TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA PERTANIAN DI DESA BEDINGIN KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN PONOROGO SKRIPSI
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA PERTANIAN DI DESA BEDINGIN KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN PONOROGO
SKRIPSI
Oleh :
ELGA FALIDIA NAVIRI NIM: 210214302
Pembimbing: NISWATUL HIDAYATI, M.HI.
NIP : 198110172015032002 JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO 2 0 1 8
ABSTRAK
Naviri, Elga Falidia. 2018. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kerjasama Pertanian
Di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Niswatul Hidayati, M.HI.
Kata kunci : kerjasama, mud}a>rabah, bagi hasil
Dalam kehidupan manusia interaksi muamalah ditemukan berbagai jenis kerjasama untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satunya adalah praktek kerjasama permodalan pertanian dengan akad mud}a>rabah dengan pembayarannya menggunakan hasil pertanian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo. Mud}a>rabah adalah bentuk kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola. Dalam kerjasama pertanian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo pembayaran dilakukan pada saat panen dengan kerugian hanya ditanggung oleh salah satu pihak yaitu petani. Selain itu hasil dari pertanian harus dijual kepada pemilik modal guna untuk menjadi jaminan jika terjadi gagal panen. Karena dasar itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang praktek pelaksanaan kerjasama permodalan pertanian di Desa Bedingin.
Penelitian ini merumuskan masalah dan tujuannya hendak mengetahui (1) Bagaimana perhitungan bagi hasil di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo, (2) Tinjauan Hukum Islam terhadap penanggungan kerugian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu tata cara penelitian dengan menggunakan pengamatan atau wawancara.
Dari adanya penelitian tersebut penulis menyimpulkan bahwa 1) perhitungan bagi
hasil telah sesuai dengan ketentuan prinsip m ud}a>rabah karena dalam pembagian bagi
hasil sesuai dengan proporsi yang telah disepakati oleh para pihak diawal kerjasama 2) penanggungan kerugian dalam kerjasama pertanian tersebut belum sesuai dengan hukum Islam karena syarat perjanjian mengenai penanggungan kerugian masih dibebankan kepada salah satu pihak yaitu m ud}a>rib maka dalam penanggungan kerugian tidak sesuai dengan muamalah dalam Islam.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat hidup
dalam masyarakat. Sebagai makhluk sosisal, dalam hidupnya manusia memerlukan adanya manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat. Manusia pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya orang lain. Dalam konteks ini terjadilah pergaulan antar manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan individu maupun sosial. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan
1
dalam hubungannya dengan orang lain disebut muamalah. Aturan yang terkait dengan persoalan muamalah dalam arti sempit dikenal dengan fiqh
muamalah , yaitu hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum manusia
dalam persoalan-persoalan keduniaan. Dalam praktiknya, ajaran tentang
muamalah ini tidak dapat dipisahkan dari ajaran aqidah dan akhlak. Islam
memberikan perhatian yang besar terhadap masalah muamalah. Karena,
2 tujuan dari ekonomi Islam adalah untuk mengkaji kesejahteraan manusia.
Ruang lingkup muamalah ada dua macam, yaitu muamalah adabiyah dan muamalah madiyah. Muamalah Adabiyah adalah muamalah yang 1 mengkaji dari segi subjeknya, yaitu aktivitas manusia sebagai pelaku,
Muhamad, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Ekonosia, 2003), 42. 2 d}a>
Neneng Nurhasanah, Mu rabah dalam Teori dan Praktik (Bandung: PT Refika Aditama,
2
contohnya saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat. Muamalah madiyah adalah jual beli (al-
ba’i al-tija>rah), gadai (al-rahn), pemindahan hutang (hiwa>lah), perkongsian,
(al-syirkah), perseroan dan tenaga (al- Mud}a>rabah), dan lain-lain. Kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek hukum dalam muamalah merupakan tabiat
3
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian dalam ajaran muamalah dalam Islam yang objeknya harta tidak hanya dibahas masalah hukumnya, tetapi dimulai dari hal yang paling mendasar sampai pada tatanan praktisnya, seperti mengimplementasikan akad mud}a>rabah dalam hubungan kerjasama di bidang ekonomi.
Mud}a>rabah adalah akad kerjasama usaha di antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul ma>l) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Secara mud}a>rabah, keuntungan usaha dibagi menurut
4
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Menurut para fuqaha mud}a>rabah adalah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan seperti setengah atau
5
sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Melakukan mud}a>rabah 3 adalah boleh (mubah). Dasar hukumnya adalah sebuah hadits yang
Ali Hasan, 4 Manajemen Bisnis Syari’ah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 195.
