Analisis pragmatik wacana iklan kampanye pemilu legislatif yang dipasang di Kabupaten Sleman tahun 2014

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ANALISIS PRAGMATIK
WACANA IKLAN KAMPANYE PEMILU LEGISLATIF
YANG DIPASANG DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh :
Yohana Maria Fransiska Mudayen
091224092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ANALISIS PRAGMATIK
WACANA IKLAN KAMPANYE PEMILU LEGISLATIF
YANG DIPASANG DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh :
Yohana Maria Fransiska Mudayen
091224092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


ii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN


Sukses berasal dari 1% jenius dan 99% keringat.
Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.
Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi
ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan
(Thomas A. Edison, Penemu dan Pendiri Edison Electric Light Company)

Dalam keadaan apa pun aku hari ini, aku tahu bahwa Engkau, Bapa yang selalu
mendengar ketika aku berteriak minta tolong; Bapa yang selalu memberi ketika
aku meminta; Bapa yang selalu membukakan pintu ketika aku mengetuk; Bapa
yang punya rancangan terbaik bagi hidupku (Bdk. Matius 7 : 7)

Kupersembahkan skripsi ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

Kedua orang tuaku:
Papa Thomas Dagang Mudayen
Mama Anastasia Suryati

iv


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Desember 2014
Yang membuat pernyataan,

Yohana Maria Fransiska Mudayen

v


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:
Nama

: Yohana Maria Fransiska Mudayen

NIM

: 091224092


Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS PRAGMATIK WACANA IKLAN KAMPANYE PEMILU
LEGISLATIF YANG DIPASANG DI KABUPATEN SLEMANTAHUN 2014
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Di buat di Yogyakarta
Pada tanggal: 15 Desember 2014
Yang menyatakan,

(Yohana Maria Fransiska Mudayen)

vi


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
Mudayen, Yohana Maria Fransiska. 2014. Analisis Pragmatik Wacana Iklan
Kampanye Pemilu Legislatif yang Dipasang di Kabupaten Sleman
Tahun 2014. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: 1) penggunaan kode linguistik,
2) penggunaan kode non-linguistik, 3) dimensi tindak tutur, dan 4) jenis tindak
tutur yang terdapat dalam iklan kampanye politik para calon legislatif (caleg) yang
dipasang di wilayah Kabupaten Sleman tahun 2014. Penelitian ini termasuk jenis
penelitian deskriptif kualitatif. Jumlah data sebanyak 171 buah iklan kampanye
politik yang dipasang di spanduk, baliho, dan billboard. Pengumpulan data
menggunakan teknik observasi dan teknik dokumentasi. Analisis data dilakukan
dengan metode padan pragmatik dan metode padan referensial atau kontekstual.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 166 buah (97,08%) iklan kampanye
politik caleg yang menggunakan kode linguistik, 111 buah (64,91%)
menggunakan kode non-linguistik, dan 106 buah (61,99%) menggunakan
kombinasi kode lingustik dan kode non-linguistik. Penggunaan kode linguistik
berupa pernyataan sikap rendah hati, sindiran, pengakraban diri, dan sikap
memamerkan diri. Penggunaan kode non-linguistik berupa pencantuman gelar
akademik, gelar keagamaan, gelar kebangsawanan, simbol tokoh nasional, dan
gambar unik. Hasil penelitian tentang penggunaan dimensi tindak tutur
menunjukkan bahwa sebanyak 59 buah (34,5%) iklan tersebut menggunakan
tindak tutur lokusi, 124 buah (72,51%) menggunakan dimensi tindak tutur
illokusi, dan 93 buah (54,38%) menggunakan dimensi tindak tutur perlokusi.
Penggunaan tindak tutur illokusi berupa kalimat representatif atau asertif, direktif,
ekpresif, komisif, maupun deklaratif. Selanjutnya, hasil penelitian tentang
penggunaan kategori tindak tutur menunjukkan bahwa 94 buah (54,97%) iklan
tersebut menggunakan jenis tindak tutur langsung, 105 buah (61,40%)
menggunakan tindak tutur tidak langsung, 160 buah (93,57%) menggunakan jenis
tindak tutur literal, dan hanya 7 buah (4,09%) yang menggunakan jenis tindak
tutur tidak literal. Kalimat tindak tutur langsung berupa kalimat deklaratif,
interogatif, dan kalimat imperatif.
Implikasinya, masyarakat wajib pilih pada Pemilu Legislatif periode

berikutnya disarankan lebih jeli dan cermat mengkritisi iklan kampanye yang
dipasang oleh para caleg. Masyarakat perlu mengkritisi apakah program dan janji
yang disampaikan dalam iklan kampanye politik tersebut realistis untuk dilakukan
atau justru banyak berisi janji dan pepesan kosong. Masyarakat wajib pilih
disarankan lebih selektif memilih caleg terutama caleg yang menggunakan daya
pragmatik berupa sindiran dan sikap memamerkan diri secara berlebihan.

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
Mudayen, Yohana Maria Fransiska. 2014. The Pragmatic Analysis of the
Advertisement Passage of the Legislative’s General Election Campaign
Which was Socialized in Sleman Regency 2014. Thesis. Yogyakarta:

PBSI, FKIP, USD.
This study aimed to describe: 1) the use of linguistics code, 2) the use of
non-linguistics code, 3) the speech acts dimensions, and 4) the types of speech
acts which were contained in the political campaign advertisements of the
legislative candidates installed in Sleman Regency, 2014. This research was
considered as a qualitative descriptive research. The total data were 171 political
campaign advertisements which were posted on the banners and billboards. The
data gathering technique used observation technique and documentation
technique. The data analysis technique employed unified pragmatic method and
referential method.
The result showed that 166 units (97.08 %) of legislative political
campaign advertisements employed linguistics code, 111 units (64.91%)
employed non-linguistics code, and 106 units (61.99%) employed the
combination of linguistics and non-linguistics code. The use of linguistics code
was in the form of humble behavioral statement, satire, familiarity, and self
exhibiton statement. The use of non-linguistics code was in the form of putting the
academical degrree, religion degree, nobility degree, national figure symbol, and
unique picture. The result of using speech acts dimensions showed that 59 units
(34.5%) of the advertisements employed locutionary act, 124 units (75.51%)
employed illocutionary act, and 93 units (54.38%) employed the perlocutionary
act. The use of illlocutionary act was in the form ofreprsentative utterances or
assertive, directive, expressive, commissive, and declarative utterance.
Furthermore, the research result of the use of the speech acts category showed that
94 units (94.97%) of the advertisements employed the directive speech act, 105
units (61.40%) employedthe not directive speech act,160 units (93.57%)
employed literal speech act, and only 7 units (4.09%) employed the not literal
speech act. Directive speech act uttterance was in the form of declarative,
interrogative, and imperative utterance.
The implication, the voters in the next legislative election period are
suggested to be smarter and more careful when criticize the posted campaign
advertisements by the legislative candidates. The community needs to criticize
whether the programmes and the promises that are conveyed on the political
campaign advertisements are realistic to be done or only deceitful things. The
voters are suggested to be more selective in choosing the legislative candidates,
especially those who use the pragmatic appeal in the form of satire and excessive
self exhibition.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan anugerah dan berkat-Nya kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Pragmatik Wacana Iklan
Kampanye Pemilu Legislatif yang Dipasang di Kabupaten Sleman Tahun 2014.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari banyak pihak yang turut membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini secara materil maupun moril. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., sebagai Wakil Ketua Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., sebagai pembimbing utama dalam penulisan
skripsi ini, yang dengan sabar dan bijaksana membimbing, menuntun, dan
memberikan banyak masukan kepada penulis.
5. Bapak Dr. Y. Karmin, M.Pd., sebagai salah satu dosen penguji yang telah
memberikan pertanyaan, masukan, kritik dan saran untuk perbaikan naskah
skripsi ini.
6. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum, sebagai salah satu dosen penguji
yang memberikan pertanyaan, masukan, kritik dan saran untuk perbaikan
naskah skripsi ini.
7. Bapak dan ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan serta
ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

pengalaman kehidupan selama penulis menjadi mahasiswa Universitas Sanata
Dharma.
8. Papa Thomas Dagang Mudayen dan Mama Anastasia Suryati tercinta yang
dengan penuh kasih sayang mendukung, memberi perhatian, dan tak hentihentinya mendoakan keberhasilan penulis siang dan malam.
9. Abang Yohanes Maria Vianey Mudayen dan kakak Shinta Dewi Rahmasari
beserta keponakan penulis yang ganteng Eugenius Dominus Tecum Roso
Mudayen dan Gabriel Messi Roso Mudayen yang selalu menyemangati,
mendoakan, dan memfasilitasi penulis dengan materi secukupnya.
10. Teman-teman penulis, Nina, Tita, Geny, Jabut, Rio, Wawan, dan teman-teman
dari Kapuas Hulu, serta teman-teman DKD yang selalu memberikan
semangat, doa dan keceriaan kepada penulis.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah
mendoakan dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pengguna dalam status dan bidang
apapun untuk kepentingan dan tujuan yang mulia.

Yogyakarta, 15 Desember 2014
Penulis,

Yohana Maria Fransiska Mudayen

x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................

iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................................

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................

vi

ABSTRAK ..................................................................................................

vii

ABSTRACT .................................................................................................

viii

KATA PENGANTAR ................................................................................

ix

DAFTAR ISI ..............................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xv

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ......................................................................

1

1.1 Latar Belakang ......................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................

9

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................

10

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................

10

1.5 Batasan Istilah .......................................................................

12

LANDASAN TEORI ..................................................................

14

2.1 Hasil Penelitian yang Relevan ..............................................

14

2.2 Analisis Pragmatik ................................................................

16

2.3 Tindak Tutur .........................................................................

19

2.4 Wacana Iklan Kampanye Politik ...........................................

23

2.5 Wacana Politik ......................................................................

27

2.6 Komunikasi Politik ...............................................................

30

2.7 Persepsi Wajib Pilih dalam Pemilu ........................................

32

xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2.8 Kerangka Berpikir .................................................................

34

BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................

39

3.1 Jenis Penelitian .....................................................................

39

3.2 Subjek Penelitian ..................................................................

39

3.3 Sumber Data dan Data Penelitian ..........................................

40

3.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................................

40

3.5 Metode Analisis Data ............................................................

41

3.6 Jadwal Penelitian ..................................................................

43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................

44

4.1 Deskripsi Data Iklan Kampanye Pemilu Legislatif yang
Dipasang di Kabupaten Sleman .............................................

44

4.2 Analisis Data .........................................................................

47

4.3 Pembahasan ..........................................................................

71

KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN
PENELITIAN ............................................................................
5.1 Kesimpulan ...........................................................................
5.2 Saran .....................................................................................
5.3 Keterbatasan Penelitian .........................................................

105
105
106
109

BAB V

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 111
Lampiran-Lampiran ..................................................................................... 114

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.

Contoh Penggunaan kode linguistik berbunyi: “Ayo
bergabung !!! Membangun negeri untuk lebih berkeadilan
dan lebih sejahtera” oleh Dr. Ir. Titik Soegiharto, M.Si.,
Caleg DPR RI dari Partai Nasdem ……...............................

52

Contoh Pencantuman singkatan gelar akademik
Doktoranda (Dra.) oleh Dyah Isti Narmiyati, Caleg DPRD
DIY dari PKB ……………………………………..............

54

Gambar 3.

Contoh Pencantuman singkatan gelar keagamaan Haji (H.)
oleh H. Djuwarto, Caleg DPR RI dari PDIP….…...…….....

