BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif - HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA PENGGEMAR JKT48 - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif merupakan tindakan seseorang membeli suatu barang

  tanpa adanya pertimbangan yang masuk akal dimana seorang tersebut dalam membeli suatu barang tidak didasarkan pada faktor kebutuhan (Sumartono, 2002).

  Perilaku membeli yang tidak sesuai kebutuhan semata-mata demi kesenangan sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros disebut sebagai perilaku konsumtif. Banyaknya ragam produk dipasarkan yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pola pembelian, sehingga pemenuhan kebutuhan saat ini tidak lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan (need), melainkan lebih pada keinginan (want) yang sifatnya bisa ditunda, misalnya seperti mengikuti mode, menaikkan prestise, menjaga gengsi, dan berbagai alasan yang sifatnya kurang penting. Perilaku yang demikian ini cenderung lebih mengarah individu pada orientasi yang lebih mamacu pada aspek-aspek materiil atau dengan kata lain cenderung ke arah perilaku konsumtif (Sumartono, 2002).

  Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Tanpa disadari hal tersebut mendorong seseorang membeli dan membeli terus sehingga menyebabkan semakin terjerat dalam perilaku konsumtif sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas. Membeli barang karena adanya hadiah yang di tawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang memakai barang tersebut. Jadi kesimpulannya perilaku konsumtif adalah perilaku seseorang membeli suatu produk tidak didasarkan pada faktor kebutuhan, melainkan lebih pada keinginan dan kepuasan semata.

  Formm (dalam Yuasa dan Fransisca, 2005), menyatakan manusia dalam mengkomsumsi barang tidak lagi melihat nilai pakainya yaitu mencukupi kebutuhan tetapi juga digunakan untuk memenuhi keinginan-keinginan, sehingga pengkomsusian barang menjadi berlebihan. Hal tersebut disebabkan rasa puas pada manusia yang tidak berhenti pada satu titik saja melainkan selalu meningkat. Oleh karena itu manusia selalu mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan untuk memenuhi rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada kebutuhan akan barang tersebut. Menurutnya keinginan untuk mengkonsumsi secara berlebihan dapat membuat seseorang konsumtif. Dilanjutkan menurut Mowen dan Minor (2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan membeli produk atau jasa tertentu untuk memperoleh kesenangan atau hanya perasaan emosi. Schiffman & Kanuk (2004) mengatakan bahwa konsumen dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau subjektif seperti status, harga diri, perasaan cinta dan lain sebagainya. Konsumen yang dipengaruhi oleh motif emosional tidak mempertimbangkan apakah barang yang dibelinya sesuai dengan dirinya, sesuai dengan kebutuhannya, sesuai dengan kemampuannya, dan sesuai dengan standar atau kualitas yang diharapkannya. Hal inilah yang menyebabkan individu dapat berperilaku konsumtif.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan seseorang membeli barang secara berlebihan yang tidak mempertimbangkan apakah barang yang dibelinya sesuai dengan dirinya, sesuai dengan kebutuhannya, sesuai dengan kemampuannya. Pembelian yang kurang diperlukan dan tidak dibutuhkan hanya untuk mencapai kepuasan maksimal dan berdasarkan keinginan sehingga menimbulkan pemborosan.

2. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

  Menurut Lina dan Rosyid (1997) terdapat tiga aspek perilaku konsumtif yaitu : a.

  Pembelian impulsive.

  Aspek ini menunjukkan bahwa seseorang berperilaku membeli semata- mata karena didasari oleh hasrat yang tiba-tiba/ keinginan sesaat, dilakukan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkannya, tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dan biasanya bersifat emosional.

  b.

  Pembelian tidak rasional.

  Suatu perilaku dimana konsumen membeli sesuatu yang dilakukan semata-mata untuk mencari kesenangan. Salah satu yang dicari adalah kenyamanan fisik dimana para remaja dalam hal ini dilatar belakangi oleh sifat remaja yang akan merasa senang dan nyaman ketika dia memakai barang yang dapat membuatnya lain dari pada yang lain

  Perilaku konsumtif sebagai salah satu perilaku yang menghambur- hamburkan banyak dana tanpa disadari adanya kebutuhan yang jelas.

  Sumartono (2005) berpendapat indikator-indikator perilaku konsumtif sebagai berikut :

  1. Membeli produk karena iming-iming hadiah.

  Individu membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut.

  2. Membeli produk karena kemasannya menarik.

  Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dikemas rapi dengan hiasan yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk yang dengan kemasan yang menarik.

  3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

  Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan dan gaya rambut supaya dapat menarik perhatian orang lain.

  4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya).

  Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang di anggap mewah.

  5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

  Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan dan gaya rambut supaya dapat menunjang sifat eksklusif dengan memakai barang yang mahal dan bermerk agar memberikan kesan berasal dari kelas sosial yang tinggi.

  6. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan produk.

  Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang di idolakan dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dipakai supaya terlihat sama dengan idolanya.

  7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

  Konsumen sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang diakatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri.

  8. Mencoba lebih dari 2 produk sejenis (merek berbeda).

  Konsumen akan cenderung menggunakan produk jenis yang sama dengan merek yang berbeda yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun barang tersebut belum habis pakai. Berdasarkan aspek-aspek perilaku konsumtif di atas dapat disimpulkan, bahwa individu yang memiliki perilaku konsumtif adalah pembelian impulsif, pemebelian tidak rasional dan pembelian boros dan berlebihan. Selanjutanya dari ketiga teori tersebut aspek-aspek perilaku konsumtif yang digunakan penulis dikemukakan secara lebih spesifik dalam hal pengertian tiap bentuknya dan hal ini sesuai dengan kriteria atau keadaan subjek sehingga lebih memudahkan peneliti dalam membuat aitem dalam skala. Ketiga aspek-aspek tersebut yang nantinya peneliti gunakan menjadi acuan dalam penyusunan alat ukur untuk membuat skala guna mengungkap tingkat perilaku konsumtif.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

  Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000), faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah adanya faktor internal dan faktor eksternal yaitu: a.

  Faktor Eksternal 1)

  Kebudayaan Kebudayaan menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti hampir seluruh perilaku manusia terbentuk melalui proses belajar (learning behavior). Perilaku konsumtif individu ditentukan oleh kebudayaan yang tercemin pada cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam permintaan barang dan jasa di pasar. kebudayaan didefinisikan sebagai komplek simbol dan barang-barang buatan manusia yang diciptakan oleh masyarakat tertentu dan diwariskan dari generasi satu kegenerasi lainnya sebagai faktor penentu dan pengatur perilaku anggotanya (Stanton, 1993). 2)

  Kelas sosial

  Kelompok sosial adalah pembagian dalam suatu masyarakat yang relatif homogen dan langgeng yang disusun masyarakat secara bertingkat dan yang anggota-anggotanya mempunyai nilai, minat atau kepentingan dan prilaku yang sama. (Kotler, 1984) kelas sosial memiliki mempunyai ciri-ciri 1) orang

  • –orang yang termasuk dalam kelas sosial tertentu cenderung berperilaku sama, 2) orang dinilai berkedudukan tinggi atau rendah menurut kelas sosial, 3) kelas sosial tidak hanya di tentukan oleh satu variabel tunggal, melainkan diukur dan ditimbang sebagai fungsi jabatan ataupekerjaan, pendapatan, kekayaan, pendidikan, 4) orang dapat bergerak ke kelas yang lebih tinggi dan merosot ke kelas yang lebih rendah.

  3) Kelompok sosial dan kelompok referensi

  Kelas sosial adalah kesatuan sosial yang menjadi tempat individu beriteraksi satu sama lain, karena adanya hubungan diantara mereka, kelompok sosial tertinggi lagi menjadi kelompok teman sebaya (peer

  group ) yaitu individu merasakan kesamaan satu dengan yang lain,

  seperti dibidang usia, kebutuhan dan tujuan yang memperkuat kelompok tersebut. Sedangkan kelompok referensi adalah kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk kepribadian dan perilaku. Jadi dengan adaya interaksi individu dengan kelompok akan mempengaruhi individu berperilaku konsumtif.

  Keluarga dapat didefinisikan sebagai dua orang atau lebih orang yang memiliki hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang tinggal bersama-sama (Prasetijo & Ihlauw, 2005). Keluarga memainkan peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan prilaku manusia terutama dalam melakukan pembelian barang dan jasa. Keluarga dapat memberikan pengaruh kuat terhadap perilaku memberi seseorang (Kotler, 1994).

  b.

  Faktor Internal 1)

  Motivasi Motivasi merupakan dorongan yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Purwanto, 2004). 2)

  Pengamatan Pengamatan merupakan proses penerimaan dan adanya rangsangan (stimuli) di dalam lingkungan intern dan ekstern, sehingga pengematan bersifat aktif. Terjadinya pengamatan dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau dan sikap sekarang dari individu. 3)

  Proses belajar Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara manusia yang pada dasarnya bersifat individual dengan lingkungan khusus tertentu.

  Sebagai hasil interaksi terbentuklah hubungan antara kebutuhan- kebutuhan dan tanggapan-tanggapan antara tegangan dengan perilaku dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau. Jika individu merasa puas, maka tanggapannya akan diperkuat dan ada kecenderungan tanggapan yang sama akan terulang. Tetapi jika tanggapan yang ditimbulkan tidak diperkuat, maka kebiasaan membeli produk akan berkurang. Jadi, dalam proses pembelian seseorang selalu mempelajari sesuatu. 4)

  Kepribadian dan konsep diri Kepribadian menggambarkan organisasi sifat-sifat, sikap dan kebiasaan orang perorangan yang berwatak membedakan yang satu terhadap yang lain (Kotler, 1984). Kepribadian mencakup kebiasaan- kebiasaan maupun sikap, ciri-ciri sifat atau watak yang khas mementukan perbedaan perilaku tiap-tipa individu yang berkembang jika berhubungan dengan orang lain, Sedangkan konsep diri merupakan gambaran individu dengan diri sendiri. 5)

  Sikap (attitude) seseorang adalah predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan, yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku indiviu. Sikap individu bisa merupakan sikap positif atau negatif (menerima atau menolak) terhadap produk-produk tertentu. Gilarso (1994), juga menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif yaitu:

1. Faktor individu

  Setiap orang mempunyai sifat, bakat, minat, motivasi dan selera umur (anak, remaja, dewasa, berkeluarga) dan lingkungan yang mempengaruhi tidak hanya apa yang dikonsumsikan tetapi juga kapan, berapa dan model-model barang.

  2. Faktor ekonomi Selain harga barang, pendapat individu, dan adanya subtitusi, ada beberapa hal lain yang juga mempengaruhi terjadinya perilaku konsumtif antara lain: lingkungan fisik (panas, dingin, kering dan lain- lain), kekayaan yang sudah dimiliki, pandangan atau harapan mengenai penghasilan dimasa yang akan datang, besarnya keluarga dan tersedia atau tidaknya kredit murah untuk dikonsumsi.

  3. Faktor sosial Orang hidup dalam masyarakat, dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Gaya hidup orang kaya menjadi contoh yang suka ditiru oleh golongan masyarakat lainnya (demonstration effect), pada hal konsumsi golongan orang kaya sebagian besar hanya untuk pamer (conspicuous consumption) barang dibeli justru karena mahal, Di dalam masyarakat, banyak individu yang tidak mau kalah dengan tetangga yang akhrinya secara tidak langsung mengikuti gaya orang lain yang berada diatasnya.

  4. Faktor kebudayaan Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling dominan. Kebudayaan bersifat kompleks yang mencakup pengetahuan, kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

  Berdasarkan penjelasan diatas faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif menurut Dharmmesta dan Handoko adalah: a) faktor internal: motivasi, pengamatan, belajar, kepribadian dan konsep diri, sikap, b) faktor eksternal: kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan kelompok referensi, keluarga.

  Selanjutnya menurut Gilarso faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah: faktor individual, faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor kebudayaan.

  Kelompok sosial dan kelompok referensi dipilih sebagai faktor yang mepengaruhi perilaku dalam penelitian ini. Dalam hal ini peneliti memilih faktor eksternal yaitu kelompok sosial dan kelompok referensi. Didalam suatu kelompok referensi terbentuk konformitas yang biasanya dipandang sebagai suatu tindakan dimana individu mengikuti kelompoknya dan tidak berpikir ataupun bertindak sebagai dirinya sendiri. Menurut Mowen dan Minor (2002) kelompok referensi lebih kuat pengaruhnya pada seseorang karena membentuk kepribadian dan perilakunya.

B. Konformitas 1. Pengertian Konformitas

  Myers (2002), mengemukakan bahwa konformitas berarti perubahan perilaku pada individu sebagai akibat dari adanya tekanan kelompok. Konformitas bukan sekedar perilaku seperti orang lain, namun juga dipengaruhi bagaimana orang lain berperilaku. Hal ini didukung oleh Baron dan Byrne (2005), kelompok acuan, menerima ide, atau aturan-aturan yang menunjukan bagaimana remaja berperilaku. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka (Santrock, 2003). Sedangkan menurut Chaplin (2004) konformitas adalah kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap seseorang dan pendapat yang sudah berlaku. Lebih lanjut Chaplin menjelaskan konformitas sebagai ciri pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat lain menguasai hidupnya.

  Menurut Sears, dkk. (2006), konformitas merupakan istilah untuk menggambarkan keadaan dimana individu menampilkan suatu tindakan karena orang lain juga melakukannya. Konformitas bersifat adaptif karena individu perlu meyesuaikan diri terhadap orang lain dan tindakan orang lain bisa memberikan informasi mengenai cara yang paling baik untuk bertindak dalam keadaan tertentu. Sarwono dan Meinarno (2009) mengemukakan bahwa melalukan tindakan yang sesuai norma sosial dapat disebut sebagai konformitas. Norma sosial bisa berupa injuctive norms, yaitu hal apa yang seharusnya kita lakukan dan

  

descriptive norms , yaitu apa yang kebanyakan orang lakukan. Dengan mengikuti

  norma-norma sosial yang berlaku dimasyarakat. Individu dapat mengkomunikasikan perasaan dengan jelas dan menghindari kesalahpahaman yang tidak menyenangkan atau memalukan. Hurlock (2006) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya sangat mempengaruhi pola kepribadian remaja karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman kepribadian dengan dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan kelompok teman sebaya tentang dirinya. Kedua, berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok. Pengaruh kelompok terhadap sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar dari keluarga.

  Berdasarkan uraian dari pendapat beberapa ahli bahwa konformitas merupakan penyesuaian perilaku untuk menganut pada norma kelompok, meniru sikap dan tingkah laku orang lain karena tekanan nyata atau yang dibayangkan.

2. Aspek-aspek Konformitas

  Konformitas sebuah kelompok referensi dapat mudah terlihat dengan adanya karakteristik yang khas. Menurut Myers (2002), terdapat dua aspek konformitas, yaitu : a.

  Pengaruh Normatif Pengaruh normatif merupakan penyesuain diri individu berdasarkan harapan dan keinginan orang lain untuk mendapatkan penerimaan.

  Individu berusaha untuk mengikuti standar norma yang berlaku untuk memenuhi harapan orang lain. Apabila norma dilanggar maka individu akan mengalami penolakan atau pengucilan oleh kelompok.

  b.

  Pengaruh Informasional Pengaruh informasional merupakan penyesuain diri individu dengan menerima petunjuk, opini, informasi kelompok sebagai pedoman bagi perilaku atau pendapat sendiri. Menurut Taylor, dkk (2009) mengemukakan ada lima aspek pembentuk konformitas, yaitu : a.

  Peniruan Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas.

  b.

  Penyesuaian Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu bersikap konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok.

  c.

  Kepercayaan Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform terhadap orang lain.

  d.

  Kesepakatan Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial yang mampu menimbulkan konformitas.

  e.

  Ketaatan Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan individu atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat orang menjadi conform terhadap hal-hal yang disampaikan

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek konformitas menurut Myers (2002) terdapat dua aspek yaitu pengaruh normatif merupakan mendapatkan penerimaan. Individu berusaha untuk mengikuti standar norma yang berlaku untuk memenuhi harapan orang lain. Apabila norma dilanggar maka individu akan mengalami penolakan atau pengucilan oleh kelompok. Pengaruh informasional merupakan penyesuaian diri individu dengan menerima petunjuk, opini, informasi kelompok sebagai pedoman bagi perilaku atau pendapat sendiri. Sedangkan menurut Taylor dkk (2009) terdapat lima aspek yaitu, peniruan, penyesuaian, kepercayaan, kesepakatan dan ketaatan. Aspek yang dijabarkan Myers (2002) tersebut nantinya akan peneliti gunakan sebagai acuan dalam penyusunan dan contohnya lebih konkrit sehingga memudahkan dalam menyusun skala.

C. Hubungan Antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif Pada Penggemar JKT 48

  Seorang penggemar diartikan seorang yang dengan pribadi yang antusias dan menunjukkan ketertarikan dalam hal bidang yang disukai. Penggemar JKT 48 adalah seseorang yang terobsesi dengan idola khususnya JKT 48 yang berorientasi untuk mendekatkan diri kepada member idola yaitu dengan cara memakai baju yang bergambarkan idolanya, membeli album yang dikeluarkan idolanya dan datang ke acara yang diselenggarakan oleh JKT 48, tidak terbatas gender dan usia.

  Hal ini secara tidak langsung penggemar JKT 48 sebagai konsumen yang dipandang sangat menjanjikan. Penggemar JKT 48 dikenal sangat setia dan loyal kepada idolanya. Jika pembelian merchandise dilakukan secara terus-menerus budaya konsumtif tersebut akan membentuk seseorang untuk berperilaku konsumtif. Budaya konsumtif ini tidak hanya memunculkan sifat fungsional dalam pemenuhan kebutuhan manusia, namun juga bersifat materi sekaligus simbolik seperti halnya mengkonsumsi produk-produk yang lebih mengarah ke pembentukan identitas para pengguna ataupun pemakai produk tersebut. Sehingga hal ini akan menyebabkan seseorang akan berperilaku konsumtif.

  Perilaku konsumen dalam pandangan Winardi (dalam Sumartono, 2002) dapat dirumuskan segala perilaku yang ditunjukan oleh orang-orang dalam hal merencanakan, membeli, dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa-jasa. Banyaknya ragam produk dipasarkan yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pola pembelian, sehingga pemenuhan kebutuhan saat ini tidak lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan (need), melainkan lebih pada keinginan (want) yang sifatnya bisa ditunda, misalnya seperti mengikuti mode, menaikkan prestise, menjaga gengsi, dan berbagai alasan yang sifatnya kurang penting. Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Secara pragmatis perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas. Menurut Lina dan Rosyid (1997) individu yang memliki karakteristik perilaku konsumtif adalah pembelian impulsif, pembelian tidak rasional, pembelian boros dan berlebihan.

  Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah norma kelompok acuan, menerima ide, atau aturan-aturan yang menunjukan bagaimana seseorang berperilaku (Baron dan Byrne, 2005). Santrock (2003) konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka.

  Penggemar JKT 48 didominasi oleh kalangan pelajar. Remaja akan lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, mereka lebih senang berkumpul bersama dengan kelompokn referensiya. Remaja melakukan banyak hal bersama dengan teman sebaya, mereka menyamakan model, tingkah laku, gaya berpakaian dan lainnya. Kelompok referensi merupakan hubungan persahabatan antar pelajar. Pada umumnya terjadi atas dasar ketertarikan dan aktivitas bersama yang bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat antara lain adanya saling pengertian dan saling membantu, saling percaya, saling menghargai serta saling menerima (Monks, 2001). Kelompok referensi memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumtif. Seseorang akan berperilaku konsumtif sesuai dengan yang dilakukan oleh kelompok referensi. Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan kelompok referensi sebagai kelompok yang dianggap sebagai kerangka rujukan bagi individu dalam pengambilan keputusan pembelian konsumsi mereka. Konformitas merupakan istilah untuk menggambarkan keadaan dimana individu menampilkan suatu tindakan karena orang lain juga melakukannya. Menurut Myers (2002) terdapat dua aspek konformitas yaitu pengaruh normatif dan pengaruh informasional.

  Pengaruh normatif merupakan aspek pertama pada konformitas. Pengaruh orang lain untuk mendapatkan penerimaan. Individu berusaha untuk mengikuti standar norma yang berlaku untuk memenuhi harapan orang lain. Apabila norma dilanggar maka individu akan mengalami penolakan atau pengucilan oleh kelompok. Pengaruh sosial normatif menurut Baron dan Byrne (2005) didasarkan pada keinginan kita kita untuk disukai atau diterima, dan kelompok menggunakan taktik ini dalam mempengaruhi anggotanya yang tidak setuju menjadi setuju.

  Keinginan disukai banyak individu melakukan konformitas untuk membantunya mendapatkan persetujuan dengan banyak orang. Untuk disukai dan diterima dikelompok, kita cenderung melakukan konformitas agar sesuai dengan kelompok tersebut. selain itu, apapun yang dapat meningkatkan rasa takut kita akan memperoleh penolakan oleh kelompok tersebut dan juga meningktakan konformitas. Menurut Hoyer dan MacInnis (dalam Nadya dan Sihombing, 2012) Pengaruh normatif mempunyai peranan terhadap niat beli dan keputusan pembelian seorang konsumen. Pengaruh normatif adalah perilaku seseorang yang dipengaruhi tuntutan masyarakat atau kelompok referensi. Jika memenuhi tuntutan itu tersebut maka akan mendapatkan rasa kebersamaan. Sedangkan jika tidak memenuhi tuntutan tersebut maka akan mendapatkan sanksi dari kelompok tersebut. Untuk dapat diterima sesama penggemar JKT 48 maka mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya lebih yang membuatnya pembelian yang berlebihan dan boros karena tanpa disadari adanya kebutuhan yang jelas, perilaku ini hanya berdasarkan pada keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang di perlukan. penelitian yang telah dilakukan oleh Sihotang perilaku membeli adalah tingkat konformitas. Santrock (2003) menyatakan bahwa keinginan mengaktualisasi diri mereka dalam kelompoknya dan memperoleh kepuasan, dapat juga menaikkan harga diri mereka di depan teman-teman lainnya. Tekanan untuk mengikuti teman menjadi sangat kuat. Konformitas terhadap tekanan teman dapat pula menjadi negatif dan positif.

  Aspek kedua dari konformitas adalah pengaruh informasional. Pengaruh informasional merupakan penyesuain diri individu dengan menerima petunjuk, opini, informasi kelompok sebagai pedoman bagi perilaku atau pendapat sendiri. Pengaruh sosial informasional menurut Baron dan Bryne (2005) yang didasarkan pada keinginan kita untuk menjadi benar untuk memegang pendapat yang tepat.

  Tindakan dan opini orang lain menegaskan kenyataan sosial bagi kita, dan kita menggunakan semuanya itu, sebagai pedoman bagi tindakan dan opini kita sendiri. Kecenderungan kita untuk bergantung pada orang lain sebagi sumber informasi tentang aspek dunia sosial. Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Penggemar JKT 48 selalu mendapatkan informasi tentang idolanya selain dari official JKT 48 tetapi dari sesama penggemar JKT 48, rasa percaya yang tinggi terhadap informasi yang diberikan oleh kelompoknya sebagai sumber informasi yang benar dan individu akan mengikuti apapun yang dilakukan kelompok tanpa menyatakan melalui komunikasi dan informasi akan terjadi berupa perubahan pendapat, sikap dan perilaku. Perilaku belanja dan perilaku konsumsi individu dalam kelompok dapat dipengaruhi karena adanya informasi (informational

  

influence ) yang diterima dan dapat dipercaya dari rekan-rekan anggota dan

  kelompoknya. Perilaku membeli seseorang dipengaruhi oleh konformitas karena perilaku membelinya cenderung impulsif. Dengan informasi yang diterima sehingga penggemar JKT 48 dapat berperilaku impulsif membeli semata-mata karena didasari oleh hasrat yang tiba-tiba/keinginan sesaat tanpa terlebih dahulu mempertimbangkannya, tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dan biasanya bersifat emosional. Efek dari konformitas pada kelompok yang menjadi model, dalam perilaku membeli yang dilakukannya jika dalam kelompoknya memiliki pendapat dan perilaku yang impulsif dalam pembelian, maka seseorang akan cenderung memiliki pendapat dan perilaku yang impulsif juga dalam pembelian (Myres, 2002). Penelitian oleh Damayanti (2014) menunjukan bahwa perilaku mudah sekali terpengaruh oleh teman-teman sebaya dalam hal gaya hidup karena persaingan antar teman, selain itu juga karena bisa diterima di kelompoknya. Disadari atau tidak, perilaku seperti ini menimbulkan perilaku konsumtif.

  Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konformitas daapat mempengaruhi perilaku konsutif pada penggemar JKT 48 Hal ini diperkuat dengan penelitian oleh Damayanti (2014) Perilaku mudah sekali terpengaruh oleh teman-teman sebaya dalam hal gaya hidup karena persaingan antar teman, selain seperti ini menimbulkan perilaku konsumtif. Semakin tinggi tingkat konformitas semakin tinggi pula kecenderungan perilaku konsumtif. Hasil penelitian dari Hidayati (2015) mengemukakan bahwa perilaku fans JKT 48 adalah obsesif dan kolektif. Perilaku konsumtif fans terhadap JKT 48 berupa menonton konser, teater atau hasil karya mereka berbentuk CD, DVD atau foto juga berlandaskan keinginan dasar mereka sebagai sifat fans sebagai kolektor dan sebagai pihak yang jatuh cinta terhadap JKT 48. Fans JKT 48 menjadi sebuah kelompok yang berperilaku konsumtif terhadap hal tentang JKT 48. Menurut Irmasari (2010), bahwa perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif perilaku konsumtif antara lain kecemburuan sosial, mengurangi kesempatan untuk menabung dan cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang.

  Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada penggemar JKT 48. Semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku konsumtif pada penggemar JKT 48.

D. Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada penggemar JKT 48. Hal ini berarti semakin tinggi konformitas maka akan semakin tinggi perilaku konsumtif pada penggemar JKT 48. Sebaliknya bila konformitas rendah maka perilaku konsumtif pada penggemar JKT 48 tergolong rendah.