama penggunaan, tajam mudah diasah, tahan panas, kuat dan
ulet.

2.2.

Perubahan Struktur Pada Perlakuan Panas
Besi dan baja diharapkan mempunyai kekuatan statik dan dinamik,
ulet, mudah diolah, tahan korosi dan mempunyai sifat elektromagnet agar
dapat dipakai sebagai bahan untuk konstruksi dan mesin-mesin. Fasa pada
baja yang memiliki sifat khas:
1. Ferit mempunyai sel satuan kubus pusat badan atau body-centered
cubic (bcc), menunjukkan titik mulur yang jelas dan menjadi getas
pada temperatur rendah.

7

2. Austenit mempunyai sel satuan kubus pusat muka atau face
centered cubic (fcc) menunjukkan titik mulur yang kelas tanpa
kegetasan pada keadaan dingin.
3. Akan tetapi jika berupa fasa metastabil bias berubah menjadi α’
pada temperatur rendah.
4. Martensit adalah fasa larutan pada lewat jenuh dari karbon dalam
sel satuan tetragonal pusat badan atau body-centered tetragonal
(bct). Makin tinggi derajat melewati jenuh karbon, makin besar
perbandingan satuan sumbu sel satuannya dan semakin keras.
5. Bainit mempunyai sifat-sifat antara martensit dan ferit. Sesuai
dengan keanekaragaman strukturnya dapat dilihat melalui Tabel
2.1:

Tabel 2.1 Fasa Pada Baja

(sumber dari : Pengetahuan Bahan Teknik, hal. 72)

8

2.3.

Baja Dan Pengaruh Pada Ketahanan Karat
Salah satu cacat pada penggunaan baja adalah terjadinya karat,
yang dalam pencegahannya dengan mempergunakan pelapisan dan
pengecatan. Baja tahan karat adalah semua baja yang tidak berkarat.
Banyak diantara baja ini yang digolongkan secara metalurgi menjadi baja
tahan karat austenit, baja tahan karat ferit, baja tahan karat martensit dan
baja tahan karat tipe pengerasan presipitasi.
Jika Cr dipadukan pada besi di atas 12 - 13%, karat yang berwarna
merah tidak terbentuk, karena oleh adanya oksigen di udara terjadi
permukaaan yang stabil (permukaan pasif). Oleh karena itu baja yang
mengandung unsur tersebut dinamakan baja tahan karat. Jika baja
mengandung lebih dari 17% Cr akan terbentuk lapisan yang stabil. Karat
pada pengelasan dari baja tahan karat 17% sering terjadi disebabkan
karena presivitasi karbida Cr pada batas butir dan oksidasi Cr dari
permukaan karenanya lapisan permukaaan menjadi kekurangan Cr yang
mengurangi ketahanan karatnya.

2.4.

Baja Stainless Steel
Baja stainless merupakan baja paduan yang mengandung minimal
10,5% Cr. Sedikit baja stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau
kurang dari 50% Fe. Karakteristik khusus baja stainless adalah
pembentukan lapisan film kromium oksida Cr2 O3. Lapisan ini berkarakter
kuat, tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara kasat mata. Lapisan

9

kromium oksida dapat membentuk kembali jika lapisan rusak dengan
kehadiran oksigen. Pemilihan baja stainless didasarkan dengan sifat-sifat
materialnya antara lain ketahanan korosi, fabrikasi, mekanik, dan biaya
produk. Pada Lampiran III bagaimana pemilihan bahan stainless steel 304
yang baik. Penambahan unsur-unsur tertentu kedalam baja stainless
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Penambahan molybdenum (Mo) bertujuan untuk memperbaiki
ketahanan korosi pitting dan korosi celah.
2. Unsur karbon rendah dan penambahan unsur penstabil karbida
(titanium atau niobium) bertujuan menekan korosi batas butir pada
material yang mengalami proses sensitasi.
3. Penambahan kromium (Cr) bertujuan meningkatkan ketahanan
korosi dengan membentuk lapisan oksida (Cr2 O3) dan ketahanan
terhadap oksidasi temperatur tinggi.
4. Penambahan nikel (Ni) bertujuan untuk meningkatkan ketahanan
korosi dalam media pengkorosi netral atau lemah. Nikel juga
meningkatkan keuletan dan mampu bentuk logam. Penambahan
nikel meningkatkan ketahanan korosi tegangan.
5. Penambahan unsur molybdenum (Mo) untuk meningkatkan
ketahanan korosi pitting di lingkungan klorida.
6.

