KARAKTERISTIK LELAH KOROSI PADA BAJA SS 304 TUGAS AKHIR - Karakteristik lelah korosi pada baja SS 304 - USD Repository

KARAKTERISTIK LELAH KOROSI PADA BAJA SS 304 TUGAS AKHIR

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

  Jurusan Teknik Mesin Diajukan oleh :

  STEVANUS JIN LIAT NIM : 025214061 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  

CHARACTERISTIC OF CORROSION FATIGUE OF

STAINLESS STEEL 304

FINAL PROJECT

  Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree in Mechanical Engineering

  By :

  

STEVANUS JIN LIAT

NIM : 025214061

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

  

Per s embahan

I woul d t hank s t o. . . . . . . . . . . . . .

  Jesus Christ and Saint Mary...,who always give his bless, love

and strength so that the writer is able to complete this final project.

Dad and mom, my family .... thanks for your kindness giving me all that I need to finish this study.

  

MOTTO

“BARANGSIAPA YANG MERENDAHKAN DIRI, IA AKAN DITINGGIKAN”

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis haturkan pada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini berjudul “KARAKTERISTIK LELAH

  

KOROSI PADA BAJA SS 304”. Penyusunan tugas akhir ini adalah salah satu

  syarat mencapai derajat sarjana S-1 di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini :

  1. Romo Ir.Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

  2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Wakil Dekan I Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Bapak Budi Sugiarto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

  4. Ir. P.K. Purwadi, M.T., selaku dosen Pembimbing Akademik.

  5. Bapak I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T., selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir atas kesabaran dan motivasinya.

  6. Bapak Martono, Laboran Ilmu Logam yang banyak membantu dalam penelitian dan pembuatan benda uji.

  7. Seluruh Dosen Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma, yang telah memberi ilmu pengetahuannya sehingga dapat digunakan dan diterapkan oleh penulis dalam penyelesaian tugas akhir.

  8. Kedua orangtuaku dan Bapak Stanislaus Aning yang selalu mendukung baik moril maupun materi, terima kasih atas kesabaran, kepercayaan dan doanya selama ini.

  9. Saudara-saudara yang berada di Kalimantan Barat, Taiwan, Singapura, dan Amerika Serikat buat dukungan moril dan materi selama ini.

  10. Keluarga besar Paduan Suara Mahasiswa Cantus Firmus (PSMCF) buat dukungan, canda tawa, kepercayaan, dan kebersamaan kita selama ini.

  Mas Mbong dan Bapak Budi Setyahandana, S.T.,M.T., atas segala teladan dan nasehat-nasehat yang sungguh berguna.

  11. Teman-teman Sekawan Choir (SC) atas kekompakkan, prestasi, dan pelayanan selama 3 tahun. Kalian adalah anugerah terindah yang pernah kumiliki. Mas Dede yang telah melatih dan membangun SC.

  12. Keluarga besar lingkungan Pringgodani dan PW3 atas dukungannya, dan kebersamaan yang tiada ternilai.

  13. Segenap petugas sekretariat Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir ini.

  14. Alumnus SMU Amkur Pemangkat yang berada di Yogyakarta; Erwin, Tjun Liong, Johan, Laza, Fo Sin, Floren, Apho, Yuli, Feli, Vita, Fung Ci,

  Icak, Okky, Lia, Ardani, Ajin atas bantuan, kerja sama, dan kebersamaannya selama ini.

  15. Teman-teman dan pimpinan Semarang Elektrindo, terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang telah diberikan sehingga dapat bekerja dengan baik. Teman-teman “TM 02” atas kebersamaan, dukungan, dan canda tawa kita. Jangan lupa sama almamater kita Universitas Sanata Dharma di manapun kita berada.

  16. Semua teman-temanku yang tidak bisa penulis sebut satu per satu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini baik material maupun spiritual.

  Akhir kata penulis berharap semoga coretan-coretan ini dapat memberikan manfaat yang besar khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca dalam memperluas wawasan dan pemahaman tentang bahan logam, khususnya baja tahan karat (stainless steel).

  Yogyakarta, September 2007 Penulis

  

INTISARI

  Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh NaCl terhadap ketahanan lelah baja SS 304. Baja SS 304 berbentuk batang yang dibuat benda uji lelah mengacu pada standar JIS Z2274.

  Benda uji kemudian diuji lelah dengan menggunakan mesin uji lelah lengkung putar di laboratorium ilmu logam Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma. Lingkungan uji lelah dibuat dari aquades dan larutan NaCl 3%.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan lelah baja SS 304 terhadap media korosif larutan NaCl 3% menurun dibandingkan pada media aquades. Pengujian dengan menggunakan aquades memiliki batas lelah yang jelas. Namun pada media larutan NaCl 3% benda uji baja SS 304 tidak memiliki batas ketahanan lelah.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL…………………………………........................................i TITLE………………………………………………………………..…………ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………..…………..iii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………..…………...iv HALAMAN PERNYATAAN……………………………………..…………...v HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO…………...………..………...vi KATA PENGANTAR…………………………………………………..….....vii