54

Gambar 4.

Contoh Pencantuman Gelar kebangsawanan (K.M.R.T)
oleh K.M.R.T. Roy Suryo, caleg DPR RI dari Partai
Demokrat…………………………………………………...

55

Gambar 5.

Contoh Pencantuman Tokoh Nasional oleh Susanto
Raharjo, Caleg DPRD Kabupaten Sleman dari PDIP …......

55

Gambar 6.

Contoh Pencantuman Gambar Unik berupa Tugu
Yogyakarta oleh Drs. H. Ahmad Subangi, Caleg DPR RI
dari Partai Golkar………………………………………......

56

Contoh Pencantuman Gambar Unik berupa Masjid, Bedug
dan Ketupat oleh Sukarmin, caleg DPRD Kabupaten
Sleman dari PDIP ………………………….........................

56

Gambar 8.

Contoh penggunaan tindak tutur lokusi, caleg bernama
Suhartono alias Mugen dari PKB ………………………....

62

Gambar 9.

Contoh penggunaan tindak tutur illokusi, caleg bernama
Bidan Hj. Nunik Endang Sunarsih dari PAN ………….......

62

Gambar 10.

Contoh penggunaan tindak tutur Perlokusi oleh Ali Imron,
S.Pd., Caleg DPRD Kabupaten Sleman dari PKS ...............

64

Gambar 11.

Contoh penggunaan tindak tutur Perlokusi oleh
Supriyanto, S.T., M.M., Caleg DPR RI dari PDIP ………..

64

Gambar 12.

Contoh Penggunaan tindak tutur langsung oleh Retno
Widiyaningsih, Caleg DPRD Kabupaten Sleman dari
Partai Demokrat …………………………………………...

68

Contoh Penggunaan tindak tutur tidak langsung oleh
Riefian Fajarsyah (Ifan Seventeen), Caleg DPR RI dari
Partai Gerindra ………………………………………….....

68

Gambar 2.

Gambar 7.

Gambar 13.

xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Gambar 14.

Contoh Penggunaan Tindak Tutur Literal oleh H.M.
Yazid, S.Ag., Caleg DPRD Provinsi DIY dari PPP………

70

Gambar 15.

Contoh Penggunaan Tindak Tutur Tidak Literal oleh Ing.
Grad. H.R.M. Bambang Soedrajat, M.B.A., Caleg DPR RI
dari Partai Hanura…………………………………….........

70

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Tabel 1. Penggunaan Kode Linguistik dan Kode Non
Linguistik dalam Iklan Kampanye Legislatif…………….

114

Lampiran 2.

Tabel 2. Penggunaan Tiga Dimensi Tindak Tutur dalam
Iklan Kampanye Legislatif …………..…………………..

135

Lampiran 3.

Tabel 3. Penggunaan Empat Kategori Tindak Tutur dalam
Iklan Kampanye Politik Caleg …...……………...……….

156

Lampiran 4.

Data Gambar Iklan Kampanye Legislatif 171 Caleg yang
Dipasang di Seluruh Wilayah Kabupaten Sleman tahun
2014 ………………………………………………………

182

xv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Eksistensi bahasa memiliki makna yang sangat penting dalam dunia

politik. Bahasa dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan ideologi dan
mendapatkan serta menanamkan kekuasaaan (Gunawan, 2013). Berbagai piranti
kebahasaan dapat dimanfaatkan untuk meraih simpati, menarik perhatian,
mengarahkan persepsi terhadap suatu persoalan, mengendalikan pikiran, perilaku
dan nilai yang dianut khalayak. Hal ini sejalan dengan pendapat Sultan (2009)
bahwa proses penanaman ideologis dan pengontrolan kekuasaan memerlukan
bahasa sebagai alat ekspresi, seperti pidato politik, ceramah, khotbah, maupun
iklan. Kontrol ideologis dan kekuasaan dapat dilakukan melalui penggunaan
bahasa.
Bahasa yang digunakan untuk menanamkan ideologi dan kekuasan politik
biasanya memiliki daya bahasa yang kuat. Menurut Pranowo (2012: 128), daya
bahasa adalah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektifkan pesan
kepada mitra tutur. Daya bahasa dapat digali melalui berbagai aspek bahasa
seperti bunyi, bentuk kata, kalimat, pilihan kata, struktur maupun aspek
pemakaian bahasa yang meliputi impikatur, tindak tutur, praanggapan, dan
sebagainya (Pranowo, 2012). Bahasa hanya akan muncul dayanya jika dipakai
secara tepat dan kontekstual, misalnya bahasa yang digunakan oleh para kandidat
pemimpin politik yang ingin mensosialisasikan ideologi dan kekuasaan politik.

1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

Salah satu media yang paling sering digunakan untuk mewujudkan kontrol
ideologis dan kekuasaan adalah iklan. Iklan merupakan suatu sistem tanda yang
terorganisasi untuk merefleksikan sikap, keyakinan, dan nilai-nilai tertentu. Setiap
pesan yang diungkapkan dalam iklan memiliki dua makna, yaitu makna eksplisit
maupun makna implisit. Makna eksplisit diungkapkan secara tertulis dalam suatu
iklan, sedangkan makna implisit berada di balik tampilan iklan (Kusrianti, 2004).
Lapisan makna dalam iklan memunculkan potensi pengaburan makna,
artinya dalam sebuah iklan, makna ambigu berpotensi hadir. Meskipun demikian,
makna ambigu ini justru dapat menjadi senjata dan jurus jitu bagi pengiklan untuk
menyamarkan realitas sesungguhnya, misalnya iklan dalam kampanye politik.
Ada banyak janji-janji dalam iklan kampanye politik yang seakan-akan bermakna
manis dan membawa harapan baru. Namun, bila ditelusuri lebih jauh, hal-hal yang
dikemukakan dalam iklan kampanye politik, belum tentu bermakna sama dengan
yang tersurat. Acapkali maknanya bergeser atau justru berlawanan. Salah satu
iklan kampanye politik dalam Pemilu 2014 yang menarik terpasang pada poster
calon legislatif (caleg) H. Fairuz Ahmad, Calon Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia Daerah Pilihan Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD RI DAPIL
DIY) yang berbunyi: “Coblos di Hati, Dengan Hati”. Salah satu interprestasi
makna dari iklan tersebut adalah masyarakat wajib pilih yang memilih H. Fairuz
Ahmad sebagai calon DPD RI DAPIL DIY adalah masyarakat yang memilih
dengan menggunakan hati nuraninya. Contoh iklan kampanye politik lainnya yang
dipasang pada spanduk atas nama Tri Nugroho, SE, calon legislatif pada tingkat
Dewan