Unsur aluminium (Al) meningkatkan pembentukan lapisan oksida
pada temperatur tinggi.

(sumber dari : http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

10

2.5.

Pemilihan Baja Tahan Karat
2.5.1. Baja Tahan Karat Martensit
Komposisi baja tahan karat martensit adalah 12 - 13% Cr
dan 0,1 - 0,3% C. Kadar Cr sebanyak ini adalah batas terendah
untuk ketahanan asam karena itu baja ini sukar berkarat di udara,
dan ketahanan karat terhadap suatu larutan juga cukup baik.
Sampai 500°C baja ini banyak dipakai karena mempunyai
ketahanan panas yang baik sekali, dan dengan pengerasan dan
penemperan dapat diperoleh sifat-sifat mekanik yang baik.
Baja ini merupakan paduan kromium dan karbon yang
memiliki struktur martensit body-centered cubic (bcc) terdistorsi
saat kondisi bahan dikeraskan. Baja ini merupakan ferromagnetic,
bersifat dapat dikeraskan dan umumnya tahan korosi di lingkungan
kurang korosif.

2.5.2. Baja Tahan Karat Ferit
Baja tahan karat ferit adalah baja yang terutama
mengandung Cr sekitar 16 - 18% atau lebih. Kebanyakan
komponen dibuat dari pelat tipis. Perlu diperhatikan bahwa pada
lingkungan korosi yang ringan tidak terjadi karat. Sifat yang
menguntungkan dari baja tahan karat ferit adalah bahwa tanpa
kandungan Ni sukar untuk terjadi retakan korosi tegangan. Yaitu
jika ketahanan baja tahan karat ferit dibuat sama atau lebih baik

11

dari baja tahan karat austenit, akan lebih menguntungkan apabila
dipakai baja tahan karat ferit daripada baja tahan karat austenit,
yang lebih mudah terjadi retakan korosi tegangan.
Baja jenis ini mempunyai struktur body-centered cubic
(bcc). Unsur kromium ditambahkan ke paduan sebagai penstabil
ferrit. Kandungan kromium umumnya kisaran 16 - 18%. Beberapa
tipe baja mengandung unsur molybdenum, silicon, aluminium,
titanium

dan

niobium.

Unsur

sulfur

ditambahkan

untuk

memperbaiki sifat mesin.
Tingkat kekerasan beberapa tipe baja stainless ferritik dapat
ditingkatkan dengan cara celup cepat. Metode celup cepat
merupakan proses pencelupan banda kerja secara cepat dari
keadaan temperatur tinggi ke temperatur ruang. Sifat mampu las,
keuletan, ketahanan korosi dapat ditingkatkan dengan mengatur
kandungan tertentu unsur karbon dan nitrogen.

2.5.3. Baja Tahan Karat Austenit
Baja ini mempunyai struktur 18% Cr - 8% Ni dan
mempunyai sifat ketahanan korosi yang baik, mampu bentuk dan
mampu las. Karena itu dipakai pada berbagai industri kimia. Selain
itu juga dipakai sebagai bahan konstruksi, perabot dapur, turbin,
mesin jet, mobil dan lain sebagainya.

