IHYA>’ ULU>MUDDIN DAN IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB MAJMU>’ FATA>WA> TENTANG KONSEP ETIKA MURID TERHADAP GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM

STUDI KOMPARASI: PEMIKIRAN

  IMA>M AL-GHAZA>LI> DALAM KITAB

  IHYA>’ ULU>MUDDIN DAN IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB MAJMU>’ FATA>WA> TENTANG KONSEP ETIKA MURID TERHADAP GURU DALAM

  

PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

OLEH:

ALIYATUL WAKHIDAH

  

NIM: 210314267

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

ABSTRAK

Wakhidah, Aliyatul. 2018. Studi Komparasi: Pemikiran Ima>m Al-Ghaza>li> dalam

  Kitab Ihya>’ Ulu>muddin dan Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa> Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam. Tentang Konsep Etika Murid

  Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

  Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing, Dr. Evi Muafiah, M.Ag.

  Kata Kunci: Etika, I ma>m Al-Ghaza>li,> Ibnu Taimiyah, Pendidikan Islam

  Latar belakang penelitian ini berawal dari keprihatinan peneliti yang disebabkan menurunnya etika murid pada saat ini. Terlihat dari banyaknya pemberitaan tentang akhlakatau etika murid/siswa yang tidak sepantasnya ditampakkan atau kurangnya pendidikan moral pada murid/siswa di era globalisasi ini.

  Penelitian ini bertujuan: 1) Untuk mengetahui pemikiran I ma>m Al-Ghaza>li> dalam Kitab Ihya>’ Ulu>muddin Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam

  Pendidikan Islam. 2) Untuk mengetahui pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa> Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam. 3) Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran Ima>m Al-Ghaza>li> dalam Kitab

  Ihya>’ Ulu>muddin dan Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa> Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam. Jenis penelitian yang digunakan adalah pustaka (Library Research). Menggunakan metode dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan metode Content Analisis dan analisis komparatif.

  Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan: 1) Etika murid dalam menuntut

  

ilmu menurut Ima>m Al-Ghaza>li: Seorang murid hendaknya mempunyai tujuan

  mendekatkan diri kepada Allah SWT, tidak bersikap sombong, hendaknya mengetahui faktor penyebab dengannya ia mengetahui ilmu yang paling mulia, mendahulukan kesucian jiwa, mengurangi ketertarikannya dengan dunia, menjaga diri dari perselisihan manusia, tidak boleh meninggalkan suatu cabang ilmu yang terpuji, tidak menekuni semua bidang ilmu secara sekaligus, ilmunya harus bertahap dan hendaklah mengetahui kaitan ilmu dengan tujuan. 2) Etika murid dalam

  

menuntut ilmu menurut Ibnu Taimiyah: Sebagai murid hendaknya memiliki niat

  SWT, hendaknya mengetahui tentang cara yang baik, mengharapkan ridha Allah memuliakan gurunya, mau menerima setiap ilmu sepanjang ia mengetahui sumbernya, tidak memihak atau menyalahkan mahdzab orang lain. 3) Persamaan: tujuan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, bersabar dalam menjalani proses belajar serta niatkan balajar untuk beribadah hanya kepada Allah. Hal ini terdapat kesesuaian dengan kode etik peserta didik dalam pendidikan Islam. Perbedaan Ima>m Al-Ghaza>li lebih menerangkan etika murid tersebut secara terperinci, mulai dari awal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan ada beberapa aspek tidak lepas dari adanya

  proses belajar dan mengajar yang meniscayakan adanya hubungan antara murid dan guru. Hal ini sudah menjadi perhatian para pendidik pada masa klasik

  1

  maupun moderen. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan sosial guna menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup masyarakat. Manusia sebagai warga masyarakat dengan berbagai lapisannya berhak mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga dalam hidup dan kehidupannya mempunyai tendensi ke arah kemajuan dan perkembangan yang positif, ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Menurut Ahmad Hidayat, sebagaimana yang dikutip oleh A Syaifuddin, dalam bukunya yang berjudul

  Ima>m Al-Ghaza>li> menyatakan lebih lanjut bahwa untuk keperluan itu, Percikan manusia menuntut adanya suatu sistem yang dikenal dengan istilah pendidikan.

  Dengan adanya pendidikan, diharapkan manusia terutama muslim dapat

  2 menggunakan akalnya secara luas dan benar sesuai dengan konstitusi Islam.

  Pemikiran pendidikan sampai kapan pun akan memiliki daya tarik tersendiri untuk selalu ditelaah dan menjadi sebuah kajian yang tidak membosankan. Sebab pemikiran pendidikan menampilkan sosok sekaligus pemikiran yang unik dan berbeda antara satu tokoh dengan tokoh yang lain.

  Gagasan atas tokoh yang didokumentasikan memberi manfaat sekaligus sebagai cermin kehidupan bagi generasi masa kini dan masa yang akan datang. Sehingga pada titik terakhir gagasan pemikiran berbagai tokoh pendidikan mampu membekali kita untuk memiliki keberagamaan pemahaman sekaligus

  3 diimplementasikan dalam kehidupan, yakni menjadi Khali>fatullah.

  Pemikiran berasal dari kata dasar pikir yang artinya berproses, cara perbuatan mikir. Adapun konsep yang berkaitan dengan pemikiran ialah sentiensi atau merancang, kesadaran, idea dan imaginasi atau secara umum pemikiran berarti menggunakan akal pikiran dan budi untuk memutuskan suatu persoalan dengan mempertimbangkan segala sesuatu secara bijaksana. Dalam konteks tersebut, pemikiran pada hakikatnya dapat dimaknai sebagai upaya menelaah secara cermat dan kreatif terhadap sebuah gejala atau fenomena di masyarakat secara luas guna menemukan solusi secara tepat dengan melibatkan peran akal dan kalbu.

  Pemikiran pendidikan Islam sebagai bagian penting atas perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam tentunya harus memiliki dan mendapat prioritas untuk dikaji secara dinamis. Semenjak masa Nabi Muhammad SAW sebagaimana dimulainya proses pendidikan hingga saat ini. Beliau sebagai seorang pendidik pada saat itu mampu menerapkan konsep pendidikan tidak sebatas pengajaran namun mencakup pendidikan itu sendiri. Dengan kata lain proses pendidikan Nabi tidak sebatas mengajarkan fakta-fakta dan pengetahuan Islam, namun lebih mengajarkan bagaimana menjadi seorang muslim yang sejati. Inilah nilai keteladanan atas pemikiran pendidikan pertama dalam dunia Islam

  4 yang kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh Islam yang lain.

  Pendidikan agama mempunyai tujuan untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhi>lah (keutamaan) membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci

  5 seluruhnya ikhlas dan jujur.

  Menurut Imam Raghib sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Iqbal, dalam bukunya yang berjudul Pemikiran Pendidikan Islam, membagi ilmu menjadi 2 yakni ilmu teoretis dan ilmu aplikatif. Ilmu teoritis berarti ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Jika telah diketahui berarti telah sempurna seperti ilmu tentang keberadaan dunia. Sementara ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktikkan seperti ilmu tentang ibadah, akhlak dan lain sebagainya.

  Kemuliaan ilmu sudah jelas dapat diketahui oleh setiap orang, sebab ilmu ini khusus dimiliki oleh manusia. Dengan ilmu Allah SWT mengunggulkan Adam as di atas malaikat dan bahkan kepada Nabi Adam pula ia diperintah agar sujud dan menghormat kepadanya. Karena ilmu ditafsiri dengan sifat yang kalau dimiliki oleh seseorang maka menjadilah apa yang terlintas di dalam pengertiannya. Dikatakan tidak ada ilmu kecuali dengan diamalkan, hal tersebut adalah meninggalkan tujuan duniawi menuju ukhrawi. Setiap orang seharusnya tidak sampai melupakan dirinya dari hal-hal yang berguna, agar akal dan ilmu

  6 tidak menjaga dalih dan menyebabkannya bertambah maksiat.

  Akhlak mampu terbentuk jika terdapat interaksi atau hubungan. Dalam dunia pendidikan sendiri terdapat interaksi antara guru dan murid. Hubungan guru dan murid adalah hubungan ilmu pengetahuan yang setelah diberikan akan bersatu bersama dan nantinya kedudukan guru sebagai pelaksana tugas orang tua. Sehingga guru merupakan wakil dari orang tua dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Dari segi konsumsi rohani kedudukan guru di bawah kedudukan orang tua. Bahkan terkadang masalah-masalah pendidikan dan konsumsi rohani seseorang lebih banyak didapatkan dari guru daripada orang

  7 tua.

  Guru dan murid berperan penting dalam pendidikan terutama dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar yang terjadi adalah interaksi antara guru dan murid, antara dimengerti dan yang tidak dimengerti, namun semua itu pasti berjalan atas kemauan kedua belah pihak. Tujuannya adalah untuk mencari dan mengamalkan ilmu tersebut. Sesungguhnya yang

6 Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015),

  demikian itu, sopan santun ataupun tatakrama dalam mencari ilmu harus tetap

  8 dipegang dan dilaksanakan kedua belah pihak terutama bagi seorang murid.

  Dalam hal ini keprihatinan dan kegelisahan peneliti disebabkan menurunnya etika murid pada saat ini. Terlihat dari banyaknya pemberitaan tentang etika atau akhlak murid/siswa yang tidak sepantasnya ditampakkan atau kurangnya pendidikan moral pada murid/siswa di era globalisasi ini. Misalnya seorang murid/siswa tidak boleh banyak bertanya kepada gurunya sebelum waktunya. Etika ini sudah tidak kondisional lagi digunakan dalam proses belajar mengajar, sebab dimasa sekarang informasi tidak hanya diperoleh dari guru saja

  9 tapi bisa juga dari alat elektronika seperti handpone, televisi atau yang lain.

  Dari permasalahan tersebut kita perlu mengetahui pemikiran para tokoh- tokoh pendidikan Islam. Tokoh pendidikan Islam di dunia ini ada banyak sekali diantaranya: I ma>m Al-Ghaza>li>, Ibnu Taimiyah, Ibnu Si>na, Ima>m Burha>n al-Di>n al-Zar mu>ji>, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Miskawai>h, Ibnu Khaldu>n, Abdullah Nasih Ulwan dll. Diantara sekian banyak tokoh pemikir pendidikan Islam penulis tertarik untuk mengkaji tokoh I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah. Keduanya sama-sama memiliki kiprah dalam dunia pendidikan yaitu sebagai seorang yang ahli Tasawuf dan juga sebagai pendidik namun juga memiliki perbedaan dalam hal pola pikir antar keduanya.

  I ma>m Al-Ghaza>li> merupakan pemikir Islam yang terkemuka. Kitab-kitab karangan beliau telah tersebar diseluruh penjuru dan banyak juga yang telah menggunakan atas apa yang telah diijtihadkan beliau. Salah satu kitab karangan beliau yang fenomenal dan sangat populer adalah kitab Ihya>’ Ulu>muddin. Kitab tersebut membahas beberapa pokok bahasan tentang beragama. Salah satu yang menarik adalah pembahasan tentang konsep beliau tentang pendidikan

  10 akhlak/adab.

  Ibnu Taimiyah digolongkan pemikir tauhid Islam yang paling penting, karangannya sampai sekarang hanya sedikit dipelajari secara detail. Lagi pula, walaupun pendapat Ibnu Taimiyah sangat memengaruhi sejumlah besar pemikir Islam pada zaman moderen ini, interpretasi atau tafsiran terhadap pemikiran Ibnu Taimiyah sering sangat berbeda. Maka pentinglah dalam hal ini kembali ke teks- teks karangan Ibnu Taimiyah yang autentik untuk memperoleh pengertian tentang pendapatnya yang autentik pula, yang telah menimbulkan macam-

  11 macam tafsiran tersebut.

  I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah dua tokoh yang memiliki kiprah dalam dunia pendidikan Islam. Sebagai seorang pendidik kedua tokoh tersebut sangat patut dijadikan teladan oleh para guru. Dengan keteladanan sebagai seorang guru yang dimiliki oleh I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah tentunya dapat dipelajari bagaimana kedua tokoh tersebut menunjukkan dan menyampaikan pandangannya mengenai etika seorang murid terhadap guru. Sehingga dari hal itu, peneliti berkeinginan untuk mengkaji pemikiran kedua ilmuan tersebut tentang etika seorang murid terhadap guru dalam pendidikan Islam yang akan disusun sebagai skripsi deng an judul “Studi Komparasi:

  Ima>m Al-Ghaza>li> dalam Kitab Pemikiran Ihya>’ Ulu>muddin dan Ibnu Taimiyah Dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa> Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam

  ”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran Ima>m Al-Ghaza>li> dalam Kitab Ihya>’ Ulu>muddin

  Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam ? 2. Bagaimana pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa>

  Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam ? 3. Bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran Ima>m Al-Ghaza>li> dalam

  Kitab Ihya>’ Ulu>muddin dan Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa> Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam ?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui pemikiran Ima>m Al-Ghaza>li> dalam Kitab Ihya>’

  Ulu>muddin Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam.

2. Untuk mengetahui pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa> Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam.

  3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran Ima>m Al-Ghaza>li> dalam Kitab Ihya>’ Ulu>muddin dan Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa> Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru Pendidikan Islam.

D. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoretis a.

  Sebagai bahan rujukan/referensi untuk dasar pengembangan penelitian berikutnya yang terkait dengan penelitian ini, terutama penelitian yang berhubungan dengan tugas akhir (skripsi).

  b.

  Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi perkembangan ilmu pendidikan pada umumnya dan ilmu pendidikan Islam pada khususnya.

2. Manfaat Praktis a.

  Bagi Peneliti Memberikan pengalaman kepada penulis untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang konsep etika murid terhadap guru dalam pendidikan Islam.

  b.

  Guru Sebagai rujukan untuk mendidik peserta didik dengan strategi mengajar yang baik sehingga melahirkan generasi Islam yang gigih, memperjuangkan agama Islam serta dapat meningkatkan mutu pendidikan dalam dunia Islam melalui etika peserta didik yang diharapkan bisa menjadi generasi penerus agama.

  c.

  Murid/Peserta Didik Memberikan pencerahan untuk menjadi murid/peserta didik yang taat dan selalu menjaga etika yang baik dalam mencari ilmu untuk melaksanakan tugas hidup dalam kehidupan dunia dan akhirat, sehingga bisa merasakan kenikmatan dan kelezatan ilmu yang dimilikinya selama belajar.

E. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

  Disamping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini, penulis juga melakukan telaah hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Adapun hasil temuan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

  1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mar‟atus Solikhah, skripsi tahun 2012 dengan judul Etika belajar dalam kitab Ta’li>m al-Muta ‘ali>m Ta>riq al-

12 Ta’lu>m. Hal ini mendapat perhatian yang sangat besar sekali oleh para

  tokoh pendidikan Islam, karena realitanya banyak siswa yang belajar dan menguasai ilmunya akan tetapi kurangnya rasa

  tawadu‟, sehingga mereka

  tidak bisa merasakan kenikmatan dan kemanfaatan ilmu tersebut. Adapun rumusan masalahnya: (a) Bagaimana etika siswa terhadap ilmu dalam kitab Ta’li>m al-Muta ‘ali>m Ta>riq al-Ta’lu>m karya Ima>m Burha>n al-Di>n al-Zarmu>ji> dalam prespektif pendidikan Islam? (b) Bagaimana etika siswa terhadap guru dalam kitab Ta’li>m al-Muta ‘ali>m Ta>riq al-Ta’lu>m karya I Ima>m Burha>n al- Di>n al-Zarmu>ji> dalam prespektif pendidikan Islam? Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan ialah kepustakaan atau Library Research. Pengumpulan datanya dengan jalan Editing, Organizing dan penemuan hasil penelitian. Sedangkan analisis data yang dipakai adalah analisis isi (contet analysis). Hasil penelitiannya adalah etika siswa terhadap ilmu yang terdapat dalam kitab Ta’li>m al-Muta ‘ali>m Ta>riq al-Ta’lu>m karya Ima>m Burha>n al-Di>n al-Zarmu>ji> meliputi: seorang siswa harus bisa memilih ilmu yang terbagus, sabar dan tabah dalam belajar menuntut ilmu, menghormati atau

  ta‟zim terhadap ilmu

  dan ahli ilmu, menghormati kitab, mampu menghindari sifat-sifat tercela, bersungguh-sungguh dalam belajar dan berdo‟a sebelum memulai pelajaran.

  Semuanya ini terdapat kesesuaian dengan prespektif dalam pendidikan Islam. Etika siswa terhadap guru dalam kitab Ta’li>m al-Muta ‘ali>m Ta>riq al-Ta’lu>m ma>m Burha>n al-Di>n al-Zarmu>ji> meliputi siswa harus: menghormati karya I guru dengan memuliakannya, menyerahkan urusan pemilihan pada bidang ilmu terhadap guru dan mendengarkan penjelasan guru dengan penuh hormat. Hal ini terdapat kesesuaian dengan prespektif dalam pendidikan Islam.

2. Hasil telaah lainnya adalah Idfi Riandanita, skripsi tahun 2017 dengan judul Etika Guru dalam Pendidikan Islam (Studi Komparasi Pemikiran KH.

  13 Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari>). Adapun rumusan masalaahnya:

  (a) Bagaimana pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang etika guru dalam pendidikan Islam? (b) Bagaimana pemikiran KH. Hasyim Asy’ari> tentang etika guru dalam pendidikan Islam? (c) Bagaimana perbedaan dan persamaan pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari> tentang etika guru dalam pendidikan Islam? Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan atau Library Reasearch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat banyak perbedaan melainkan lebih banyak terdapat persamaan mengenai pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari> tentang etika guru dalam pendidikan Islam. Perbedaan yang menonjol dari pemikiran keduanya tentang etika guru adalah Kiai Ahmad Dahlan lebih menunjukkan sifat guru yang harus menjadi teladan dan memiliki sifat terbuka bagi para anak didiknya. Sedangkan Kiai Hasyim Asy’ari> lebih menekankan seorang guru harus memiliki hati yang bersih dalam mengajar dan sangat menjaga kewibawaannya sebagai seorang guru. Sedangkan persamaan yang muncul yaitu Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari> sama-sama menganjurkan seorang guru untuk memiliki kasih sayang kepada anak didiknya, memperingatkan anak didik akan tujuan menuntut ilmu tidak hanya untuk keperluan duniawi semata, mencegah anak didiknya agar tidak terjerembab pada akhlak tercela, menganjurkan muridnya untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, dan menyampaikan materi pelajaran sesusai dengan kemampuan anak didiknya.

  3. Hasil penelitian selanjutnya adalah Umi Noor Fadillah, Skripsi Tahun 2007 dengan judul Implementasi Nilai-Nilai etika sos ial Pemikiran „Abdullah

  Nasih „Ulwan dalam kitab Al-Au>lad Fi> Al-Islam” (Studi Kasus di Pondok

  14 Al-Hidayat Ginuk Kecamatan Karas Kabupaten Magetan). Adapun

  rumusan masalahnya: (a) Bagaimana etika sos ial dalam pemikiran „Abdulah 14 Nasih „Ulwan? (b) Bagaimana implementasi nilai-nilai etika sosial di Pondok

  Umi Noor Fadillah, Implementasi Nilai-Nilai etika sos ial Pemikiran „Abdullah Nasih „Ulwan

  Pesantren Al-Hidayat Ginuk Kecamatan Karas Kabupaten Magetan? Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Adapun teknik pengumpulan datanya meggunakan data reduction, data display dan conclucion. Dari hasil penelitian ini memiliki sebuah kesimpulan yakni: etika makan dan minum menurut pemikiran Abdullah Nasih Ulwan diantaranya adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, membaca basmallah sebelum makan dan hamdallah sesudah makan dll. Etika mengucapkan salam menurut pemikiran Abdullah Nasih Ulwan diantaranya mengucapkan salam ketika memasuki rumah, tidak mengucapkan salam seperti non muslim, dan menjawab salam kepada non muslim dengan

  “wa‟alaikum”. Etika meminta izin menurut pemikiran

  Abdullah Nasih Ulwan diantaranya ialah memberi salam terlebih dahulu ketika hendak meminta izin, memberitahukan namanya dll. Etika di dalam majelis menurut pemikiran Abdullah Nasih Ulwan diantaranya adalah menjabat tangan orang yang sedang ditemui dalam majelis, duduk ditempat yang telah ditentukan tuan rumah, duduk sejajar, dilarang berisik, meminta izin sebelum keluar dari majelis, membaca do‟a kafaratul majlis. Etika berbicara dalam pemikiran Abdullah Nasih Ulwan diantaranya adalah berbicara dengan bahasa Arab yang fasih, berbicara dengan pelan, pandangan berbicara menuju kepada hadirin baik pada saat berbicara maupun setelahnya. Etika bergurau dalam pemikiran Abdullah Nasih Ulwan selamat dengan do‟a, dan mengucapkan selamat dan saling memberi hadiah. Etika menjenguk orang yang sakit dalam pemikiran Abdullah Nasih Ulwan diantaranya yaitu memperhitungkan waktunya, dianjurkan bertanya tentang keadaan-keadaan sakitnya, mengingatkan orang sakit dengan kalimat La> Ila>ha Illalla>h apabila ajal sudah dekat. Etika bersin dan menguap dalam pemikiran Abdullah Nasih Ulwan diantaranya ialah megucapkan kalimat

  

hamdalah , rahmah dan hidayah. Dimakhruhkan mengeraskan suara ketika

  menguap. Etika sosial yang dilaksanakan santri Al-Hidayat Ginuk Magetan dapat dikatakan seimbang, karena ada yang sesuai dan juga ada yang tidak sesuai seperti membaca rahmah dan hidayah ketika bersin. Ketika bersin mendo‟akan orang yang mengucapkan Alhamdulillah. Namun ternyata juga ada etika santri yang tidak dijleaskan Abdullah Nasih Ulwan seperti menutup mulut dengan tangan kiri baik dibalik maupun tidak ketika menguap.

  Dari beberapa penelitian terdahulu terdapat persamaan dan perbedaan. Diantara persamaannya adalah membahas tentang masalah etika sedangkan perbedaannya terletak pada subyek, yakni pada tokoh yang akan diteliti.

  Maka jelaslah bahwa dalam penelitian yang akan dilakukan sangatlah berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang akan peneliti lakukan Ima>m Al-Ghaza>li> dalam Kitab ini adalah Studi Komparasi: Pemikiran Ihya>’

  Ulu>muddin dan Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu>’ Fata>wa> Tentang Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam. Konsep Etika Murid

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan (Library

  Research) dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian

  kualitatif yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur atau kepustakaan, baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu.

  15 2.

  Data dan Sumber Data Sumber data yang dijadikan bahan-bahan dalam kajian ini merupakan sumber data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang dikategorikan sebagai berikut: a.

  Sumber Data Primer Merupakan bahan utama atau rujukan utama dalam mengadakan suatu penelitian untuk mengungkapkan dan menganalisis penelitian tersebut.

  Adapun data Primer yang digunakan adalah: 1)

  Abu> Ha>mid Muhammad bin Muhammad Al-Ghaza>li, kitab Ihya>’ Ulu>muddin.

2) Syaikhul Isla>m Taqiyyuddi>n Ibnu Taimiyah, Majmu>’ Fata>wa>.

  3) Shalih Ahmad asy-Syami, Untaian Nasehat Ibnu Taimiyah, (Jakarta: TUROS, 2014).

  4) Achmad Sunarno, Ayyuhal Waladul Muhibbu, (Surabaya: MUTIARA ILMU, 2014).

  b.

  Sumber Data Sekunder Yaitu buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh lain yang berkaitan dengan dalam kajian ini, diantaranya:

  1) A Syaifuddin, Percikan Ima>m Al Ghaza>li>, (Bandung Pustaka Setia, 2005.

  2) Abuddin Nata, Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003).

  3) Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar), 2015.

  4) Arief Furchan, Agus Maimun, Studi Tokoh (Metode Penelitian

Mengenai Tokoh), (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2005).

  5) Hasan Basari, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).

  6) Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2011).

  7) Moh. Hitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam , (Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2012).

  8) Muhhamad Muntahibun Nafs, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: TERAS, 2011).

  9) Noeng Muhajir, Metodologi Pendidikan Kualitatif, (Yogyakarta: Bayu Indah Grafika, 1987).

  10) Rachmat Djatmika, Sistem Etika Islami, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996).

  11) Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009).

  12) Safrudin Aziz, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: KALIMEDIA, 2015).

3. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data dalam studi ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : a.

  Tahap Orientasi Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan data secara umum tentang

  I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah untuk mencari hal-hal menarik dan penting untuk diteliti. Dari sini, peneliti kemudian menentukan fokus ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah studi, yang terdiri dari biografi I serta Pemikiran pendidikan tentang etika murid terhadap guru dalam Pendidikan Islam menurut I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah.

  b.

  Tahap Eksplorasi Pada tahap ini, pengumpulan data dilakukan lebih terarah sesuai dengan fokus studi tersebut. Setelah menentukan fokus studi sebagaimana telah dipaparkan di atas, peneliti mulai melakukan kegiatan dengan mengumpulkan data sesuai dengan fokus studi tersebut.

  c.

  Tahap Penelitian Terfokus Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan studi secara mendalam ma>m Al-Ghaza>li> dan yang terfokus pada studi, yang terdiri dari Biografi I Ibnu Taimiyah serta Pemikiran pendidikan tentang etika murid terhadap guru dalam Pendidikan Islam menurut I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu

16 Taimiyah.

  Karena penelitian ini berbentuk Library Research, maka dalam

  17

  mengumpulkan data menggunakan metode dokumentasi. Dengan metode dokumentasi, peneliti dapat mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, majalah, buku atau karya-karya yang dihasilkan I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah selama ini serta tulisan- tulisan orang lain yang berkaitan dengan I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah. ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu

  Meliputi buku dokumen pribadi I Taimiyah yang terkait dengan pemikiran pendidikan yang dilakukan oleh I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah tentang etika murid terhadap guru 16 dalam pendidikan Islam.

  Arief Furchan, Agus Maimun, Studi Tokoh (Metode Penelitian Mengenai Tokoh), (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2005), 47-49.

4. Teknik Analisis Data

  Analisis data adalah kegiatan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda dan mengkatagorikan data sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hipotesis kerja berdasarkan data

  18 tersebut.

  Analisis data kualitatif dalam studi tokoh dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a.

  Menemukan pola atau tema tertentu. Artinya, peneliti berusaha mengungkap karakteristik pemikiran yang tokoh dengan cara menata dan melihatnya berdasarkan dimensi suatu bidang keilmuan sehingga dapat ditemukan pola atau tema tertentu.

  b.

  Mencari hubungan logis antara pemikiran sang tokoh dalam berbagai bidang, sehingga dapat ditemukan alasan mengenai pemikiran tersebut.

  c.

  Mengklasifikasikan dalam arti membuat pengelompokan pemikiran sang tokoh sehingga dapat dikelompokkan ke dalam berbagai bidang/aspek pendidikan Islam yang sesuai. Dengan pengelompokan semacam ini peneliti akan dapat menarik kesimpulan berdasarkan studi atas sang tokoh.

  d.

  Mencari generalisasi yang spesifik. Artinya, berdasarkan temuan-temuan yang spesifik tentang sang tokoh, peneliti mungkin akan dapat menemukan aspek-aspek yang dapat digeneralisasikan untuk tokoh-tokoh lain yang serupa. Dengan demikian, studi tokoh tersebut akan memiliki

  19 keberlakuan yang cukup luas dalam bidangnya.

  Penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (content analysis) dan analisis komparatif. Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat kesimpulan-kesimpulan (inferensi) yang dapat ditiru (replicabel) dan dengan data yang valid, dengan memperhatikan konteksnya. ma>m

  Teknik ini dimaksudkan untuk menganalisis konsep pemikiran I Al-Ghaza>li> dengan Ibnu Taimiyah Tentang Konsep Etika Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Islam secara lebih mendalam.

  Dalam penelitian ini, penulis memulainya dari tahapan merumuskan masalah, membuat latar belakang masalah, mencari landasan teori, menentukan metode penelitian, menentukan teknik pengumpulan data dan

  20 kemudian sampai pada tahap mengumpulkan metode analisis data.

G. Sistematika Pembahasan

  Rencana pembahsan dalam penelitian ini dibagi ke dalam beberapa bab yang masing-masing bab mempunyai sub-sub bab, dan masing-masing bab itu saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga membentuk rangkaian 19 kesatuan pembahasan. Dimulai dengan: Ibid., 60-62.

  Bab pertama yang memaparkan pendahuluan, yang terdiri dari latar

  belakang masalah, rumusan masalah, tujuan kajian, manfaat kajian, telaah hasil penelitian terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

  Bab kedua merupakan landasan teori yang berisi tentang konsep Konsep Etika, Murid, Guru dan Pendidikan Islam.

  ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah yang berisi

  Bab ketiga Boigrafi I

  ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah, Corak tentang, Riwayat Hidup I ma>m Al-Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah dan Karya-Karya Ima>m Al-

  Pemikiran I Ghaza>li> dan Ibnu Taimiyah.

  Ima>m Al-Ghaza>li>

  Bab keempat adalah anlisis komparasi pemikiran

  dalam kitab Ihya>’ Ulu>muddin dan Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu>’ Fata>wa> tentang konsep etika murid terhadap guru dalam pendidikan Islam.

  Bab kelima penutup, merupakan bab terakhir yang meliputi

  kesimpulan, saran-saran, serta penutup guna mencapai kelengkapan dari skripsi.

BAB II KONSEP ETIKA, MURID, GURU DAN PENDIDIKAN ISLAM A. Etika

  1. Pengertian Etika Kata etika berasal dari bahasa Yunani yang artinya adat kebiasaan.

  Hal ini berarti sebuah tuntunan perilaku berdasarkan suatu sistem nilai dalam masyarakat tertentu. Etika lebih banyak berkaitan dengan ilmu atau filsafat.

  21 Oleh karena itu, standar baik dan buruk adalah akal manusia. Secara

  etimologi etika berasal dari kata Yunani

  “Ethos” yang berarti watak

  kesusilaan atau adat. Identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata Latin

  “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga adat

  22 atau cara hidup.

  Dalam kamus besar bahasa Indonesia etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan tersebut di atas diterangkan bahwa etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk. Kecuali mempelajari nilai-nilai itu sendiri. Sebagai cabang filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan baik atau buruk, ukuran yang dipergunakannya adalah akal pikiran. Akallah yang menentukan apakah perbuatan manusia itu baik atau buruk. Kalau moral dan etika diperbandingkan, secara jelas moral bersifat praktis sedangkan etika bersifat

  23 teoritis. Moral bersifat lokal dan etika bersifar regional.

  Dalam hal ini adab merupakan pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwasanya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari tingkatan yang sesuai dengan kategori-kategorinya dan bahwa seseorang itu memiliki tempatnya masing-masing dalam kaitannya realitas, kapasitasnya, potensi

  24

  fisik, intelektual dan spiritualnya. Pemaknaan tertua dari kata adab mengimplikasikan suatu kebiasaan, suatu norma tingkah laku dengan kondisi ganda yakni: pertama nilai tersebut dipandang terpuji dan kedua nilai tersebut diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian unsur utama etika

  25 ialah muatan nilai baik dan kelanggengan melalui pewarisan antar generasi.

  Kejayaan seseorang terletak pada akhlaknya, akhlak yang baik selalu membuat seseorang disekitarnya menjadi tenang, aman dan terhindar dari perbuatan tercela. Seseorang yang akhlaknya buruk menjadi sorotan bagi sesamanya, bagi keluarga, bagi masyarakat dan negara. Rasulullah SAW menegaskan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak

23 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998),

  354

  26

  mulia. Akhlak yang baik adalah baik dan terpuji menurut akal (agama) dan

  27 syariat sedangkan akhlak yang buruk adalah buruk menurut akal dan syariat.

  Adapun tata krama dan kewajiban seorang murid bersopan santun dalam kehidupan sehari-hari adalah suatu kewajiban yang bersifat pribadi, apalagi sopan santun kepada guru merupakan suatu tuntutan yang harus dilakukan. Guru adalah ibarat seorang pemimpin bagi rakyatnya, dia harus jujur, disiplin, adil dan bijaksana dalam setiap bertindak, seorang murid harus patuh dan taat terhadap perintah guru asalkan perintah itu tidak menyalahi

  28 aturan agama yang bermuara pada perbuatan maksiat.

  2. Etika dalam Ajaran Islam Istilah etika dalam ajaran Islam tidak sama dengan apa yang diartikan oleh para ilmuan Barat. Bila etika Barat sifatnya

  “antroposentrik” (berkisar

  sekitar manusia), maka etika Islam bersifat

  “teosentrik” (berkisar sekitar

  Tuhan). Dalam etika Islam pembaharuan selalu dihubungkan dengan amal shaleh atau dosa, dengan pahala atau siksa dengan surga atau neraka.

  Menurut Hamzah Ya‟qub sebagaimana yang dikutip oleh Akmal Hawi, dalam bukunya yang berjudul Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam teologis pengertian etika adalah yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, didasarkan atas ajaran Allah SWT. Segala 26 perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT itulah yang baik dan segala

Muhamad Muntahibun Nafs, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: TERAS, 2011), 130. perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT itulah perbuatan buruk. Karakter khusus etika Islam sebagian besar tergatung kepada konsepnya mengenai manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dengan

  29 alam dan masyarakat.

B. Murid 1.

  Pengertian Murid Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, murid berarti orang (anak

  30

  yang sedang berguru (belajar, sekolah). Sedangkan menurut Shafique Ali Al-Ghaza>li>

  Khan, dalam bukunya sendiri yang berjudul Filsafat Pendidikan pengertian murid adalah orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang murid adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya berapa pun untuk meningkatkan intelektual dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan

  31 membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.

  Murid atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Di dalam proses 29 belajar-mengajar, murid sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki 30 Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, 49-50.

  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Murid akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Murid atau anak adalah pribadi yang unik yang mempunyai potensi dan mengalami proses berkembang. Dalam proses berkembang itu anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu

  32 kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain.

2. Kebutuhan Murid

  Satu hal yang juga perlu mendapat perhatian pendidik dalam membimbing peserta didiknya adalah kebutuhan mereka. Menurut Al-Qusy sebagaimana yang dikutip oleh Zakiah Daradjat dkk, dalam bukunya yang berjudul Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam mengatakan bahwa kebutuhan peserta didik secara umum dapat dibagi menjadi dua kebutuhan pokok. Pertama kebutuhan jasmani seperti makanan, minuman, seks dan sebagainya. Kedua, kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini dibagi menjadi enam macam yakni: Kebutuhan kasih sayang, akan rasa aman, akan rasa harga diri, akan rasa bebas, akan rasa sukses dan akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri manusia, seperti pengetahuan-pengetahuan lain yang

  33 32 ada pada diri setiap manusia.

  Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), 268.

  Selain beberapa kebutuhan di atas terdapat kebutuhan yang paling esensi, yaitu kebutuhan pada agama. Agama dibutuhkan oleh manusia karena memerlukan orientasi dan objek pengabdian dalam hidupnya. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan agama. Para ahli tafsir juga mempunyai pendapat yang sama bahwa fitrah beragama ialah menjadi kebutuhan manusia. Jadi tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa

  34 manusia adalah makhluk yang beragama.

  Kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh pendidik diantaranya: a.

  Kebutuhan Fisik Fisik peserta didik mengalami pertumbuhan yang sangat cepat terutama pada masa pubertas. Kebutuhan biologis yaitu berupa makan, minum dan istirahat, dimana hal ini menurut peserta didik untuk memenuhinya. Disamping pendidik memperhatikan pertumbuhan fisik, pendidik juga harus dapat memberikan informasi yang memadai tentang pertumbuhan melalui berbagai bimbingan seperti bimbingan kelompok maupun pribadi.

  b.

  Kebutuhan Sosial Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, seperti dapat diterima oleh teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang yang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpin- pemimpinnya. Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam masyarakat.

  c.

  Kebutuhan Ingin Dicintai dan Disayangi Rasa ingin dicintai dan disayangi merupakan kebutuhan yang esensial, karena dengan terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sikap dan mental peserta didik. Banyak anak-anak yang tidak membutuhkan kasih dan sayang dari orang tuanya, guru dan lain-lainnya mengalami prestasi dalam hidup. Dalam agama cinta kasih yang paling tinggi diharapkan dari Allah SWT itu sebabnya setiap orang tua berusaha mencari kasih dan sayang mendekatkan diri kepadanya.

  d.

  Kebutuhan Untuk Berprestasi Kebutuhan untuk berprestasi erat hubungannya dengan kebutuhan mendapat status dan mandiri. Artinya dengan terpenuhinya kebutuhan untuk memiliki status penghargaan dan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membuat peserta didik giat untuk mengejar prestasi. Dengan demikian kemampuan untuk berprestasi terkadang sangat erat dengan perlakuan yang mereka terima baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. e.

  Kebutuhan Mandiri Peserta didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan mendisiplinkan dirinya sendiri. Ia ingin bebas dari perlakuan orang tuanya yang terkadang terlalu berlebihan dan terkesan sering mencampuri urusan mereka yang menurut mereka bisa diatasi sendiri. Banyak orang tua yang sangat memperhatikan dan membatasi sikap, perilaku dan tindakan-tindakannya. Hal ini membuat remaja merasa tidak dipercayai dan dihargai oleh orang tua mereka, sehingga muncul sikap menolak dan terkadang juga memberontak.

  f.

  Kebutuhan Untuk Mendapatkan Status Peserta didik terutama pada usia remaja membutuhkan suatu yang menjadikan dirinya berguna bagi masyarakat. Kebanggaan terhadap diri sendiri, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Peserta didik juga butuh kebanggaan untuk diteima dan dikenal sebagai individu yang berarti dalam kelompok teman sebayanya, karena penerimaan sangat dibanggakan kelompok sangat penting bagi peserta didik dalam mencari identitas diri dan kemandirian.

  g.

  Kebutuhan Untuk Curhat Kebutuhan curhat terutama remaja dimaksudkan suatu kebutuhan untuk dipahami ide-ide dan permasalahan yang dihadapinya. Peserta didik pubertas. Sebaliknya jika mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk mengkomunkasikan pemasalannya tersebut, apalagi dilecehkan, ditolak atau dimusuhi dapat menimbulkan kekecewaan yang besar bagi mereka.

  h.

  Kebutuhan Untuk Memiliki Falsafah Hidup Peserta didik pada usaia remaja mulai terarik untuk mengatahui tentang kebenaran nilai-nilai ideal. Mereka mempunyai keinginan untuk mengenal apa tujuan hidup dan bagaimana kebahagiaan itu diperoleh. Karena itu mereka juga membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang jelas sebagai suatu filsafat hidup yang memuaskan yang sesuai deengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam

  35 mengarungi kehidupan ini.