Perwakilan

Rakyat

Daerah

(DPRD)

Kabupaten

Sleman

yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

memanfaatkan otoritas pengaruh keagamaan seorang Kyai sebagaimana terungkap
dalam penggalan dialog berikut: “Milih iki yo le..!! Wonge Amanah”, kata Pak
Kyai. Lalu lawan bicara Pak Kyai menimpali: “Inggih Pak Kyai”. Kedua contoh
iklan tersebut mengandung makna tersirat dan berusaha menggiring masyarakat
wajib pilih untuk mengambil keputusan atau tindakan sesuai dengan kehendak
calon yakni memilih calon tersebut dalam Pemilu Legislatif tahun 2014.
Iklan kampanye politik dapat disampaikan melalui media cetak atau media
elektronik. Media cetak yang paling sering digunakan oleh para calon legislatif
adalah spanduk, poster dan baliho. Ketiga media iklan ini disebut juga iklan
media di luar ruangan karena dipampang di luar ruangan. Hasil kajian Gunawan
(2013) menunjukkan bahwa iklan kampanye politik yang disampaikan melalui
media di luar ruang dianggap merupakan cara paling efektif untuk
memperkenalkan kandidat calon legislatif. Melalui media iklan politik tersebut,
figur atau citra diri seorang calon legislatif dipromosikan. Kesan yang ditonjolkan
dalam iklan politik pencitraan figur ini dapat memberi efek yang lebih kuat jika
figur yang mempromosikan diri tersebut seorang politikus, teknokrat, akademisi,
pebisnis, atau artis yang sudah dikenal masyarakat.
Iklan politik di media luar ruang saat ini dipercaya mampu berpengaruh
pada masyarakat dan menciptakan perhatian lewat stimulinya dengan berbagai
konsep dan kemasannya. Alhasil masyarakat memiliki pandangan yang beragam
mengenai reklame politik karena masyarakat dapat menilai dan menangkap
berbagai macam reklame politik tersebut. Kampanye melalui iklan di media massa
diyakini dapat mempengaruhi persepsi wajib pilih dalam pengambilan keputusan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

Sebagian hasil kajian menunjukkan bahwa media massa menimbulkan
dampak yang sangat besar, tetapi sebagian penelitian lain hasilnya menunjukkan
bukti-bukti dampak media sangat kecil terhadap khalayak. Sejumlah penelitian
berhasil menunjukkan bukti bahwa media mampu menimbulkan perubahanperubahan sikap dan perilaku, tetapi sejumlah penelitian lain hanya mampu
menunjukkan perubahan-perubahan opini dan persepsi pada khalayak (Sirajuddin,
2011). Dalam penelitian-penelitian tertentu terbukti bahwa media massa
menimbulkan dampak positif, tetapi dalam penelitian-penelitian lain justru
diperoleh bukti-bukti sebaliknya. Variasi temuan-temuan penelitian tersebut terus
terjadi sejak awal perkembangan kajian tentang dampak iklan politik sampai
sekarang sehingga mendorong para ahli dan peneliti untuk terus melakukan
berbagai studi dalam upaya menjawab pertanyaan penting tersebut (Sirajuddin,
2011).
Seidman (2008) dalam Gunawan (2013), mengungkapkan bahwa media di
luar ruangan dapat memberi pengaruh yang kuat terhadap sikap dan pola pikir
pemilihnya. Pendapat Saidman (2008) tersebut didasari oleh tiga argumen, yaitu
Pertama, spanduk, poster, dan baliho dapat memperkuat pilihan pemilih. Kedua,
spanduk, poster, dan baliho dapat mempengaruhi hasil pilihan hingga 11 persen,
sebagaimana diungkapkan dalam hasil survey sebuah partai politik asal Inggris,
The Valley Party. Ketiga, spanduk, baliho, dan poster berguna untuk membangun
nuansa psikologis.
Menurut Garech (2011) dalam Gunawan (2013), ada tiga tujuan
penyebaran iklan politik melalui media luar ruang, seperti spanduk, baliho, atau

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

poster. Pertama, untuk meningkatkan pamor atau citra figur. Kedua, untuk
menarik simpati masyarakat pemilih. Ketiga, untuk menakut-nakuti lawan politik
lainnya. Keputusan yang diambil oleh para wajib pilih tersebut sangat menentukan
bagi partai politik mana dan siapa calon yang akan terpilih menjadi wakil-wakil
rakyat dan pemimpin politik dalam suatu pesta demokrasi, termasuk juga dalam
Pemilu tahun 2014. Adanya kesadaran dari berbagai partai dan calon legislatif
tentang pentingnya keputusan yang akan diambil oleh para wajib pilih telah
mendorong banyak partai politik dan calon pemimpin politik melakukan berbagai
upaya untuk dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan wajib pilih
masyarakat konstituen.
Untuk meningkatkan pamor dan menarik simpati masyarakat pemilih,
tulisan-tulisan yang terdapat di dalam poster, baliho, dan spanduk iklan politik
biasanya menggunakan bahasa berupa kode linguistik dan non-linguistik
(Gunawan, 2013). Kode linguistik dapat berupa kata-kata (simbol bunyi) dan kode
non-linguistik berupa gambar yang unik (simbol non bunyi).
Penggunaan kode linguistik berupa kata-kata (simbol bunyi) digunakan
oleh para calon legislatif (caleg) untuk mengartikulasikan gagasan dan visi misi
yang dikemas melalui pesan-pesan politik untuk membentuk dan mempengaruhi
opini, sikap dan sampai pada pengambilan keputusan wajib pilih. Penggunaan
simbol bunyi dalam iklan politik dipercaya mampu mempengaruhi persepsi wajib
pilih dalam pengambilan keputusan. Dampak komunikasi politik tersebut bisa
berupa perubahan-perubahan opini, persepsi, sikap bahkan sampai pada
perubahan dalam pengambilan keputusan wajib pilih terhadap suatu kandidat atau