12

Logam paduan ini merupakan paduan berbasis ferrous dan
struktur kristal face-centered cubic (fcc). Struktur kristal akan tetap
berfasa austenit bila unsur nikel dalam paduan diganti mangan
(Mn) karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit. Fasa
austenitik tidak akan berubah saat perlakuan panas kemudian
didinginkan pada temperatur ruang. Baja stainless austenitik tidak
dapat dikeraskan melalui perlakuan celup cepat (quenching).
Umumnya jenis baja ini dapat tetap menjaga sifat asutenitik pada
temperatur ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi
lebih baik dibandingkan baja stainless ferritik dan martensit. Setiap
jenis baja stainless austenitik memiliki karakteristik khusus
tergantung dari penambahan unsur pemadunya.
Baja stainless austenitik hanya bisa dikeraskan melalui
pengerjaan dingin. Material ini mempunyai kekuatan tinggi di
lingkungan suhu tinggi. Tipe 2xx mengandung nitrogen, mangan 4
- 15,5% dan kandungan 7% nikel. Tipe 3xx mengandung unsur
nikel tinggi dan maksimal kandungan mangan 2%. Unsur
molybdenum, tembaga, silikon, aluminium, titanium dan niobium
ditambah dengan karakter material tertentu. Sulfur ditambah pada
tipe tertentu untuk memperbaiki sifat mampu mesin.
Salah satu jenis baja stainless austenitik adalah AISI 304.
Baja austenitik ini mempunyai struktur kubus satuan bidang (facecenter cubic) dan merupakan baja dengan ketahanan korosi tinggi.

13

Komposisi unsur-unsur pemadu yang terkandung dalam AISI 304
akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. Baja AISI
304 mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08%. Kadar
kromium berkisar 18 - 20% dan nikel 8 - 10,5% yang terlihat pada
Tabel 2.2. Kadar kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3
yang protektif untuk meningkatkan ketahanan korosi. Komposisi
karbon rendah untuk meminimalisai sensitasi akibat proses
pengelasan.

(sumber dari : http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Baja AISI 304

(sumber dari : http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

Komposisi kandungan unsur dalam baja AISI 304 tersebut
diperoleh sifat mekanik material yang ditunjukan pada Tabel 2.3.

14

Tabel 2.3 Sifat Mekanik AISI 304

(sumber dari : http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

Keterangan:
Poison

: rasio poison

Tensile

: tensile strength (MPa)

Yield

: yield strength (MPa)

Elong

: elongation %

Hard

: kekerasan (HVN)

Mod

: modulus elastisitas (GPa)

Density

: berat jenis (Kg/m3)

Tabel 2.4 Sifat Fisik dan Listrik AISI 304 pada Kondisi Annealed

(sumber dari : http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

2.6.

Korosi
Suatu penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kerusakan
utama pada pipa adalah korosi yang terbentuk di bawah endapan karbonat
yang terbentuk pada suhu tinggi serta pada daerah yang telah kehilangan
lapisan oksida saat endapan tersebut terkelupas.

15

Bermacam cara telah dicoba untuk mengatasi masalah ini
diantaranya dengan meningkatkan kualitas air laut sebagai media
pendingin dan aplikasi pembersihan pipa pada kondisi peralatan sedang
operasi maupun saat peralatan berhenti beroperasi. Spesifikasi pipa juga
telah ditingkatkan dengan menaikkan kandungan Fe serta pensyaratan
pembersiahan internal pipa dengan alumina saat fabrikasi, namun seluruh
usaha tersebut tidak memberikan hasil yang memuaskan. Maka faktor
korosi sangat penting untuk diperhitungkan.
Korosi merupakan gejala destruktif yang mempengaruhi hampir
semua logam. Korosi dan karat dianggap sebagai sinonim, karat (rust)
sendiri merupakan sebutan yang belakangan ini dikhususkan bagi korosi
pada besi. Karat diartikan sebagai lapisan merah kekuning-kuningan yang
melekat pada besi sebagai proses kimia. Sedangakan korosi diartikan
proses perubahan atau perusakan yang disebabkan oleh reaksi atau dengan
kata lain korosi adalah proses kimia atau elektrokimia yang kompleks dan
dapat merusak logam melalui reaksi terhadap lingkungannya. Korosi pada
permukaan logam masih dapat terjadi meskipun elektrolit cair tidak ada
dan proses ini disebut korosi kering. Proses korosi kering yang paling
nyata adalah reaksi logam dan oksigen di udara. Reaksi ini menghasilkan
oksida logam yang mekanisme oksidanya adalah:

logam + oksida logam → oksida logam

16

Adapula pemanfaatan fluida panas bumi untuk membangkitkan energi
listrik merupakan suatu kegiatan yang berlangsung di lingkungan yang
korosif serta mempunyai suhu dan tekan tinggi. Penilaian dan pemilihan
logam atau paduan logam sebagai material konstruksi di industri. Panas
bumi sangat penting karena setiap lapangan panas bumi memiliki fluida
dengan ciri tertentu terhadap pengaruh korosi. Laju korosi tertinggi terjadi
pada fluida campuran kondensat udara, namun laju korosi ini dihambat
dengan adanya deposit silika. Logam yang mempunyai laju korosi
terendah adalah logam baja tahan karat Cr sedangkan perlakuan tegangan
tidak secara nyata memberikan pengaruh pada laju korosi.

