BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perilaku Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) - SRI PUJI RAHAYU BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Perilaku Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour)

  Menurut Ajzen (2002) “Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa perilaku yang ditentukan oleh individu timbul karena ada niat untuk berperilaku. Munculnya niat berperilaku ditentukan oleh tiga faktor penentu yaitu:

  1. Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut.

  2. Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut.

  3. Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal

  • –hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived

  power )”.

  Bobek & Hatfield (2003) dan Hanno & Violette (1996), memanfaatkan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menjelaskan kepatuhan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dengan temuan bahwa sikap terhadap ketidakpatuhan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap niat ketidakpatuhan pajak. Sehingga dalam penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan untuk

  8 menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

  2.1.2 Definisi Pajak

  Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam Mardiasmo (2011) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

  Menurut Undang-undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009 (KUP) pasal 1 angka 1 bahwa: pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  2.1.3 Jenis – Jenis Pajak

  Adapun jenis-jenis pajak berdasarkan golongan, sifat dan lembaga pemungutnya menurut Mardiasmo (2011), yaitu: 1) Menurut golongannya a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.

  b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2) Menurut sifatnya

  a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya: Pajak Penghasilan.

  b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya: Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3) Menurut lembaga pemungutannya

  a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

  Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai.

  b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

  2.1.4 Fungsi Pajak

  Ada dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011), yaitu: 1) Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

  2) Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

  2.1.5 Syarat Pemungut Pajak

  Syarat pemungut pajak menurut Mardiasmo (2011), yaitu:

  a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang- undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing- masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

  b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

  Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warga negaranya.

  c. Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

  d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

  e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.1.6 Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

  Menurut Mardiasmo (2011) teori-teori yang mendukung pemungutan pajak, antara lain: a. Teori Asuransi

  Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

  b. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.

  Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

  c. Teori Daya Pikul Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.

  d. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

  e. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.

  Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

  2.1.7 Asas-asas Pemungutan Pajak

  Asas pemungutan pajak menurut Rahayu (2010), antara lain:

  a. Asas Domisili Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) wajib pajak. Wajib pajak tinggal di suatu negara maka negara itulah yang berhak mengenakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan obyek yang dimiliki wajib pajak yang menurut undang- undang dikenakan pajak.

  b. Asas Sumber Cara pemungutan yang bergantung pada sumber dimana obyek pajak diperoleh. Tergantung di negara mana obyek pajak tersebut diperoleh.

  c. Asas Kebangsaan Cara yang berdasarkan kebangsaan menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan dari suatu negara. Asas kebangsaan atau asas nasional, adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara.

  2.1.8 Sistem Pemungutan Pajak

  Menurut Mardiasmo (2011) sistem pemungutan pajak dibedakan menjadi:

  a.

   Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang

  memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

  b.

   Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak

  yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

  c.

   With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

  memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak) yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

2.2 Pengetahuan Pajak

2.2.1 Definisi Pengetahuan Pajak

  Pengetahuan pajak ialah keadaan wajib pajak dalam memiliki pengetahuan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, sistem perpajakan, dan fungsi pajak.

  Menurut Hardiningsih dan Nila (2011) Pengetahuan pajak yaitu suatu usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran atau pelatihan dengan cara mengubah perilaku wajib pajak atau kelompok wajib pajak melalui pengajaran serta pelatihan. Wajib pajak akan secara sukarela mematuhi apabila mereka mengerti konsep dasar perpajakan.

  Pengetahuan tentang pajak dapat dilihat dari pengetahuan yang menyangkut cara melaksanakan kewajiban pajak, siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besaranya, dan bagaimana cara menghitungnya (Nazir, 2010).

2.2.2 Indikator Pengetahuan Pajak

  Berdasarkan konsep pengetahuan atau pemahaman pajak menurut Rahayu (2010), wajib pajak harus memiliki di antaranya adalah Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Sistem Perpajakan di Indonesia, dan Fungsi Perpajakan.

  Berikut ini adalah penjelasan dari konsep pengetahuan pajak di atas yaitu sebagai berikut:

  1. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 yang pada prinsipnya diberlakukan bagi undang-undang pajak material. Tujuannya adalah untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Isi dari Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut antara lain mengenai hak dan kewajiban wajib pajak, SPT, NPWP, dan prosedur pembayaran, pemungutan serta pelaporan pajak.