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

partai politik tertentu, karena isu media tertentu saja atau secara umum, dan
bersifat alterasi atau stabilisasi (Sirajuddin, 2011).
Selain kode non-linguistik berupa gambar yang unik, kata-kata berupa
singkatan (dalam konteks pemilu) juga dapat digunakan untuk menampilkan citra
dan kesan positif terhadap para calon legislatif, seperti gelar akademik Drs., Ir.,
S.E., M.Sc., M.Ing., Dr. atau tingkat kesalehan, seperti gelar Haji bagi yang
pernah melaksanakan ibadah haji. Gelar akademik dan tingkat kesalehan itu
digunakan untuk mewakili kesuksesan di bidang akademik dan bidang kesalehan
diri. Kode non-linguistik berupa gambar juga sering digunakan oleh para calon
legislatif untuk menampilkan citra dirinya sebagai seseorang yang nasionalis,
misalnya dengan memasang gambar presiden Indonesia Pertama Ir. Soekarno di
belakang gambar calon legislatif dari PDIP. Kode non-linguistik berupa gambar
Ir. Soekarno dipasang untuk memunculkan kesan bahwa calon legislatif tersebut
dinaungi roh kepemimpinan Ir. Soekarno dan bahwa ia akan mengikuti jejak
kepemimpinan Ir. Soekarno.
Salah satu contoh iklan kampanye politik yang dipasang oleh Caleg DPR
RI bernama Haji A. Hanafi Rais dari Partai Amanat Nasional menggunakan kode
non-liguistik berupa gelar Haji dan gelar akademik SIP, MPP. Dalam konteks
pemilu, pemasangan gelar Haji dan akademik tersebut diharapkan dapat
membangun kesan positif di benak masyarakat pemilih bahwa Caleg tersebut
adalah seseorang yang memiliki bekal pengetahuan akademik yang mumpuni
sekaligus memiliki tingkat kesalehan sehingga layak diandalkan. Pesan yang sama
hendak disampaikan oleh caleg bernama Danang Maharsa, SE yang memasang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7

gelar SE dan memasang gambar Ir. Soekarno serta H. Kabul Mudji Bazuki
dibelakang fotonya. Pemasangan gelar kesarjanaan dikombinasikan dengan
dukungan visual foto tokoh nasional Ir. Soekarno dan tokoh yang dikenal publik
DIY, yaitu H. Kabul Mudji Bazuki dilakukan untuk membangun pencitraan
bahwa caleg bernama Danang Maharsa adalah seorang caleg muda yang memiliki
semangat kepemimpinan dan nasionalisme serta siap melanjutkan perjuangan Ir.
Soekarno untuk membangun “Indonesia Hebat”.
Selain penggunaan kode non-linguistik, ada pula iklan politik yang
menggunakan bahasa tutur yang variatif. Ada empat dimensi tuturan, yaitu tuturan
langsung, tuturan tidak langsung, tuturan literal, dan tuturan tidak literal (Wijana,
1996). Pemilihan bentuk tuturan ini mengandung daya kekuatan tertentu yang
disebut dengan daya pragmatik (Revita, 2006). Daya yang terkandung dalam
sebuah tuturan ini bersifat sangat pragmatis, artinya tuturan ini mengandung
makna kontekstual, tergantung pada konteks tuturan. Dengan demikian, ketika
berkampanye, ungkapan yang tertulis pada iklan politik tidak selalu sesuai dengan
yang dikatakan. Bisa jadi maksud dari tuturan tersebut jauh berbeda dengan hal
yang dituturkan.
Salah satu contoh yang menggambarkan fenomena ini adalah iklan
kampanye politik oleh Caleg DPRD Sleman bernama Tri Sartono dari Partai
Keadilan Sejahtera. Iklan kampanye politik Pak Tri Sartono sangat bersifat
pragmatis karena membangun kesan dan pesan bahwa Pak Tri Sartono mendapat
dukungan penuh dari masyarakat arus bawah, yaitu para pedagang Ngemplak.
Dalam iklan tersebut dimunculkan alasan bahwa dukungan dari masyarakat arus

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

bawah terhadap Pak Tri Sartono diberikan karena Pak Tri Sartono sudah
menunjukkan kerja nyata membangun Ngemplak. Pak Tri juga diperkenalkan
sebagai figur aktivis Pendamping Pemberdayaan Masyarakat yang selalu siap
sedia di sms atau di telpon jika masyarakat membutuhkannya. Slogan yang
diusung berupa ajakan untuk bekerja bersama-sama untuk meraih kemuliaan
bersama seperti tampak pada ungkapan bahasa Jawa berikut: “Monggo
Sesarengan, Kerja Bareng – Mulyo Bareng !” artinya mari kita semua, kerja
bersama – mulia bersama.
Bahasa kampanye politik yang dipasang pada berbagai iklan politik para
calon legislatif di berbagai pelosok Desa maupun di berbagai sudut kota
Kabupaten Sleman memunculkan banyak fenomena linguistik yang layak dikaji
lebih mendalam. Fenomena iklan politik tersebut hendak dikaji dari sudut
pandang pragmatik karena iklan politik tersebut mengandung makna terselubung
di balik janji-janji manis yang disampaikan oleh para caleg kepada para calon
pemilihnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian
sistematis dan mendalam dengan judul: “ANALISIS PRAGMATIK WACANA
IKLAN KAMPANYE PEMILU LEGISLATIF YANG DIPASANG DI
KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014”. Kajian wacana pragmatik ini
dilakukan karena penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis menunjukkan
bahwa relatif sedikit peneliti yang mengkaji masalah ini. Namun demikian, ada
beberapa penelitian yang terkait misalnya penelitian Gunawan (2010) yang
membahas The Pragmatik Force of Political Campaign. Selain itu, ada pula

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9

penelitian Suliastianingtyas (2009) yang membahas tentang Bahasa Indonesia
dalam Wacana Propaganda Politik Kampanye Pemilu 2009 (Satu Kajian
Sosiopragmatik). Ada pula penelitian Sultan (2009) yang membahas Bahasa
Pencitraan Dalam Wacana Iklan Kampanye Calon Anggota Legislatif 2009.
Kabupaten Sleman dipilih karena wilayah geografis Kabupaten Sleman termasuk
yang paling luas dan banyak dihuni oleh penduduk jika dibandingkan dengan
kebupaten lainnya di Provinsi DIY. Wilayah geografis yang luas dan penduduk
yang banyak membuat banyak calon legislatif pada level Kabupaten, Provinsi,
Nasional maupun calon DPD RI berlomba-lomba memasang iklan politiknya
bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa di Kabupaten Sleman. Dengan demikian,
di Kabupaten Sleman mudah ditemukan aneka macam bahasa iklan politik yang
sangat bersifat pragmatis.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:
1. Bagaimana penggunaan kode linguistik dalam iklan kampanye Pemilu
Legislatif yang dipasang di wilayah Kabupaten Sleman tahun 2014 ?
2. Bagaimana penggunaan kode non-linguistik dalam iklan kampanye Pemilu
Legislatif yang dipasang di wilayah Kabupaten Sleman tahun 2014 ?
3. Apa saja dimensi tindak tutur yang terdapat dalam iklan kampanye Pemilu
Legislatif yang dipasang di wilayah Kabupaten Sleman tahun 2014 ?

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

4. Jenis tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam iklan kampanye Pemilu
Legislatif yang dipasang di wilayah Kabupaten Sleman tahun 2014 ?
.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Untuk mendeskripsikan penggunaan kode linguistik dalam iklan kampanye
Pemilu Legislatif yang dipasang di wilayah Kabupaten Sleman tahun 2014.

2.

Untuk mendeskripsikan penggunaan kode non-linguistik dalam iklan
kampanye Pemilu Legislatif yang dipasang di wilayah Kabupaten Sleman
tahun 2014.

3.

Untuk mendeskripsikan dimensi tindak tutur yang terdapat dalam iklan
kampanye Pemilu Legislatif yang dipasang di wilayah Kabupaten Sleman
tahun 2014.

4.

Untuk mendeskripsikan jenis tindak tutur yang terdapat dalam iklan
kampanye Pemilu Legislatif yang dipasang di wilayah Kabupaten Sleman
tahun 2014.

1.4

Manfaat Penelitian
Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi

pihak-pihak sebagai berikut:
1.4.1 Bagi Partai Politik dan Calon Legislatif
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan deskripsi
tentang kode linguistik dan non-linguistik apa saya yang dapat digunakan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11

meyakinkan masyarakat wajib pilih untuk membuat keputusan politik sesuai
dengan keinginan dari para calon pemimpin politik dan partai politik yang
mengiklankan dirinya. Selain itu, hasil kajian ini juga diharapkan memberikan
informasi tentang berbagai tindak tutur yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi keputusan wajib pilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Informasi
akurat tentang daya bahasa pragmatik sangat diperlukan oleh para calon
pemimpin politik maupun partai politik untuk mendesain iklan politik yang efektif
dan efisien untuk mempengaruhi keputusan wajib pilih dalam Pemilu.
1.4.2 Bagi Masyarakat Wajib Pilih
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan informasi dan
dekripsi bagi masyarakat wajib pilih tentang kode linguistik dan non-linguistik
yang digunakan dalam iklan politik. Selain itu, hasil kajian ini juga diharapkan
memberi informasi tentang daya pragmatis yang terdapt dalam sebuah iklan
politik. Dengan mengetahui tentang kode linguistik dan non-linguistik serta daya
pragmatis yang digunakan dalam iklan politik, masyarakat wajib pilih diharapkan
dapat lebih jeli dan lebih kritis dalam mempertimbangkan dan menentukan
keputusan tentang partai mana dan calon pemimpin politik mana yang akan dipilih
dalam Pemilu.
1.4.3 Bagi Penulis
Kajian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis untuk membandingkan
pengetahuan dan wawasan mengenai analisis pragmatik dan kode linguistik
dengan penggunaannya pada tataran praktis. Selain itu, kajian ini juga diharapkan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12

bermanfaat bagi penulis untuk memanfaatkan pengetahuan dan wawasan yang
dimiliki selama di bangku kuliah. Dengan demikian, pengetahuan dan wawasan
tersebut dapat berkontribusi dan bermanfaat bagi masyarakat yang dalam konteks
penelitian ini adalah masyarakat wajib pilih dalam Pemilu.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnnya
yang membutuhkan referensi tentang hasil kajian terdahulu yang berkaitan dengan
wacana pragmatik dan iklan politik. Hasil kajian ini juga diharapkan bermanfaat
bagi peneliti selanjutnya dalam rangka menentukan bidang kajian mana yang
mungkin dilakukan pada penelitian selanjutnya. Dengan demikian, dapat
diharapkan semakin banyak peneliti yang berkontribusi dalam melakukan kajian
tentang wacana pragmatik.

1.5

Batasan Istilah

1. Kode linguistik adalah penggunaan bahasa berupa kata-kata (simbol bunyi)
untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada orang lain (Gunawan,
2013).
2. Kode non-linguistik (simbol non-bunyi) adalah penggunaan gambar unik dan
pencantuman singkatan gelar, misalnya gelar akademik, keagamaan,
kebangsawanan yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan
kepada orang lain dalam konteks pemilu legislatif (Gunawan, 2013).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13

3. Dimensi Tindak tutur adalah perbuatan memproduksi tuturan atau ucapan
yang dapat berwujud tindak lokusi, tindak tutur illokusi, dan tindak tutur
perlokusi (Yule, 2006).
4. Jenis tindak tutur adalah kategori yang digunakan dalam tindak tutur yakni
tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, dan
tindak tutur tidak literal (Wijana, 1996).
5. Wacana iklan kampanye politik adalah segala bentuk penggunaan bahasa
pesan politik yang disampaikan lewat media cetak dalam rangka memberikan
informasi, membujuk, dan mengingatkan masyarakat wajib pilih dalam pemilu
agar mengambil keputusan atau tindakan sesuai dengan kehendak calon
pemimpin politik atau partai politik (Sirajuddin, 2011).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Hasil Penelitian yang Relevan
Ada beberapa hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian

ini, yaitu sebagai berikut:
2.1.1 Penelitian Gunawan (2013)
Penelitian Gunawan (2013) berjudul The Pragmatik Force of Political
Campaign. Penelitian ini termasuk kategori deskriptif kualitatif. Penelitian ini
memanfaatkan data yang tersebar dalam bentuk tulisan pada spanduk, billboard,
dan baliho kampanye politik pemilihan Calon Walikota Kendari. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa bahasa kampanye politik Calon Walikota Kendari ini
menggunakan kode linguistik dan non-linguistik. Selain itu penggunaan tindak
tutur langsung lebih banyak dibandingkan tindak tutur tidak langsung. Pengunaan
tindak tutur langsung ini merefleksikan tingkat kesantunan berbahasa seorang
calon wali kota dalam berkampanye. Dalam berkampanye, pilihan kode dan
tindak tutur merefleksikan daya pragmatik tertentu yakni berupa penyindiran,
pengakraban diri, merendahkan hati, dan memamerkan diri.
2.1.2 Penelitian Tri Sulistyaningtyas (2009)
Penelitian yang dilakukan Sulistyaningtyas (2009) berjudul Bahasa
Indonesia Dalam Wacana Propaganda Politik Kampanye Pemilu 2009: Suatu
Kajian Sosiopragmatis. Analisis implikatur wacana iklan politik dalam baliho,

14

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15

spanduk, dan media cetak menunjukkan bahasa sebagai arena pertarungan politik.
Bahasa tidak hanya dimaknai sebagai sarana propaganda dari caleg bahkan partai
tertentu untuk membentuk citra dirinya tetapi juga untuk meraih simpati
sebanyak-banyaknya. Pesan-pesan dalam wacana kampanye tersebut sangat
beraneka ragam dilihat dari bentuk dan maksud (implikatur) yang dikemukakan
para caleg-calegnya. Dengan demikian, sangat diperlukan pemahaman masyarakat
dengan melibatkan teks dan konteks agar dapat dipahami maksud terselubung di
balik wacana kampanye tersebut.
2.1.3 Penelitian Yayuk Eny R. (2005)
Penelitian Eny R. (2005) berjudul Karakteristik Pemakaian Bahasa Dalam
Spanduk Kampanye Pemilihan Kepala Daerah di Yogyakarta. Penelitian ini
menggunakan ancangan kualitatif dan pendekatan deskriptif. Subjek penelitian ini
adalah spanduk-spanduk, poster, selebaran, dan baliho kampanye yang
terpampang di wilayah Yogyakarta menjelang Pemilihan Kepala Daerah.
Hasil kajian Eny (2005) menunjukkan bahwa wujud penggunaan kata
dalam spanduk kampanye PILKADA sangat memperhatikan aspek makna, makna
kata yang ditonjolkan adalah kata-kata yang bermakna konotasi positif. Spanduk
kampanye PILKADA setidaknya mengemban dua fungsi yakni fungsi informasi
dan fungsi persuasi. Dengan demikian spanduk kampanye PILKADA merupakan
bentuk wacana persuasif yang memiliki daya pengaruh (perlocutionary force).
Faktor yang menimbulkan kekhasan dalam pemakaian bahasanya lebih
dilatarbelakangi oleh faktor fungsi dan tujuan. Mengingat spanduk ini berfungsi
sebagai “iklan” dan bertujuan untuk “menawarkan”, maka pemilihan katanya juga

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16

memperhatikan aspek makna secara pragmatis. Ditinjau dari faktor fungsi, wacana
ini mengemban dua fungsi, yaitu fungsi persuasif dan fungsi komisif. Faktor lain
yang juga turut melatarbelakangi pilihan bahasa dalam iklan kampanye politik
yaitu tempat menyampaikan tuturan, misalnya melalui spanduk, baliho, poster,
dan stiker.

2.2

Analisis Pragmatik
Istilah pragmatik didefinisikan oleh para linguis dengan redaksi yang

berbeda, namun memiliki kesamaan makna. Menurut Leech (1993: 5-6),
pragmatik adalah ilmu yang mempelajari maksud sebuah ujaran, yaitu untuk apa
ujaran itu disampaikan, apa yang dimaksud seseorang dengan tindak tutur, dan
apa maknanya. Definisi yang mengandung makna mirip diungkapkan oleh Yule
(2006:4) bahwa pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk
lingustik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan bahasa yang melibatkan konteks penuturan baik tuturan lisan
maupun tulisan itulah yang disebut pragmatik.
Melalui pragmatik, seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang
dimaksudkan orang, asumsi, maksud atau tujuan mereka dan jenis-jenis tindakan
yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara. Di satu sisi, pragmatik
memungkinkan seseorang masuk ke dalam suatu analisis, namun di sisi lain
semua konsep manusia sukar dianalisis dengan cara yang konsisten dan objektif.
Dua orang teman yang sedang bercakap-cakap mungkin menyampaikan secara
tidak langsung suatu hal dan menyimpulkan suatu hal lain tanpa memberi bukti

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17

linguistik. Menurut Yule (2006: 6), pragmatik menarik karena melibatkan orang
yang saling memahami satu sama lain secara lingustik, namun pragmatik
mengharuskan kita memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka.
Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan,
implikatur, inferensi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana (Yule, 2006).
Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada
implikatur tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan dan konteks
yang mempunyai peranan penting dalam situasi tuturan. Inferensi (implikatur)
adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Hal yang
dimaksud oleh si pembicara tidak selalu sama dengan apa yang ditanggap oleh si
pendengar sehingga kadangkala si pembicara mengulangi kembali ucapannya
mungkin dengan kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar.
Seorang penutur dapat menggunakan bahasa berupa kode lingustik dan
non-linguistik ketika berinteraksi dengan mitra tutur (Gunawan, 2013). Menurut
Krisdalaksana

(2008: 127) dalam Gunawan (2013: 2740),

kode linguistik

mengandung tiga makna, yaitu: 1) lambang atau sistem ungkapan yang dipakai
untuk menggambarkan makna tertentu, 2) sistem bahasa dalam suatu masyarakat,
dan 3) variasi tertentu dalam suatu bahasa. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dinyatakan bahwa kode linguistik berarti bahasa dan dapat berarti varian tertentu
dari suatu bahasa. Di sisi lain, kode non-linguistik merupakan simbol non-bunyi,
diantaranya berupa gambar yang unik, dan dapat pula berupa singkatan gelar
akademik seperti Drs., Ir., S.E., M.Sc., M.Ing., Dr. atau tingkat kesalehan, seperti
gelar Haji bagi yang pernah melaksanakan ibadah haji. Pada konteks pemilu,

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18

singkatan berupa gelar akademik, gelar haji, atau pun gelar kebangsawanan
merupakan salah satu kode non-linguistik (simbol non-bunyi).
Di balik kata-kata yang tersusun rapi dapat terkandung makna terselubung
yang disebut dengan makna pragmatik atau daya pragmatik (Gunawan, 2013).
Daya pragmatik bahasa dapat berupa sindiran, pengakraban diri, sikap rendah diri,
maupun memamerkan diri. Daya pragmatik berupa sindiran biasanya digunakan
untuk menjatuhkan pamor atau citra diri dari lawannya, misalnya citra diri lawan
politik. Daya pragmatik berupa kesan akrab dengan mitra tutur, misalnya saat
dialog menggunakan bahasa daerah dari mitra tutur. Daya pragmatik berupa sikap
rendah hati, dapat dilakukan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang
tidak memaksakan kehendak, misalnya menggunakan kata “jika” atau “kalau”.
Daya

pragmatik

berupa

“memamerkan

diri”

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan bahasa yang memuat ungkupan-ungkapan menonjolkan diri lewat
prestasi yang dimiliki

penutur atau kesuksesan diri dalam bidang tertentu.

Misalnya, menunjukan prestasi dan kesuksesan di bidang akdemik dengan
mencantumkan gelar akademik yang dimiliki.
Bentuk pragmatis dapat muncul karena dilatarbelakangi oleh beberapa
faktor diantaranya faktor fungsi, faktor tujuan dan faktor tempat (Eny R., 2005).
Pertama, dari faktor fungsi, kekhasan dalam pemakaian bahasa digunakan untuk
tujuan “menawarkan” sesuatu. Pilihan kata yang digunakan biasanya bersifat
persuasif dalam rangka mempengaruhi mitra tutur dan dapat pula bersifat komisif
yang menekankan pada bentuk ajakan disertai janji kepada mitra tutur. Kedua,
dari faktor tujuan, penggunaan bahasa pragmatis dilakukan untuk “menawarkan”

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19

sesuatu dianggap sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan harapan mitra tutur.
Penutur berusaha membuat tuturan semenarik mungkin untuk menggugah pikiran
pembaca dengan harapan agar pembaca atau mitra tutur mengikuti keinginan
penutur. Ketiga, faktor tempat, yaitu tempat untuk menyampaikan tuturan,
misalnya melalui spanduk, baliho, poster, dan stiker. Konsekuensinya, bahasa
yang digunakan harus singkat, padat, ringkas, dan jelas.

2.3

Tindak Tutur
Menurut Yule (2006: 83 - 84), secara pragmatis, terdapat tiga dimensi

tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur. Tiga dimensi tindakan
tersebut antara lain tindak lokusi, tindak illokusi dan tindak perlokusi. Pertama,
tindak lokusi adalah tindak dasar tuturan atau tindak menghasilkan suatu
ungkapan linguistik yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur lokusi
bersifat informatif dan tidak menuntut partisipan melakukan tindakan. Kedua,
tindak illokusi adalah tindakan yang ditampilkan melalui penekanan komunikatif
suatu tuturan. Tindak tutur illokusi diidentifikasikan dengan kalimat performatif
yang eksplisit. Ketiga, tindak perlokusi, yaitu tuturan yang diucapkan oleh
seorang penutur yang memiliki efek atau daya pengaruh (perlocutionary force).
Seseorang dapat memunculkan suatu tuturan dengan asumsi bahwa mitra tutur
mengenali

akibat

yang

ditimbulkannya.

Efek

yang

dihasilkan

dengan

mengujarkan sesuatu itu disebut tindak perlokusi. Dari ketiga dimensi ter