2.7.

Korosi Secara Umum
Korosi merupakan proses degradasi sifat material disebabkan
reaksi dengan lingkungannya. Korosi sebagai suatu reaksi elektrokimia
yang memberikan kontribusi kerusakan fisik suatu material secara
signifikan sehingga perlu perhatian untuk mencegah dan meminimalisasi
kerugian yang timbul akibat efek korosi. Jumlah logam dan paduannya
merupakan fungsi dari lingkungan sehingga saling mempengaruhi kedua
parameter tersebut antara lain lingkungan air tawar, air laut dan tanah.
Pendekatan korosi secara umum melibatkan sifat material antara
lain

sifat

fisik,

mekanik

dan

kimia.

Pendekatan

lainnya

juga

mempertimbangkan struktur logam, sifat lingkungan sekitar dan reaksi

17

antara antar permukaan logam dan lingkungan. Faktor-faktor pendekatan
korosi yaitu:
1. Logam berdasarkan komposisi, struktur atom, keheterogenan
struktur secara microskopik dan makroskopik, tegangan (tarik,
tekan dan siklus).
2. Lingkungan antara lain sifat kimia, konsentrasi bahan reaktif dan
pengotor, tekanan, suhu, kecepatan dan lain-lain.
3. Antar muka logam dan lingkungan yaitu kinetika oksidasi dan
pelarutan logam, kinetika proses reduksi bahan di dalam larutan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut mengindikasikan mekanisme
korosi logam sangat komplek dengan melibatkan berbagai cabang bidang
antara lain sifat fisik, metalurgi fisik, kimia, bakteri dan lain-lain.
Mekanisme korosi tidak terlepas dari reaksi elektrokimia. Reaksi
elektrokimia melibatkan perpindahan elektron-elektron. Perpindahan
elektron merupakan hasil reaksi redoks (reduksi-oksidasi). Mekanisme
korosi melalui reaksi elektrokimia melibatkan reaksi anodik di daerah
anodik. Reaksi anodik (oksidasi) diindikasikan melalui peningktan valensi
atau produk elektron-elektron. Pengujian ASTM tentang korosi ada pada
Lampiran II.

Reaksi anodik yang terjadi pada proses korosi logam yaitu:
M → M n+ + ne

18

Proses korosi dari logam M adalah proses oksidasi logam menjadi
satu ion (

n+

) dalam pelepasan n elektron. Harga dari n bergantung dari

sifat logam sebagai contoh besi:

Fe → Fe 2+ + 2e

Reaksi katodik juga berlangsung di proses korosi. Reaksi katodik
diindikasikan melalui penurunan nilai valensi atau konsumsi elektronelektron yang dihasilkan dari reaksi anodik. Reaksi katodik terletak di
daerah katoda. Beberapa jenis reaksi katodik yang terjadi selama proses
korosi logam yaitu:

Pelepasan gas hidrogen: 2H - + 2e → H2
Reduksi oksigen: O2 + 4 H - + 4e → H2O

O2 + H2 O4 → 4 OH -

Reduksi ion logam: Fe 3+ + e → Fe 2+
Pengendapan logam: 3 Na + + 3 e → 3 Na
Reduksi ion hidrogen: O2 + 4 H + + 4 e → 2H2 O

O2 + 2H2O + 4 e → OH -

19

Reaksi katodik dimana oksigen dari udara akan larut dalam larutan
terbuka. Reaksi korosi tersebut sebagai berikut:

NaCl . H2O

2 Fe + O2

Fe2 O3

(sumber dari : http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

2.8.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Korosi
Terjadinya

korosi

dipengaruhi

oleh

faktor-faktor

yang

dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Faktor dari luar.
Faktor dari luar, yaitu lingkungan. Sangat berpengaruh
dalam terjadinya korosi, karena korosi sendiri adalah reaksi antar
logam dengan lingkungannya. Lingkungan adalah sebutan yang
paling mudah untuk mengartikan semua unsur disekitar logam
terkorosi pada saat reaksi. Lingkungan sebagai salah satu faktor
dari luar dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Lingkungan udara.
Faktor paling penting yang menyebabkan korosi
udara adalah adanya kandungan air dalam udara. Untuk
memulai terjadinya korosi, selaput tipis air yang tidak

20

kelihatan sudah cukup. Umumnya logam akan mengalami
korosi apabila kelembaban udara lebih dari 60%.
Laju dan tingkat keparahan korosi biasanya
ditentukan oleh konduktivitas elektrolit yang terkandung
pada

kadar

pengotor

terlarut.

Bahan

pengotor

ini

bermacam-macam antara lain karbon dioksida, belerang
dioksida,

senyawa-senyawa

nitrat,

hidrogen

sulfida,

ammonium, klorida. Partikel-partikel padat yang terbawa
oleh udara dapat mengikis selaput pelindung pada
permukaan logam.
b. Lingkungan air.
Air bebas biasanya mengandung ion-ion yang
merupakan sebuah elektrolit. Proses dasar yang terjadi
dalam korosi pada sebuah logam sangat berhubungan erat,
yaitu reaksi anoda, katoda dan penghantar ion.

Kebanyakan logam yang kontak dengan udara pada
temperatur kamar akan membentuk selaput tipis oksida pelindung.
Bila kemudian logam diletakkan pada lingkungan elektrolit,
misalnya air. Maka konsentrasi anion memainkan peranan penting
dalam merusak selaput pelindung logam.

21

2. Faktor dari dalam.
Logam sering mempunyai cacat volume yang diperoleh
akibat proses produksinya, bahkan meskipun ketidakseragaman ini
dapat dikurangi melalui pengendalian mutu, struktur mikroskopik
logam biasanya tetap tidak seragam. Salah satu jenis cacat yang
sangat nyata adalah batas butir yang terbentuk akibat proses
pembekuan, karena proporsi atom-atom yang membentuk cacat
biasanya lebih kecil dibandingkan dengan yang berada pada kisi
normal. Proses korosi yang terjadi biasanya bersifat lokal, logam
akan

kehilangan

sebagian

kekuatannya

dan

ini

akan

mengakibatkan kondisi yang berbahaya terutama bila pada titiktitik tertentu mengalami tegangan.

2.9.

Peringkat Ketahanan Terhadap Korosi Dan Karat
Korosi atau umumnya orang-orang awam bicara sebagai karat
merupakan fenomena alamiah yang dihadapi oleh logam. Logam tersebut
akan terdegradasi atau sifat-sifat bahan turun akibat lingkungan sekitar.
Ketahanan logam terhadap korosi atau karat dipengaruhi oleh tiga hal.
Tiga hal tersebut yaitu:
1. Aspek elektrokimia.
2. Efek lingkungan.
3. Aspek metalurgi.

22

Logam-ion logam potensial elektroda dengan elektroda standar H2 (volt)
Au –Au+3 + 1,498 → emas
Pt –Pt+2 + 1,2 → platina
Pd –Pd +2 + 0.987 → paladium
Ag –Ag+ + 0.799 → perak
Hg –Hg2+2 + 0,788 → raksa
Cu –Cu+2 + 0.337 → tembaga
H2 –H + 0,0000 → hydrogen
Pb –Pb+2 - 0,126 → timbal
Sn –Sn+2 - 0,136 → timah
Ni –Ni +2 - 0,250 → nikel
Co –Co+2 - 0,277 → kobalt
Cd –Cd +2 - 0,403
Fe –Fe+2 - 0,440 → besi
Cr –Cr+3 - 0,744 → kromium
Zn –Zn+2 - 0,763 → seng
Al –Al +3 - 1,662 → aluminium
Mg –Mg+2 - 2,363 → magnesium
Na –Na+ - 2,714 → natrium
K –K + - 2,925 → kalium

Pada keterangan diatas, warna hijau mengindikasikan bahwa
logam-logam tersebut tahan terhadap korosi atau karat di lingkungan.
Warna merah mengindikasikan logam-logam tersebut tidak tahan terhadap
korosi dan rentan bereaksi dengan lingkungan. Nilai potensial reduksi
logam menandakan nilai kereaktifan logam. Semakin positif nilai logam

23

maka logam tersebut semakin tahan terhadap korosi. Semakin negatif nilai
logam maka logam semakin rentan terhadap korosi.

