BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Landasan Teori 1. Pengertian Membaca - MUGIARTI BAB II

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Landasan Teori

1. Pengertian Membaca

  Menurut Hodgson (Tarigan: 1990:7) membaca adalah salah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.

  Menurut Anderson (Tarigan: 1990:7) dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyajian kembali dan membaca sandi.

  Sebuah aspek pembacaan sandi adalah menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencangkup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

  Selanjutnya menurut Finochiaro dan Banomo (Tarigan: 1990:7) membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis.

  Tarigan mengatakan (1990:5) membaca dapat diartikan sebagai suatu metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.

  5 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses memahami makna yang terkandung di dalam lambang-lambang tertulis.

  Menurut istilah lain, membaca adalah satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, sebagaimana telah dikatakan lambang-lambang bunyi bahasa dapat diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf-huruf, dalam hal ini huruf-huruf menurut alphabet latin. Dapat di pahami bahwa pada tingkat membaca permulaan, proses pengubahan inilah yang terutama dibina dan dikuasai, dan ini terutama dilakukan pada masa anak-anak, khususnya pada tahun permulaan di sekolah.Pengertian pengubahan disini juga mencangkup pengenalan huru-huruf sebagai lambang bunyi-bunyi bahasa.Setelah pengubahan dimaksud di atas dikuasai secara mantap, barulah penekanan diberikan pada pemahaman isi bacaan.Inilah yang dibina dan dikembangkan secara bertahap pada tahun-tahun selanjutnya di sekolah.Sudah tentu bahwadi rumah juga pembinaan dan pengembangan itu dilakukan.

  Pada bagian di atas telah disebutkan bahwa masalah bahasalah yang memungkinkan tersimpannya dan terpeliharanya unsur-unsur penting kebudayaan yang berupa ide-ide atau pikiran-pikiran dalam suatu masyarakat.Walaupun bahasa yang dimaksud dalam hubungan ini termasuk juga bahasa lisan, tetapi yang terutama ialah bahasa tulisan.Dikatakan terutama bahasa tulisan, karena berbeda dari bahasa lisan yang unsur-unsurnya selalu berubah dan sering banyak yang dilupakan oleh pemakainya, bahasa tulisan dapat tahan lama, terlebih- lebih dengan adanya sistem arsip dan perpustakaan.Dengan kata lain, dalam bahasa tulisanlah terutama tersimpan ide-ide atau pikiran-pikiran baru anggota suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, yang mungkin dapat memperkaya pengetahuan anggota-anggota masyarakat tersebut dan kebudayaan. Dengan demikian, pada hakikatnya dapat juga dikatakan bahwa bahasa tulisan dapat membuat perubahan atau perubahan-perubahan dalam kehidupan suatu masyarakat dan anggota- anggotanya.Jelas kiranya betapa pentingnya fungsi bahasa dan tulisan dalam masyarakat.

  Meluasnya pemakaian media elektronik seperti radio, televisi, dan perekam (tape recorder) dalam masyarakat, akan memperkaya fungsi bahasa.

  Walaupun media elektronik ini tidak dapat menggantikan bahasa tulisan dalam pendidikan, terutama pendidikan formal. Aspek-aspek visual kognitif bahasa nampaknya akan memegang peranan yag sangat penting dalam pembinaan dan pengembangan kebudayaan.

  Fungsi bahasa tulisan yang begitu penting dalam kehidupan sebagaimana dikemukakan di atas, menuntut kemampuan pembaca membaca maksimal dari anggota-anggota masyarakat.Kemampuan dimaksud sangat perlu dalam kehidupan dewasa ini dimana informasi tentang berbagai pengetahuan mengalir deras, dan akan semakin perlu lagi dalam abad ke-21 mendatang karena arus informasi akan lebih deras, dan karena kemampuan membaca dimaksud ini menuntut kemandirian adalah satu cara yang terbaik untuk membina kemandirian. Selanjutnya karena bahasa tulisan mengandung ide-ide atau pikiran-pikiran, maka dalam memahami bahasa tulisan dengan membaca, proses-proses kognitif (penalaran) lah yang terutama bekerja. Oleh sebab itu, ada pula dikatakan bahwa membaca adalah suatu cara untuk membina nalar.

2. Kemampuan Membaca

  Sebagaimana telah disebut di atas, membaca lanjut yang merupakan pokok bahasan buku ini, pada dasarnya adalah proses kognitif. Walaupun pada taraf penerimaan lambang-lambang tulisan diperlukan kemampuan-kemampuan motoris berupa gerakan-gerakan mata, kebanyakan dari kegiatan-kegiatan dalam membaca pada tingkat ini adalah kegiatan-kegiatan pikiran atau penalaran termasuk ingatan.

  Kegiatan-kegiatan penalaran dimaksud ini pembaca berusaha menemukan dan memahami informasi yang dikomunikasikan oleh pengarang melalui karangan bersangkutan. Dalam proses memahami informasi dimaksud, pembaca juga mempelajari cara-cara pengarang menyajikan pikiran-pikirannya. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa dalam membaca lanjut, pembaca dapat memperoleh dua jenis pengetahuan yaitu, informasi-informasi baru dari bacaan dan cara-cara penyajian pikiran dalam karangan.Jadi selain memperkaya pengetahuan, membaca lanjut juga meningkatkan daya nalar.Seterusnya, pengetahuan kedua tersebut tadi dapat pula membina dan meningkatkan kemampuan mengarang dalam diri pembaca.Faktor-faktor kognitif tersebut inilah yang menjadi alasan untuk mengatakan membaca dan mengarang berkaitan erat, walaupun keduanya merupakan kemampuan-kemampuan bahasa yang sangat berbeda.

