PENGARUH PERIODE SUBKULTUR TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.) SKRIPSI

  1 PENGARUH PERIODE SUBKULTUR

  TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.) SKRIPSI LINA IRONIKA PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

  i

  PENGARUH PERIODE SUBKULTUR TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.) SKRIPSI

  Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Biologi

  Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya

  Oleh : LINA IRONIKA NIM. 080810090 Tanggal Lulus : 3 Agustus 2012 Disetujui oleh

  Pembimbing I, Pembimbing II, Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si

  NIP. 19640303 198810 2 001 NIP. 19770115 200604 2 002 ii

  LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

  Judul : Pengaruh Periode Subkultur Terhadap Kadar Saponin Akar Adventif Tanaman Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)

  Penyusun : Lina Ironika NIM : 080810090 Pembimbing I : Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si Pembimbing II : Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si Tanggal Ujian : 3 Agustus 2012

  Disetujui oleh : Pembimbing I, Pembimbing II,

  Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si NIP. 19640303 198810 2 001 NIP. 19770115 200604 2 002

  Mengetahui, Ketua Program Studi S-1 Biologi

  Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

  Universitas Airlangga Dr. Alfiah Hayati

  NIP. 19640418 198810 2 001 iii

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

  Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan, Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah.

  Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.

  iv

KATA PENGANTAR

  Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wa Taala atas segala limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Periode Subkultur

  Terhadap Kadar Saponin Akar Adventif Tanaman Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)”.

  Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini mungkin terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja mengingat segala keterbatasan yang ada dalam diri manusia. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan permohonan maaf jika terjadi sesuatu yang kurang berkenan.

  Saran dan kritik membangun akan penulis harapkan dan terima demi kesempurnaan naskah selanjutnya. Penulis berharap penelitian yang telah dilakukan ini dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang.

  Surabaya, Juli 2012 Penulis v

UCAPAN TERIMA KASIH

  Kelancaran dan keberhasilan dalam penulisan skripsi ini merupakan ridha Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak yang turut membantu. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Kedua orang tua tercinta, bapak dan ibu, terima kasih atas segala pengorbanan yang selama ini kalian berikan hingga penulis dapat menjalani setiap ujian.

  2. Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si dan Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing I dan II yang senantiasa mencurahkan segenap ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberi arahan, bimbingan, serta masukan yang sangat berharga.

  3. Dr. Edy Setiti Wida Utami, M.S selaku dosen penguji yang bersedia membagi ilmu dan saran-saran yang membangun.

  4. Dr. Ni’matuzahroh selaku dosen wali yang telah banyak memberi nasehat, arahan, doa, dan bantuan dalam perkuliahan selama penulis berada di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

  5. Prof. Dr. H. Fasich, Apt. sebagai rektor Universitas Airlangga dan jajaran pengurus kantor manajemen yang telah membantu penulis dalam menempuh pendidikan. Prof. Win Darmanto, M.Si., Ph.D sebagai dekan Fakultas Sains dan Teknologi, beserta para pengurus bidang kemahasiswaan yang memudahkan penulis dalam menjalani hari-hari di almamater tercinta. vi

  6. Bapak dan ibu dosen yang tiada lelah membagi ilmu demi kebaikan penulis.

  7. Pegawai dan laboran Departemen Biologi, Mas Joko, Pak. Warni, Pak.

  Sukadji, Bu. Ambar, Mas Eko, Pak. Sunar, Mbak Ari, Mbak Yatminah, Mas Catur, dan Mas Yanto, atas bantuan dan informasi yang diberikan kepada penulis.

  8. Abiq yang telah membantu dan memberi masukan yang berharga demi kebaikan penulis.

  9. Teman-temanku biologi 2008, Rivia, Dwi Putri, Izza, Aila, Indah, Muhimmatus, Liza, Rochma, Anita, Arista, dan semua himbionist’08 yang telah membagi keceriaan dan dukungan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. vii

  Lina Ironika, 2012, Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), SKRIPSI, di bawah bimbingan Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si., dan Dwi Kusuma Wahyuni S.Si, M.Si., Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Akar diinduksi dari daun di dalam media Murashige dan Skoog (MS) padat ditambah zat pengatur tumbuh IBA 2 mg/L. Akar adventif yang berumur 11 hari (± 2 cm) disubkultur dengan periode subkultur 2, 3, dan 4 minggu dalam media Murashige dan Skoog (MS) semisolid. Kultur dipelihara selama 10 minggu (70 hari) dan masing-masing perlakuan diulang 10x. Pengambilan data berupa berat segar, berat kering, dan kadar saponin dilakukan pada akhir periode subkultur. Analisis data berat kering menggunakan ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan Uji LSD (taraf signifikasi 5%). Kadar saponin dianalisis deskriptif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan rerata berat kering paling tinggi didapatkan pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram, luas

  2

  noda paling tinggi didapatkan pada subkultur 2 minggu yaitu 47 mm /0,1 g berat kering, dan kadar saponin paling tinggi yaitu 3235 mg/g didapatkan pada subkultur 4 minggu. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Rerata berat kering paling tinggi didapatkan pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram. sedangkan kadar saponin paling tinggi ditunjukkan dengan rerata luas noda paling besar pada plat KLT

  2 yaitu 47 mm /0,1 g berat kering.

  Kata kunci: akar adventif, saponin, subkultur, Talinum paniculatum Gaertn. viii

  Lina Ironika, 2012, The effect of subculture cycle on saponin content adventitious roots of ginseng plants of java (Talinum paniculatum Gaertn.), This script is guided by Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si., and Dwi Kusuma Wahyuni S.Si, M.Si., Departement of Biology, Fakulty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya. ABSTRACT

  The aims of this study were to determine the effect of subculture period on dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng plant of java (Talinum paniculatum Gaertn.). Roots induced from leaves in solid Murashige and Skoog medium (MS) were added growth regulators IBA 2 mg / L. Adventitious roots that were 11 days (± 2 cm) were subjected to period of subculture 2, 3, and 4 weeks in semisolid Murashige and Skoog medium (MS). Cultures maintained for 10 weeks (70 days) and each treatment was repeated 10 times. Retrieval of data in the form of fresh weight, dry weight, and saponin content at the end of subculture period. The data of dry weight were analyzed using one-way ANOVA followed by LSD Test (significance of 5%). Saponin content was descriptive analyzed using Thin Layer Chromatography (TLC) and Spektrofotometer UV-Vis. The results of this study showed that highest average of dry weight obtained at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, the highest

  2

  average of spot wide obtained at 2-weeks subculture period was 47 mm / 0.1 g dry weight, and the highest saponin content was 3235 mg/g obtained at 4-weeks subculture period. The conclusion of this study were there was the influence of subculture period on dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng plant of java (Talinum paniculatum Gaertn.). Highest average dry weight obtained at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, while the highest saponin content

  2

  indicated by the mean area of the spot on a TLC plate was 47 mm / 0.1 g dry weight.

  Keyword: adventitious roots, saponin, subculture, Talinum paniculatum Gaertn. ix

  DAFTAR ISI

  2.1.3 Manfaat ginseng jawa .................................................................. 13

  3.2.1 Bahan penelitian .......................................................................... 24

  3.2 Bahan dan Alat Penelitian .................................................................... 24

  3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 24

  BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 24

  2.3 Tinjauan Tentang Saponin ................................................................... 22

  2.2.5 Subkultur jaringan tanaman ........................................................ 21

  2.2.4 Auksin ......................................................................................... 20

  2.2.3 Media kultur jaringan tanaman ................................................... 18

  2.2.2 Manfaat kultur jaringan tanaman ................................................ 17

  2.2.1 Pengertian kultur jaringan tanaman ............................................. 15

  2.2 Tinjauan Tentang Kultur Jaringan Tanaman ........................................ 15

  2.1.4 Kandungan kimia ginseng jawa ................................................... 14

  2.1.2 Ciri morfologi ginseng jawa ........................................................ 11

  Halaman

  2.1.1 Klasifikasi .................................................................................... 11

  2.1 Tinjauan Tentang Ginseng jawa ........................................................... 11

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11

  1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................ 10

  1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 9

  1.4.2 Hipotesis statistik ........................................................................ 9

  1.4.1 Hipotesis kerja ............................................................................ 8

  1.4 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 8

  1.3 Asumsi Penelitian ................................................................................. 8

  1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 7

  1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

  HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ............................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................................ viii ABSTRACT .............................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................ x DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

  3.2.3 Alat penelitian ............................................................................. 25 x

  3.3 Rancangan Penelitian ............................................................................ 25

  3.4 Variabel Penelitian ............................................................................... 26

  3.5 Cara Kerja Penelitian ........................................................................... 26

  3.5.1 Induksi akar dari eksplan daun .................................................... 26

  3.5.2 Sterilisasi ruang kerja ................................................................... 26

  3.5.3 Sterilisasi alat ............................................................................... 27

  3.5.4 Pembuatan larutan stok mikronutrien .......................................... 27

  3.5.5 Pembuatan larutan stok zat besi ................................................... 28

  3.5.6 Pembuatan larutan stok vitamin .................................................. 28

  3.5.7 Pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh ............................. 29

  3.5.8 Pembuatan media kultur jaringan ............................................... 29

  3.5.9 Subkultur ..................................................................................... 30

  3.6.0 Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ........................................... 30

  3.6.1 Ekstraksi saponin ........................................................................ 31

  3.7 Analisis Data ........................................................................................ 32

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 33

  4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 33

  4.1.1 Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering ...................... 33

  4.1.2 Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin .................. 37

  4.1.3 Analisis kadar saponin secara kuantitatif .................................... 41

  4.2 Pembahasan .......................................................................................... 43

  4.2.1 Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering ...................... 43

  4.2.2 Periode subkultur terhadap kadar (luas noda) saponin ................ 46

  4.2.3 Analisis kadar saponin secara kuantitatif .................................... 48

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 50

  5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 50

  5.2 Saran ..................................................................................................... 50

  DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 52 LAMPIRAN

  xi

  DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman

  4.1 Rerata berat segar dan berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur .............. 35

  4.2 Rerata kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur ............... 40

  4.3 Rerata berat kering dan kadar saponin pada berbagai periode subkultur yang berbeda .............................................................................................. 42 xii

  DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman

  2.1 Daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) .................................. 12

  2.2 Bunga malai terminal tanaman ginseng jawa (Talinum

  paniculatum

  Gaertn.) ................................................................................. 12

  2.3 Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)............................ 13

  4.1 Akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ...... 34

  4.2 Rerata berat kering (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ................................................................. 37

  4.3 Hasil ekstraksi saponin .............................................................................. 38

  4.4 Spot (noda) saponin akar adventif pada plat kromatografi lapis

  254

  tipis silica gel GF (Merck) ..................................................................... 39

  4.5 Rerata luas noda saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ................................................................. 41 xiii

  DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Lampiran

  1. Ringkasan

  2. Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS)

  2. Uji Normalitas

  3. Analisa Varians (ANAVA)

  4. Tabel Hasil Pengamatan

  5. Luas Noda Saponin dan Kurva Standar Saponin

  6. Alat penelitian xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Di Indonesia dunia obat-obatan berkembang cukup pesat, terbukti dengan semakin banyaknya obat-obatan yang beredar di masyarakat. Beredarnya obat dengan merk dagang tertentu, menunjukkan kebutuhan masyarakat akan obat sangat tinggi, namun obat dengan merk impor atau dengan komponen impor harganya sulit dijangkau oleh masyarakat. Menyikapi hal tersebut, obat tradisional dipilih sebagai obat alternatif karena mudah didapat di alam, sehingga relatif murah dibanding obat impor. Selain itu, obat tradisional mempunyai efek samping yang sedikit atau bahkan tanpa efek samping. Hal tersebut memperbesar peluang untuk dikembangkan dan disosialisasikan (Hidayat, 2005).

  Tanaman ginseng sudah dikenal sejak dahulu, terutama di negara Cina dan Korea sebagai obat sejak 5.000 tahun yang lalu. Ginseng dipercayai selama berabad-abad untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit, serta telah menjadi bagian dari budaya kehidupan masyarakat Cina dan Korea sampai saat ini. Meskipun demikian, ginseng tidak hanya dapat tumbuh di Korea. Di berbagai negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Cina, Kanada, bahkan Pulau Jawa, ginseng dapat tumbuh dengan jenis dan kualitas yang berbeda. Ginseng di Asia maupun di Amerika Serikat dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan. Ginseng tersebut memiliki kesamaan cara tumbuh (Cahyo,

  1

  2011). Di Indonesia, ginseng telah lama dikenal dengan nama Talinum yang termasuk Portulacaceae.

  Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan tanaman yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman hias, tanaman obat, dan terkadang sebagai tanaman liar. Ginseng jawa (Talinum

  paniculatum

  Gaertn.) mempunyai bentuk akar yang menggembung seperti halnya ginseng cina (Panax sp.) (Wijayakusuma, 1994).

  Umbi atau akar ginseng jawa mempunyai kandungan senyawa kimia yang berkhasiat bagi kesehatan manusia, di antaranya untuk menyembuhkan penyakit jantung dan insomnia (Rubatzky, 1998). Senyawa kimia yang terdapat dalam akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) di antaranya adalah golongan terpenoid dan steroid yang berpotensi sebagai bahan pengganti ginseng korea (Panax sp.) yang masih diimpor dari Cina dan Korea (Sukardiman, 1996; Hidayat, 2005). Di Indonesia tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dipakai sebagai pengganti ginseng korea karena harganya relatif lebih murah, mudah diperoleh dan mudah dibudidayakan (Widiyani, 2006).

  Secara tradisional ginseng jawa digunakan untuk diare, anti radang, aprodisiaka (obat kuat), dan penambah vitalitas (Wijayakusuma, 1994). Dari penelitian fitokimia diketahui ginseng jawa mempunyai kandungan kimia saponin, triterpen, polifenol, minyak atsiri (Komatsu, 1982). Kandungan kimia yang paling penting dan dominan dalam akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah saponin (Cahyo, 2011). Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang berasal dari bagian tanaman tertentu yang mampu menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal (Arnelia, 2004).

  Oleh karena kegunaan dan keampuhannya, ginseng telah banyak dipakai dalam pengobatan di klinik. Nugroho et al., (2005) telah melakukan penelitian tentang khasiat dan keamanan ginseng jawa dan diperoleh kesimpulan bahwa ginseng jawa aman berdasarkan uji toksisitas akut.

  Budidaya tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) relatif mudah, karena dapat dilakukan dengan cara generatif (biji), vegetatif (stek batang) dan dengan teknik kultur jaringan (Hendaryono & Wijayani, 1994). Tanaman yang berasal dari biji memiliki kelemahan yaitu hasil yang didapat memerlukan waktu yang relatif lama, dan mempunyai sifat yang tidak sama dengan induknya, sedangkan perbanyakan dengan stek, harus memangkas bagian dari tanaman yang cenderung berakibat menunda perolehan pucuk atau pertumbuhan cabang yang baru dan juga berdampak memutus siklus bunga, buah atau biji akibat pemotongan cabang atau ranting tanaman (Pitojo, 2006).

  Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, perlu dilakukan perbanyakan tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) melalui teknik kultur jaringan in vitro. Teknik kultur jaringan memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat memperoleh individu baru dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat, dapat menumbuhkan akar dari berbagai bagian tanaman (Roedyarto, 1997), dan mampu menghasilkan senyawa kimia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini didasari oleh sifat totipotensi sel tanaman (Fowler,1983). Teknik kultur jaringan penting untuk meningkatkan ketersediaan akar, mengingat kandungan senyawa saponin banyak terdapat di bagian akar.

  Kultur jaringan tanaman merupakan teknik yang digunakan untuk menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman dalam kondisi aseptik dalam medium buatan (Wetter dan Constabel, 1991). Di dalam medium kultur jaringan harus terdapat unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan tanaman yaitu garam organik dan zat-zat organik termasuk zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh pada tanaman diperlukan sebagai komponen medium pertumbuhan dan differensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

  Kurz dan Constabel (1991), menyatakan bahwa kultur sel tanaman secara

  in vitro

  , dapat menghasilkan produksi metabolit sekunder terutama senyawa- senyawa obat lebih baik dibandingkan tanaman utuh. Kadar metabolit sekunder dapat ditingkatkan antara lain dengan penambahan zat pengatur tumbuh. Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh terhadap kadar metabolit sekunder memberikan hasil yang bervariasi di antaranya ditentukan oleh spesies tumbuhan yang dibudidayakan, serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan.

  Aplikasi zat pengatur tumbuh mempunyai peluang yang cukup besar karena dapat memanipulasi metabolit sekunder seperti senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin yang dikandungnya. Salah satu penggunaan zat pengatur tumbuh tersebut, di antaranya adalah auksin. Syahid (2010) telah berhasil menumbuhkan kalus dengan diameter terbesar yaitu 28,7 mm dan kadar tannin lebih tinggi melalui kombinasi perlakuan 2,4-D 0,3 mg/l + Benzyl Adenin 0,1 mg/l.

  Penambahan zat pengatur tumbuh auksin terutama IAA dan NAA pada akar dapat menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi dapat meningkatkan jumlah akar (Abidin, 1983). Aina (2008) telah berhasil menginduksi akar dari hipokotil dan epikotil ginseng jawa (Talinum

  paniculatum

  Gaertn.) dengan mengkombinasikan zat pengatur tumbuh (Auksin dan BAP) pada media MS. Hasil yang paling baik diperoleh dari kombinasi NAA 2 mg/l dan BAP 0,25 mg/l. Fitriyah (2008) juga telah berhasil menginduksi akar menggunakan eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin secara in

  vitro

  . Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa zat pengatur tumbuh IBA pada konsentrasi 2 ppm merupakan zat pengatur tumbuh auksin yang sesuai untuk induksi akar eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

  Di dalam teknik kultur jaringan tanaman, media dan nutrisi yang diberikan dalam jumlah yang terbatas. Pertumbuhan sel terjadi dengan cepat, karena kalus dapat menyerap nutrisi dari dalam medium dengan sangat baik Hal ini menyebabkan akar yang telah diinduksi akan kekurangan nutrisi untuk mendukung pertumbuhannya dan terjadi embriogenesis atau kalus berwarna coklat lama kelamaan pertumbuhannya akan terhenti (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Selain nutrisi pertumbuhan organ khususnya pertumbuhan akar adventif diperlukan suplai oksigen yang baik (Abbas, 2011). Oleh karena itu diperlukan suatu teknik subkultur dalam memenuhi nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh jaringan tersebut untuk tumbuh.

  Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sub kultur bertujuan untuk memperbanyak bahan tanaman sehingga dapat digunakan untuk analisis kandungan kimia tertentu yang diinginkan (Syahid, 2010). Rijhwani, dan Shanks (1998) telah berhasil melakukan penelitian tentang efek dari siklus subkultur terhadap pertumbuhan dan produksi indol alkaloid pada akar rambut Catharanthus roseus. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa indeks pertumbuhan akar rambut terbaik yaitu 115 ± 2 didapatkan dari siklus subkultur setiap 2 minggu bila dibandingkan dengan subkultur 3 minggu dan 4 minggu. Hasil produksi tabersonin tertinggi didapatkan pada 2 minggu siklus subkultur.

  Tingginya kandungan saponin yang dihasilkan secara in vitro dapat dipahami karena produksi metabolit sekunder pada akar adventif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya komposisi media yang digunakan dan zat pengatur tumbuh yang diaplikasikan (Aslam et al., 2009).

  Bhad et al., (2008) mengatakan bahwa keseimbangan komposisi media yang digunakan, sumber sukrosa, photoperiod dan stres terhadap sel (biotik dan abiotik) selama periode kultur dan faktor lainnya akan mempengaruhi sintesis metabolit sekunder.

  Pada saat ini penelitian tentang pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) belum pernah dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memberikan informasi tentang pengaruh periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

1.2 Rumusan Masalah

  1. Apakah ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)?

  2. Manakah periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)?

  3. Apakah ada pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)?

  4. Manakah periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)?

  1.3 Asumsi Penelitian

  Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Pertumbuhan organ khususnya pertumbuhan akar adventif diperlukan suplai oksigen yang baik (Abbas, 2011). Subkultur dengan periode yang singkat (periode 2 minggu) menunjukkan indeks pertumbuhan akar yang optimum (Rijhwani dan Shanks, 1998).

  Semakin singkat periode subkultur maka kebutuhan nutrisi dan oksigen terpenuhi sehingga pertumbuhan akar dan biomassa akar semakin meningkat.

  Pertumbuhan akar dan biomassa meningkat maka produksi saponin yang dihasilkan juga akan semakin meningkat, sehingga dapat di asumsikan jika periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) maka terdapat perbedaan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

  1.4 Hipotesis Penelitian

1.4.1. Hipotesis Kerja

  Jika periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin maka terdapat perbedaan berat kering dan kadar saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

1.4.2. Hipotesis Statistik

01 H : Tidak ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

  H a1 : Ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

1.5 Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

  2. Mengetahui periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

  3. Mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

  4. Mengetahui periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).

1.6 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang periode subkultur yang tepat dalam memproduksi saponin yang optimal. Selain itu juga memberikan informasi untuk penelitian lanjutan tentang penyediaan akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum, Gaertn) untuk memenuhi kebutuhan obat secara tradisional, sebagai anti kanker dan mengurangi kadar kolesterol pada manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang Ginseng jawa

   2.1.1. Klasifikasi

  Kedudukan tanaman ginseng jawa dalam klasifikasi taksonomi menurut Simpson (2006) dan van Steenis (2002) adalah sebagai berikut: Regnum : Plantae Divisi : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Carryophyllales Familia : Portulacaceae Genus : Talinum Species : Talinum paniculatum Gaertn. (Simpson, 2006 dan van Steenis, 2002).

   2.1.2. Ciri morfologi ginseng jawa

  Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan tanaman herba menahun, mempunyai tinggi 0,3-0,8 m. Batang ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) berbentuk bulat. Duduk daun tersebar, daun mempunyai bentuk bulat telur terbalik (Gambar 2.1).

  11

Gambar 2.1 Daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), skala = 2 cm.

  Bunga terutama dalam malai yang terletak di terminal, berbunga banyak, cabang terujung bercabang lagi dengan cara menggarpu. Tangkai bunga langsing. Daun kelopak lepas, bunga berwarna ungu, berbentuk bulat telur, panjang benang sari 2 mm. Daun mahkota berjumlah 5, berbentuk oval atau bulat telur terbalik, memiliki panjang 3-4 mm, warna mahkota merah atau ungu. Benang sari mempunyai jumlah 5-15, kebanyakan 8-12. Tangkai putik bercabang 3 (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Bunga malai terminal tanaman ginseng jawa (Talinum

  paniculatum Gaertn.), skala = 1 cm. Buah berbentuk bola, berwarna merah coklat, dinding terluar rontok. Di Jawa menjadi tanaman hias, kadang-kadang menjadi tanaman liar (van Steenis, 2002). Umbi mempunyai warna gelap, berakar tunggang dengan banyak cabang (Gambar 2.3) (Hidayat, 2005).

  A Gambar 2.3 Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), A.

  umbi akar, skala = 1 cm.

2.1.3. Manfaat ginseng jawa

  Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan salah satu tanaman obat yang akarnya dipercaya berkhasiat sebagai afrodisiaka, tonikum (Sa’roni et al., 1999; Widowati et al., 1999). Akar dan daun ginseng jawa mengandung saponin dan flavonoid, serta tanin (Harmanto, 2007). Akar ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat meningkatkan vitalitas, mengurangi resiko terkena penyakit kanker, mengurangi kadar kolesterol, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dari bakteri dan virus, dan dapat meningkatkan stamina tubuh (Cahyo, 2011).

  Daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat dimanfaatkan sebagai obat bisul, dan pembengkakan (anti radang), memperlancar Air Susu Ibu (ASI), sebagai lalapan dan sayur tumis (Hidayat, 2005), berkhasiat stomakik atau meningkatkan nafsu makan (Harmanto, 2007).

2.1.4. Kandungan kimia ginseng jawa

  Manurut Kadarwati (2006), Ginseng mengandung dua bahan aktif, yakni fitokimia dan nutrien. Fitokimia berupa betasitosterol, kampestrol,

  kariofilen

  , asam sinamik, escin, asam ferulik, asam fumarik,

  ginsenosides

  , kaempferol, asam oleanolik, asam panaxik, panaxin,

  saponin

  , stigmasterol, dan asam vanilik. Sedangkan nutrien yang dikandung yaitu adalah kalsium, serat, folat, zat besi, magnesium, mangan, fosfor, potasium, silikon, zinc, serta vitamin B 1 , B

  2 , B 3 , B 5 , dan C.

  Kadarwati (2006) juga mengungkap beberapa hasil penelitian lainnya yang mengungkapkan beberapa hasil penelitian yang lainnya tentang kandungan ginseng. Di antaranya ialah asam askorbat (vitamin

  C) yang berfungsi membantu memelihara dan membentuk kolagen, serta

  betakaroten

  (provitamin A) yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan jaringan kulit ari agar selalu dalam keadaan sehat sehingga kulit menjadi lembut dan lembab.

  2 Selain itu, ginseng juga mengandung vitamin B yang sangat penting

  untuk menjaga kesehatan kulit, mata, dan syaraf. Ginseng yang tumbuh di Korea mengandung lebih banyak ginsenosides yang beraneka ragam dibandingkan dengan ginseng yang tumbuh di Cina atau negara lain di dunia. Selain itu, kandungan kimia yang paling penting dan dominan dalam ginseng adalah saponin dan glikosida. Glikosida pada akar ginseng dikenal sebagai ginsenosida. Akar ginseng juga mengandung 16 jenis ginsenosida, seperti minyak atsiri, panasena, resih, musilago, asam panax, fitosterol, hormon, vitamin B, karbohidrat, dan selulosa (Cahyo, 2011).

  Ginseng jawa mengandung senyawa saponin, alkaloid, tannin, dan senyawa-senyawa tertentu lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi darah. Peningkatan sirkulasi darah tersebut akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan stamina (Hidayat, 2005).

  Kandungan kimia yang terdapat dalam akar ginseng jawa ini meliputi steroid, triterpenoid (Kalium 41,44 %, Natrium 10,03 %, Kalsium 2,21 %, Magnesium 5,50 % dan Besi 0,32 %,), tannin, saponin, dan minyak atsiri, sedangkan kandungan kimia yang terdapat pada daun ginseng jawa adalah saponin dan flavonoid, dan tannin (Hidayat, 2005).

2.2. Tinjauan kultur jaringan tanaman

2.2.1. Pengertian kultur jaringan tanaman

  Kultur jaringan dalam bahasa ingggris disebut tissue culture. Tissue atau jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama sedangkan culture atau kultur adalah budidaya. Kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman yang mempunyai sifat sama seperti induknya (Prakoeswa et al., 2009).

  Kultur jaringan dan kultur in vitro secara harfiah memiliki pengertian yang berbeda. Kultur jaringan berarti jaringan yang dikulturkan (bukan sel, jaringan, atau organ) di dalam wadah gelas atau plastik yang transparan dan dalam kondisi yang aseptik. Meskipun demikian berdasarkan terminologi kultur jaringan dan kultur in vitro memiliki pengertian yang sama yaitu suatu metode untuk mengisolasi seperti protoplas, sel, jaringan, embrio, atau organ tanaman, kemudian menumbuhkan dalam kondisi aseptik dalam wadah yang transparan (botol gelas atau tabung reaksi) (Abbas, 2011).

  Kultur jaringan tanaman merupakan usaha untuk menumbuhkan sel, jaringan, dan organ tanaman pada medium buatan secara aseptik dalam lingkungan yang terkendali (Roedyarto, 1997). Kultur jaringan berhubungan erat dengan teori totipotensi sel. Setiap sel yang hidup dari organisme sel banyak mempunyai kemungkinan untuk tumbuh dan berkembang bila tersedia lingkungan yang sesuai. Kegiatan kultur jaringan dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat-sifat unggul, eliminasi patogen, konservasi plasma nutfah, ekstraksi senyawa metabolit sekunder, dan perbanyakan klonal secara cepat yang sulit atau tidak mungkin dilakukan secara konvensional (Abbas, 2011).

  Teknik kultur jaringan, sel, dan organ telah berkembang pesat melalui propagasi secara cepat, induksi tanaman haploid dari kultur anter dan polen, meningkatkan variabilitas genetik dengan cara induksi mutasi dan klon somatik, dan pembentukan kalus dari kultur sel untuk mempelajari pengaruh nutrien, vitamin, dan zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel (Abbas, 2011).

  Jaringan dapat dikulturkan pada agar padat atau dalam medium hara cair. Jika ditanam dalam agar, jaringan akan membentuk kalus, yaitu massa atau sel-sel yang tidak tertata. Kultur agar juga merupakan teknik untuk meristem dan untuk mempelajari organogenesis. Sel yang berasal dari spesies tanaman apapun dapat dibiakkan atau dikulturkan secara aseptik pada medium hara. Kultur biasanya dimulai dengan menanamkan satu iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan dengan agar. Dalam waktu 2-3 minggu akan terbentuk kalus. Kalus semacam ini dapat disubkulturkan dengan memindahkan potongan kecil pada medium agar (Wetter dan Constabel, 1991).

2.2.2. Manfaat kultur jaringan tanaman

  Manfaat utama perbanyakan tanaman secara kultur jaringan untuk perbanyakan vegetatif tanaman yang permintaannya tinggi, tetapi pasokannya rendah, karena laju perbanyakannya secara konvensional dianggap lambat. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbaiki tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2004).

  18 Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang besar di bidang farmasi karena dari usaha itu dapat menghasilkan metabolit sekunder untuk upaya pembuatan obat-obatan, yaitu dengan memisahkan unsur- unsur yang terdapat di dalam kalus steroid dan terpenoid (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

  Kultur jaringan tanaman memiliki beberapa keuntungan antara lain, menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif cepat, hemat waktu dan hemat lahan, membentuk tanaman terbebas dari penyakit dan virus, tidak bergantung musim atau iklim, memudahkan dalam pengangkutan ekspor dan impor bibit lebih mudah, mengatasi kegagalan konvensional seperti inkompatibilitas, dan untuk koleksi plasmanutfah (Prakoeswa et al., 2009).

  Melalui teknik kultur jaringan dapat dihasilkan produk metabolit sekunder yang merupakan bahan obat yang berguna dalam waktu yang lebih cepat jika dibandingkan dengan metode konvensional. Selain itu, hasil metabolit sekunder yang didapat lebih banyak dengan kualitas yang baik dan kadar metabolitnya dapat diperkirakan sesuai dengan komposisi media dan tidak tergantung pada kondisi lingkungan (Wetter dan Constabel, 1991).

2.2.3. Media kultur jaringan tanaman

  Komposisi media sangat menentukan keberhasilan teknik kultur jaringan. Komposisi media kultur jaringan bervariasi menurut komoditi yang akan dikembangkan. Pada dasarnya, media dapat dimodifikasi

  19 kandungan hara atau hormon dan sangat tergantung pada komoditas dan sasaran produk yang akan dihasilkan. Selain itu, terdapat suatu teknik elisitasi yaitu penambahan komponen media sesuai sasaran, elisitor yang digunakan bisa elisitor organik seperti karbohidrat, protein, dan dapat pula elisitor anorganik, seperti penambahan unsur makro maupun unsur mikro. Pada umumnya, bahan media terdiri atas bahan padat untuk pembuatan terbatas penimbangan bahan sangat kecil jumlahnya, sangat sulit dilakukan, untuk praktisnya perlu dibuat larutan stok. Dengan demikian, setiap pembuatan media hanya mengambil volume tertentu dari larutan stok (Prakoeswa et al., 2009).

  Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon (gula), vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel, 1991).

  Medium dikembangkan oleh Murashige dan Skoog (MS) untuk kultur jaringan tembakau digunakan secara luas untuk kultivasi kalus pada agar demikian juga kultur suspensi sel dalam medium cair. Keistimewaan medium MS adalah kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya yang tinggi. Medium B5 yang dikembangkan di Prairie

  20 Regional Laboratory untuk menumbuhkan jaringan kedelai juga berhasil digunakan dalam menumbuhkan sel dari bermacam-macam varietas jaringan tumbuhan. Umumnya kadar hara anorganiknya lebih rendah daripada dalam medium MS, suatu kondisi yang seringkali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Baik medium MS maupun medium B5 tampaknya mengandung jumlah hara anorganik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur. Banyak sel tidak memerlukan tambahan senyawa organik seperti asam amino, kasein hidrolisat, ekstrak ragi atau air kelapa (Wetter dan Constabel, 1991).

2.2.4. Auksin

  Istilah auksin (dari bahasa Yunani auxein, meningkatkan) pertama kali digunakan oleh Fritz Went, seorang mahasiswa pasca sarjana di negeri Belanda pada tahun 1926, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil zat ke arah cahaya. Senyawa yang ditemukan Went didapati cukup banyak di ujung koleoptil (Salisbury & Ross, 1995).