(sumber dari : http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com)

2.10.

Mampu Las Baja
Konstruksi baja biasanya dibuat dengan jalan mengelas, untuk itu
diperlukan lembaran baja yang tebal agar mempunyai mampu las yang
baik. Tidak dapat dihindari bahwa bahan berubah sifatnya disebabkan
karena panas pada waktu pengelasan. Jadi di daerah pengelasan atau di
daerah yang dipengaruhi oleh panas pada waktu pengelasan biasa terjadi
pengersan atau retakan. Derajat dari kesukaran, apakah sambungan lasan
dapat memuaskan dan apakah konstruksi yang dibuat dengan jalan
pengelasan dapat memenuhi maksud yang diinginkan, dimanakan mampu
las. Hal yang penting, terutama terjadinya retakan atau terjadinya
pengerasan atau juga turunnya keuletan pada sambungan las.
Antar muka antara logam penyambung dan logam induk pada
daerah pengelasan dinamakan bagian pengikat dan selanjutnya daerah
yang dipengaruhi panas dari logam induk adalah daerah yang terpanaskan
pertama pada temperatur yang tinggi terdinginkan secara cepat, yang
menyebabkan daerah itu terjadi lebih keras. Kekuatan maksimum pada
daerah ini tergantung pada kadar karbon ekivalen. IIW (International
Institute of Welding) menyatakan karbon ekivalen sebagai berikut,

24

Cek (%) = C + (1/6) Mn + (1/5) (Cr + Mo + V ) + (1/15) (Cu + Ni) . 2.1

Hubungan antara kekerasan Vickers maksimum Hvmaks dengan karbon
ekivalen adalah sebagai berikut,

Hvmaks = 666 Cek + 40 ……………………………………………... 2.2

Hvmaks tidak selamanya teliti tetapi ada hubungannya dengan laju retakan.

Pengelasan seperti itu yang terjadi pada daerah pengelasan
disebabkan karena naiknya temperatur transisi. Ito menentukan hubungan
antara temperatur transisi pada pengujian Charpy, vTs dengan komposisi
kimia dari 45 muatan dari baja yang berkekuatan tinggi 80 kg/mm² yang
dilas pada kekuatan tertentu.

vTs

= -70 + 290 C + 28 Mn + 46 Cu – 6 Ni + 25 Cr + 23 Mo (°C) ... 2.3

Hasilnya adalah unsur yang positif menurunkan vTs pada daerah pengikat
hanyalah Ni dan unsur lainnya menaikkan temperatur transisi, terutama C
sangat berbahaya. Kedua persamaan 2.2 dan persamaan 2.3 telah didapat
dari kondisi tertentu, keduanya bukan kondisi umum. Perlu dikatakan pula
bahwa ada beberapa pengaruh dari kata kemurnian, inklusi dan
sebagainya. Pengaruh electric welding terhadap stainless steel dapat
mempengaruhi sifat magnetis-nya, dapat dilihat pada Lampiran IV.

25

2.11.

Penguatan Baja Untuk Proses Pengelasan
Tabel 2.5 menunjukkan contoh komposisi kimia dan sifat-sifat
mekanik. Kebanyakan baja rol dinormalkan, dengan komposisi kimia
hanya mencapai kekuatan tarik 45 kg/mm². Baja kekuatan tinggi adalah
baja paduan rendah dengan kekuatan lebih tinggi dari baja lunak, biasanya
kekuatan tariknya kira-kira 50 - 100 kg/mm².

Tabel 2.5 Persentase Komposisi Ketebalan Baja Lunak

(sumber dari : Pengetahuan Bahan Teknik, hal. 78)

BAB III
PERANCANGAN TEBAL TABUNG

3.1.

Perancangan Tabung
Bahan

yang

digunakan

untuk

perancangan

tabung

ini

menggunakan baja tahan karat 18 Cr - 8 Ni dengan suhu operasi 50°C
sesuai dengan Tabel 3.1. Bila suhu pengoperasian bekerja diatas batas
suhu yang diijinkan yaitu 815°C, maka tabung tersebut akan terjadi
pengurangan umur, bahkan bisa terjadi hal yang tidak diinginkan. Berikut
Tabel 3.1 Batas Temperatur Desain:

Tabel 3.1 Batas Temperatur Desain

(sumber dari : API Recommended Practice 530, hal. 11)

26

27

Ketebalan minimum (tm) untuk tabung (termasuk daerah korosi yang
diijinkan) sebaiknya tidak kurang dari yang ditunjukkan pada tabel
berikutnya. Semua spesifikasi ketebalan harus memenuhi syarat apakah
nilai yang ditetapkan merupakan ketebalan minimum atau ketebalan ratarata.
Dalam perancangan ukuran dari diameter luar tabung dan
ketebalan minimum dari tabung dapat dilihat dari Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2 Tebal Minimum Tabung

(sumber dari : API Recommended Practice 530, hal. 5)

3.2.

Perancangan Suhu Rendah (Elastic Design)
Perhitungan dalam perancanagan tabung pada daerah elastis hanya
bertujuan untuk mengetahui besar tebal minimum tabung (tm) akibat
terkena tekanan maksimum. Dan untuk mengetahui umur tabung maka
kita harus mengetahui besarnya laju korosi yang terjadi dalam tabung.

28

Pada perancangan tabung yang beroperasi pada daerah elastis
pertama yang harus diketahui adalah besarnya tegangan yang terjadi akibat
suhu. Setelah besarnya tegangan elastis diketahui maka dapat diketahui
besarnya tebal minimum (tm) dengan menggunakan persamaan,

tm =

P Do
+A
2 (S Eq + P Y )

= t + A ............................................................................. 3.1
dimana:

tm

= tebal minimum dinding yang diperlukan, inchi

t

= tebal akibat tekanan, inchi

P

= tekanan elastis (tekanan dalam), psi

Do

= diameter luar tabung, inchi

S

= tegangan elastis, tegangan yang diijinkan pada
temperatur bahan, psi (lihat Table 4.1 dan Table 4.2)

A

= korosi yang diijinkan, ketebalan tambahan untuk material
yang terbuang dalam penguliran, karat, atau erosi yang
diijinkan; toleransi pabrikasi mill tolerance (MT) juga
perlu dipertimbangkan, inchi

Y

= koefisien yang diijinkan berdasarkan material atau bahan
yang digunakan. Untuk nilai Y dalam rumusan diatas
didapat karena temperaturnya dibawah 900°F, (lihat
Tabel 3.3) maka nilai Y yang diasumsikan adalah 0,4.

29

Y=

d
d
jika, t ≥ .......................................................... 3.2
d + Do
6

dimana:
d

= diameter dalam = Do – 2 t

Eq

= faktor kualitas yang menjadi faktor produk kualitas tuang
Ec, faktor kualitas gabung Ej dan nilai mutu ketika
digunakan Es. Nilai Ec dari 0,85 sampai 1,00 tergantung
dari metode yang digunakan untuk menguji mutu tuangan
(lihat Tabel 3.4). Sedangkan nilai Ej dari 0,60 sampai
1,00 (lihat Tabel 3.5) yang tergantung pada jenis materi
sambungan. Nilai Es dapat diasumsikan menjadi 0,92.

E q = E c E j E s ....................................................................... 3.3

t =

P Do
............................................................... 3.4
2 (S Eq + P Y )

Tabel 3.3 Nilai-nilai Y Koefisien yang digunakan dalam Eq

(sumber dari : Pipe Stress Analysis table 2.1, hal. 23)
(Reference ANSI/ASME B31.3. Table 304.1.1.)

30

Tabel 3.4 Tingkatan Faktor Kualitas yang digunakan dalam Ec

(sumber dari : Pipe Stress Analysis table 2.2a, hal. 23)
(Reference ANSI/ASME B31.3. Table 302.3.3c.)

Tabel 3.5 Faktor Kualitas Las Lurus dan Sambungan Membujur dalam Ej

(sumber dari : Pipe Stress Analysis table 2.2a, hal. 24)
(Reference B31.3 ANSI/ASME Table 302.3.4.)

Dalam perancangan tabung perlu memperhatikan korosi yang akan
terjadi

selama

proses

pengoperasian,

korosi

pada

tabung

akan

mempercepat kerusakan pada tabung sehingga tebal minimum dari tabung
akibat tegangan elastis perlu ditambahkan dengan laju korosi yang

31

diijinkan dalam tabung, maka tebal minimum dari tabung pada daerah
elastis (tm) menjadi,

Tebal nominal =

tm
..................................................... 3.5
(1 − MT )

dimana:

tm

= tebal minimum dinding yang diperlukan, inchi

MT

1
= mill tolerance-nya 12 % (sumber dari : Introduction to PIPE
2
STREES ANALYSIS, hal. 24)

Gambar 3.1 Diagram Alir

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1.

Perhitungan Tebal Tabung
Ukuran dimensi yang sudah ditentukan antara lain, diketahui laju
korosi A = 0,1 mm/tahun. Diameter dalam d = 220 mm, tekanan di dalam
tabung P = 1 atm, Eq = 0,625. Bahan yang digunakan adalah tabung
berbahan 18 Cr - 8 Ni. Tabung tersebut akan digunakan selama Ld = 5
tahun dan suhu di dalam tabung T = 50°C. Hitung tebal minimum tabung
(t), tebal minimum tabung akibat laju korosi (tm) dan tebal nominal
(nominal thickness).

P = 14,696 psi

;

Do = 8,701 inchi

;

Eq = 0,625 dari jenis tabung

S = Sh = tegangan yang diijinkan pada temperatur bahan dari 18 Cr - 8 Ni
tubes A269 grade A = 20000 psi, lihat Tabel 4.1 dan 4.2
Allowance Stresses in Tension for Metals, SE, KSI (sumber dari :
Introduction to PIPE STREES ANALYSIS Appendix A3, hal. 220)

Y = 0,4 (karena temperaturnya dibawah 900°F atau 482,2°C)

32

33

34

35

tm =

P Do
+A
2 (S Eq + P Y )

= t + A ............................................................................. 4.1
dimana:

tm

= tebal minimum dinding yang diperlukan, inchi

t

= tebal akibat tekanan, inchi

P

= tekanan elastis (tekanan dalam), psi

Do

= diameter luar tabung, inchi

S

= tegangan elastis, tegangan yang diijinkan pada
temperatur bahan, psi (lihat Tabel 4.1 dan Tabel 4.2)

A

= korosi yang diijinkan, ketebalan tambahan untuk material
yang terbuang dalam penguliran, karat, atau erosi yang
diijinkan; toleransi pabrikasi mill tolerance (MT) juga
perlu dipertimbangkan, inchi

Y

= koefisien yang diijinkan berdasarkan material atau bahan
yang digunakan. Untuk nilai Y dalam rumusan diatas
didapat karena temperaturnya dibawah 900°F, (lihat
Tabel 3.3) maka nilai Y yang diasumsikan adalah 0,4.

Y=

d
d
jika, t ≥ ......................................................... 4.2
d + Do
6

dimana:
d

= diameter dalam = Do – 2 t

Eq

= faktor kualitas yang menjadi faktor produk kualitas tuang

36

Ec, faktor kualitas gabung Ej dan nilai mutu ketika
digunakan Es. Nilai Ec dari 0,85 sampai 1,00 tergantung
dari metode yang digunakan untuk menguji mutu tuangan
(lihat Tabel 3.4). Sedangkan nilai Ej dari 0,60 sampai
1,00 (lihat Tabel 3.5) yang tergantung pada jenis materi
sambungan. Nilai Es dapat diasumsikan menjadi 0,92.

E q = E c E j E s ...............................