  INTISARI...………………………………………………………..……….......x DAFTAR ISI…………………………………………………………….....….xi DAFTAR TABEL………………………………………………………….....xiv DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..…...xv

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang Penelitian………………………………….………..1

  1.2 Tujuan Penelitian………………………………………………........2

  1.3 Perumusan Masalah………………………………………………....3

  1.4 Batasan Penelitian………………………………………………...…3

  BAB II LANDASAN TEORI

  2.1 Dasar Teori..........................................................................................4

  2.2 Produksi Baja

  2.2.1 Proses Produksi Baja ...............................................................4

  2.2.2 Proses Pengolahan Bijih Besi...................................................5

  2.3 Sifat-sifat Baja.....................................................................................6

  2.4 Klasifikasi Paduan Baja.......................................................................7

  2.5 Baja Tahan Karat (Stainless Steel).......................................................8

  2.5.1 Baja Tahan Karat Martensit………………………………….8

  2.5.2 Baja Tahan Karat Ferit……………………………………….8

  2.5.3 Baja Tahan Karat Austenit…………………………………...9

  2.6 Korosi....................................................................................................9

  3.5 Pengujian Struktur Kristal

  4.1.2 Perhitungan Uji Tarik................................................................42

  4.1.1 Data Hasil Uji Tarik..................................................................42

  4.1 Pengujian Tarik...................................................................................42

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  3.8 Pengujian Kekerasan Brinell....................................................... ........39

  3.7 Pengujian Kelelahan……….…..…………………………………….36

  3.6.3 Regangan ....................................................................................36

  3.6.2 Tegangan Patah...........................................................................35

  3.6.1 Tegangan Maksimum..................................................................35

  3.6 Pengujian Tarik………………………………………………………33

  3.5.2 Pengujian Struktur Mikro……………………………………....31

  3.5.1 Pengujian Struktur Makro …………….………..……………...31

  3.4 Peralatan Penelitian………….…………………………………….....29

  2.7 Lelah Korosi........................................................................................11

  3.3 Pembuatan Benda Uji………………………………………………...28

  3.2 Bahan Penelitian..…………………………..………………………..27

  3.1 Skema Penelitian………………………..……………………...….....26

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  2.9.2 Putus…………..….…………………………..………………...25

  2.9.1 Patah………………..……….………………………………….23

  2.9 Patah dan Putus pada Benda Uji

  2.8.3 Hal-hal yang Berpengaruh pada Kegagalan Lelah.……..……...21

  2.8.2 Retakan (Crack)….…………………………..………………...19

  2.8.1 Pengertian Kelelahan……….………………………………….14

  2.8 Kelelahan pada Benda Uji

  2.7.2 Efek Permukaaan….…………………………………………...13

  2.7.1 Mekanisme Kegagalan Lelah………………………………….12

  4.2 Pengujian Kelelahan............................................................................44

  4.4 Pengujian Struktur Mikro...................................................................49

  4.5 Pengamatan Struktur Patahan (Makro)...............................................50

  BAB V PENUTUP

  5.1 Kesimpulan…………..………………………………………...……52

  5.2 Saran….……………………………………………………………..53 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………54 LAMPIRAN……………………………………………………………………..55

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Baja…..………………………………………………7Tabel 2.2 Klasifikasi Paduan Baja……………………..………………………...8Tabel 3.1 Komposisi Paduan Baja SS 304……………...………………………27Tabel 3.2 Konversi Uji Kekerasan Brinell…………………………..……….....41Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Tarik Baja SS 304……………………..………42Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kelelahan Tanpa Korosi…………………..…..45Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Kelelahan Korosi...............................................46Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Kekerasan Baja SS 304……………………......48

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Berbagai Bentuk Korosi.…………………………………..13Gambar 2.2 Bentuk Alternatif Pengulangan Regangan…………………………15Gambar 2.3 Pengujian Kelelahan.........................................................................16Gambar 2.4 Hubungan Tegangan (S) dengan Jumlah Siklus (N)........................18Gambar 2.5 Skema Perpatahan Fatik…………………………………………...23Gambar 2.6 Macam-macam Bentuk Patahan.......................................................25Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian…………………………………....………26Gambar 3.2 Specimen Uji Kelelahan Tanpa Takik Standar JIS Z2274 .............29Gambar 3.3 Mikroskop Logam dan Kamera........................................................30Gambar 3.4 Chamber…………………………………………………………...30Gambar 3.5 Kurva Tegangan Regangan pada Pengujian Tarik………………...34Gambar 3.6 Skema Mesin Uji Lelah Korosi……………………………………37Gambar 3.7 Benda Uji Kekerasan........................................................................39Gambar 3.8 Alat Uji Kekerasan Brinell………………………………………...40Gambar 3.9 Prinsip Uji Kekerasan Brinell..…………………………………….41Gambar 4.1 Grafik S-N Lelah Korosi vs Tanpa Korosi Baja SS 304……….....46Gambar 4.2 Struktur Mikro Baja SS 304, dengan Pembesaran 200x ................50Gambar 4.3 Penampang Patahan Material Tanpa Korosi dengan Tegangan Lengkung 55,403kg/mm², Siklus 58.858 .......51Gambar 4.4 Penampang Patahan Material Tanpa Korosi dengan Tegangan Lengkung 41,778kg/mm², Siklus 1.639.148 ...51Gambar 4.5 Penampang Patahan Material Korosi dengan Tegangan Lengkung 55,403kg/mm², Siklus 68.452.........52Gambar 4.6 Penampang Patahan Material Korosi dengan Tegangan Lengkung 36,805kg/mm², Siklus 322.694.......52

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

  Perkembangan teknologi yang semakin pesat khususnya dalam bidang industri menyebabkan kebutuhan akan bahan meningkat dari waktu ke waktu.

  Kebutuhan akan bahan yang semakin meningkat itulah yang memotivasi manusia untuk berkembang dengan melakukan berbagai penelitian untuk mengetahui sifat-sifat fisis dan mekanik yang baik dari bahan-bahan industri. Ini menyebabkan manusia berinovasi dengan berbagai cara untuk mendapatkan dan mengetahui sifat mekanik dan sifat fisis, serta komposisi dari suatu bahan dengan berbagai perlakuan untuk mendapatkan bahan yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan (bermutu dan berkualitas).

  Dalam dunia industri permesinan, sarana pendukung sangatlah penting. Sarana yang ingin dicapai adalah tepat guna dan efektif untuk menunjang suatu perangkat, sehingga dapat digunakan sesuai keinginan. Dalam dunia permesinan sendiri dapat terbagi bermacam-macam elemen penyusunnya, salah satunya adalah poros. Poros digunakan untuk meneruskan daya atau sebagai penyangga beban yang akan ditransmisikan. Dalam prakteknya bahan- bahan penyusun poros sangat penting untuk diperhitungkan, karena dari bahan itulah akan didapat karakteristik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

  Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba melakukan penelitian

  5

  baja tahan karat sebagai bahan penelitian untuk tugas akhir, karena penggunaan baja tahan karat yang semakin banyak di berbagai bidang dewasa ini. Ini disebabkan oleh sifat-sifat baja tahan karat yang kuat, tahan korosi, keras, dan tahan panas. Sifat-sifat fisik dan mekanis yang lainnya diperoleh dengan menambahkan unsur paduan yang lain. Pemilihan paduan biasanya tergantung pada kekuatan, berat jenis, harga bahan baku, dan upah pembuatan.

  Uji lelah telah digunakan sejak lama, sejak tahun 1830 diketahui bahwa logam yang dikenai tegangan berulang akan rusak pada tegangan yang jauh lebih rendah dibanding yang dibutuhkan untuk menimbulkan perpatahan pada penerapan beban tunggal. Tahun 1850 di Jerman, August Wöhler mengadakan percobaan pengujian kelelahan di bawah tegangan berulang-ulang. Kegagalan fatik menonjol sejalan dengan pengembangan peralatan teknologi yang mengalami beban berulang dan getaran. Kelelahan yang menyebabkan kegagalan fatik menjadi hal yang sangat membahayakan karena terjadi tanpa petunjuk awal.

1.2 Tujuan Penelitian

  Mengetahui sifat fisis dan mekanis baja tahan karat SS 304: Mengamati struktur mikro dan struktur makro bahan yang mengalami a. lelah korosi dengan yang tanpa mengalami lelah korosi.

  b. Mengetahui kekerasan dan kekuatan tarik bahan baja tahan karat SS 304.

  Membandingkan uji kelelahan bahan yang mengalami lelah korosi dengan c.

  5

  1.3 Perumusan Masalah

  Tegangan yang dimiliki suatu bahan termasuk elemen mesin perlu diketahui terlebih dahulu. Kerusakan elemen mesin biasanya disebabkan beban berulang pada harga tegangan yang masih berada di bawah harga elastis (yielding point) bahan. Analisis pada kondisi bagian-bagian mesin yang menerima beban statis dengan pembebanan dilakukan secara bertahap untuk mendapatkan kondisi tegangan-regangan yang sebenarnya.

  Metode pengujian kelelahan adalah dengan mengkondisikan benda uji pada keadaan tarik tekan secara kontinyu dan berulang dengan pembebanan yang dilakukan secara dinamis. Semua patahan yang disebabkan kelelahan melalui tahapan proses : terjadinya retakan lelah, pertambahan retakan lelah, dan patahan statik terhadap luas penampang sisa. Oleh karena itu pencegahannya perlu dilakukan pada setiap tahapan proses tersebut di bagian yang paling efektif.

  1.4 Batasan Penelitian

  Dalam penelitian ini, diberikan batasan-batasan agar dapat terarah dan sistematis. Penulis hanya meneliti bahan baja SS 304 yang mengalami lelah korosi dengan yang tanpa korosi. Pengujian lelah korosi baja SS 304 menggunakan larutan air garam 3% NaCl (kondisi air laut). Adapun pengujian yang bersifat fisis meliputi : struktur mikro dan pengamatan struktur makro

  (patahan), sedangkan pengujian yang bersifat mekanis meliputi : pengujian

  5 BAB II LANDASAN TEORI

  2.1 Dasar Teori

  Poros adalah salah satu elemen penting dalam permesinan yang digunakan sebagai piranti untuk mentransmisikan atau meneruskan daya. Dalam perkembangannya banyak sekali pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan poros agar dapat bekerja seefisien mungkin, karena harus disesuaikan dengan fungsi dan kemampuan kerja dari poros tersebut. Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah : 1. Bahan pembuatan poros tersebut.

  2. Perlakuan panas yang diberikan.

  3. Beban atau kapasitas yang akan diberikan pada poros tersebut.

  2.2 Produksi Baja

  2.2.1 Proses Produksi Baja Baja diperoleh dengan mengambil besi kasar dari bijih besi yang kebanyakan berbentuk oksida. Pengambilan besi dari bijinya dinamai proses reduksi atau pengurangan oksigen. Bentuk-bentuk bijih besi yang terdapat di alam:

  1. Berbentuk batu : Fe

  2 O 3 (hematit), Fe

  3 O 4 (magnetit), dan 2Fe

  2 O 3 .3H

  2 O (batu besi merah).

  5

  3. Berbentuk butiran halus campur tanah liat : Fe.CO 3 (sperosiderit).

  2.2.2 Proses Pengolahan Bijih Besi Bahan-bahan yang diperlukan pada proses pengolahan bijih besi:

  Bijih besi yang telah diselesaikan (dipecah, dibuat sinter atau bijih besi yang 1. berbentuk pasir, dan briket).

  2. Bahan bakar : arang kayu atau kokas.

  Batu tambahan, yang berfungsi untuk mengambil P dan S dari besi cair dan 3. untuk menghindari terjadinya oksidasi. Udara, berfungsi untuk pembakaran dan pembentukan CO sebagai bahan 4. reduksi. Pengolahan bijih besi diperlukan dapur baja. Macam-macam dapur baja:

  Dapur Puddel (dapur aduk), proses dilakukan dalam dapur api dengan bahan 1. bakar batubara yang mempunyai nyala api panjang dengan udara yang berlebih.

  2. Dapur Siemens Martin

  3. Dapur (Convertor) Bassemer Convertor Thomas, prosesnya dengan memasukkan kapur bakar dalam 4. konvertor yang pijar putih, lalu ditambahkan besi kasar cair dan dihembuskan udara untuk beberapa saat.

  5. Dapur listrik

  a. Dapur busur cahaya, panas diperoleh dari loncatan api di antara 2 elektrode yang terbuat dari karbon.

  5

2.3 Sifat-Sifat Baja

  Dewasa ini penggunaan material logam baja semakin berkembang, dikarenakan mempunyai beberapa keunggulan dari sifat mekanis dan non mekanis, seperti : 1.

  Malleability (dapat ditempa), baja dapat dengan mudah dibentuk dengan suatu gaya, baik dalam keadaan dingin maupun panas tanpa terjadi retak, misalnya dengan hammer atau dengan rol.

  2. Ductility (dapat ditarik / ulet), baja dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukkan gejala putus.

  3. Toughness (ketangguhan), kemampuan suatu logam untuk dibengkokkan beberapa kali tanpa mengalami retak.

  4. Hardness (kekerasan), ketahanan suatu logam terhadap penetrasi atau penusukan logam lain.

  5. Strength (kekuatan), kemampuan suatu logam untuk menahan gaya yang bekerja atau kemampuan logam menahan deformasi.

  6. Weldability (mampu las), kemampuan logam untuk dapat dilas, baik dengan las listrik maupun dengan las karbid atau gas.

  7. Corrosion resistance (tahan korosi), kemampuan suatu logam untuk menahan korosi atau karat akibat kelembaban udara, zat-zat kimia, dan lain-lain.

  8. Machianability (mampu mesin), kemampuan suatu logam untuk dikerjakan dengan mesin, misalnya dengan mesin bubut, mesin frais, dan lain-lain.

  9. Elasticity (elastis), kemampuan suatu logam untuk kembali ke bentuk semula

  5

  10. Britteleness (kerapuhan), sifat logam yang mudah retak atau pecah, sifat ini berhubungan erat dengan kekerasan atau hardness dan merupakan kebalikkan dari ductility.

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Baja

  Sifat –sifat Baja Besarnya

  3 Massa Jenis 8 g/cm

  Titik Cair 1537ºC (Sumber : Surdia dkk., Pengetahuan Bahan Teknik, 1991, hal 134)

2.4 Klasifikasi Paduan Baja

  Paduan baja diklasifikasikan dalam berbagai bentuk kelompok umum, yaitu: 1. Baja karbon, adalah baja yang hanya terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C) saja.

  a. Baja karbon rendah, prosentase karbon antara 0,1-0,25%.

  b. Baja karbon menengah, prosentase karbon antara 0,25-0,55%.

  c. Baja karbon tinggi, prosentase karbon antara 0,55-1,7%.

  2. Baja paduan, adalah baja yang elemen paduan mencapai kadar >0,8%.

  3. Besi tuang a. Besi tuang kelabu (grey cast iron), banyak dipakai sebagai bahan cor.

  b. Besi tuang putih (white cast iron). Paduan baja menurut AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Society

  of Automotive Engineers):

  5 Tabel 2.2 Klasifikasi Paduan Baja

  Baja molybdenum Baja krom

  2.5.2 Baja Tahan Karat Ferit Baja ini mempunyai unsur-unsur Cr sekitar 16-18% atau lebih dan pada lingkungan korosi yang ringan tidak terjadi karat. Banyak digunakan untuk trim mobil, bagian dalam peralatan dapur, dan bahan untuk bagian

  0,3%C. Baja ini sukar berkarat di udara, banyak dipakai untuk alat pemotong dan perkakas.

  2.5.1 Baja Tahan Karat Martensit Baja tahan karat martensit mempunyai unsur 12-13%Cr dan 0,1-

  Baja paduan dengan campuran besi (Fe) dan krom (Cr) >12% dinamakan baja tahan karat (stainless steel). Ketahanan baja tahan karat terhadap korosi tergantung pada permukaan pasif kromium oksida. Macam-macam baja tahan karat (Surdia dkk., 2005 : 103):

  (Sumber : Smallman, Metalurgi Fisik Modern, Edisi Keempat)

  Baja krom-vanadium Baja silikon-mangan

  Baja nikel Baja nikel krom

  Seri Paduan

  9XXX Baja karbon

  6XXX

  5XXX

  4XXX

  3XXX

  2XXX

  1XXX

2.5 Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

  5

  dalam dari suatu kontruksi. Tanpa adanya kandungan Ni sukar untuk terjadi retakan korosi-tegangan.

  2.5.3 Baja Tahan Karat Austenit Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya 18%Cr – 8%Ni, digunakan untuk turbin mesin jet, mobil, dan industri kimia.

  2.5.4 Baja Tahan Karat Tipe Pengerasan Presipitasi Struktur baja tahan karat, mempunyai unsur Cr yang menjadi komponen utama dapat larut dalam besi dan memperluas daerah

  α (ferit).

2.6 Korosi

  Korosi dapat didefinisikan rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas bahan karena terjadinya reaksi dengan lingkungannya. Korosi mengakibatkan logam menjadi bertambah berat atau bertambah ringan dan sifat-sifat mekanisnya berubah. Selain itu akibat dari korosi adalah kerugian produksi, hilang efisiensi, dan bahan-bahan terkontaminasi.

  Proses korosi umumnya melalui proses elektrokimia karena logam merupakan konduktor listrik dan secara kimiawi. Permukaan logam terdapat daerah anoda dan daerah katoda sehingga menyebabkan korosi. Syarat-syarat untuk terjadinya korosi adalah:

  1. Anoda, terkorosi dengan melepaskan elektron dari atom netral. Anoda membentuk ion yang larut ke dalam larutan dan hasil korosi pada anoda yang tidak larut sehingga menghalangi pelarutan (korosi terhenti).

  • zt
  • e

  • → H (atom) atau H
  • 3.
    • O
    • 4e

  • → 4OH

  3. Korosi sumuran (pitting), adalah korosi yang terjadi di permukaan benda kerja yang berbentuk lubang-lubang karena sangat destruktif (bahaya), sulit dicek, dapat menyebabkan runtuhnya konstruksi dengan tak terduga.

  2. Korosi dwilogam (galvanis) , adalah korosi yang diakibatkan adanya 2 logam yang tak sejenis.

  1. Korosi yang merata, adalah proses kimiawi atom elektrokimia secara langsung di seluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan pengkorosi.

  Macam-macam korosi menurut penampakan logam terkorosi (Fontana, 1986 :39):

  3. Pasif, artinya logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.

  2. Imun, artinya logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun dengan pengecatan.

  Elektrolit, istilah larutan yang bersifat menghantarkan listrik. Air yang sangat murni bukan elektrolit.

  4. Hubungan listrik Korosi terbagi atas 3 kategori yaitu (Chamberlain, 1988 : 191): 1. Aktif, artinya logam terkorosi dengan bebas (baja karbon dalam air laut).

  2

  2

  pH ≥ 7 : 2H

  2 (gas)

  2. Katoda, yang tidak mengalami korosi. Reaksi tergantung pH larutan: pH < 7 : H

  5

  4. Korosi celah (crevice), adalah korosi yang terjadi secara lokal di dalam sela-

  5

  dalamnya tidak bisa keluar dan banyak terjadi di bawah gasket, keling, baut, katub, dan sebagainya.

  5. Korosi intergranuler (antar butir atau batas butir), adalah korosi yang terjadi pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini adalah menurunkan kadar karbon, misalnya sampai 0,03% sehingga tidak terbentuk Cr C seperti pada 23 6 stainless steel 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).

  Korosi tegangan (stress corrosion), adalah korosi yang terjadi karena adanya 6. tegangan yang bekerja pada suatu mesin.

2.7 Lelah Korosi

  Proses yang berlangsung secara bersamaan antara tegangan berulang dan serangan kimia dikenal sebagai lelah korosi. Lelah korosi logam dan paduannya itu penting untuk tegangan dinamis seperti perkembangan retak fatik jika disatukan dengan larutan korosif. Lelah korosi dapat dianggap lebih berbahaya daripada tegangan korosi jenis kegagalan, dan harus diperhitungkan dalam rancangan komponen-komponen.

  Komposisi kimia dan kandungan oksigen, termomekanis, mikrostruktur dan sifat kimia tak sejenis material, tingkat keasaman (pH), komposisi larutan / kandungan klorida, dan suhu lingkungan sangat berpengaruh pada karakteristik lelah korosi material maupun parameter pembebanan putaran seperti perbandingan putaran, bentuk gelombang, rata-rata tegangan, dan faktor intensitas

  5

  2.7.1 Mekanisme Kegagalan Lelah Kegagalan yang terjadi pada keadaan beban dinamik dinamakan kegagalan lelah (fatigue failures). Kegagalan lelah terjadi dalam elemen mesin yang harus mengalami tegangan berulang-ulang (alternating) atau tegangan berubah-ubah (fluctuating). Kegagalan suatu bahan akibat pembebanan berulang-ulang akan mengakibatkan kelelahan komponen suatu mesin pada konstruksi yang bersangkutan sehingga dibutuhkan analisa akibat dengan mengadakan penelitian tentang umur suatu bahan akibat beban berulang-ulang.

  Ada 3 faktor dasar yang diperlukan agar terjadi kegagalan lelah (Dieter, 1992 : 1): Tegangan tarik maksimum yang cukup tinggi.

  1.

  2. Fluktuasi yang cukup tinggi.

  Siklus penerapan yang cukup tinggi.

  3. Selain itu masih terdapat sejumlah variabel-variabel lain, yaitu: konsentrasi tegangan, korosi, suhu, kelebihan beban, struktur metalurgi, tegangan-tegangan sisa, dan tegangan kombinasi yang cenderung mengubah kondisi kelelahan. Penelitian mengenai perubahan-perubahan struktur dasar yang terjadi apabila logam mengalami tegangan berulang, secara tepat telah membagi proses kelelahan menjadi tahapan berikut ini (Dieter, 1992: 18):

  a. Permulaan pembentukan retak; termasuk pembentukan awal kerusakan retak yang dapat dihilangkan dengan pelunakan / anil termal yang sesuai.

  5

  b. Pertumbuhan retak pergelinciran pita (slip band crack growth); melibatkan pertumbuhan lebih lanjut retakan awal pada bidang tegangan yang tinggi.

  Tahap ini biasa disebut pertumbuhan retakan tahap I. Pertumbuhan retak pada bidang-bidang yang tegangan tarik tinggi; meliputi c. pertumbuhan retak pada arah tegak lurus tegangan tarik maksimum. Tahap ini disebut pertumbuhan retakan tahap II.

  Kegagalan ulet ultimate; terjadi apabila retak mencapai panjang yang cukup d. besar, sedemikian hingga penampang yang tersisa tidak mampu menahan beban yang ada.

Gambar 2.1 Skema Berbagai Bentuk Korosi (Sumber : Jones, Corrosion , 1992 , hal 10)

  2.7.2 Efek Permukaan Patah lelah ditandai dengan adanya awal retakan (crack initiation) yang kemudian menjalar (crack propagation) sejalan dengan besarnya tegangan dan jumlah siklus. Benda uji yang dipolis halus, dengan geseran-geseran halus

  5

  (mempertinggi tegangan) mempunyai arah sejajar dengan arah tegangan tarik utama.

  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permukaan benda uji, yaitu: Kekasaran permukaan atau mempertinggi tegangan pada permukaan.

  1. Perubahan kekuatan lelah permukaan logam.

  2.

  3. Perubahan kondisi tegangan sisa pada permukaan.

  Mudahnya suatu permukaan mengalami oksidasi dan korosi.

  4.

2.8 Kelelahan pada Bahan Uji

  2.8.1 Pengertian Kelelahan Fatik / kelelahan menurut ASTM didefinisikan sebagai proses perubahan struktur permanen “progressive localized” pada material yang berada pada kondisi yang menghasilkan fluktuasi regangan dan tegangan pada beberapa titik yang memuncak menjadi retak (crack) atau patahan (fracture) secara keseluruhan sesudah fluktuasi tertentu. Suatu komponen mesin jika mendapatkan beban berulang secara periodik akan mengalami kerusakan yang biasa dikenal dengan kelelahan (fatigue). Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena tegangan rendah yang terjadi secara berulang-ulang.

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menyatakan karakteristik tegangan (Smallman, 1991 : 87): 1. Besar tegangan maksimum.

  Tegangan rata-rata yang cukup besar.

  2.

  5 Ada 4 jenis penyusunan siklus tegangan yang berbeda : a.

  Beban bolak-balik

  b. Beban berubah c.

  Beban fluktuasi d. Beban berulang

Gambar 2.2 Bentuk Alternatif Pengulangan Regangan

  (Sumber : Smallman, Metalurgi Fisik Modern, 1991 : 217) Analisa pengujian dengan mesin uji kelelahan menggunakan kurva tegangan

  (S) yang berbeda untuk setiap benda uji, jumlah siklus tegangan (N) yang dialami oleh benda uji pada setiap tegangan tertentu hingga terjadi patah dicatat dan dibuat gambar diagram kelelahan atau sering disebut dengan diagram S-N.

  5 Gambar 2.3 Pengujian Kelelahan

  Umumnya benda uji tertentu mempunyai titik aman pada siklus tertentu, hal ini disebabkan karena :

  1. Kegagalan akibat kelelahan bahan Kegagalan lelah timbul akibat adanya retak kecil (initial crack), retak ini sangat kecil, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Retak tersebut timbul pada titik ketidakmulusan bahan seperti pada perubahan penampang, goresan pada permukaan bahan akibat pengerjaan dan lubang akibat pengecoran yang kurang baik pada bahan. Sekali saja retak awal, maka akan terjadi pengaruh pemusatan tegangan menjadi lebih besar lagi dan retak tersebut merambat lebih cepat pada penampang bahan. Jika ukuran luas yang menerima tegangan berkurang, maka tegangan bertambah besar sampai akhirnya luas yang tersisa

  5 Adapun penyebab kegagalan lelah yaitu : Perkembangan dari retak yang ada.

  1.

  2. Kepatahan mendadak pada bagian bahan yang rapuh.

  Kegagalan lelah sering digolongkan sebagai akibat siklus, umur, dan waktu penggunaan bahan. Daerah umur tak terhingga (infinite life region), meliputi perancangan yang melampaui batas siklus tegangan lelah atau disebut dengan kegagalan bersiklus tinggi. Kegagalan ini juga disebut kegagalan bersiklus pendek antara putaran 0,5 sampai putaran 1000 siklus.

  2. Kekuatan bahan Penyusunan kekuatan lelah suatu bahan diperlukan beberapa benda uji dengan jumlah putaran yang sama pada setiap bahan, sampai bahan didapatkan hasilnya. Selanjutnya dibuat diagram S-N, sehingga dapat dilihat bentuk grafik sampai dengan siklus amannya. Koordinat pada diagram S-N disebut kekuatan lelah suatu pernyataan yang harus diikuti dengan jumlah siklus (N) yang bersangkutan.

  3. Batas Ketahanan Kelelahan Dalam menentukan ketahanan kelelahan perlu menyelesaikan semua pengujian terlebih dahulu sehingga dapat kita ketahui seberapa besar batas ketahanan terhadap kelelahan. Grafik akan terlihat garis mendatar setelah diberi tegangan dan jumlah siklus tertentu, maka akan terbaca bahwa bahan sudah dapat melalui batas ketahanan lelah (endurance limit).

  Diagram S-N memperlihatkan bahwa beberapa logam mampu menahan

  5

  5

  dari tegangan batas maka disebut sebagai batas ketahanan. Tegangan tertinggi dari tegangan batas maka disebut sebagai batas ketahanan. Tegangan tertinggi pada saat tidak terjadi kegagalan dianggap sebagai batas lelah. pada saat tidak terjadi kegagalan dianggap sebagai batas lelah.

Gambar 2.4 Hubungan Tegangan (S) dengan Jumlah Siklus (N) Gambar 2.4 Hubungan Tegangan (S) dengan Jumlah Siklus (N)

  (Sumber : Colling, Industrial Materials, 1995 ) (Sumber : Colling, Industrial Materials, 1995 ) Penentuan batas kelelahan dilakukan dengan pemberian tegangan rendah Penentuan batas kelelahan dilakukan dengan pemberian tegangan rendah

  6

  6

  sampai pada siklus >2x10 sampai pada siklus >2x10 . Ini disebabkan batas lelah material baja pada tegangan . Ini disebabkan batas lelah material baja pada tegangan

  6

  6

  7

  7

  antara 10 antara 10 sampai 10 sampai 10 siklus (Stephens dkk., 1980). Jika pada tegangan tertentu siklus (Stephens dkk., 1980). Jika pada tegangan tertentu

  6

  6

  pada siklus di atas 2x10 pada siklus di atas 2x10 benda uji belum mengalami kegagalan patah, maka benda uji belum mengalami kegagalan patah, maka tegangan tersebut dianggap batas lelah. tegangan tersebut dianggap batas lelah.

  5

  5 Keadaan lelah pada jumlah siklus yang besar (N > 10 Keadaan lelah pada jumlah siklus yang besar (N > 10 siklus) menyebabkan siklus) menyebabkan

  tegangan bersifat elastik, tetapi logam akan berdeformasi secara plastik pada tegangan bersifat elastik, tetapi logam akan berdeformasi secara plastik pada daerah yang sempit. Pada tegangan-tegangan tinggi dengan cepat ketahanan lelah daerah yang sempit. Pada tegangan-tegangan tinggi dengan cepat ketahanan lelah (fatigue life) turun, tetapi defomasi plastik secara keseluruhan mempersulit (fatigue life) turun, tetapi defomasi plastik secara keseluruhan mempersulit

  5

  2.8.2 Retakan (Crack) Retakan adalah deformasi plastis yang terjadi akibat beban lebih yang konstan selama periode tertentu. Retak juga bervariasi dengan berubahnya tegangan yang terjadi. Ada 4 macam mekanisme terbentuknya retak (crack) : 1. Adanya dislokasi yang menghasilkan slip.