  Dalam literatur berbahasa Inggris (literatur dalam bahasa Indonesia masih sangat langka, walaupun ada) tentang membaca lanjut sebagai maksud di atas, istilah `Speed Reading` atau `Rapid Reading` umumnya dipergunakan untuk menyatakan kecepatan membaca. Dikatakan, misalnya, kecepatan membaca (reading speed) seseorang adalah 180 kata per menit. Dalam keadaan normal, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, seorang lulusan SLTA (Senior High

  

School) diharapakn sudah mempunyai kecepatan membaca minimum

  kira-kira 250 kata per menit dengan pemahaman isi bacaan minimum 70%. Kecepatan ini sering juga dipakai sebagai salah satu syarat untuk dapat diterima menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi.Kecepatan ini masih dapat ditingkatkan dengan penguasaan teknik-teknik membaca yang efisien dan efektif, serta latihan-latihan intensif dan sistematis.

  Jika kecepatan membaca adalah jumlah kata per menit, maka sudah tentu bahwa dapat saja orang mempunyai kecepatan membaca sampai 10.000 kata atau lebih per menit.Kecepatan membaca harus juga dibarengi dengan pemahaman isi.Disamping itu, kecepatan membaca juga mengandung implikasi seperti tujuan membaca, tingkat keterbacaan bahan bacaan, teknik-teknik mebaca, motivasi dan penalaran sebagai dikemukakan di atas.Dengan kata lain, faktor-faktor seperti ini turut menentukan kecepatan membaca.

  Dari penjelasan di atas kiranya dapat dilihat bahwa istilah kecepatan membaca (reading speed) sesungguhnya tidak sepenuhnya menggambarkan maknanya yang sebenarnya.Oleh karena itu, istilah yang dipergunakan ialah kemampuan membaca.Dan yang dimaksud kemampuan membaca ialah kecepatan membaca dan memahami isi secara keseluruhan.Dengan memakai istilah ini dapat juga dikatakan bahwa kemampuan membaca dapat ditingkatkan dengan penguasaan teknik-teknik membaca efektif dan efisien.`Kemampuan` agaknya dapat menggambarkan dengan lebih jelas, dalam arti dapat mengcangkup faktor-faktor tersebut di atas, tetapi terutama faktor-faktor kognitif yang dikemukakan pada permulaan tadi.Jadi dapat dikatakan misalnya, bahwa kemampuan membaca seseorang adalah 200 kata per menit, tanpa harus menambah penjelasan tentang presentase pemahaman.Dengan demikian penulisannya lebih sederhana.

3. Kemampuan Membaca Permulaan

  Kemampuan membaca permulaan adalah kemampuan membaca yang merupakan kesanggupan atau kebiasaan anak dalam kegiatan membaca permulaan.Membaca permulaan pada anak Sekolah Dasar haruslah disesuaikan dengan kesanggupan anak, disini guru masih menggunakan kata-kata sederhana dan yang berkaitan dengan kegiatan atau benda-benda yang sering dijumpai oleh anak-anak sehingga anak- anak lebih cepat mengerti dan memahami bacaan tersebut.

  Membangun kemampuan membaca permulaan pada anak Sekolah Dasar erat kaitannya dengan perkembangan aspek kognisi pada anak, terutama pada kemampuan berbahasa dan berkomunikasi.

  Decroly (dalam Diknas 2000:22) memperkenalkan membaca permulaan pada anak dimulai dengan memperkenalkan `kalimat`.Kalimat dalam permaianan membaca permulaan decroly dipilih dari kalimat perintah agar anak melakukan hal-hal yang ada dalam perintah tersebut seperti `Ambil apel itu, dengan menggunakan kartu alamat, kartu kata, kartu suku kata dan huruf permainan itu dilakukan.Kegiatan permainan ini dapat dilakukan dengan menggunakan dengan papan flannel, karton yang ditempelkan.

  Diknas (2000: 23) menjelaskan pendekatan Whole Linguistic yaitu suatu pendekatan dalam mengembangkan membaca permulaan dengan menggunakan seluruh kemampuan linguistik anak.Dalam menggunakan pendekatan ini lingkungan dan pengalaman anak menjadi sumber permainan yang utama.Pendekatan ini juga tidak hanya memfokuskan pada pengembangan bahasa saja tetapi juga intelektual dan motorik anak.Sebagai contoh pada tema `Tanaman` (sub tema yang berkaitan dengan buah-buahan), guru mengenalkan buah apel.Guru bertanya pada anak tentang pengetahuan buah apel dari segi warna dan bentuk, rasa, jumlah buah apel. Pengenalan membaca dan menulis permulaan dalam pendekatan Whole Linguistic ini dilakukan secara terpadu tanpa mengenalkan struktur pada anak, misalnya setelah anak menggambar atau mewarnai sesuatu (misalnya: rumah atau binatang), guru meminta anak memberi nama dari gambar tersebut dan guru membantu menuliskan nama dari gambar yang diinginkan anak. Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, anak masih diminta untuk menceritakan tentang isi gambar yang telah dibuatnya itu.

  Munandar (1996: 20) mengatakan kemampuan adalah kekuatan, kesanggupan, atau kecakapan pada diri seseorang yang sifatnya adalah nyata atau terwujud.Berbeda dengan potensi, banyak pihak sering menyamakan arti potensi dengan kemampuan.Potensi sendiri memiliki arti kemampuan kecakapan pada diri seseorang yang sifatnya belum nyata atau belum berwujud.

  Anderson dkk (1985) memandang membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan.

  Proses yang dialami dalam membaca adalah berupa penyajian kembali penafsiran suatu kegiatan dimulai dari mengenali huruf, kata, ungkapan frasa, kalimat dan wacana serta menghubungkan dengan bunyi dan maknanya. Kegiatan membaca terkait dengan pengenalan huruf atau aksara bunyi, dari bunyi atau rangkaian huruf-huruf dan makna atau maksud pemahaman terhadap makna atau maksud berdasarkan konteks wacana.

  Crawley dan Mountain (dalam Rahim, 2008:2), mereka mengatakan membaca pada hakekatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berfikir, psikolinguitik dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan symbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan.

  Lebih lanjut Crawley dan Mountain (dalam Farida Rahim, 2008:2) menyatakan bahwa suatu proses berfikir, membaca mencangkup aktivitas pengenalan kata, pemahaman kreatif. Pengenalan kata tersebut juga termasuk aktivitas membaca kata-kata dengan mempergunakan kamus.

  Miller (1997:23) mengemukakan bahwa sebelum anak diajarkan membaca perlu diketahui terlebih dahulu kesiapan membaca anak.Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui apakah anak sudah siap diajarkan membaca juga bertujuan agar dapat diketahui kemampuan kesiapan membaca khususnya apa sebaiknya diajarkan atau dikuatkan.

  Kemampuan membaca anak Sekolah Dasar merupakan kesanggupan atau kebiasaan anak dalam kegiatan membaca permulaan.

  Membaca permulaan pada anak Sekolah Dasar haruslah disesuaikan dengan kemampuan anak disini guru masih menggunakan kata-kata sederhana dan yang ada kaitannya dengan kegiatan benda-benda yang sering dijumpai oleh anak sehingga anak akan lebih cepat mengerti dan memahami.

  Membangun kemampuan membaca pada ana Sekolah Dasar erat kaitanya dengan perkembangan aspek kognisi pada anak, terutama pada kemampuan berbahasa dan berkomunikasi.

  Anderson (dalam Nurbiana 1990:5.14) mengemukakan faktor motivasi, lingkungan keluarga dan guru sebagai faktor yang berpengaruh.

  Strategi dalam mengembangkan kemampuan membaca dengan pendekatan pengalaman berbahasa.Pendekatan ini disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran di Sekolah Dasar yakni melalui bermain dengan menggunakan metode mengajar yang tepat untuk mengembangkan kemampuan membaca serta melibatkan anak dalam kegiatan yang dapat memberikan berbagai pengalaman anak, selain itu memperhatikan motivasi dan minat anak.

  Banyak faktor yang mempengaruhi membaca permulaan menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim, 2008: 16-30) ialah faktor fisiologis, faktor intelektual, lingkungan dan psikologis.

  a. Faktor Fisiologis

  Faktor fisiologis mencakup kegiatan fisik, pertimbangan

  neuologis , dan jenis kelamin.Kelelahan juga mempengaruhi kondisi

  yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca.Beberapa ahli mengemukakan bahwa keterbatasan

  

Neuologist , (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangan secara

  fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca.Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar membaca anak.

  b. Faktor Intelektual

  Intelegensi didefinisikan oleh Heinz (dalam Rahim 2008: 17) sebagai suatu kegiatan berfikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponnya secara tepat.

  Terkait dengan penjelasan diatas Wechster (dalam Rahim, 2008:17) mengemukakan bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berfikir rasioanl, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan.

  Muehl dan Forreli (dalam Rahim, 2008:17) menunjukan bahwa secara umum dan hubungan positif (meskipun rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata peningkatan kemampuan membaca.

  Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak.

c. Faktor Lingkungan

  Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak.Faktor lingkungan mencakup (1) latar belakang dan pengalaman anak di rumah dan (2) sosial ekonomi keluarga anak.

  1) Latar belakang dan pengalaman anak di rumah Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak.Kondisi di rumah mempengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat.

  Rubin (dalam rahim, 2008: 18) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis, bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang berorintasi pendidikan, suka menantang anak untuk berpikir, dan suka mendorong anak mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah.

  Orang tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, mengahargai membaca, dan senang membacakan cerita kepada anak-anak mereka umumnya mengasilkan anak yang senang membaca.

  2) Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Ada kecenderungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak-anak mereka siap lebih awal dalam membaca permulaan.

  Anak-anak yang berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi menurut Crawley dan Mountain (dalam Rahim, 2008: 19).

d. Faktor Psikologis

  Menurut Rahim (2008:19-30)faktor lain mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis.

  Faktor ini mencakup (1) motivasi, (2) minat, (3) kematangan sosial, dan penyesuaian diri.

  1) Motivasi Menurut Eanes (dalam Rahim, 2008: 19) kuncinya adalah guru harus mendemontrasikan kepada anak praktik pengajaran yang releven dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan.

  Crawley dan Mountain (dalam Rahim, 2008: 20) mengemukakan bahwa: Motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan sesuatu kegiatan.Motivasi belajar mempengaruhi minat dan hasil belajar anak. Menurut Frymier, ada lima ciri anak yang mempunyai motivasi dan dapat diamati yakni: a) Persepsinya terhadap waktu: anak menggunakan waktu secara realitas dan efisien.

  b) Keterbukaannya pada pengalaman: anak termotivasi mencari dan terbuka pada pengalaman baru c) Konsepsinya tentang diri sendiri: anak mempunyai konsepsi diri yang lebih jelas d) Nilai-nilai: anak cenderung menilai hal-hal yang abstrak dan teoritis e) Toleransi dan ambiguitas: anak lebih tertarik pada hal-hal yang belum diketahui, tetapi berharga untuk mereka.

  2) Minat Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkan dalam kesediannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri. Frymier dalam Crawley dan Moutain, (dalam Rahim, 2008: 28) mengidentifikasi tujuh faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: a) Pengalaman sebelumnya Anak tidak mengembangkan minatnya terhadap sesuatu jika mereka belum pernah mengalaminnya.

  b) Konsepsinya tentang diri. Anak menolak informasi yang dirasa mengancamnya.

  c) Nilai-nilai: minat anak timbul jika pelajaran disajikan oleh orang yang lebih berwibawa.

  d) Mata pelajaran yang bermakna dan mudah dipahami akan menarik minat mereka.

  e) Tingkat keterlibatan tekanan yang rendah memungkinkan minat baca mereka lebih tinggi.

  f) Kompleksitas materi pelajaran Anak yang lebih mampu secara intelektual dan fleksibel secara psikologis lebih tertarik pada hal yang lebih kompleks

  3) Kematangan Sosio dan Emosi serta Penyesuaian Diri Ada tiga aspek kematangan emosi dan sosial, yaitu (1) stabilitas emosi, (2) kepercayaan diri, dan (3) kemampuan berpartisipasi dalam kelompok.

  Seorang anak harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak yang beraksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, maka akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca,pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak-anak dalam memahami bacaan akan meningkat. Percaya diri sangat dibutuhkan oleh anak-anak (Glazer dan Searfoss dalam Rahim, 2008:30).

  Terkait dengan pendapat Glazer dan Searfors, Harris dan Sipay (dalam Rahim, 2008: 30) mengemukakan bahwa anak yang kurang mampu membaca merasakan bahwa dia tidak mempunyai kemampuan yang memadai, tidak hanya diam dalam pembelajaran membaca, tetapi juga pelajaran lainnya. Dari sudut pandang ini, salah satu tugas membaca ialah membantu anak merubah perasaannya tentang kemampuan belajar membacanya dan meningkatkan rasa harga dirinya (Self esteem).

  Semakin dini mengajarkan anak membaca, akan semakin baik. Langkah-langkah pada setiap tahapan membaca tidak berubah atau berbeda karena faktor usia. Yang terpenting adalah bagian mana dari tahapan-tahapan membaca yang perlu ditekankan ketika memulai program mengajarkan membaca pada anak.Hanya manusia yang dapat membaca.Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup. Dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca.

  Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan ketika berusia tiga tahun dan mereka menyukainya.

  Anak Sekolah Dasar adalah anak yang berusia 5-6 tahun.Hal ini dinyatakan dalamKeputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0486/U/1992 Bab 1 pasal 2 Ayat (1) (dalam Soemantri Padmonodewo, 2003:37) bahwa: Pendidikan Sekolah Dasar merupakan wadah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik sesuai dengan sifat-sifat alami anak.

  

4. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar berdasarkan KTSP

Bahasa Indonesia

  a) Pengertian Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (komunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kesusastraan sebagai salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut.KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia.

  Bahasa sebagai alat komunikasi antar manusia memegang peranan penting, karena dengan bahasa manusia dapat menyampaikan ide, gagasan, dan keinginan kepada manusia lain. Dengan menguasai bahasa manusia dapat memahami manusia ide, gagasan, keinginan, dan pikiran manusia lain, sehingga akian terjalin komunikaksi yang baik antar manusia, yang memungkinkan adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, yakni saling memahami, dan saling mengerti untuk mencapai tujuan bersama. Secara tidak langsung siswa akan menyadari arti pentinya bahasa, sehingga diharapkan siswa akan belajar bersungguh-sungguh memahami pentingnya bahasa dengan bersungguh-sungguh mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. b) Fungsi dan Tujuan

  1. Fungsi mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia dalam KTSP adalah: a. Sarana pembina persatuan dan kesatuan bangsa.

  b. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pelestarian dan pengembangan budaya.

  c. Sarana peningkatan IPTEK dan Seni.

  d. Sarana penyebar luas pemakaian Bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan.

  e. Sarana pengembangan penalaran.

  f. Sarana pemahaman beragam Bahasa Indonesia melalui kesusastraan.

  Dengan menggunakan Bahasa Indonesia, Bangsa Indonesia merasa sebagai satu kesatuan. Walaupun banyak bahasa daerah, tetapi dengan menjunjung tinggi danbangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, niscaya tanpa disadari bangsa ini akan terpupuk nasionalismenya. Sebagai sarana peningkatan keterampilan, pengetahuan, peningkatan IPTEK, pengembangan penalaran, dan berbagai keperluan Bahasa Indonesia akan menjadi alat penghubung antar daerah, menyebarkan keterampilan, pengetahuan, IPTEK, dan lain-lain tanpa harus melalui proses penerjemahan ke bahasa daerah setempat.

  2. Tujuan umum pembelajaran Bahasa Indonesia SD dalam KTSP adalah: a. Siswa menghargai dan mengembangkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

  b. Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif dalam bermacam-macam tujuan.

  c. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dan meningkatkan kemampuan intelektual, kamatangan, emosional, dan sosial.

  d. Siswa memiliki disiplin dalam berfikir dan berbahasa

  e. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan keterampilan, wawasan kehidupan, meningkatkan kemampuan berbahasa. f. Siswa menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual.

  Siswa diharapkan mampu menumbuhkan sikap positip dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang diwujudkan dalam komunikasi sehari-hari, baik verbal maupun tulisan.Memahami pentingnya Bahasa Indonesia dipakai untuk dokumen-dokumen Negara, seperti buku-buku, peraturan, peraturan, dan ketentuan-ketentuan pemerintah.

  Dalam kehidupan sehari-hari siswa diharapkan mampu berfikir dan bersikap disiplin dalam menggunakan Bahasa Indonesia, dapat menikmati karya sastra seperti puisi, syair lagu, naskah drama, novel, cerpen berbahasa Indonesia.

  Mampu mengembangkan keterampilan dan kemampuan berbahasa baik lisan maupun tulisan, mampu menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai kekayaan budaya dan intelektuial.

  Dari rumusan tujuan diatas yang jelas, bahwa lulusan SD diharapkan mampu: 1) Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk berbagai keperluan, seperti mengembangkan intelektual, dan sosial. 2) Diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai tentang kebahasaan sehingga dapat menunjang berbahasa yang dapat diterapkan berbagai keperluan dan kesempatan. 3) Memiliki sifat positif terhadap bahasa Indonesia, menghargai, mengembangkan bahkan memeliharanya. 4) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian dan khasanah bahasa atau intelektual bahasa Indonesia.

  Untuk mencapai tujuan yang dimaksud maka harus diimplememtasikan dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia dari kelas 1 sampai kelas 6.

  3. Kompetensi Umum Kompetensi yang dimaksud adalah: pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak, KTSP mata pelajaran bahasa Indonesia SD ada Enam aspek, yaitu sebagai berikut.

  a. Mendengarkan Berdaya tahan dalam konsentrasi mendengarkan selama 30 menit, dan mampu menyerap gagasan pokok, perasaan, cerita, berita, yang didengar mampu memberikan respon secara cepat.

  b. Berbicara Mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan, berdialog, menyampaikan pesan, bertukar pengalaman, menjelaskan, mendeskripsikan dan bermain peran.

  c. Membaca Membaca lancar beragam dan mampu menjelaskan isinya.

  d. Menulis Menulis karangan naratif dan non naratif dengan tulisan yang rapid an jelas dengan menggunakan kosa kata, kalimat, ejaan yang benar sehingga dapat dipahami oleh pembaca.

  e. Kebahasaan Memahami untuk menggunakan kalimat lengkap, tak lengkap dalam berbagai konteks, imbuhan, penggunaan, kosakata, jenis kata, ejaan, pelafafan serta intonasi bahasa Indonesia.

  f. Apresiasi dan Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Mengapreasikan dan berkreasi sastra melalui kegiatan mendengarka, menonton, membaca, dan melaksanakan, hasil sastra berupa dongeng, puisi drama pendek, serta menulis cerita dan puisi.

5. Tujuan Pengajaran Membaca

  Adalah suatu kenyataan bahwa buku-buku yang berkenaan dengan masalah pengajaran membaca masih langka di Indonesia.Buku- buku yang ada, masih dapat dihitung dengan jari sebelah kanan, di dalam daftar isinya hampir tidak ada satu bab pun yang membicarakan masalah fungsi tujuan dalam pengajaran membaca di sekolah. Namun bila bahan- bahan itu telah tersedia seperti di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, maka diharapkan para guru akan menyambutnya dengan senang hati. Lebih penting lagi bahwa bahan-bahan yang berorientasi pada tujuan itu akan dipakai oleh para guru untuk meningkatkan prestasi membaca para siswa.

  Upaya untuk memanfaatkan pengajaran membaca, jelas merupakan kecenderungan yang positif. Alasanya antara lain: a. Pengenalan aneka tujuan dalam pengajaran membaca akan mendorong para guru untuk berperan sebagai fasilitator.

  b. Penerimaan serta pengakuan terhadap pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada tujuan dalam pengajaran membaca dari pihak guru adalah sejalan dengan kecenderungan terhadap adanya pertanggungjawaban yang lebih besar dalam pendidikan. Artinya segala sesuatu yang dilakukan itu dapat dipertanggungjawabkan dari semua pihak (orang tua, pendidik, siswa).

  Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar kelas satu semester satu standar kompetensi membaca adalah memahami teks pendek dengan membaca nyaring. Dari standar kompetensi ini dijabarkan menjadi dua kompetensi dasar yang meliputi: (1) membaca nyaring suku kata dan kata dengan lafal yang tepat; dan (2) membaca byaring kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat. Standar kompetensi membaca kelas satu semester dua yaitu memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak, terdiri atas dua kompetensi dasar: (1) membaca lancar beberapa kalimat sederhana yang terdiri atas 3 sampai 5 kata dengan intonasi yang tepat; dan (2) membaca puisi anak yang terdiri atas dua sampai empat baris denganlafal dan intonasi yang tepat.

  Pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada tujuan dalam pengajaran membaca menetapkan dasar yang paling baik yang dapat dilaksanakan untuk mendemontrasikan akuntabilitas atau pertanggungjawaban dalam membaca.Para ahli dalam pendidikan mengambil inisiatif untuk menggarap serta memanfaatkan pendekatan-pendekatan seperti secara terperinci maka akan diperoleh manfaat antara lain: 1) Mereka turut memberikan saham dan menentukan tujuan tujuan yang realistis bagi diri mereka sendiri tinimbang tujuan-tujuan mereka itu hanya ditentukan oleh orang lain. 2) Mereka akan tetap mendapat banyak kepercayaan untuk memenuhi kebutuhan bagi kriteria relatif kalau maksud dan tujuan itu mencerminkan kebutuhan sejak dari permulaan. 3) Mereka akan memperoleh keyakinan bahwa keberhasilan itu merupakan satu sistem yang sebenarnya akan menunjang peningkatan pribadi melalui diagnosis dan evaluasi. Gerakan ke arah akuntabilitas dalam pendidikan dapat merupakan suatu urutan atau tantangan. Gerakan itu akan menjadi sejenis urutan yang paling buruk kalau mengandung makna para pendidik profesional harus bertanggungjawab terhadap tujuan-tujuan yang ditentukan seluruhnya oleh orang lain. Dan gerakan itu dapat seterusnya menjadi suatu tantangan kalau jawaban atau responsinya aktif, positif, dan optimis.

  Otto &Chester (1976:28)secara garis besar menyatakan bahwa kegiatan membaca mempunyai dua maksud utama yaitu: A. Tujuan behavioral, yang disebut juga tujuan tertutup, ataupun tujuan instruksional.

  Tujuan behavioral ini biasanya diarahkan pada kegiatan- kegiatan membaca:

  1. Memahami makna kata (word attack)

  2. Keterampilan-keterampilan studi (study skills)

  3. Pemahaman (comprehension) B. Tujuan ekspresif atau tujuan terbuka. Tujuan ekspresif terkandung dalam kegiatan-kegiatan:

  1. Membaca pengarahan diri sendiri (self-directed reading)

  2. Membaca penafsiran,membacainterpretatif (interpretativereading)

  3. Membaca kreatif (creative reading)

6. Tingkatan dan Aplikasi Tujuan

  Aneka tujuan membaca yang telah diperbincangkan dimuka pada dasarnya dapat pula dibedakan atas beberapa tingkatan.

  Krethwolh (1965) telah menggambarkan tiga tingkatan sebagai berikut: pertama, pada tingkatan yang paling abstrak, tujuan-tujuan itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang luas dan umum: a) menentukan tujuan-tujuan bagi keseluruhan unit sekolah (misalnya SD,SMP,SMA,SPG);

  b) membimbing serta mengendalikan perkembangan program; c) memperkenalkan bidang-bidang studi beserta wilayah-wilayah yang harus digarap. kedua, pada tingkatan yang lebih kongkrit, tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam istilah-istilah behavioral, adalah sangat tepat untuk menganalisis tujuan-tujuan umum menjadi tujuan-tujuan intruksional khusus. ketiga, pada tingkatan yang paling khusus, tujuan-tujuan itu sedemikian eksplesitnya sehingga memberikan suatu jalur khusus menuju pencapaian tujuan-tujuan yang dinyatakan pada tingkatan kedua: tujuan-tujuan tersebut menetapkan jenis analisis terperinci yang dibutuhkan oleh suatu pendekatan berencana bagi pengajaran.

  Tujuan-tujuan yang terdapat setiap tingkatan tersebut menyajikan suatu maksud, tetapi tingkatan kedua barangkali yang paling tepat dipergunakan oleh sang guru dimuka kelas. Maguire (1968: 68-69) pernah mengadakan pengamatan serta menyimpulkan bahwa: Jenis-jenis tujuan yang dipergunakan oleh guru dalam kegiatan- kegiatannya dalam kelas adalah tujuan-tujuan tingkatan kedua yang dikemukakan oleh Kratwohl.Untuk penggunaan dalam kelas, tujuan-tujuan tingkatan kedua itu adalah sangat bermanfaat untuk menetukan isi yanh harus dimuat ke dalam suatu unit, untuk memilih pengalaman-pengalaman yang harus ditata buat para siswa dan untuk membimbing/mendomani pembuatan sarana-sarana evaluasi.

  Demikianlah, tujuan-tujuan yang dapat dicapai dan yang dapat diamati tanpa terlalu khusus sehingga merupakan yang prespektif.

  Dengan perkataan lain, tujuan-tujuan itu dapat berfungsi sebagai tonggak peringatan atau tempat pemeriksaan, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk memberi kesempatan kepada setiap guru untuk mempertimbangkan pemakaiannya sesuai dengan kondisi dan situasi.

  Justru sifat keluwesannya inilah yang membuat pengajaran membaca yang berorientasi kepada tujuan sangat sesuai dengan pengajaran membaca perorangan.

  Dalam penerapannya itulah semua itu dapat diuji dimana letak keunggulan serta kelemahannya.Butir-butir berikut ini disaring dari pengalaman nyata pengajaran membaca berdasarkan tujuan.Terlebih- lebih bila sedang menangani tujuan-tujuan behavioral, butir-butir berikut ini perlu mendapat perhatian.

  a. Suatu tujuan behavioral dapat saja tidak lebih daripada gagasan atau ide yang dikandungnya.

  Kesempurnaan teknis dalam menyatakan serta merumuskan sesuatu tujuan takkan dapat menggantikan kerja keras (misalnya analisis tugas, ananlisis perkembangan) dan akal sehat misalnya (perilaku-perilaku yang relevan, kriteria-kriteria yang realistis) yang menetapkan dasar bagi penetapan tujuan tersebut pada tempat pertama.Janganlah terlena oleh rasa aman yang salah karena justru telah mempunyai suatu daftar ujian behavioral.Mulailah dengan sesuatu yang baik berupayalah dengan sekuat daya membuatnya jadi lebih baik.

  b. Jangalah terlalu berharap akan dapat memeriksa segala tujuan sebagai seorang guru, atau bahkan sebagai seorang guru membaca, dalam kaitannya dengan tujuan behavioral. Tujuan-tujuan terbuka dan tujuan-tujuan ekspresif akan terus menerus melayani suatu tujuan bermanfaat, namun demikian hendaknya bersikap bertahan terhadap adanya tujuan-tujuan lain, terutama sekali dalam wilayah- wilayah afektif. Harus dicamkan benar-benar bahwa tujuan behavioral hanyalah merupakan alat. Pergunakanlah alat itu sebagaimana adanya, sesuai dengan fungsinya.

  c. Belajar menguasai atau mempelajari penguasaan secara implisit sudah tercakup dalam tujuan behavioral.

  Butir ini mengandung makna bahwa sekali tujuan behavioral yang pantas dan serasi ditetapkan, maka akan berasumsi bahwa hal itu harus dikuasai. Bahayanya ialah bahwa demontrasi penguasaan itu dapat berubah menjadi proses mekanis tempat tugas-tugas kriteria itu diperiksa satu per satu dan kemudian dilupakan. Jadi, masalah kritis dalam pengembangan keterampilan selanjutnya. Untuk menangani masalah ini ada dua cara yang benar-benar efektif yang perlu dipertimbangkan.

  Pertama, tahubenar bahwa setiap keterampilan sesungguhnya telah dikuasai, fakta-fakta dapat ditemui pada situasi-situasi ujian resmi maupun dalam aplikasi tak resmi. Dalam beberapa hal memang diinginkan adanya praktek over learning (belajar terlalu giat) misalnya saja mengadakan ulangan setelah belajar dengan giat, yang dapat diterapkan pada penguasaan keterampilan-keterampilan esensial dalam membaca.

  Kedua, mencari kesempatan-kesempatan untuk memperkuat dan meninjau kembali, menyediakan waktu untuk menerapkan keterampilan-keterampilan itu.Setelah mengetahuidan memahami wujud tujuan-tujuan itu, maka dapat dimanfaatkan dalam berbagai situasi. d. Dengan aneka tujuan ekspresif, maka tujuan bukanlah belajar menguasai atau mempelajari penguasaan (mastery learning) Tujuan ekspresif tidak untuk meneliti dan tidak memberikan dampak-dampak tujuan ekspresif, maka dengan demikian tidak ada kriteria bagi penguasaan itu adapun maksud dan tujuan sesuatu sasaran ekspresif justru untuk memberikan pertemuan edukasional.Ini berarti merupakan suatu ajakan untuk memusatkan perhatian, menguji, serta menjelajahinya tanpa menentukan hasil akhir.

  e. Memburu hasil Sasaran perkembangan keterampilan membaca yang berorientasi pada tujuan adalah kemampuan membaca fungsional, kemampuan menganggap tugas-tugas membaca yang kian rumit baik di dalam maupun di luar sekolah.Memang ada bahaya pendekatan yang berorientasi pada tujuan yang terlalu banyak memberi perhatian pada keterampilan-keterampilan khusus sehingga menyebabkan keseluruhan kegiatan akan terlalaikan. Hal yang seperti ini tidak akan terjadi kalau kesempatan-kesempatan yang memadai tersedia bagi setiap siswa untuk menerapkan keterampilan-keterampilannya dalam situasi-situasi membaca yang berkesinambungan. Sasaran pada keterampilan-keterampilan khusus untuk melihat ada atau tidaknya unsur-unsur penting memang tidak ada salahnya, tetapi yang terutama harus dilihat adalah apakah semua keterampilan turut mengambil bagian, turut berperan menangani tugas-tugas membaca dalam kehidupan yang sebenarnya.

7. Jenis-Jenis Membaca

  Secara garis besar jenis-jenis membaca di Sekolah Dasar terdiri atas: a) membaca permulaan; dan b) membaca lanjutan, yang meliputi: (1) membaca teknik; (2) membaca dalam hati; (3) membaca bahasa; dan (4) membaca cepat.

  Untuk lebih jelasnya peneliti akan menguraikan satu per satu

  a. Membaca Permulaan Membaca permulaan yang dimaksud adalah membaca teknik

  (membaca nyaring) yaitu membaca mengenal huruf dari belum bisa membaca menjadi bisa membaca.Membaca permulaan dilaksanakan di kelas 1 dan kelas II Sekolah Dasar.

  b. Membaca Lanjutan Membaca lanjutan dilaksanakan di kelas III sampai kelas IV

  1) Membaca teknik, adalah membaca dengan menyuarakan bahan bacaan vokalisasi yang menekankan kepada lafal, jeda, dan lagu, intonasi, tanda baca dan gerakan mata. 2) Membaca dalam hati, adalah membaca tanpa menyuarakan apa yang dibaca.

  Membaca ini cocok untuk keperluan studi dan menambah ilmu pengetahuan atau informasi.Tujuan membaca dalam hati ialah melatih kemampuan siswa dalam memahami isi wacana atau bacaan.Membaca dalam hati lebih banyak menggunakan kecepatan gerak mata sedangkan membaca teknik lebih banyak menggunakan gerak mulut.

  3) Membaca Bahasa Sasaran utama dalam pelajaran membaca bahasa bukanlah pada pemahaman isi bacaan melainkan pada ketepatan penggunaan bahasa dalam bahan bacaan.Tujuan membaca bahasa dalah memeperluas perbendaharaan bahasa.

  4) Membaca cepat Membaca cepat adalah kegiatan membaca yang bertujuan melatih kecepatan gerak mata siswa pada saat membaca.Manfaat membaca dalam kehidupan sehari-hari sangat besar. Hal ini tampak pada saat membaca pengumuman, surat kabar, kamus, nomor telepon, dalam waktu singkat.

  Membaca cepat dilakukan tanpa bersuara mata dilatih bergerak secepat-cepatnya sambil menjangkau sebanyak- banyaknya kata-kata yang dibaca.Dengan membaca bacaan cepat diharapkan siswa mahir membaca bacaan dengan cepat dan menangkap sebanyak-banyaknya informasi dari bacaan tersebut.

8. Metode-metode Pengajaran Membaca Permulaan

  Dalam pengajaran membaca permulaan dapat digunakan beberapa macam metode yaitu: a. Metode Eja (Metode Abjad)

  Metode eja mengajarkan kepada anak-anak dalam abjad dengan namanya bukan bunyinya.Huruf-huruf dirangkaikan menjadi suku kata dan dari suku kata menjadi kata. Contoh: en-a = na; en-i = ni menjadi nani i-be-u = ibu be-a = ba; be-u = bu menjadi babu

  b. Metode Bunyi Metode bunyi sebenarnya sama dengan metode abjad.

  Bedanya terletak pada cara pelafalan atau mengeja huruf.Pada metode eja b dilafalkan be sedangkan pada metode bunyi b dilafalkan eb atau beh. Contoh: eb-u = bu; ed-i = di menjadi budi en-i = ni; en-a = na menjadi nina c. Metode Kata Lembaga

  Metode kata lembaga dapat dikatakan sebagai peralihan antara metode bunyi dengan metode yang terbaru yakni: metode global 1) Menyajikan kepada para siswa sebuah kata yang tidak asing lagi bagi mereka.

  2) Menganalisis atau menguraikan kata menjadi suku kata. Suku kata langsung ke bunyi huruf.

  3) Mengajarkan huruf dari tiap-tiap bunyi yang telah dipisahkan dari kata lembaganya.

  4) Huruf-huruf itu disintesis atau dirangkaikan menjadi suku kata dan kata.

  5) Kata-kata itu dirangkaikan menjadi pola kalimat sederhana.

  Contoh: mina mi-na

  mina m-i-n-a m-i-n-a mi-na mi-na mina

  menafsirkan huruf m, i, n, a menjadi: amin na mi mi na ni ma

  d. Metode Global Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu merupakan keseluruhan.

  Metode global dimulai dengan: 1) Membaca kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar.

  2) Kalau anak sudah hafal dilanjutkan dengan membaca kalimat tanpa bantuan gambar.Contoh: ini nani 3) menguraikan kalimat menjadi kata-kata: ini nani 4) Menguraikan kata menjadi suku kata: i-ni n-a-n-i 5) Menguraikan suku kata menjadi huruf-huruf: i-n-i n-a-n-i 6) Dari huruf-huruf dirangkaikan menjadi kata dan kalimat. e. Metode SAS Metode ini mirip metode global.Dalam metode global dimulai dari unit pikiran atau cerita, siswa perlu menghafal beberapa kalimat dan dikenalkan banyak huruf sekaligus, sedangkan metode SAS hanya membicarakan suatu hal. Misalnya ibu, bacaannya beberapa kalimat pendek seperti: - ini ibu

  • Ibu ani Dari kalimat itu dipisah berupa suku kata. Contoh: ini ibu i-ni i-bu i-ni i-bu ini ibu selanjutnya tekanan pengajaran pada suku kata: i-ni i-bu

  f. Metode Suku Kata Metode suku kata memulai pengajaran membaca permulaan dengan menyajikan kata-kata yang sudah dikupas menjadi suku kata.Kemudian suku-suku itu dirangkai menjadi kata dan kalimat. Contoh: i-tu dibaca itu

  bu-di dibaca budi

  menjadi itu budi Dari beberapa metode pengajaran membaca permulaan yang telah diterangkan diatas, metode yang digunakan dalam pengajaran membaca permulaan saat ini adalah metode SAS karena metode SAS dianggap yang paling cocok dan sedikit kelemahannya.

9. Pemakaian Huruf

  a. Huruf Abjad Huruf abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut.

  Nama tiap huruf disertakan disebelahnya Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Hh Ii a be ce de e f ge ha i

  Jj Kk Ll Mm Nn Oo Pp Qq Rr je ka el em en o pe ki er

  Ss Tt Uu Vv Ww Xx Yy Zz es te u ve we eks ye zet

  b. Huruf vocal Huruf yang melambangkan vocal dalam bahasa I ndonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

  Huruf Contoh Pemakai Dalam Kata

  Di Awal Di Tengah Di Akhir A A pi padi lusa e* E nak

  E mas

  petak kena sore tipe

  I I tu simpan murni O O leh kota radio U U lang bumi Ibu Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.

  Misalnya: Anak bermain di teras (teras) Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah Kami menonton film seri (seri) Pertandingan itu berakhir seri

  c. Huruf Konsonan Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c,d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y, dan z.

  Huruf Kosonan Contoh pemakaian dalam kata

  Di Awal Di Tengah Di Akhir B B ahasa sebut Adab C C akap kaca - D D ua ada Adab F F akir kafan Maaf G

  G

  una tiga Balig H H ari saham Tuah J J alan manja Mikraj K K ami paksa Politik

  • rakyat* bapak* L L ekas alas Kesal M M aka kami Diam N N ama anak Daun P P asang apa Siap q** Q uran f urqan -
R R aih bara Putar S S ampai asli Lemas T T ali mata Rapat

  V aria lava

  • V
  • W W anita hawa

  X enon -

  • x**
  • Y Y
  • Z Z eni Juz

10. Media

  a) Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin, yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Selain itu, kata

  media juga berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak