T MTK 1202063 Chapter1
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi siswa maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan matematika dalam dunia pendidikan sangat besar manfaatnya, karena matematika adalah sarana untuk meningkatkan kecerdasan siswa. Tanpa matematika, akan sulit sekali untuk mempelajari dan menemukan berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi. Pentingnya peranan matematika menjadikan matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006, tentang standar isi pada lampirannya menegaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma. Secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mengingat matematika merupakan pelajaran yang tiap materinya saling berkaitan dan berkesinambungan antara materi yang satu dengan yang lain, pengembangan kemampuan-kemampuan dalam pembelajaran perlu diperhatikan. Seiring dengan National Council of Teachers of Mathematics
(2000) yang juga menyatakan bahwa terdapat enam kemampuan penting yang
(2)
konsep (conceptual understanding), pemecahan masalah (problem solving),
penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connection), representasi (representation).
Kemampuan pembelajaran matematika yang perlu dikembangkan tersebut yaitu kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran yang memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Siswa yang dapat memahami suatu materi pelajaran dengan baik dapat mentransfer pengetahuannya daripada siswa yang hanya menghafalkan rumus-rumus dan langkah-langkah algoritma. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Depdiknas (2003) yaitu pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran bermatematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika, dengan menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Siswa dikatakan memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama.
Siswa harus belajar matematika dengan kemampuan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya (NCTM, 2000). Hal ini disebabkan konsep matematika disusun secara berurutan sehingga konsep sebelumnya akan digunakan untuk mempelajari konsep selanjutnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap suatu konsep sangat penting, apabila siswa sudah menguasai konsep materi prasyarat maka siswa akan mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya, siswa yang menguasai konsep juga dapat mengidentifikasi dan mengerjakan soal baru yang lebih bervariasi.
Selain kemampuan pemahaman matematis, salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi serta untuk berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan komunikasi dalam matematika merupakan keterampilan siswa dalam mengkespresikan ide-ide matematika
(3)
atau simbol matematika, kemampuan memahami, dan menjelaskan istilah-istilah dan notasi matematika baik secara lisan maupun tulisan (Fitri, 2014). Komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki siswa dan guru dalam proses pembelajaran karena melalui komunikasi siswa memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan dan mengekspresikan pemahaman tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Sejalan dengan pendapat Kimberly (2008) yang menyatakan bahwa komunikasi memiliki kaitan erat dengan proses pembelajaran. Siswa yang dapat mengkomunikasikan ide-ide dan pemikiran mereka, maka guru akan lebih mudah memahami tentang apa yang tidak dimengerti oleh siswa.
Baroody (Ansary, 2003) juga menyatakan bahwa paling tidak ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan. Pertama, matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, akan tetapi matematika juga merupakan suatu alat yang tidak ternilai untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat, dan ringkas. Kedua, pembelajaran matematika merupakan aktivitas sosial dan juga sebagai wahana interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa
dengan guru. Komunikasi dalam matematika membantu guru memahami
kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan
pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Menurut Ansari (2003) kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi matematik. Siswa yang sudah mempunyai kemampuan pemahaman matematis yang lebih baik dituntut juga untuk bisa mengkomunikasikannya. Mengkomunikasikannya baik secara lisan maupun tulisan supaya pamahamannya tersebut dapat dimengerti oleh guru ataupun siswa lainnya karena dengan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang lain, seorang siswa bisa meningkatkan pemahaman matematisnya. Dengan adanya fasilitas untuk mengembangkan kemampuan
(4)
komunikasi dapat memberikan kesempatan kepada siswa dan mendengarkan ide-ide siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi yang dilakukan oleh Priatna (2003) mengenai pemahaman matematis diperoleh temuan bahwa kualitas kemampuan pemahaman siswa masih rendah yaitu sekitar 50% dari skor ideal. Hal yang sama juga terjadi pada kemampuan komunikasi matematis siswa, rendahnya kemampuan komunikasi matematis dapat terlihat dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Rohaeti (2003) menujukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berada pada kualifikasi kurang. Sejalan dengan hasil penelitian oleh Qahar (2010) bahwa kemampuan komunikasi matematikas siswa masih kurang, baik dalam melakukan komunikasi secara lisan ataupun tulisan.
Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan oleh peneliti di atas, memberikan gambaran bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis perlu ditingkatkan melalui proses pembelajaran matematika. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis yaitu kurangnya kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemapuannya tersebut. Menurut Silver (Turmudi, 2009) siswa-siswa dalam pembelajarannya masih menggunakan pembelajaran yang bersifat informative. aktivitas siswa sehari-hari dalam pembelajaran matematika di kelas terdiri atas “menonton” gurunya, menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian bekerja sendiri dengan masalah-masalah atau persoalan yang disediakan dalam buku kerja tradisional. Hal ini mengakibatkan konsep-konsep yang diberikan tidak membekas dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah lupa dan sering merasa kebingungan dalam memecahkan masalah.
Guru yang hanya bertindak sebagai penyampai informasi sedangkan siswa hanya pasif mendengarkan dan menyalin informasi yang diberikan guru
(5)
menyebabkan tidak adanya variasi model pembelajaran yang dilakukan, maka kurang maksimalnya aktivitas pembelajaran yang menjadi salah satu faktor penyebab kurang berkembangnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Aktivitas pembelajaran seperti itu nantinya akan membuat siswa cenderung hanya menghafal rumus dan algoritma langkah-langkah pengerjaan soal tanpa memahami suatu konsep sehingga kemampuan pemahaman siswa menjadi rendah. Siswa yang hanya mengandalkan hafalan
daripada pemahaman konsep akan mengalami kesulitan dalam
mengkomunikasikan gagasan ataupun ide-ide matematisnya. Hal ini juga menyebabkan siswa kurang berani menyatakan pendapatnya dan takut salah dengan apa yang disampaikannya. Kemampuan pemahaman siswa yang
rendah juga mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam
mengkomunikasikan pengetahunannya.
Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas siswa dalam matematika itu sendiri maupun dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam matematika atau kehidupan sehari-hari. Beberapa siswa sering mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya ide atau gagasan tentang materi yang diajarkan sudah ada dalam pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa kurang percaya diri dan takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasanya, di samping itu siswa juga kurang terbiasa dengan mengkomunikasikan gagasannya secara lisan. Ketika siswa berpikir, merespon, berdiskusi, menjelaskan, menulis, membaca, mendengarkan dan mengkaji tentang konsep-konsep matematika, mereka mendapat keuntungan ganda yaitu mereka berkomunikasi untuk mempelajari matematika, dan mereka belajar untuk berkomunikasi secara matematika (NCTM, 2000). Jonker (2001) juga menyatakan dalam pembelajaran matematika, pemahaman memberikan peran yang lebih penting dibandingkan hafalan. Siswa harus mempelajari matematika dengan pemahaman, dengan aktif membangun pengetahuan dari pengalaman dan pengetahuan terdahulu.
Proses pembelajaran yang kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi
(6)
matematisnya, ternyata berdampak juga pada sikap yang harus dimiliki siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yaitu kemandirian belajar siswa. Kemandirian belajar siswa merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Keadaan tersebut cenderung membuat siswa tidak menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan belajarnya dan merencanakan program belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa itu sendiri. Siswa juga kurang memanfaatkan dan menggunakan berbagai sumber pelajaran yang tersedia.
Kemandirian memerlukan kemampuan siswa untuk bertindak secara mandiri dalam pembelajaran. Salah satu tujuan pembelajaran mematika sekolah menengah pertama menurut Depdiknas (2006), adalah “Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal ini dapat dilihat dari studi yang dilakukan oleh Pape, Bell dan Yetkin (2003) menemukan bahwa pada siswa kelas VII (seventh grade) yang memiliki kemandirian belajar mempunyai pengaruh positif terhadap pengembangan kemampuan matematisnya, salah satunya yaitu kemampuan komunikasi.
Darr dan Fisher (2004) juga menyatakan bahwa seorang siswa mandiri adalah seseorang yang aktif terlibat dalam memaksimalkan kesempatan dan
kemampuannya untuk belajar, mengontrol aktivitas kognitif,
mengembangkan keterampilan pengaturan terhadap sikap, lingkungan dan prilaku meningkatkan hasil belajar yang positif. Jika kemandirian belajar siswa rendah maka siswa tidak menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan belajarnya dan merencanakan program belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa itu sendiri. Siswa juga kurang memanfaatkan dan menggunakan berbagai sumber pelajaran yang tersedia.
Hasil studi yang dilakukan oleh Borkowski dan Thorpe (Izzati, 2012) menyatakan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar yang rendah dalam proses pembelajaran menjadi penyebab utama dari rendahnya prestasi. Seiring dengan pendapat Harris dan Graham (Zumbrunn, 2011) yang
(7)
menyatakan kemandirian belajar menjadi penentu utama dari hasil belajar siswa. Dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memiliki kemandirian belajar yang tinggi, siswa akan memperlihatkan prestasi akademik, motivasi, dan pembelajaran yang lebih baik. Oleh karena itu pengembangan kemandirian belajar siswa sangat diperlukan oleh individu yang belajar matematika. Seseorang yang mempunyai kemandirian belajar memliki kemampuan untuk mengatur motivasi dirinya, tidak saja motivasi eksternal tetapi juga motivasi internal serta mereka mampu tetap menekuni tugas jangka panjang sampai tugas tersebut terselesaikan. Kemandirian belajar mengacu pada cara spesifik seorang siswa dalam mengontrol belajarnya.
Menyadari akan pentingnya keaktifan siswa dalam upaya
meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi serta kemandirian belajar siswa, guru dalam proses pembelajaran perlu mengupayakan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya. Sumarmo (Fitri, 2014) menyatakan agar pembelajaran dapat memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan , berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Cara yang dapat dilakukan dengan menggali dan mengembangkan kemampuan matematis dan siswa tersebut dengan menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa melatih kemampuan matematis serta sikapnya sehingga pembelajaran matematika diharapkan dapat dibangun dengan pemahaman dan komunikasi. Guru juga perlu mengupayakan pemilihan strategi pembelajaran dan media yang tepat dan efesien.
Salah satu strategi pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah strategi active learning. Strategi active learning merupakan strategi yang diyakini dapat mendorong siswa lebih aktif. Menurut Bonwell (Suyadi, 2013) salah satu karakteristik dari pembelajaran aktif yaitu siswa
(8)
tidak boleh pasif tetapi harus aktif mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Seiring dengan pendapat McConnel (Salman, 2009) yang menyatakan bahwa konsep pembelajaran aktif sebagai sebuah proses dalam melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui membaca, menulis, berdiskusi, bertindak, dan memecahkan masalah.
Strategi pembelajaran aktif yang di kembangkan oleh Silberman
terdiri dari 101 tipe, salah satu diantaranya yaitu “Active Knowledge Sharing
(Berbagi Pengetahuan secara Aktif)”. Silberman (2004) mengemukakan
bahwa strategi active knowledge sharing merupakan suatu cara yang baik untuk mengenalkan siswa pada materi pelajaran yang akan diajarkan. Strategi ini menuntut siswa untuk tidak sekedar mengingat materi pelajaran. Mereka juga diajak untuk menguasai dan memahami materi pelajaran secara penuh. Selain itu diyakini juga dapat menjadikan siswa lebih aktif semenjak awal terjadinya proses pembelajaran, ini dimaksudkan agar siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Silberman (2006) bahwa guru mengetahui pentingnya menjadikan siswa aktif sejak awal, yaitu: “Dalam memulai pelajaran apapun, kita sangat perlu menjadikan siswa aktif semenjak awal, jika tidak kemungkinan besar kepasifan siswa akan melekat seperti semen yang butuh waktu untuk mengeringkannya”. Strategi ini didesain untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran, menimbulkan minat dan merangsang mereka untuk berpikir. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan fisik dan kesiapan mental siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Pembelajaran dengan strategi active knowledge sharing siswa
diperintahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah disediakan oleh guru. Untuk menerapkan strategi ini di dalam kelas, peneliti menggunakan lembar aktivitas siswa yang berupa konstruksi dari konsep. Penggunaan lembar aktivitas untuk memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas dan untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pengerjaan lembar aktivitas ini dilakukan secara kelompok dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas dan untuk meningkatkan
(9)
keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan menggunakan lembar aktivitas juga dapat membantu meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa dengan mengungkapkan dan mejelaskan ide-ide secara detail melalui tulisan. Pada tahap berbagai pengetahuan memungkinkan semua siswa mengungkapkan pendapat dan saling tukar informasi dengan temannya, sehingga mereka dapat terlibat aktif dan saling bekerja sama.
Dalam pembelajaran siswa dibentuk dalam suatu kelompok, yang bertujuan untuk memungkinkan semua siswa mengungkapkan pendapat dan berbagai pengetahuan dengan siswa lainnya. Selanjutnya masing-masing perwakilan kelompok akan menyebar ke kelompok lain untuk saling berbagi informasi ataupun pengetahuan dengan anggota kelompoknya. Dengan adanya diskusi kelompok dapat mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Membuat kelompok-kelompok kecil dalam diskusi, akan membuat intensitas seorang siswa dalam mengemukakan pendapatnya akan semakin tinggi. Hal ini akan memberi peluang yang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematisnya.
Pembelajaran matematika diharapkan dapat dibangun dengan pemahaman dan komunikasi ide dan gagasan bersama dalam suatu kelompok. Turmudi (2009) juga menyatakan bahwa proses komunikasi matematika dapat difasilitasi dengan adanya kerja kelompok, baik komunikasi matematika tertulis maupun komunikasi lisan. Selain itu dengan adanya kerja kelompok dapat secara langsung melihat bagaimana siswa berargumentasi terhadap konsep matematika yang sedang dipelajarinya. Dengan kata lain dalam pembelajaran matematika siswa harus terlihat aktif baik fisik maupun mental selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa belajar atas kemauannya sendiri, misalnya melalui kerja kelompok, pemecahan masalah, diskusi dan saling bertukar ide dengan harapan terjadi interaksi, baik interaksi antara siswa itu sendiri maupun dengan guru. Siswa dapat belajar melaui kemauannya sendiri, misalnya melalui kerja kelompok, diskusi dan saling bertukar ide.
(10)
Kegiatan dalam pembelajaran active knowledge sharing di dalam kelas tidak hanya didominasi oleh siswa yang pintar saja, tetapi siswa sama-sama dapat saling membantu dan berbagi pengetahuan dalam usahanya memahami materi yang sedang dipelajari. Berdasarkan latar belakang di atas
penelitian ini berjudul “Penerapan Strategi Active Knowledge Sharing
untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah peningkatan kemampuan pemahaman, komunikasi serta kemandirian belajar matematis siswa yang memperoleh pembelajaran active knowledge sharing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?. Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran active knowledge sharing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran active knowledge sharing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
3. Apakah kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran active knowledge sharing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
4. Bagaimana aktivitas siswa yang memperoleh pembelajaran active
knowledge sharing? 1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menelaah:
1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa selama penerapan strategi active knowledge sharing dibandingkan dengan siswa yang
(11)
memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa selama penerapan strategi active knowledge sharing dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran matematika
melalui strategi activeknowledge sharing.
4. Mendeskripsikan aktivitas siswa selama penerapan strategi active knowledge sharing.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan berarti bagi guru, siswa dan peneliti khususnya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa.
1. Manfaat ketika Proses Pembelajaran
Penerapan proses pembelajaran active knowledge sharing dapat menjadi sarana bagi siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran matematika di kelas sehingga dapat berlatih mengerjakan soal-soal untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa serta mengembangkan sikap kemandirian belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang sejauh mana peningkatan kemampuan pemahaman,dan
kemampuan komunikasi matematis serta kemadirian belajar siswa dengan pembelajaran active knowledge sharing. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam memilih strategi pembelajaran yang efektif dan informasi pembelajaran yang berhubungan dengan kemampuan pemahaman, komunikasi matematis dan kemandirian belajar siswa.
3. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk mengembangkan teori pembelajaran yang berkaitan dengan
(12)
pemahaman, komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa
dalam pembelajaran matematika melalui strategi active knowledge
sharing. Dan juga dapat menjadi sumbangan pemikran baru bagi perkembangan dunia pendidikan agar kualitas pendidikan menjadi lebih baik.
1.5 Definisi Operasional
Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dikemukakan defenisi operasional sebagai berikut:
1. Strategi active knowledge sharing (berbagi pengetahuan secara aktif) merupakan suatu cara untuk mengenalkan siswa pada materi pelajaran yang akan diajarkan dengan tahapan pembelajaran: siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi yang akan dipelajari, selanjutnya perwakilan pada masing-masing kelompok menyebar ke kelompok lain untuk berbagi pengetahuan. Setelah itu perwakilan kelompok tersebut kembali ke kelompok semula untuk membagi pengetahuan yang sudah dikumpulkannya kepada anggota kelompoknya.
2. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyajikan pengetahuan konsep-konsep matematika, prinsip, algoritma dan pengetahuan prosedural. Jenis kemampuan pemahaman siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan matematika yang akan diukur melalui kemampuan:
a. Pemahaman instrumental, meliputi menerapkan rumus secara langsung
dan mengerjakan sesuatu secara algoritmik
b. Pemahaman relasional, meliputi mengubah suatu situasi atau kata-kata ke dalam model matematika, mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya
3. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam
menyatakan suatu situasi dengan gambar, tabel atau grafik dan kemampuan siswa dalam menjelaskan ide atau situasi dengan kata-kata
(13)
sendiri. Kemampuan komunikasi tertulis di ukur dengan soal tes hasil belajar yang meliputi:
a. Representasi; menyatakan gambar atau diagram ke dalam ide-ide matematika.
b. Menulis; mengekspresikan, mendemostrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain.
4. Kemandirian belajar matematika adalah sikap siswa terhadap dirinya dalam belajar. Aspek-aspek kemandirian belajar siswa dalam matematika yang dikembangkan, yaitu: (1) inisiatif belajar, (2) Mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri, (3) Menetapkan target atau tujuan belajar, (4) Memilih dan menggunakan sumber, (5) Memilih strategi belajar, (6) Mengevaluasi proses dan hasil belajar, (7) Bekerja sama, (8) Membangun makna, dan (9) mengontrol diri.
5. Pembelajaran konvesional dalam penelitian ini maksudnya adalah kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dengan kecenderungan berpusat pada guru (teacher centered). Dalam pembelajaran konvensional, guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dengan ceramah untuk menjelaskan konsep atau materi dan menjelaskan prosedur penyelesaian soal-soal latihan. Kegiatan berkisar pada penjelasan oleh guru, pemberian contoh soal, kemudian latihan soal.
(1)
tidak boleh pasif tetapi harus aktif mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Seiring dengan pendapat McConnel (Salman, 2009) yang menyatakan bahwa konsep pembelajaran aktif sebagai sebuah proses dalam melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui membaca, menulis, berdiskusi, bertindak, dan memecahkan masalah.
Strategi pembelajaran aktif yang di kembangkan oleh Silberman terdiri dari 101 tipe, salah satu diantaranya yaitu “Active Knowledge Sharing (Berbagi Pengetahuan secara Aktif)”. Silberman (2004) mengemukakan bahwa strategi active knowledge sharing merupakan suatu cara yang baik untuk mengenalkan siswa pada materi pelajaran yang akan diajarkan. Strategi ini menuntut siswa untuk tidak sekedar mengingat materi pelajaran. Mereka juga diajak untuk menguasai dan memahami materi pelajaran secara penuh. Selain itu diyakini juga dapat menjadikan siswa lebih aktif semenjak awal terjadinya proses pembelajaran, ini dimaksudkan agar siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Silberman (2006) bahwa guru mengetahui pentingnya menjadikan siswa aktif sejak awal, yaitu: “Dalam memulai pelajaran apapun, kita sangat perlu menjadikan siswa aktif semenjak awal, jika tidak kemungkinan besar kepasifan siswa akan melekat seperti semen yang butuh waktu untuk mengeringkannya”. Strategi ini didesain untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran, menimbulkan minat dan merangsang mereka untuk berpikir. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan fisik dan kesiapan mental siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Pembelajaran dengan strategi active knowledge sharing siswa diperintahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah disediakan oleh guru. Untuk menerapkan strategi ini di dalam kelas, peneliti menggunakan lembar aktivitas siswa yang berupa konstruksi dari konsep. Penggunaan lembar aktivitas untuk memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas dan untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pengerjaan lembar aktivitas ini dilakukan secara kelompok dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas dan untuk meningkatkan
(2)
keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan menggunakan lembar aktivitas juga dapat membantu meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa dengan mengungkapkan dan mejelaskan ide-ide secara detail melalui tulisan. Pada tahap berbagai pengetahuan memungkinkan semua siswa mengungkapkan pendapat dan saling tukar informasi dengan temannya, sehingga mereka dapat terlibat aktif dan saling bekerja sama.
Dalam pembelajaran siswa dibentuk dalam suatu kelompok, yang bertujuan untuk memungkinkan semua siswa mengungkapkan pendapat dan berbagai pengetahuan dengan siswa lainnya. Selanjutnya masing-masing perwakilan kelompok akan menyebar ke kelompok lain untuk saling berbagi informasi ataupun pengetahuan dengan anggota kelompoknya. Dengan adanya diskusi kelompok dapat mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Membuat kelompok-kelompok kecil dalam diskusi, akan membuat intensitas seorang siswa dalam mengemukakan pendapatnya akan semakin tinggi. Hal ini akan memberi peluang yang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematisnya.
Pembelajaran matematika diharapkan dapat dibangun dengan pemahaman dan komunikasi ide dan gagasan bersama dalam suatu kelompok. Turmudi (2009) juga menyatakan bahwa proses komunikasi matematika dapat difasilitasi dengan adanya kerja kelompok, baik komunikasi matematika tertulis maupun komunikasi lisan. Selain itu dengan adanya kerja kelompok dapat secara langsung melihat bagaimana siswa berargumentasi terhadap konsep matematika yang sedang dipelajarinya. Dengan kata lain dalam pembelajaran matematika siswa harus terlihat aktif baik fisik maupun mental selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa belajar atas kemauannya sendiri, misalnya melalui kerja kelompok, pemecahan masalah, diskusi dan saling bertukar ide dengan harapan terjadi interaksi, baik interaksi antara siswa itu sendiri maupun dengan guru. Siswa dapat belajar melaui kemauannya sendiri, misalnya melalui kerja kelompok, diskusi dan saling bertukar ide.
(3)
Kegiatan dalam pembelajaran active knowledge sharing di dalam kelas tidak hanya didominasi oleh siswa yang pintar saja, tetapi siswa sama-sama dapat saling membantu dan berbagi pengetahuan dalam usahanya memahami materi yang sedang dipelajari. Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini berjudul “Penerapan Strategi Active Knowledge Sharing
untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi serta
Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah peningkatan kemampuan pemahaman, komunikasi serta kemandirian belajar matematis siswa yang memperoleh pembelajaran active knowledge sharing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?. Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran active knowledge sharing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran active knowledge sharing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
3. Apakah kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran active knowledge sharing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
4. Bagaimana aktivitas siswa yang memperoleh pembelajaran active knowledge sharing?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menelaah:
1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa selama penerapan strategi active knowledge sharing dibandingkan dengan siswa yang
(4)
memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa selama penerapan strategi active knowledge sharing dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran matematika melalui strategi activeknowledge sharing.
4. Mendeskripsikan aktivitas siswa selama penerapan strategi active knowledge sharing.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan berarti bagi guru, siswa dan peneliti khususnya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa.
1. Manfaat ketika Proses Pembelajaran
Penerapan proses pembelajaran active knowledge sharing dapat menjadi sarana bagi siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran matematika di kelas sehingga dapat berlatih mengerjakan soal-soal untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa serta mengembangkan sikap kemandirian belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sejauh mana peningkatan kemampuan pemahaman,dan kemampuan komunikasi matematis serta kemadirian belajar siswa dengan pembelajaran active knowledge sharing. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam memilih strategi pembelajaran yang efektif dan informasi pembelajaran yang berhubungan dengan kemampuan pemahaman, komunikasi matematis dan kemandirian belajar siswa.
3. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk mengembangkan teori pembelajaran yang berkaitan dengan
(5)
pemahaman, komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui strategi active knowledge sharing. Dan juga dapat menjadi sumbangan pemikran baru bagi perkembangan dunia pendidikan agar kualitas pendidikan menjadi lebih baik.
1.5 Definisi Operasional
Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dikemukakan defenisi operasional sebagai berikut:
1. Strategi active knowledge sharing (berbagi pengetahuan secara aktif) merupakan suatu cara untuk mengenalkan siswa pada materi pelajaran yang akan diajarkan dengan tahapan pembelajaran: siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi yang akan dipelajari, selanjutnya perwakilan pada masing-masing kelompok menyebar ke kelompok lain untuk berbagi pengetahuan. Setelah itu perwakilan kelompok tersebut kembali ke kelompok semula untuk membagi pengetahuan yang sudah dikumpulkannya kepada anggota kelompoknya. 2. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyajikan pengetahuan konsep-konsep matematika, prinsip, algoritma dan pengetahuan prosedural. Jenis kemampuan pemahaman siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan matematika yang akan diukur melalui kemampuan:
a. Pemahaman instrumental, meliputi menerapkan rumus secara langsung dan mengerjakan sesuatu secara algoritmik
b. Pemahaman relasional, meliputi mengubah suatu situasi atau kata-kata ke dalam model matematika, mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya
3. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi dengan gambar, tabel atau grafik dan kemampuan siswa dalam menjelaskan ide atau situasi dengan kata-kata
(6)
sendiri. Kemampuan komunikasi tertulis di ukur dengan soal tes hasil belajar yang meliputi:
a. Representasi; menyatakan gambar atau diagram ke dalam ide-ide matematika.
b. Menulis; mengekspresikan, mendemostrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain.
4. Kemandirian belajar matematika adalah sikap siswa terhadap dirinya dalam belajar. Aspek-aspek kemandirian belajar siswa dalam matematika yang dikembangkan, yaitu: (1) inisiatif belajar, (2) Mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri, (3) Menetapkan target atau tujuan belajar, (4) Memilih dan menggunakan sumber, (5) Memilih strategi belajar, (6) Mengevaluasi proses dan hasil belajar, (7) Bekerja sama, (8) Membangun makna, dan (9) mengontrol diri.
5. Pembelajaran konvesional dalam penelitian ini maksudnya adalah kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dengan kecenderungan berpusat pada guru (teacher centered). Dalam pembelajaran konvensional, guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dengan ceramah untuk menjelaskan konsep atau materi dan menjelaskan prosedur penyelesaian soal-soal latihan. Kegiatan berkisar pada penjelasan oleh guru, pemberian contoh soal, kemudian latihan soal.