  2. Pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan di Indonesia Sistem perpajakan di Indonesia yang diterapkan saat ini adalah self

  assessment system yaitu pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

  3. Pengetahuan mengenai Fungsi Perpajakan Terdapat dua fungsi pajak yaitu sebagai berikut:

  a. Fungsi penerimaan (budgeter), pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran- pengeluaran pemerintah.

  b. Fungsi mengatur (reguler), pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

2.3 Sistem Administrasi Perpajakan Modern

2.3.1 Definisi Sistem Administrasi Perpajakan Modern

  Modernisasi sistem administrasi perpajakan menurut Pandiangan (2008) adalah restruksi atau penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, dan penyempurnaan manajemen SDM. Konsep ini disesuaikan dengan iklim, kondisi, dan sumber daya yang ada di Indonesia.

  Sistem administrasi perpajakan modern merupakan pelaksanaan dari berbagai program dan kegiatan yang ditetapkan dalam reformasi administrasi perpajakan jangka menengah. Dapat dikatakan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan. Penerapan sistem ini diharapkan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat yang merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang menjadi prioritas reformasi perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001 (Rahayu dan Lingga, 2009).

2.3.2 Tujuan Sistem Modernisasi Administrasi Perpajakan

  Tujuan dari modernisasi sistem administrasi perpajakan adalah meningkatkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan produktivitas dan integritas aparat pajak demi terwujudnya kepatuhan sukarela wajib pajak. Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut:

  1. Struktur organisasi Implementasi konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan memerlukan perubahan pada struktur organisasi DJP, baik di tingkat kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di jajaran kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan.

  2. Proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi

  Kunci perbaikan birokrasi yang berbelit-belit adalah perbaikan proses bisnis, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja.

  Perbaikan proses bisnis merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang diarahkan pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang bersifat administratif/klerikal.

  Proses bisnis dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung antara pegawai DJP dengan wajib pajak untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Disamping itu, fungsi pengawasan internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control system, karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi melalui sistem yang ada.

  3. Manajemen sumber daya manusia Dirjen Pajak melakukan pemetaan kompetensi (competency

  

mapping ) terhadap seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak guna

  mengetahui distribusi kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai di mana hasil program dari tersebut menjadi informasi yang membantu Dirjen Pajak dalam merumuskan kebijakan kepegawaian yang lebih tepat. Kemudian, dalam rangka memperoleh kesesuaian antara jabatan dan kompetensi pegawai, dilakukan evaluasi dan analisis beban kerja atas seluruh jabatan untuk menentukan job grade dari masing-masing jabatan tersebut.

  Dengan tujuan untuk menciptakan arsitektur Sumber Daya Manusia DJP yang antara lain mempunyai ciri-ciri jujur, ikhlas, mampu, dapat dipercaya, bertanggungjawab, profesional, berwawasan, dapat berlaku adil, menjadi agen perubahan dan dapat menjadi teladan, serta berbasis pada kompetensi dan kinerja.

  4. Pelaksanaan good governance Tersedianya dan terimplementasikannya prinsip-prinsip good

  

governance yang mencakup berwawasan ke depan, terbuka,

  melibatkan partisipasi masyarakat, akuntabel, profesional, dan didukung pegawai yang kompeten. Prinsip keterbukaan dan partisipasi masyarakat dilaksanakan DJP dengan membuka akses informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penyebaran informasi diantaranya dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan, pembuatan iklan layanan masyarakat, dan pemanfaatan website. Disamping keterbukaan informasi, DJP juga membuka diri terhadap masukan dan kritik dari stakeholders, guna meningkatkan kualitas pelayanan dan perbaikan administrasi perpajakan.

  Sasaran penerapan sistem administrasi pajak modern menurut Rahayu dan Lingga (2009) adalah: 1. Maksimalisasi penerimaan pajak.

  2. Kualitas pelayanan yang mendukung kepatuhan wajib pajak.

  3. Memberikan jaminan kepada publik bahwa Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tingkat integritas dan keadilan yang tinggi.

  4. Menjaga rasa keadilan dan persamaan perlakuan dalam proses pemungutan pajak.

  5. Pegawai pajak dianggap sebagai karyawan yang bermotivasi tinggi, kompeten, dan profesional.

  6. Peningkatan produktivitas yang berkesinambungan.

  7. Wajib pajak mempunyai alat dan mekanisme untuk mengakses informasi yang diperlukan.

  8. Optimalisasi pencegahan penggelapan pajak.

2.3.3 Sistem Modernisasi Administrasi Perpajakan di Indonesia

  Reformasi Perpajakan dilakukan bertahap. Tahap pertama dilakukan antara tahun 2002-2009. Pada periode tersebut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan dua buah perubahan mendasar, yang pertama adalah Reformasi Administrasi yang meliputi restrukturisasi organisasi, perbaikan proses bisnis, dan penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia. Sedangkan yang kedua dilakukan Reformasi Kebijakan yaitu dengan amandemen atas beberapa undang- undang perpajakan dan juga pemberian stimulus fiskal.