Neneng Nurhasanah, Teori dan Praktik, 68.
3
diriwayakan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a. bahwasanya Rasulullah bersabda:
ُةَضَ َرَ اَقَ ُمْلاو ٍلَجَا ىَلِإ ُعْيَبْلا ُةَك َرَبْلا َّنِهْيِف ٌث َلاَث ِل َلاَ َو ِتِْيَبلَِل ِرْيِعَِّشَّلاِبِ ِ رُبْلا ُطَُلََخَ َو ِعْيَبلَ
Artinya:
“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan
6 untuk dijual.”
Diriwayatkan dari Daruquthni bahwa Hakim Ibn Hizam apabila memberi modal kepad a seseorang dia mensyaratkan: “harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan bawa ke laut, dan jangan dibawa menyeberangi sungai, apabila kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggung jawab atas hartaku.”
Secara ekplisit, Al- Qur’an tidak menyebutkan mud}a>rabah sebagai satu bentuk muamalah yang diperbolehkan dalam Islam. Kerjasama dalam permodalan (mud}a>rabah) diberlakakukan pada zaman Rasulullah saw dan
7
beliau merestuinya. Kerjasama permodalan (mud}a>rabah) disyariatkan oleh firman Allah dalam Al- Qur’an:
َّاللّ ِلْضَف ْنِم َنوُغَتْبَي ِض ْرََ ْلْا يِف َنوُبِ ِرْضَي َنو ُرَخَآ َو “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
8 Allah” (QS. Muzammil : 20)
6 Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwiniy Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 3, Beirut: Darul-Fikr, 1992, hlm. 768. 7 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 141.
4
Hukum mud}a>rabah berbeda-beda karena adanya perbedaan-perbedaan keadaan. Maka, kedudukan harta yang dijadikan modal dalam mud}a>rabah juga tergantung pada keadaan. Ketetapan hukum Islam berkaitan dengan
muamalah sebagian merupakan penetapan dan penegasan kembali atas praktik-praktik yang telah berlangsung pada masa sebelum Islam.
Karena mud}a>rabah merupakan kegiatan yang bermanfaat dan menguntungkan sesuai dengan ajaran pokok syariah, maka tetap
9
dipertahankan dalam ekonomi Islam.Di dalam mud}a>rabah, pemodal menyerahkan modal kepada pengelola untuk usaha, kemudian keuntungan dibagikan kepada pemodal dan pengelola dengan presentase (nisbah) yang dihitung dari keuntungan bersih. Pengelola tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun sampai modal dari pemodal kembali 100%. Jika modal telah kembali, barulah dibagi keuntungan sesuai presentase yang disepakati. Di dalam mud}a>rabah kedua belah pihak selain berpotensi untuk untung, maka kedua belah pihak berpotensi untuk rugi. Jika terjadi kerugian, maka pemodal kehilangan/berkurang modalnya, dan pengelola tidak mendapatkan apa-apa. Jika terjadi kerugian, maka pemodal tidak boleh menuntut pengelola apabila pengelola telah benar-benar
10 bekerja dengan jujur sesuai kesepakatan.
9 Dian Fitriana , “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Antara Pemilik dan Pengelola
Sapi di Desa Tanjung Gunung Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo,” Skripsi (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2010), 5. 10 Mud}a>rabah Said Yai , ”Produk Al- (Bagi Hasil) Dalam Islam Sebagai Solusi Perekonomian Islam,” dalam
5
Di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Dalam sektor pertanian yang lebih dominan dikarenakan permintaan padi setiap tahunnya meningkat dan menjadi komoditas pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam hal ini, masyarakat Desa Bedingin ada yang menggunakan modal sendiri, tetapi banyak juga yang bekerjasama dengan pemodal dalam mendapatkan modal untuk melakukan kegiatan bertani. Pemodal disini bersifat perorangan yaitu dari warga masyarakat yang mempunyai modal untuk diberikan kepada masyarakat Desa Bedingin yang membutuhkan modal. Kerjasama yang dilakukan oleh pemodal dengan petani di Desa Bedingin yang membutuhkan modal menggunakan akad mud}a>rabah. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pemodal menyerahkan sejumlah modal kepada masyarakat Desa Bedingin sebagai modal untuk memulai kegiatan pertanian.
Akad yang dilakukan oleh pemodal dan petani masyarakat Desa Bedingin dengan perjanjian kedua belah pihak, yang biasanya keuntungan dibagi sesuai nisbah bagi hasil yang telah disepakati, yaitu 25% untuk pemodal dan 75% untuk petani. Selain itu juga ada perjanjian lain yang dijadikan syarat untuk petani dalam mendapatkan modal, yaitu dengan menjual hasil pertanian kepada pemodal dengan harga sedikit dibawah pasaran. Jika petani tidak menjual hasil panennya kepada pemodal maka, pemodal tidak akan memberikan modal kepada petani Desa Bedingin, serta tahun selanjutnya petani juga tidak akan pernah mendapatkan modal pertanian. Biasanya, dalam sistem kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat
6
Desa Bedingin adalah dengan memberikan sejumlah uang dari pemodal kepada petani untuk menggarap sawah. Pengembalian modal dilakukan pada
11 saat panen.
Namun apabila hasil pertanian gagal panen atau tidak mendapatkan hasil maksimal maka petani harus mengembalikan modal dengan menambah perkiraan nisbah bagi hasil yang telah di sepakati. Praktik kerjasama seperti ini cukup memberatkan para petani, karena tidak ada kebebasan dalam menentukan hak untuk pengembalian modal dan bagi hasil. Praktik kerjasama seperti ini sudah berjalan beberapa tahun terakhir yaitu sekitar 5 tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bedingin. Hal ini dilakukan karena para petani terkadang mengalami kesulitan dana untuk menggarap sawah karena semakin meningkatnya harga kebutuhan seperti obat-obatan dan bibit pertanian. Hal ini lah yang menyebabkan masyarakat melakukan kerjasama dengan pemilik modal untuk usaha pertanian mereka.
Menurut penulis dalam praktik tersebut ada ketidakadilan yang terjadi, karena dalam kerjasama ini pihak yang lebih diuntungkan adalah pemilik modal saja, dimana pemilik modal memberi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat petani dalam kerjasama yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Dan kerugian hanya di tanggung oleh satu pihak saja yaitu pengelola modal (petani).
7
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kerjasama
Pertanian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo .”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana perhitungan bagi hasil dalam kerjasama pertanian di Desa
Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penanggungan kerugian dalam kerjasama pertanian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten
Ponorogo? C.
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui perhitungan bagi hasil terhadap akad kerjasama pertanian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penanggungan kerugian terhadap akad kerjasama pertanian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo D.
Manfaat Penelitian 1.
Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam hukum Islam yang berkaitan dengan bidang mu’amalah dan khususnya yang berkaitan dengan mud}a>rabah (kerjasama) serta dapat memberikan pemahaman
8
kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa muamalah dalam mempelajari praktik kerjasama dalam bidang pertanian yang sesuai dengan syariat Islam.
2. Secara Praktis a.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai pedoman dalam melakukan aktivitas perekonomian khususnya dalam hal kerjasama pemberian modal dalam pertanian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo.
b.
Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemahaman studi Islam dalam bidang mu’amalah bagi mahasiswa syariah umumnya dan khususnya bagi mahasiswa jurusan mu'amalah.
E. Telaah Pustaka
Pada penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian yang sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga diharapkan tidak ada pengulangan materi penelitian secara mutlak.
Pertama, Skripsi yang sudah ada berkaitan dengan pelaksanaan bagi
hasil penggarapan sawah adalah penelitian dari Muh. Ashar Arman dengan judul “Sistem Bagi Hasil Penggarapan Sawah Di Desa Julubori Kecamatan Pallangga Menurut Hukum Islam” tahun 2013. Dalam skripsi ini dibahas tentang penggarapan sawah dengan sistem bagi hasil menurut hukum adat.
Dalam skripsi ini kerjasama yang dilakukan oleh pemilik tanah dan pengelola adalah dengan sistem bagi hasil. Sistem pelaksanaan bagi hasil yang
9
diterapkan dalam penelitian ini dikenal dengan istilah Bageanna dimana pemilik sawah menyerahkan lahan tersebut kepada penggarap untuk di kelola.
Pemilik tanah mendapatkan satu bagian dan penggarap mendapat dua bagian dengan syarat penggarap menanggung bibit, obat-obatan dan hal-hal yang dibutuhkan dalam lahan tersebut. Dalam skripsi ini pelaksanaan bagi hasil dilaksanakan setelah panen dan dilakukan secara adil sesuai dengan kesepakatan. Pelaksanaan sistem bagi hasil yang dipraktekkan masyarakat adalah salah satu bentuk kerjasama yang menguntungkan, maka diperbolehkan oleh sy ara’ karena telah dikenal dalam ajaran Islam dengan
12
istilah muza}
ra’ah serta sudah dipraktekkan oleh Rasululloh saw.
Kedua , Jurnal dari penelitian Unggul Priyadi dan Jannahar Saddam Ash
Shidiqie dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Pertanian Lahan Sawah Studi di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Yogyakarta” tahun 2015. Dalam penelitian ini dibahas tentang bagi hasil yang dilakukan oleh pemilik sawah dengan buruh tani, tetapi pemilik sawah tidak ingin terlibat dalam penggarapan sawah. Perjanjian bagi hasil lahan sawah didalam penelitian ini secara umum dilakukan dengan lisan dan jangka waktu perjanjian tidak ditetapkan secara jelas. Timbangan bagi hasil yang digunakan secara umum adalah maro (setengah untuk penggarap dan setengah untuk
12 Muh. Ashar Arman, Sistem Bagi Hasil Penggarapan Sawah Di Desa Julubori Kecamatan
10
pemilik sawah) dengan seluruh biaya produksi ditanggung sepenuhnya oleh
13 penggarap dan hasil panen langsung dibagi dua.
Ketiga skripsi dari penelitian Supriani dengan judul “Pelaksanaan Sistem Kerjasama di Bidang Pertanian (Muza}
ra’ah) Menurut Prespektif
Ekonomi Islam (studi kasus kecamatan Lubuk dalam kabupaten Siak) tahun 2012. Dalam skripsi ini dibahas tentang muza}
ra’ah dengan sistem akad yang
dilakukan secara tidak tertulis. Dan dalam skripsi ini dijelaskan bahwa yang menjadi objek adalah berupa lahan yang dimiliki oleh pemodal serta pengelola mendapat kewenangan menggarap lahan tersebut, kemudian dalam akad tidak disebutkan batasan waktu penggarapan pertanian. Serta dalam skripsi ini dijelaskan bahwa adanya beberapa petani yang tidak jujur terhadap hasil panen yang dihasilkannya. Dalam hal ini hal tersebut melanggar perjanjian dan merugikan pemilik lahan. Dalam kerjasama ini mengandung unsur gharar dan tidak ada kejelasan pembagian bagi hasil antara kedua belah
14
pihak Berdasarkan uraian dari beberapa hasil penelitian terdahulu maka dapat diketahui bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian yang akan dibahas oleh peneliti adalah membahas mengenai akad kerjasama pertanian dengan 13 akad mud}a>rabah dengan objek yang digunakan adalah berupa uang yang akan
Unggul Priyadi, Jannahar Saddam,Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Pertanian Lahan
Sawah Studi di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Yogyakarta, Jurnal Millah, Vol. XV. No
1, 2015 14 .Supriani, Pelaksanaan Sistem Kerjasama di Bidang P ertanian (Muzara’ah) Menurut Prespektif Ekonomi Islam (studi kasus kecamatan Lubuk dalam kabupaten Siak), Skripsi UIN
11
digunakan oleh pengelola. Dalam skripsi yang akan penulis teliti juga ada perbedaan masalah dengan penelitian terdahulu yaitu, dengan menanggungkan kerugian terhadap satu pihak saja dengan presentase yang ditentukan oleh pihak pemodal saja. Selain itu, penulis juga akan meneliti proses akad yang dilakukan oleh kedua belah pihak serta pembagian nisbah bagi hasil yang ditentukan sesuai dengan ketentuan hukum Islam atau tidak.
F. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam kajian obyek penelitian, serta memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian yang peneliti harapkan, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1.
Jenis Dan Pendekatan Penelitian a.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan ini adalah penelitian lapangan
(field reserch), yakni suatu penelitian yang dilakukan pada suatu kejadian yang benar-benar terjadi. Dalam hal ini realitas hidup yang ada di lapangan menjadi unsur terpenting dalam kajian yang dilakukan. Penelitian lapangan dimaksudkan untuk memperlajari secara intensif
15
latar belakang keadaan dan posisi saat ini b. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu tata cara penelitian dengan menggunakan pengamatan atau wawancara. Metode penelitian
12
dengan pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang lebih menenkankan pada aspek proses suatu tindakan dilihat secara menyeluruh dan memiliki karakteristik alami sebagai sumber data langsung. Semua penelitian bersifat alamiah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kualitatif peneliti harus
16
mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Sedangkan pembahasannya secara deduktif, yaitu analisa data untuk memperoleh sebuah kesimpulan dimulai dari pertanyaan umum menuju pertanyaan
17 khusus dengan menggunakan penalaran.
2. Lokasi Penelitian Untuk melakukan penelitian, lokasi yang diambil oleh peneliti dalam penulisan terkait skripsi yaitu, penelitian dilakukan di Desa Bedingin
Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo. Karena, di Desa Bedingin adalah salah satu wilayah yang melakukan kerjasama permodalan antara seorang pemodal dan petani yang menurut peneliti masih banyak masalah yang perlu diteliti.
3. Data Dan Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini diambilkan dari informasi yang didapat dari beberapa informan, yaitu: a.
Petani, adalah yang memerlukan modal dan yang akan mengelola 16 modal dari pemodal.
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2017), 213. 17 Muhaji Neon, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafindo, 1999),
13
b.
Pemilik Modal, yang memberikan modal kepada para petani yang membutuhkan modal untuk mengelola sawah.
c.
Warga sekitar yang memahami masalah bagi hasil antara pemilik modal dan para petani
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagi berikut: a.
Teknik Wawancara Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dalam proses wawancara ini, penulis akan bertanya langsung dengan pihak yang bersangkutan yaitu pemodal dan pengelola di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo.
b.
Teknik Observasi Observasi atau pengamatan secara langsung yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian.
Karena teknik pengamatan ini memungkinkan melihat dan
14
mengamati sendiri kemudian mencacat kejadian sebagaimana yang
18 terjadi pada keadaan yang sebenarnya.
5. Teknik Pengolahan Data a.
Editing, yaitu pemeriksaan semua data yang diperoleh terutama dari segala kelengkapan, keterbatasan, kejelasan makna, kesesuaian dan keselarasan antara yang satu dengan yang lain, relevansi dan keseragaman satuan atau kelompok data. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan data yang diperoleh dari proses pengumpulan data berupa observasi dan wawancara yang akan disesuaikan dengan rumusan masalah yang dibahas yang berkaitan dengan praktik kerjasama permodalan pertanian yang dilakukan oleh warga Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo dan juga nisbah bagi hasil yang dilakukan.
b.
Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data-data yang direncanakan sebelumnya, kerangka tersebut dibuat berdasarkan data yang diperoleh dan relevan dengan sistematika pertanyaan-
19
pertanyaanya dalam perumusan masalah. Pada tahap ini dilakukan pengelompokan data yang telah diperoleh yang berkaitan dengan praktik kerjasama permodalan pertanian yang dilakukan oleh warga Desa Bedingin Kecamatan Sambit 18 Kabupaten Ponorogo dan juga nisbah bagi hasil yang dilakukan.
Lexy J. Moloeng, Metodelogi Penelitian Kualitatif. cet, ke-XXIII (Bandung: Raja
Resdakarya, 2007), 174.15
c.
Penemuan Hasil Riset, yaitu melakukan analisa lanjutan terhadap hasil pengorganisasian riset dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang sesuai, sehingga diperoleh suatu kesimpulan
20
sebagai pemecahan dari rumusan yang ada. Pada tahap ini dilakukan analisa antara yang data telah diperoleh dari lapangan praktik kerjasama permodalan pertanian yang dilakukan oleh warga Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo dan juga nisbah bagi hasil yang dilakukan.
6. Analisis Data Teknik Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode induktif. Metode induktif yaitu suatu penelitian yang berangkat dari kasus-kasus bersifat khusus berdasarkan pengalaman nyata (ucapan atau perilaku subyek penelitian atau situasi lapangan penelitian) untuk kemudian kita rumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip, proposisi, atau definisi yang bersifat umum.
7. Keabsahan Data Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik pengecekan data dengan teknik triangulasi yaitu penelitian akan menguji kredibilitas dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Teknik ini salah satunya dappat dicapai dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
20 Bambang Sungono, Methodologi Penelitian Hukum Suatu Pengatar (Jakarta: PT Praja
G. Sistematika Pembahasan
16
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini maka penulis mengelompokkan menjadi lima bab, dan masing-masing bab menjadi beberapa sub bab. Semuanya itu merupakan suatu pembahasan yang utuh, yang saling berkaitan dengan yang lainnya, sistematika pembahasan tersebut adalah:
BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan pola dasar dari keseluruhan laporan penelitian. Dimulai dengan latar belakang masalah untuk mendiskripsikan
alasan penelitian dilakukan. Dilanjutkan dengan rumusan masalah yang berguna membantu peneliti mengarahkan focus kajian yang dilakukan. Kemudian tujuan penelitian dan manfaat penelitian untuk mengetahui dapat atau tidaknya penelitian ini menghasilkan temuan. Selanjutnya telaah pustaka untuk menentukan posisi penelitian dan untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu. Kemudian metode penelitian dan sistematika pembahasan dalam penelitian ini
BAB II : TINJAUAN UMUM AKAD KERJASAMA ( Mud}a>rabah) Bab ini memuat mengenai landasan teori yang membahas dan
menjelaskan terkait dengan teori penemuan hukum dari segi pengertian mud}a>rabah, rukun dan syarat mud}a>rabah, dasar hukum mud}a>rabah, hal-hal yang dapat membatalkan mud}a>rabah, dan konsep bagi hasil dalam mud}a>rabah.
BAB III : PRAKTIK KERJASAMA PERTANIAN DI DESA
17
BEDINGIN KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN PONOROGO
Dalam Bab ini akan dipaparkan mengenai temuan penelitian yang membahas tentang letak geografis Desa Badingin. Gambaran umum objek penelitian, praktik kerjasama sekaligus nisbah bagi hasil yang diterapkan pada praktik kerjasama pertanian.
BAB IV :TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA PERTANIAN DI DESA BEDINGIN KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN PONOROGO Bab ini berfungsi menganalisis bagaimana tinjauan hukum Islam
terhadap praktik pembagian bagi hasil dalam kerjasama pertanian di Desa Bedingin Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo antara pemodal dan petani, dan juga penanggungan kerugian.
BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab paling akhir dari pembahasan skripsi
analisis yang berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan, saran-saran dan juga penutup
BAB II TINJAUAN UMUM AKAD M UD}A>RABAH A. Pengertian mud}a>rabah M ud}a>rabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak
zaman Nabi, bahkan dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad Saw. berprofesi sebagai pedagang, ia
1
melakukan akad m ud}a>rabah dengan Khadijah. M ud}a>rabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang menggerakan kakinya dalam menjalankan usaha. M ud}a>rabah merupakan bahasa Irak, sedangkan
2 Bahasa penduduk Hijaz menyebut dengan istilah qirad}
Menurut bahasa, mud}a>rabah atau qirad} menurut beberapa ulama yaitu, menurut para fuqaha, mud}a>rabah ialah akad antara dua pihak saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Kajian tentang m ud}a>rabah tidak terlepas dengan masalah perdagangan. Oleh karena itu, m ud}a>rabah berhubungan dengan qirad} yang berarti menyerahkan modal kepada seseorang untuk diperdagangkan dan keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian ketika
1 2 Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), 204.
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), akad terjadi. Karena kedekatan arti antara m ud}a>rabah dengan qirad}, maka
3 dalam fikih, m ud}a>rabah disebut juga qirad}.
Menurut Hanafiyah, mud}a>rabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba) karena harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. Maka mud}a>rabah atau qirad} ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola harta tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan
4 diperoleh kedua belah pihak sesuai dengan jumlah kesepakatan.
Secara istilah, para ulama’ mengartikan mud}a>rabah dengan redaksi yang berbeda. Akan tetapi, substansinya sama, yaitu suatu bentuk kerjasama antara pemilik modal (shahibul m a<l) dan pengelola modal ( mud}a>rib) dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama.
M ud}a>rabah adalah penyerahan harta dari pemilik modal kepada pihak
pengelola untuk digolangkan, keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati, sedangkan kerugian hanya ditanggung oleh pemilik modal. Pengelola tidak menanggung kerugian material
5 karena dia telah menanggung kerugian lain berupa waktu dan tenaga.
Muhammad Umer Chapra, seorang pakar ekonomi dari Pakistan mengartikan mud}a>rabah sebagai sebuah bentuk kemitraan dimana salah 3 satu mitra disebut shahibul m a<l atau rubbul ma<l (penyedia dana) yang 4 Saipudin Shidiq, Fikih Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2016), 254. 5 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008),138. menyediakan sejumlah modal tertentu dan bertindak sebagai mitra pasif, sedangkan mitra lain disebut mud}a>rib yang menyediakan keahlian usaha dan manjemen untuk menjalankan perdagangan atau jasa dengan tujuan
6 mendapatkan laba.
Dalam Ensklopedia Fiqh Umar, pengertian mud}a>rabah dirumuskan d engan kalimat berikut: “Mud}a>rabah yaitu persekutuan antara dua orang
dimana modal dari satu pihak dan pekerjaan dari pihak lain, sedangkan untungnya akan dibagi diantara mereka berdua sesuai kesepakatan, 7 sementara kerugian ditanggung sendiri oleh pihak pemodal ”.
ud}a>rabah merupakan suatu bentuk kontrak kerjasama yang lahir
M
sejak zaman Rasulullah SAW sejak zaman jahiliyah. Dan Islam
8
menerimanya dalam bentuk bagi hasil dan investasi. Dari pengertian sederhana tersebut dapat dipahami bahwa kerjasama ini adalah modal di satu pihak dan tenaga dipihak lain. Pekerja dalam hal ini bukan orang upahan tetapi adalah mitra kerja karena yang diterimanya itu bukan jumlah tertentu dan pasti sebagaimana yang berlaku dalam upah mengupah, tetapi
9 bagi hasil dari apa yang diperoleh dalam usaha.
B. Dasar Hukum mud}a>rabah
6 7 Neneng Nurhasanah, 69. 8 Ibid., 68.
Zaenudin A. Naufal, Fikih Muamalah Klasik dan KontemporerI (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 141. 9 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta: Prenada Media, 2003), 245.
Sebelum Islam datang, mud}a>rabah telah dilaksanakan oleh masyarakat saat itu. Jenis muamalah ini telah dikenal pada masa jahiliyah. Kemudian, Islam menetapkan (membolehkan) mud}a>rabah ini
10
karena terdapat maslahah di dalamnya. Dasar hukumnya adalah sebuah hadits yang diriwayakan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a. bahwasanya Rasulullah bersabda:
َر اَقُمْلاو ٍلَجَا ىَلِإ ُعْيَبْلا ُةَك َرَبْلا َّنِهْيِف ٌث َلاَث َو ِتْيَبلِل ِرْيِعَّشلاِب ِ رُبْلا ُطَلَخ َو ُةَض ِعْيَبلِل َلا
Artinya:
“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga,
11 bukan untuk dijual.”
Secara eksplisit, Al- Qur’an tidak menyebutkan mud}a>rabah sebagai satu bentuk muamalah yang diperbolehkan dalam Islam. Secara umum, beberapa ayat menyiratkan kebolehannya dan para ulama menjadikan
12
beberapa ayat tersebut sebagai dasar hukum m ud}a>rabah. Ayat-ayat tersebut terdapat dalam Firman Allah QS. Al-Maidah {[5]: 1:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu, (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum 10 menurut kehendaknya.” Nurhasanah, M ,70. 11 ud}a>rabah
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwiniy Ibnu Majah, Sunan Ibnu
Majah, Juz 3, Beirut: Darul-Fikr, 1992, hlm. 768. 12Sementara itu, Wahbah al-Zuhayli< menjelaskan bahwa yang menjadi dasar Al- Qur’an mengenai akad mud}a>rabah ini adalah QS. Al-
Muzzammil [73]:20:
َِّاللّ ِلْضَف ْنِم َنوُغَتْبَي ِض ْرَ ْلْا يِف َنوُب ِرْضَي َنوُرَخآ َو “Dan yang lainnya, bepergian di muka bumi mencari sebagian karunia
13 Allah” (QS. Muzammil : 20)
ud}a>rabah menurut Ibn Hajr telah ada sejak zaman Rasulullah,
M
beliau telah mengikutinya, bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul. Nabi Muhammad telah melakukan qiradh, yaitu Nabi Muhammad telah mengadakan perjalanan ke Syam untuk menjual barang-barang milik
14 Khadijah ra. yang kemudian menjadi istri beliau.
M ud}a>rabah diqiyaskan kepada al-musya<qah (menyuruh seseorang
untuk mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya
m ud}a>rabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan golongan di
atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi
15 kebutuhan mereka.
13 14 Al- Qur’an 29:20 15 Sohari Sahri dan Ru’fah Abdullah, Fiqh Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 191.
C. Rukun dan Syarat mud}a>rabah
Rukun m ud}a>rabah adalah pemodal, pengelola, modal, nisbah keuntungan, dan shighat atau akad.
1. Pemodal dan Pengelola a.
Pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum b.
Keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing pihak c. yang dilakukan bisa secara ekplisit dan implisit yang
Shighat menunjukan tujuan akad d.
Sah sesuai dengan syarat-syarat yang diajukan dalam penawaran, dan akad bisa dilakukan secara lisan atau verbal, secara tertulis
16 mauupun ditandatangani.
2. Modal Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana kepada pengelola untuk tujuan menginvestasikannya dalam aktivitas
m ud}a>rabah. Untuk itu, modal disyaratkan harus: a.
Dinyatakan dengan jelas jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang).
Apabila modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau 16 sejenisnya)
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjain dalam Transaksi di Lembaga b.
Harus berbentuk tunai bukan piutang (namun sebagian ulama membolehkan modal m ud}a>rabah berbentuk aset perdagangan, misalnya inventory) c. Harus diserahkan kepada mud}a>rib untuk memungkinkannya
17 melakukan usaha.
3. Keuntungan Adalah keuntungan yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Keuntungan adalah tujuan akhir m ud}a>rabah. Keuntungan dipersyaratkan sebagai berikut: a.
Harus dibagi untuk kedua belah pihak b. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam presentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nantinya c.
Rasio presentase (nisbah) harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak d.
Waktu pembagian keuntungan dilakukan setelah mud}a>rib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada shahibul
18 m a<l.
Adapun syarat-syarat m ud}a>rabah adalah sebagai berikut: 1.
Bagi pihak yang berakad, harus cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil (bagi m ud}a>rib)
17 18 Djamil, Penerapan Hukum Perjanjain, 175.
2. Yang terkait dengan modal, disyaratkan berbentuk uang, jelas jumlahnya, tunai, dan diserahkan sepenuhnya kepada m ud}a>rabah
3. Yang terkait dengan keuntungan, disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan diambil dari keuntungan, misalnya ½
4. Untuk syarat akad mengikuti syarat sebuah akad pada umumnya, yaitu harus jelas shigatnya dan ada kesesuaian antara ijab dan qabulnya.
19 D.
Hal-hal yang membatalkan mud}a>rabah
M ud}a>rabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut:
1.Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mud}a>rabah. Jika salah satu syarat m ud}a>rabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola (m ud}a>rib) dan sudah diperdagangkan, maka pengelola (m ud}a>rib) mendapat sebagian keuntungan sebagai upah.
2. Pengelola (mud}a>rib) dengan sengaja meninggalkan tugasnya atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal (shahibul ma<l) meninggal dunia, maka m ud}a>rabah menjadi batal.
20 Menurut Zuhayli<, pada prinsipnya, kontrak kerjasama dalam
permodalan (m ud}a>rabah) akan berhenti jika salah satu pihak menghentikan kontrak, atau meninggal atau modal yang ditanamkan 19 Nurhasanah, M
ud}a>rabah, 76. 20 mengalami kerugian di tangan pengelola modal (m ud}a>rib). Akad kerjasama dalam permodalan (m ud}a>rabah) juga akan batal ketika pemilik modal (shahibul m a<l) murtad, begitu juga dengan pengelola modal
21 (m ud}a>rib).
Di sisi lain, Zuhayli< mengatakan m ud}a>rabah akan dikatakan fasid jika terdapat salah satu syarat yang tidak terpenuhi, diantara bentuk
m ud}a>rabah fasid, misalnya seseorang yang memiliki alat perburuan
sebagai pemilik modal (shahibul m a<l) menawarkan kepada orang lain sebagai pengelola modal (m ud}a>rib) untuk berburu bersama-sama, kemudian keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan. Akad
m ud}a>rabah ini fasid, mud}a>rib tidak berhak mendapat keuntungan dari
perburuan, keuntungan ini semuanya milik shahibul m a<l, mud}a>rib hanya berhak mendapatkan upah atas pekerjaan yang dilakukan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Suhendi, kerjasama dalam permodalan (m ud}a>rabah) menjadi batal apabila ada perkara-perkara seperti, tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat m ud}a>rabah, pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad, dan apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah satu seorang pemilik modal meninggal dunia, m ud}a>rabah
22 21 menjadi batal. 22 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2017), 148.
E. Prinsip-Prinsip mud}a>rabah 1.
Prinsip berbagi keuntungan di antara pihak-pihak yang melakukan akad m ud}a>rabah Dalam akad m ud}a>rabah, laba bersih harus dibagi antara shahibul ma<l dan m ud}a>rib berdasarkan suatu proporsi yang adil sebagaimana telah disepakati sebelumnya dan secara eksplisit telah disebutkan dalam perjanjian m ud}a>rabah. Pembagian laba tidak boleh dilakukan sebelum kerugian yang ada ditutupi dan ekuitas shahibul m a<l sepenuhnya dikembalikan. Semua kerugian yang terjadi dalam perjalanan bisnis harus ditutup dengan laba sebelum hal itu ditutup dengan ekuitas
shahibul m a<l. Adapun kerugian bersih harus ditanggung shahibul ma<l,
sementara bentuk kerugian m ud}a>rib adalah hilangnya waktu, tenaga,
23 dan usahanya.
2. Prinsip berbagi kerugian di antara pihak-pihak yang berakad Dalam m ud}a>rabah, asas keseimbangan dan keadilan terletak pada pembagian kerugian di antara pihak-pihak yang berakad. Kerugian finansial seluruhnya dibebankan kepada pihak pemilik modal, kecuali terbukti ada kelalaian, kesalahan atau kecurangan yang dilakukan
m ud}a>rib.