  Pergeseran batas slip.

  2.

  3. Difusi kekosongan.

  Panjatan dislokasi yang menghasilkan slip.

  4. Stress Corrosion Cracking (SCC) pada logam adalah retak (crack) yang disebabkan oleh pengaruh gabungan antara tegangan tarik dan lengkung korosif pada logam karena adanya beban atau tegangan sisa. Perkembangan retakan dapat terjadi karena interaksi antara tegangan yang dikenakan, tegangan sisa, dan lingkungan korosif. Mekanisme terjadinya retak karena tegangan dan korosi ini belum jelas, penyebabnya adalah prosesnya pada larutan / bahan tertentu saja.

  Peretakan korosi-tegangan merupakan peretakan intergranuler. Ciri-ciri utama peretakan korosi-tegangan yang dijabarkan oleh Brown (Chamberlain, 1991 : 179): tegangan tarik harus ada, paduan logam lebih rentan, unsur kimia sedikit, dan dapat menentukan tegangan ambang batas.

  5 Cara menghindari terjadinya Stress Corrosion Cracking (SCC):

  Menurunkan tingkat tegangan dan menghilangkan tegangan sisa dengan 1.

  annealing.

  Lingkungan yang merugikan dihilangkan.

  2. Ganti bahan, misalnya paduan titanium atau molibdenum, bukan stainless 3.

  steel pada mesin penukar panas yang kontak langsung dengan air laut.

  Menggunakan pelindung katodik.

  4.

  5. Tambahkan inhibitor.

  Perkembangan retakan ditandai oleh sejumlah cincin / “garis pantai” (beach

  mark), bergerak ke dalam dari titik dimana kegagalan mulai terjadi. Kegagalan

  biasanya terjadi pada bagian dimana terdapat konsentrasi tegangan. Patahan merupakan tahapan akhir dari proses kelelahan di mana material tidak dapat menahan tegangan dan regangan yang ada sehingga patah menjadi 2 bagian atau lebih (Dieter, 1991 : 4).

  Salah satu pencegahan kelelahan adalah mengendalikan retakan mikro. Menurut percobaan suatu retakan mikro berasal pada tahap yang sangat dini yaitu 0,1-0,5% dari umur kelelahan. Retak kecil sekali berawal di tempat yang terlokalisir (localized spot), umumnya di takik atau di konsentrasi tegangan, dan lambat laun merambat pada penampang melintang sampai kontruksi itu patah.

  5

  2.8.3 Hal-hal yang Berpengaruh pada Kegagalan Lelah (Dieter, 1992 : 29)

  1. Pengaruh Ukuran Kekuatan lelah yang besar akan lebih baik dari kekuatan lelah yang kecil. Perubahan luas penampang yang mempengaruhi perubahan volume sehingga mengakibatkan perbedaan tegangan.

  2. Pengaruh Suhu Suhu mempengaruhi sifat mekanis bahan karena adanya tegangan statis dan dinamis yang akan menyebabkan perubahan bahan secara perlahan. Hal ini akan menyebabkan perubahan bentuk grafik pada diagram S-N. Jika dipakai pada suhu yang tinggi, maka akan menyebabkan disisolasi dan pada bahan akan terjadi pengurangan terhadap ketahanan lelah.

  3. Pengaruh Permukaan Bahan Halus dan tidaknya permukaan bahan merupakan faktor utama timbulnya retakan awal pada bahan, karena pada permukaan yang kasar akan banyak terdapat ketidakrataan permukaan. Akan tetapi pada permukaan yang halus akan sedikit terdapat lubang atau bekas sayatan pada saat pembuatan benda uji. Kehalusan dan kekasaran permukaan bahan sangat berpengaruh pada pengujian kelelahan. Tiap pengerjaan yang meningkatkan kekerasan atau kekuatan luluh bahan akan meningkatkan tegangan yang diperlukan untuk slip dan hal ini dengan sendirinya akan langsung meningkatkan kekuatan lelah.

  5 Ada beberapa hal yang mempengaruhi kelelahan permukaan bahan, yaitu :

  Tegangan sisa permukaan a.

  Pembentukan tegangan sisa pada permukaan dapat meningkatkan ketahanan lelah bahan. Tegangan ini dihasilkan oleh beban luar (tarik dan tekan), dengan adanya tegangan sisa akan memperkecil celah pada suatu titik di permukaan. Oleh karena itu, perlu adanya perimbangan antara tegangan sisa tekan dengan tegangan sisa tarik agar tahan terhadap kelelahan.

  b. Perubahan permukaan Perubahan permukaan dapat terjadi karena proses perlakuan panas dalam pembentukan bahan tersebut, hal ini biasanya dilakukan dalam peleburan awal untuk mendapatkan komposisi bahan yang sesuai dengan yang diinginkan. Proses pelapisan permukaan ini pada kelanjutannya akan menentukan pertambahan atau pengurangan kekuatan lelah bahan.

  Kekasaran permukaan c.