  Tahap kedua reformasi perpajakan dilakukan antara tahun 2009- 2012. Pada tahap ini perubahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) difokuskan kepada pengembangan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi informasi dalam administrasi perpajakan. Pengelolaan terhadap sumber daya manusia merupakan sebuah perubahan subtansial dan belum pernah dijalankan pada perubahan sebelumnya. Besarnya perubahan yang dilakukan dalam Reformasi Perpajakan diatas tampak sebagai upaya mewujudkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) baru. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang menjalankan administrasi perpajakan secara modern, berorientasi pada pelayanan kepada wajib pajak, dan memiliki nilai-nilai organisasi baru yang kuat (Irawan, 2013).

2.3.4 Indikator Sistem Administrasi Perpajakan Modern

  Menurut Rahayu (2010), indikator-indikator dalam modernisasi sistem administrasi perpajakan adalah sebagai berikut:

  1. Sistem Administrasi Sistem administrasi melalui penerapan teknologi informasi dengan tujuan meningkatkan integritas petugas pajak sehingga dapat membentuk citra yang baik dan memperoleh kepercayaan masyarakat yang tinggi melalui kapasitas sumber daya profesional, budaya organisasi yang kondusif dan pelaksanaan Good Governance.

  2. Efektivitas Pengawasan Meningkatkan produktivitas aparat perpajakan melalui program reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan fungsi dan kelompok wajib pajak, program peningkatan kemampuan pengawasan dan pembinaan oleh Kantor Pusat/Kanwil Direktorat

  Jenderal Pajak, program penyusunan kebijakan baru untuk manajemen sumber daya manusia, program peningkatan mutu sarana dan prasarana serta penyusunan rencana kerja operasional.

  3. Sumber Daya Manusia Profesional Penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang bekualitas dan profesional merupakan program reformasi aspek sumber daya manusia, antara lain melalui pelaksanaan fit and profer test secara ketat, penempatan pegawai sesuai kapasitas dan kapabilitasnya, reorganisasi, pelatihan, dan program pengembangan self capacity.

2.4 Kepatuhan Wajib Pajak

2.4.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

  Menurut Rahayu (2010), Kepatuhan berarti tunduk, taat atau patuh pada ajaran atau aturan. Jadi kepatuhan wajib pajak dapat diartikan sebagai tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang- undangan perpajakan yang berlaku.

  Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam Rahayu (2010) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin dalam suatu situasi dimana: a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan perundang-undangan perpajakan. b. Mengisi formulir perpajakan dengan lengkap dan jelas.

  c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan teliti dan benar.

  d. Membayar pajak yang terutang tersebut tepat pada waktunya.

  Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.192/PMK.03/2007, Wajib pajak patuh adalah mereka yang memenuhi kriteria dibawah ini, yaitu: a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan.

  b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

  c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan

  d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

  Salah satu bentuk kepatuhan wajib pajak adalah membayar pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak, 2013) menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

  Terdapat dua macam Surat Pemberitahuan (SPT) yaitu: a. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

  b. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

   Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dibedakan untuk wajib pajak

  orang perseorangan dan wajib pajak badan. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan menyebutkan bahwa SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP-OP) beserta lampiran yang harus disertakan adalah SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Orang Pribadi (Formulir 1770) dan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan beserta lampiran yang harus disertakan adalah SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Badan (Formulir 1771). SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak dan SPT Tahunan PPh WP Badan disampaikan paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

2.4.2 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

  Kepatuhan wajib pajak merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak dimana dari hasil pemeriksaan pajak akan diketahui tingkat kepatuhan wajib pajak. Bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong rendah (minim), maka diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan dapat memberikan motivasi positif agar menjadi lebih baik untuk kedepannya.

  Menurut Nasucha (2004), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari: a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

  b. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan.

  c. Kepatuhan dalam menghitung, memperhitungkan dan membayar pajak terutang.

  d. Kepatuhan dalam pelaporan dan pembayaran tunggakan.

  Identifikasi indikator-indikator tersebut sesuai dengan kewajiban pajak dalam self assessment system menurut Rahayu (2010) yaitu sebagai berikut:

  a. Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak dan dapat melalui

  e-register (media elektronik online) untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

  b. Menghitung dan memperhitungkan pajak oleh wajib pajak Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak yang terutang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajaknya, sedangkan memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang tesebut dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak (prepayment). Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit pajak dapat berupa kurang bayar, lebih bayar atau nihil.

  c. Membayar pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak Membayar pajak yaitu melakukan pembayaran pajak tepat waktu sesuai jenis pajak. Pelaksanaan pembayaran dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP terdekat atau melalui e-payment.

  d. Pelaporan dilakukan sendiri oleh wajib pajak Pelaporan yang dimaksud adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), di mana SPT tersebut berfungsi sebagai sarana bagi wajib pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, untuk melaporkan pembayaran dan pelunasan pajak, baik yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, serta melaporkan harta dan kewajiban wajib pajak.

