Naning Yuniarti, Yetti Heryati, Tati Rostiwati

  ISSN 1410-1939 URNAL J

GRONOMI

A

  Publikasi Nasional Ilmu Budidaya Pertanian Volume 9, Nomor 1, Januari - Juni 2005 Diterbitkan sejak tahun 1996 oleh Fakultas Pertanian Universitas Jambi

  

URNAL GRONOMI

J A

Publikasi Nasional Ilmu Budidaya Pertanian

  Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, berisi tulisan yang diangkat dari hasilhasil penelitian dan kajian analisis-kritis di bidang ilmu budidaya pertanian (teknologi benih, perbanyakan tanaman, pemu- liaan tanaman, perlindungan tanaman, produksi tanaman, panen dan pasca panen, bioteknologi tanaman, dan ilmu tanah). ISSN 1410-1939.

  

Ketua Penyunting

  Zulkarnain

  

Wakil Ketua Penyunting

Sarman S.

  

Penyunting Pelaksana

  Bambang Irawan Nerty Soverda

  Wilma Yunita M. Syarif

  Eliyanti

  

Pelaksana Tata Usaha

  Husda Marwan Gusniwati

  M. Zuhdi

  

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Kampus Pinang Masak,

  Mendalo Darat, Jambi 36361. Telpon/Faksimil (0741) 583051 atau (0741) 582781. Email: doktor_zulkarnain@unja.ac.id

  

JURNAL AGRONOMI diterbitkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Jambi dan Perhimpunan Agrono-

  mi Indonesia (PERAGI) Komisariat Jambi. Dekan: Zulkifli, Pembantu Dekan I: A. Rahman, Pembantu

  

Dekan II: Sarman S., Pembantu Dekan III: Y.M.S. Rambe. Terbit pertama kali pada tahun 1996 dengan

nama Buletin Agronomi Universitas Jambi.

  Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan pada media lain, baik cetak mau- pun elektronik. Naskah tulisan diketik di atas kertas HVS ukuran A4 spasi ganda, panjang tulisan 10

  • – 20 halaman dengan format seperti tercantum pada halaman kulit dalam- belakang (“Pedoman Penulisan”). Nas- kah yang masuk akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara lainnya tan- pa mengubah isi tulisan. Kontribusi penulisan sebesar Rp100.000,00 bagi pelanggan dan Rp150.000,00 ba- gi bukan pelanggan untuk setiap artikel yang dimuat, dan dapat dibayar setelah ada pemberitahuan pemuat- an tulisan. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapatkan lima eksemplar cetak lepas dan satu eksem- plar nomor bukti pemuatan. Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan. Harga berlanganan (sudah termasuk ongkos kirim): Rp50.000,00 per tahun, Rp100.000,00 per dua tahun atau Rp150.000,00 per tiga tahun untuk dua nomor penerbitan setiap tahun.

  

URNAL GRONOMI

J A Publikasi Nasional Ilmu Budidaya Pertanian

  Volume 9, Nomor 1, Januari - Juni 2005

  Daftar Isi Korelasi Genetik antara Jumlah Berkas Pembuluh dengan Beberapa Karakter Penting pada Kedelai [Glycine max (L.) Merr.].

  1 - Yulia Alia

  4 Mikropropagasi Kentang (Solanum tuberosum L.) cv. Granola: Pengaruh Periode Gelap pada Awal Kultur dan Pengaruh Konsentrasi Kinetin pada Kultur Lanjutan.

  Zulkarnain, Budiyati Ichwan dan Rini Astuti -

  5

  8 Hasil Tanaman Jagung pada Berbagai Dosis dan Cara Pemupukan N pada Lahan dengan Sistem Olah Tanah Minimum.

  Nyimas Myrna E. F.

  9 - 15 Pengkajian Penerapan Teknis Baku Budidaya Bibit Tebu Varietas PS 851 dan PS 951 pada Tingkat Kebun Bibit Datar.

  Dudi Iskandar

  17 - 21 Penampilan Beberapa Varietas Padi Gogo yang Ditanam di Antara Karet Muda.

  Lutfi Izhar dan Mildaerizanti

  23 - 26 Produksi Bibit Pisang Raja Nangka (Musa sp.) secara Kultur Jaringan dengan Eksplan Anakan dan Bunga.

  Rainiyati, A. Chozin, Sudarsono dan I. Mansyur

  27 - 32 Pengaruh Pemberian Beberapa Kombinasi NAA dan BAP terhadap Kandungan Ajmalisin dalam Kultur Agregat Sel Catharanthus roseus (L.) G. Don.

  Revis Asra

  33 - 36 Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati terhadap Perkembangan Populasi Hama Sitophilus oryzae L. pada Simpanan Beras.

  Aryunis, Wilma Yunita, Fitry Tafzi

  37 - 42 Pemilihan Metoda dan Media Uji Perkecambahan Benih Tisuk (Hibiscus sp.).

  Naning Yuniarti, Yetti Heryati, Tati Rostiwati

  43 - 47 Bulian (Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn.) sebagai Salah Satu Komoditas Unggulan di Propinsi Jambi.

  Bambang Irawan

  49 - 54 Endosperm Balance Number (EBN)-Hypothesis sebagai Model Penduga Keberhasilan Hibridisasi pada Tanaman.

  Eliyanti

  55 - 58 Pedoman Penulisan

ISSN 1410-1939

  

MIKROPROPAGASI KENTANG (Solanum tuberosum L.) cv. GRANOLA:

PENGARUH PERIODE GELAP PADA AWAL KULTUR DAN PENGARUH

KONSENTRASI KINETIN PADA KULTUR LANJUTAN

[MICROPROPAGATION OF POTATO (Solanum tuberosum L.) cv. GRANOLA:

  

THE EFFECT OF DARK PERIOD AT CULTURE INITIATION AND THE

EFFECT OF KINETIN CONCENTRATIONS DURING SUB-CULTURE]

Zulkarnain, Budiyati Ichwan dan Rini Astuti

  1 Abstract

This study was aimed at investigating the growth and development of potato shoot explants as affected by dark

various periods (0, 4, 7 and 10 days) at culture initiation, followed by culturing onto solid MS medium supple-

mented with 0.5 µM IAA plus kinetin at various concentrations (0.1, 1.0, 2.0, 10 and 20 µM). Explants were

obtained from adventitious shoot at approximately 5 cm long taken from tubers of potato cv. Granola obtained

from Balai Benih Induk Kentang, Desa Batang Sangir, Kabupaten Kerinci, Jambi. Cultures were maintained

at 25 ± 1 o C with light intensity of 50 µmol m -2 s -1 and photoperiod 16 hours, except those treated with dark pe-

riod. The results showed that culture incubation at total dark condition for 7 days produced better shoot and

root growth than other treatments. At 10 days incubation, all cultured explants died. In addition, 0.5 µM IAA

  • + 0.5 µM kinetin produced the best shoot and root growth during sub-culture. All explants died when cultured

    on medium supplemented with 0.5 µM IAA plus kinetin at 2.0 µM or more.

  Key words: tissue culture, growth regulator, plant hormone, light, potato, Solanum tuberosum. Kata kunci: kultur jaringan, zat pengatur tumbuh, hormon tanaman, cahaya, kentang, Solanum tuberosum.

  • 1

  • 1
  • 1

  1 Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361 Tel./Fax: (0741) 583051

  PENDAHULUAN

  Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah salah satu tanaman sayuran penting di Indonesia yang sudah lama dikenal masyarakat. Dengan mening- katnya kampanye diversifikasi pangan serta ber- kembangnya industri makanan ringan yang meng- gunakan kentang sebagai bahan pokok, semakin menjadikan tanaman ini sebagai komoditas hortikultura yang penting. Sebagai komoditas sayuran, kentang mengandung nilai gizi yang tinggi, yaitu mengandung senyawa-senyawa karbohidrat, protein, mineral (fosfor, besi dan kalsium), dan paling sedikit 12 vitamin esensial, termasuk vitamin B dan C dengan kadar yang cukup tinggi. Menurut Cahyono (1996), kandungan gizi setiap 100 g umbi yang dapat di- konsumsi adalah 347 kalori, 85,6 g karbohidrat, 0,3 g protein, 0,1 g lemak, 30 mg fosfor, 20 mg kalsium, 0,5 mg besi, dan 0,04 g vitamin B. Oleh sebab itu, kentang sangat berpotensi untuk menunjang program perbaikan gizi masyarakat Indonesia.

  Produksi kentang Propinsi Jambi memperlihat- kan perkembangan yang menggembirakan. Pada tahun 2000, produksi kentang di propinsi ini sebe- sar 14,23 ton ha

  , yang meningkat menjadi 20,4 ton ha

  pada tahun 2001, dan 20,9 ton ha

  pada tahun 2002 (Kantor Statistik Propinsi Jambi, 2003). Produksi ini diharapkan dapat dipertahan- kan (jika tidak ditingkatkan), sehingga setidak- tidaknya dapat memenuhi kebutuhan kentang bagi pasar lokal.

  Upaya peningkatan produksi kentang tidak da- pat dilepaskan dari upaya penyediaan bibit yang baik dan sehat, bebas penyakit, dari klon/varietas unggul dengan sifat-sifat yang dikehendaki. Sela- ma ini perbanyakan tanaman kentang dilakukan secara vegetatif konvensional menggunakan umbi sebagai bahan perbanyakan. Di satu pihak, perba- nyakan dengan cara demikian memang mengun- tungkan karena dapat menghasilkan tanaman de- ngan sifat-sifat yang sama seperti sifat induknya (Hartmann et al., 1990). Akan tetapi, akumulasi infestasi cendawan, bakteri, bahkan partikel virus, yang terjadi dari generasi ke generasi merupakan

  • 1
  • 1 , dan dipanaskan hingga larut.

  Subkultur. Plantlet yang berasal dari perlaku-

  Pemeliharaan kultur. Kultur ditempatkan pa-

  da rakrak di dalam ruang kultur. Suhu di dalam ru- ang kultur diatur pada kisaran 25 ± 1

  o

  C. Sesuai dengan perlakuan yang akan diuji, pada tahap inisiasi, kultur dihadapkan pada kondisi gelap total selama 2, 4, 7, dan 10 hari, sebelum dipindahkan ke kondisi cahaya dengan fotoperiodesitas 16 jam dan intensitas 50 µmol m

  s

  yang diperoleh dari lampu TL berwarna putih (Phillips Indonesia). Di bawah kondisi cahaya, kultur dipelihara selama empat minggu untuk melihat perkembangannya sebagai akibat perlakuan periode gelap.

  an lama periode gelap yang terbaik selanjutnya di- pilih sebagai bahan tanaman untuk menguji penga- ruh berbagai tingkat konsentrasi kinetin. Sebagai bahan eksplan adalah setek mikro satu nodus yang dikulturkan pada medium yang sama seperti sebe- lumnya namun dilengkapi dengan IAA 0,5 µM dan kinetin 0,5, 1,0, 2,0, 10,0 dan 20,0 µM. Kultur se- lanjutnya dipelihara di dalam ruang kultur dengan suhu 25 ± 1

  Penanaman eksplan. Tunas adventif yang di-

  o

  C dan fotoperiodesitas 16 jam dengan intensitas cahaya 50 µmol m

  s

  . Perkembangan kultur diamati selama empat minggu.

  Rancangan percobaan dan analisis data.

  Percobaan ini menggunakan rancangan acak leng- kap dengan empat ulangan. Setiap ulangan terdiri atas lima wadah kultur yang masing-masing wadah berisi 3 eksplan. Peubah yang diamati adalah rata- rata jumlah eksplan yang membentuk tunas, rata- rata jumlah tunas per eksplan, rata-rata panjang tu- nas, rata-rata jumlah akar per eksplan, dan rata-rata

  gunakan sebagai bahan eksplan direndam di dalam larutan NaOCl 1% selama 30 menit, lalu dibilas ti- ga kali dengan air steril. Kemudian tunas tersebut direndam lagi di dalam larutan NaOCl 0,5% sela- ma 30 menit sebelum dibilas tiga kali dengan air steril. Selanjutnya tunas tersebut dikeringkan di atas kertas tisu steril, dan jaringan pada permukaan luka potongan yang rusak akibat proses sterilisasi dipotong/dibuang. Eksplan ditanamkan pada per- mukaan medium dengan arah horizontal. Di dalam setiap wadah kultur ditanamkan tiga eksplan.

  o C, selama 30 menit.

  Larutan medium yang sudah homogen selanjutnya dituangkan ke dalam wadah kultur (bekas botol selai) sebanyak masing-masing 20 mL per wadah, lalu ditutup dengan aluminium foil. Medium selan- jutnya disterilkan di dalam otoklaf pada tekanan 1,06 kPa, suhu 121

  . Kemasaman medium di- tetapkan 5,8 ± 0,02 sebelum ditambahkan bahan pemadat agar (Bacto agar, Difco, Fisher Scientific) sebanyak 8 g L

  Jurnal Agronomi 9(1): 5-8

  Suatu pendekatan yang dapat dilakukan untuk perbanyakan tanaman kentang unggul secara sehat adalah dengan memanfaatkan teknik mikropropa- gasi, yaitu pemanfaatan teknik kultur jaringan ta- naman untuk perbanyakan tanaman. Aplikasi tek- nik ini pada upaya perbanyakan tanaman kentang sudah banyak dilaporkan (Alconero et al., 1975; Wang, 1977; Harisson, 1979; Duriat, 1987). Ke- unggulan perbanyakan tanaman kentang melalui mikropropagasi dibandingkan dengan metoda lain adalah dapat dihasilkan bibit bebas patogen. Hal ini dimungkin-kan karena cendawan dan bakteri dapat berkembang dengan cepat di dalam kondisi

  in vitro, sehingga hanya tanaman yang benar-benar

  bersih (bebas cendawan dan/atau bakteri) yang di- pelihara. Bahkan, dengan menggunakan meristem sebagai bahan eksplan akan dapat diregenerasikan individu tanaman yang bebas dari infeksi virus (Alconero et al., 1975; Duriat, 1987). Hal yang tidak kalah pentingnya adalah, karena teknik ini menggunakan jaringan somatik (vegetatif) sebagai bahan tanam awal, maka tanaman yang diregene- rasikan akan memiliki si-fat-sifat yang sama seper- ti induknya. Dengan demikian, aplikasi teknik mi- kropropagasi pada tanaman kentang menawarkan keunggulan yang lebih banyak dibandingkan de- ngan teknik perbanyakan vegetatif konvensional menggunakan umbi.

  • 2
  • 1

  Tulisan ini merupakan hasil penelitian terhadap mikroprogasi tanaman kentang cv. Granola asal Desa Batang Sangir, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi, dengan fokus kajian pada pengaruh lama- nya periode gelap pada tahap inisiasi, dan pe- ngaruh zat pengatur tumbuh pada tahap kultur lanjutan.

BAHAN DAN METODA

  Balai Benih Induk Kentang, Desa Batang Sangir, Kabupaten Kerinci, Jambi. Umbi berukuran dia- meter lebih-kurang 5 cm dicuci bersih dan disteril- kan di dalam larutan NaOCl 1% selama 30 menit, lalu dikeringkan di atas kertas koran steril. Perke- cambahan umbi dilakukan di dalam kotak steril yang ditempatkan pada suhu 25 ± 1

  • 2
  • 1

  o

  C dan dalam keadaan gelap total. Tunas adventif yang tumbuh selanjutnya dipanen pada saat berukuran kira-kira 5 mm.

  Medium kultur. Medium kultur yang diguna-

  6 masalah serius bagi perbanyakan tanaman secara vegetatif konvensional menggunakan umbi (Goleniowski et al., 2003).

  kan adalah komposisi MS (Murashige dan Skoog, 1962) yang dilengkapi dengan vitamin, myo-inosi- tol serta sukrosa 30 g L

  Bahan tanaman. Tanaman induk berasal dari

  Zulkarnain et al.: Mikropropagasi Kentang cv. Granola.

  Pentingnya periode gelap pada masa inisiasi kultur diperkirakan sebagai manifestasi dari modus kerja zat pengatur tumbuh, terutama auksin, yang aktif dalam keadaan tanpa cahaya (Salisbury dan Ross, 1992). Selain itu, dalam keadaan tanpa caha- ya, aktifitas senyawa fenol yang dikeluarkan oleh permukaan jaringan yang luka mengalami hambatan (Dodds dan Roberts, 1985), sehingga mengurangi atau bahkan mengeliminir pengaruh meracuni. Dengan demikian, inkubasi kultur dalam keadaan gelap pada tahap inisiasi akan memberikan kesempatan kepada jaringan untuk tumbuh dan berkembang secara lebih baik. Akan tetapi, apabila periode gelap diberikan untuk jangka waktu yang lebih dari 7 hari, diperkirakan akan berakibat terjadinya gangguan pada sistem fisiologis jaringan, seperti hambatan fotosintesis, respirasi yang berlebihan, dan kemunduran dalam penyerapan air dan senyawa-senyawa kimia dari dalam medium. Sebagai akibatnya adalah terjadi kematian pada jaringan yang dikulturkan.

  10,0 - - - - 20,0 - - - - ± Kesalahan Baku

  (mm) 0,5 4,00±1,41 15,20±2,55 17,50±3,54 61,00± 15,56 1,0 3,00±0,00 11,65±2,90 5,50±2,12 17,60± 3,39 2,0 2,50±0,71 5,05±3,46 3,50±0,71 36,00± 8,49

  (%) Panjang tunas (mm) Jumlah akar Panjang akar

  kinetin (µM) Eksplan bertunas

  Pada pengujian terhadap konsentrasi kinetin, hasil percobaan memperlihatkan bahwa dari semua konsentrasi kinetin yang diuji, respon eksplan hanya diperlihatkan pada perlakuan 0,5, 1,0 dan 2,0 µM. Sementara pada konsentrasi yang lebih tinggi, yakni 10,0 dan 20,0 µM semua eksplan mati (Tabel 2). Tabel 2. Respon eksplan tunas umbi tanaman ken- tang cv. Granola terhadap berbagai kon- sentrasi kinetin yang dikombinasikan de- ngan 0,5 µM IAA.

  Pengaruh kinetin

  ± Kesalahan Baku

  7 panjang akar. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam dengan bantuan program Microsoft Excel (Microsoft Corporation, 2000).

  Panjang akar (mm) 0 hari 8,70±1,88 4,07±3,28 7,22±3,82 19,12± 8,60 4 hari 6,89±1,98 13,92±4,40 13,60±5,13 21,26± 11,54 7 hari 15,00±1,98 18,47±3,71 24,75±4,05 34,24± 9,12 10 hari - - - -

  Panjang tunas (mm) Jumlah akar

  Periode gelap Eksplan bertunas (%)

  Tabel 1. Respon eksplan tunas umbi tanaman ken- tang cv. Granola yang diinkubasi pada berbagai periode gelap pada tahap inisiasi kultur.

  Pola respon yang diperlihatkan oleh eksplan re- latif sama untuk semua peubah. Respon tertinggi dicapai pada perlakuan periode gelap 7 hari dan te- rendah pada perlakuan periode gelap 0 hari untuk peubah panjang tunas, jumlah akar dan panjang akar. Sedangkan untuk peubah jumlah eksplan yang membentuk tunas respon terendah diperlihatkan oleh perlakuan periode gelap 4 hari.

  Dari empat perlakuan periode gelap yang diuji, hanya perlakuan 0, 4 dan 7 hari yang memperlihat- kan respon yang beragam. Sementara pada perlakuan periode gelap 10 hari semua eksplan yang dikulturkan mati (Tabel 1). Oleh karenanya, perlakuan periode gelap 10 hari tidak disertakan di dalam analisis statistik. Dari sidik ragam terungkap bahwa, perlakuan periode gelap pada masa awal kultur berpengaruh nyata terhadap jumlah eksplan yang membentuk tunas (P = 0,02), panjang tunas (P = 0,03) dan jumlah akar (P = 0,02), namun pengaruh tersebut tidak nyata terhadap panjang akar (P = 0,46)

  HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh periode gelap pada tahap inisiasi kultur

  Telah diketahui bahwa pemberian zat pengatur tumbuh, terutama auksin dan sitokinin sangat nyata pengaruhnya pada mikropropagasi (George dan Sherrington, 1984; Dodds dan Roberts, 1985; Taji et al., 1997). Pada umumnya, auksin berperan merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sedangkan sitokinin penting bagi pertumbuhan dan perkembangan pucuk. Akan tetapi untuk terjadinya diferensiasi pucuk dan akar diperlukan rasio yang tepat antara auksin dan sitokinin. Namun demikian, pengaruh dari jenis auksin dan sitokinin serta genotipe tanaman tidak bisa diabaikan. Penelitian ini membuktikan, bahwa pembentukan tunas dan akar yang terbaik diperoleh pada konsentrasi IAA dan kinetin yang seimbang, yakni 0,5 µM IAA + 0,5 µM kinetin (Gambar 1). Kombinasi antara 0,5 µM IAA dengan kinetin pada tingkat konsentrasi di atas 0,5 µM cenderung untuk menekan diferensiasi pucuk dan akar.

  Jurnal Agronomi 9(1): 5-8 DAFTAR PUSTAKA Alconero, R., A. G. Santiago, F. Morales dan F.

  Rodriguez. 1975. Meristem tip culture and virus indexing of sweet potatoes. Phytopathology 65: 769- 773. Cahyono, B. 1996. Tanaman Kentang. CV Aneka, Solo. Dodds, J. H. dan L. W. Roberts. 1985. Experiments in Plant Tissue Culture. Cambridge University Press,

  Cambridge. Duriat, A. S. 1987. Heat treatment as a mean of eliminating Potato Leaf Roll Virus from seed of potato. Prosiding Mid Elevation Potato Seminar. Lembang: 47-54. George, E. F. dan P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Limited,

  England. Goleniowski, M. E., C. Flamarique dan P. Bima. 2003.

  Micropropagation of oregano (Origanum vulgare x aplii) from meristem tips. In Vitro Cellular and Developmental Biology - Plant 39: 125-128. Harisson, D. E. 1979. Meristem culture for eradication of viruses from potato seed. Prosiding Potato Virus

  Symposium and Seed-Potato Production Course. Baguio City, Phillipnes. Hartmann, H. T., D. E. Kester dan F. T. Davis-Jr. 1990.

  Plant Propagation: Principles and Practices.

  Gambar 1. Pertumbuhan tunas adventif (A) dan

  Prentice-Hall International, Inc, Englewood Clifts,

  akar adventif (B) dari eksplan yang di- New Jersey. beri perlakuan periode gelap selama 7

  Kantor-Statistik-Propinsi-Jambi. 2003. Jambi dalam

  hari, dan plantlet yang diregenerasikan Angka 2002. Kantor Statistik Propinsi Jambi, Jambi. dari setek mikro yang dikulturkan

  Microsoft-Corporation. 2000. Microsoft Office 2000

  pada medium dengan IAA 0,5 µM +

  Professional Edition. Microsoft Corporation, New kinetin 0,5 µM (C). York, USA.

  Murashige, T. dan F. Skoog. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assays with tobacco tissue cultures. Physiologia Plantarum 15: 473-497.

  KESIMPULAN Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1992. Plant Physiology (4th edition). Wadsworth Publishing Company,

  Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa Belmont, California. pertumbuhan dan perkembangan terbaik dari eks- Taji, A. M., W. A. Dodd dan R. R. Williams. 1997. plan tunas umbi tanaman kentang cv. Granola pada

  Plant Tissue Culture Practice. University of New

  sistem in vitro menghendaki kehadiran 0,5 µM England, Armidale.

  IAA + 0,5 µM kinetin di dalam medium kultur,

  Wang, P. J. 1977. Regeneration of virus-free potato from

  setelah sebelumnya eksplan tersebut dihadapkan tissue culture. Dalam W. Barz, E. Reinhard dan M. pada periode gelap selama 7 hari.

  H. Zenk [eds.], Proceedings in Life Sciences, 386- 391. Springer-Verlag, Berlin.

  8