2.5 Penelitian Terdahulu

  1. Struktur organisasi dan kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

  1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

  Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap

  Lusiana Jayanti Sara (2013)

  Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

  Pengaruh ModernisasiI Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makasar Utara

  2. Fasilitas layanan dengan teknologi informasi dan kode etik tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Irmayanti Madewing (2013)

  Beberapa hasil pengujian dari penelitian terdahulu dapat dilihat dari tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  et all (2013)

  3. Tingkat pengetahuan pajak dan efektivitas sistem administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Ricki Candra,

  2. Efektivitas sistem administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

  1. Tingkat pengetahuan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

  Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei atas WP-OP PBB di KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo)

  Nazmel Nasir (2010)

  Peneliti Judul Hasil

  Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan dan Kepatuhan Wajib Pajak

  Kepatuhan Wajib Pajak

  2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak. Septiyani Nur Pengaruh Pengetahuan

  1. Pengetahuan perpajakan Khasanah Perpajakan, Modernisasi berpengaruh positif dan (2014) Sistem Administrasi signifikan terhadap

  Perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak Kesadaran Wajib Pajak

  2. Modernisasi sistem Terhadap Kepatuhan administrasi perpajakan Wajib Pajak Pada Kantor berpengaruh positif dan Wilayah Direktorat signifikan terhadap Jenderal Pajak Daerah kepatuhan wajib Istimewa Yogyakarta

  3. Kesadaran wajib pajak Tahun 2013 berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.6 Kerangka Pemikiran

  Fallan (1999) yang dikutip oleh Rahayu (2010) memberikan kajian mengenai pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap pajak terhadap sistem perpajakan yang adil. Adanya kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan sesuatu negara yang dianggap adil.

  Pengetahuan mengenai peraturan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak akan mempengaruhi patuh tidaknya wajib pajak itu sendiri dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya serta akan berdampak pula pada penerimaan pajak yang diterima oleh negara jika masyarakatnya sudah memiliki pengetahuan perpajakan yang tinggi.

  Pemerintah terus melakukan reformasi perpajakan yang meliputi peraturan perundang-undangan dari tahap perumusan hingga pembuatannya serta penyempurnaan administrasi perpajakan sehingga memudahkan wajib pajak dari segi pelayanan. Modernisasi sistem administrasi perpajakan sebagai salah satu bentuk reformasi dalam memberikan pelayanan yang dilakukan oleh kantor pajak di mana akan mempengaruhi pula patuh tidaknya wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

  Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1

  Kerangka Pemikiran H (+)

  Pengetahuan Pajak

  

1

Kepatuhan Wajib

  H (+)

  

2

Pajak

  Sistem Administrasi Perpajakan Modern

2.7 Hipotesis Penelitian

2.7.1 Pengaruh Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

  Tingkat kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan. Hal ini berarti, semakin baik tingkat pengetahuan pajak yang dimiliki wajib pajak maka semakin baik pula kepatuhan pajak yang dilakukan wajib pajak. Dengan meningkatkannya pengetahuan tentang peraturan pajak, menghitung pajak terutang dan pengisian SPT yang dimiliki wajib pajak maka akan menghasilkan kepatuhan pajak yang lebih optimal (Kuraesin, 2009).

  Menurut Nugroho (2012) semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman wajib pajak, maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Namun jika wajib pajak tidak memiliki pengetahuan mengenai peraturan dan proses perpajakan, maka wajib pajak tidak dapat menentukan perilakunya dengan tepat.

  Penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2014) menyatakan bahwa pengetahuan pajak memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Maka dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:

  H1: pengetahuan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

  

2.7.2 Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak

  Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak yang berlaku. Modernisasi sistem administrasi perpajakan sebagai salah satu bentuk reformasi dalam memberikan pelayanan yang dilakukan oleh kantor pajak di mana akan mempengaruhi pula patuh tidaknya wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini dikarenakan wajib pajak dalam melaporkan pajaknya dengan cara mendatangi ke kantor- kantor pajak terdekat. Jika sistem yang ada telah memberikan kepuasan terhadap wajib pajak maka wajib pajak sendiri akan lebih patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

  Sara (2013) menyatakan bahwa modernisasi dalam sistem administrasi perpajakan secara positif signifikan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Semakin baik penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang dilakukan oleh aparatur pajak maka semakin banyak wajib pajak yang patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Maka dapat dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut:

  

H2: sistem administrasi perpajakan modern berpengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak.